Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BIMBINGAN

KONSELING
DI-AM.BLOGSPOT.COM TUESDAY, DECEMBER 16, 2014 MAKALAH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak lahir, seseorang dilahirkan ke dunia ini sudah membawa potensi diri
yang dapat dikembangkan guna mencapai kehidupan yang bahagia. Namun,
kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua individu memahami potensi yang
dimilikinya, apalagi pemahaman tentang cara mengembangkannya. Di dalam
perjalanan hidupnya, individu juga seringkali menemuai berbagai macam
masalah. Lepas dari persoalan yang satu munccul persoalan yang lain,
demikianlah seterusnya silih berganti persoalan itu timbul. Agar mereka dapat
mengenali potensi-potensi yang dimiliki, mengembangkannya secara optimal,
serta menghadapi masalah yang dihadapi diperlukan bantuan atau bimbingan dari
orang lain sehingga mereka dapat berbuat dengan tepat sesuai dengan potensi atau
keadaan yang ada pada dirinya.
Sekolah tidak hanya berfungsi memberikan pengetahuan dalam hal
belajar-mengajar di kelas, tetapi juga dapat mengembangkan keseluruhan
kepribadian anak. Oleh karena itu, guru harus mengetahui lebih dari sekedar
masalah bagaimana mengajar yang efektif, ia harus membantu murid dalam
mengembangkan seluruh aspek keprbadian dan lingkungannya. Untuk melakukan
hal tersebut seorang guru harus memiliki wawasan dan pemahaman tentang
layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah prinsip-prinsip bimbingan dan konseling?
2. Bagaimanakah asas-asas bimbingan dan konseling?
3. Bagaimana orientasi layanan bimbingan dan konseling?
4. Bagamana Kode Etik Bimbingan dan Konseling?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2. Untuk mengetahui asas-asas bimbingan dan konseling.
3. Untuk mengetahui orientasi layanan bimbingan dan konseling.
4. Untuk mengetahui Kode Etik Bimbingan dan Konseling.
D. Manfaat Penulisan
1. Dapat mengetahui prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2. Dapat mengetahui asas-asas bimbingan dan konseling.
3. Dapat mengetahui orientasi layanan bimbingan dan konseling.
4. Dapat mengetahui Kode Etik Bimbingan dan Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Prinsip yang berasal dari asal kata ” PRINSIPRA” yang artinya permulan
dengan sautu cara tertentu melhirkan hal-hal lain, yang keberadaanya tergantung
dari pemula itu, prisip ini merupakam hasil perpaduan antara kajian teoriitik dan
teori lapangan yang terarah yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan
yanh dimaksudkan. (Hallen, 2002: 63).
Prinsip bimbingan dan Konseling menguraikan tentang pokok-pokok dasar
pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang
harus di ikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat juga
dijadikan sebagai seperangkat landassan praktis atau aturan main yang harus
diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah.
Prayitno mengatakan: ”Bahwa prinsip merupakan hasil kajian teoritik dan
telaah lapangan yanh digunakan sebgai pedoman pelaksanaan sesuatu yang
dimaksudkan” jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prinsi-prinsip
bimbingan dan konseling merupakan pemaduan hasil-hasil teori dan praktek yang
dirumuskan dan dijadikan pedoman sekaligus dasar bagi peyelengaran pelayanan.
Dalam pelayanan bimbuingasn dan konseling prisip yang digunakan
bersumber dari kajian filosofis hasil dari penelitian dan pengalama praktis tentang
hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial
budayanya, pegertian, tujuan, fungsi, dan proseses, penyelenggaraan bimbingan
dan konseling.
Ada beberapa prinsip pelaksanaan bimbingan dan konseling diantaranya:
a. Bimbingan adalah suatu proses membantu individu agar mereka dapat membantu
dirinya sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
b. Hendaknya bimbingan bertitik tolak (berfokus) pada individu yang dibimbing.
c. Bimbingan diarahkan pada individu dan tiap individu memiliki karakteristik
tersendiri.
d. Masalah yang dapat diselesaikan oleh tim pembimbing di lingkungan lembaga
hendaknya diserahkan kepada ahli atau lembaga yang berwenang
menyelesaikannya.
e. Bimbingan dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu
yang akan dibimbing.
f. Bimbingan harus luwes dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan
masyarakat.
g. Program bimbingan di lingkungan lembaga pendidikan tertentu harus sesuai
dengan program pendidikan pada lembaga yang bersangkutan.
h. Hendaknya pelaksanaan program bimbingan dikelola oleh orang yang memiliki
keahlian dalam bidang bimbingan, dapat bekerja sama dan menggunakan sumber-
sumber yang relevan yang berada di dalam ataupun di luar lembaga
penyelenggara pendidikan.
i. Hendaknya melaksanakan program bimbingan di evaluasi untuk mengetahui hasil
dan pelaksanaan program (Nurihsan, 2006 : 9)
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya ialah
berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses
penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan. Diantara
prinsip-prinsip tersebut adalah:
1. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik
secara perorangan aupun kelompok yang menjadi sasaran pelayanan pada
umumnya adalah perkembangan dan perikehidupan individu, namun secara lebih
nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya yang dipengaruhi oleh
aspek-aspek kepribadian dan kondisi sendiri, serta kondisi lingkungannya, sikap
dan tingkah laku dalam perkembangan dan kehidupannya itu mendorong
dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut:
a. BK melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku,
agama dan status sosial ekonomi.
b. BK berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis.
c. BK memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap dan berbagai apek perkembangan
individu.
d. BK memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang menjadi
orientasi pokok pelayanannya.
2. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan
individu tidaklah selalu positif, namun faktor-faktor negatif pasti ada yang
berpengaruh dan dapat menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan
perkembangan dan kehidupan individu yang berupa masalah. Pelayanan BK
hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas yang berkenaan dengan:
a. BK berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental atau
fisik individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah, disekolah serta dalam
kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh
lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b. Kesenjangan sosial, ekonomi dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya
masalah pada invidu yang kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan BK.
3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan
Adapun prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelayanan layanan BK itu
adalah sebgaai berikut:
a. BK merupakan bagian integrasi dari proses pendidikan dan pengembangan, oleh
karena itu BK harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta
pengembangan peserta didik.
b. Program BK harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat
dan kondisi lembaga.
c. Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang
pendidikan terendah sampai tertinggi.
4. Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan
Pelaksanaan pelayanan BK baik yang bersifat insidental maupun
terprogram, dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan, dan tujuan ini
akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli
dalam bidangnya, yaitu konselor profesional.
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal tersebut adalah:
a. BK harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu
membimbing diri sendiri dalm menghadapi permasalahannya.
b. Dalam proses BK keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu
hendaknya atas kemauan individu itu sendiri bukan karena kemauan atau desakan
dari pihak lain.
c. Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang
relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
d. Kerja sama antara guru pembimbing, guru-guru lain dan orang tua anak amat
menentukan hasil pelayanan bimbingan.
e. Pengembangan program pelayanan BK ditempuh melalui pemanfaatan yang
maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat
dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri (Hallen,
2002).
5. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling disekolah dalam lapangan operasional
bimbingan dan konseling.
Sekolah merupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di
sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan
berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara
potensial sangat subur, sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut
adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Pelayanan BK secara resmi memang
ada disekolah, tetapi keberadaannya belum seperti dikehendaki.
B. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam kamus besar bahasa Indonesia asas berarti “Dasar”. Tetapi asas
dalam pengertian disini adalah bukan dasar tetapi “Rukun”. Jadi asas bimbingan
dan konseling berarti “Rukun yang harus dipegang teguh dan dikuasai oleh
seorang guru pembimbing atau konselor dalam menjalankan pelayanan atau
kegiatan bimbingan dan konseling”. (hasil diskusi kelas : 25-03-2012). Setiap
kegiatan kadang-kadang ada asas yang dijadikan pegangan dalam melaksanakan
kegiatan tersebut. Demikian pula dalam layanan/ kegiatan bimbingan dan
konseling, ada asas yang dijadikan pegangan dalam menjalankan kegiatan itu.
Menurut Prayitno ada dua belas asas yang harus menjadi dasar pertimbangan
dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan koseling. Asas-asas bimbingan dan
konseling itu adalah: Asas kerahasiaan, Asas Kesukarelaan, Asas Keterbukaan,
Asas kekinian, Asas Kemandirian, Asas Kegiatan, Asas Kedinamisan, Asas
Keterpaduan, Asas Kenormatifan, Asas Keahlian, Asas Alih Tangan, Asas Tut
Wuri Handayani. (Dra. Hallen A., M.Pd.,Bimbingan & Konseling : 2005 hal. 62-
69).
1. Asas Kerahasiaan
Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam kegiatan bimbingan dan
koseling, kadang-kadang konseli harus menyampaikan hal-hal yang sangat
pribadi/ rahasia kepada konselor. Oleh karena itu konselor harus menjaga
kerahasiaan data yang diperolehnya dari konselinya. Sebagai konselor
berkewajiban untuk menjaga rahasia data tersebut, baik data yang diperoleh dari
hasil wawancara atau konseling, karena hubungan menolong dalam bimbingan
dan konseling hanya dapat berlangsung dengan baik jika data atau informasi yang
dipercayakan kepada konselor atau guru pembimbing dapat dijamin
kerahasiaannya. Asas ini bisa dikatakan sebagai “Asas Kunci” dalam kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling, karena dengan adanya asas kerahasiaan ini
dapat menimbulkan rasa aman dalam diri konseli.
Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka apa yang terjadi saat
pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh konselor dan konseli
baik itu isi pembicaraan atau pun sikap konseli, kerahasiaanya perlu dihargai dan
dijaga dengan baik. Demikian pula catatan-catatan yang dibuat sewaktu atau pun
sesudah wawancara atau konseling perlu disimpan dengan baik dan kerahasiaanya
dijaga dengan cermat oleh konselor.
2. Asas Kesukarelaan
Telah dikemukakan bahwa bimbingan merupakan proses membantu
individu. Perkataan membantu disini mengandung arti bahwa bimbingan bukan
merupakan suatu paksaan, akan tetapi merupakan suatu binaan. Oleh karena itu
dalam kegiatan bimbingan dan konseling diperlukan adanya kerjasama yang
demokratis antara konselor/ guru pembimbing dengan konselinya. Kerjasama
akan terjalin bilamana konseli dapat dengan suka rela menceritakan serta
menjelaskan masalah yang dialaminya kepada konselor.
3. Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan merupakan asas yang sangat penting bagi konselor/ guru
pembimbing, karena hubungan tatap muka antara konselor dan konseli merupakan
pertemuan bathin tanpa tedeng aling-aling. Dengan adanya keterbukaan ini dapat
ditumbuhkan kecenderungan pada konseli untuk membuka dirinya, untuk
membuka kedok hidupnya yang menjadi.
penghalang bagi perkembangan psikisnya. Konselor yang sukses adalah
konselor yang bisa memudahkan konseli untuk membuka dirinya dan berusaha
memahami lebih jauh tentang dirinya sendiri. Truax dan Carkhuff menyimpulkan
bahwa “ada hubungan yang erat antara keterbukaan konselor dan kemampuan
klien membuka diri (self exploration).” [1]
Asas ini menghendaki agar konseli bersifat terbuka dan tidak berpura-pura
dalam memberikan keterangan maupun informasi. Dalam hal ini konselor/ guru
pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli. Agar konseli
dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura. Hal demikian akan mendorong konseli mengekspresikan
pengalaman pribadinya.
4. Asas Kekinian
Pada umumnya pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari
masalah yang dirasakan konseli saat kini atau sekarang, namun pada dasarnya
pelayanan bimbingan dan konseling itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang
lebih luas, yaitu masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang. Permasalahan
yang dihadapi oleh konseli sering bersumber dari rasa penyesalannya terhadap apa
yang terjadi pada masa lalu, dan kekhawatiran dalam menghadapi apa yang akan
terjadi pada masa yang akan datang, sehingga ia lupa dengan apa yang harus dan
dapat dikerjakannya pada saat ini.
Sesuai apa yang terkemukan di atas, maka diharapkan konselor dapat
mengarahkan konseli untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya
sekarang.
5. Asas Kemandirian
Salah satu tujuan pemberian layanan bimbingan dan konseling adalah agar
konselor berusaha menghidupkan kemandirian di dalam diri konseli. Ciri-ciri
kemandirian tersebut yaitu mengenal dan menerima diri sendiri dan
lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan
diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap
pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi
berkembangnya kemandirian konseli. Agar dapat tumbuh sikap kemandirian
tersebut, maka konselor harus memberikan respon yang cermat terhadap konseli
atas keluhan-keluhan yang diungkapkan.
6. Asas Kegiatan
Dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling kadang-kadang
konselor memberikan beberapa tugas dan kegiatan pada konslinya. Dalam hal ini
konseli harus mampu melaksanakan sendiri kegiatan-kegiatan tersebut dalam
rangka mencapai tujuan bimbingan dan konseling yang telah ditetapkan. Asas ini
menghendaki agar konseli bisa berpartisipasi secara aktif atas kegiatan yang
diselenggarakan oleh konselor. Di pihak lain konselor harus berusaha/ mendorong
agar konseli mampu melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan tersebut.
7. Asas Kedinamisan
Keberhasilan usaha pelayanan bimbingan dan konseling ditandai dengan
terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku konseli ke arah yang lebih baik.
Untuk mewujudkan terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku itu
membutuhkan proses dan waktu tertentu sesuai dengan kedalaman dan kerumitan
masalah yang dihadapi konseli. Isi layanan bimbingan dan konseling dari asas ini
adalah selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke
waktu. Konselor dan pihak-pihak lain diminta untuk memberikan kerjasama
sepenuhnya agar pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat
dengan cepat menimbulkan perubahan dalam sikap dan tingkah laku konseli.
8. Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjalin keterpaduan
berbagai aspek dari individu yang dibimbing. Untuk itu konselor perlu bekerja
sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan
masalah yang dihadapi konseli. Dalam hal ini peranan guru, orang tua, dan siswa-
siswa yang lain sering kali sangat menentukan. Konselor harus pandai menjalin
kerja sama yang saling mengerti dan saling membantu demi terbantunya konseli
yang mengalami masalah.
9. Asas Kenormatifan
Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan hendaknya tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan
lingkungannya. Dalam kegiatan bimbingan dan konseling, konselor tentu akan
menyertakan norma-norma yang dianutnya ke dalam hubungan konseling, baik
secara langsung atau tidak langsung. Tetapi harus diingat bahwa konselor tidak
boleh memaksakan nilai atau norma yang dianutnya itu kepada konselinya.
Seluruh layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling ini adalah didasarkan pada
norma-norma yang berlaku yaitu norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat,
ilmu pengetahuan, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi,
layanan/ kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan
kemampuan siswa/ konseli dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan
norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian
Untuk menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, para
petugas harus mendapatkan pendidikan dan latihan yang memadai. Pengetahuan,
keterampilan, sikap dan kepribadian yang ditampilkan oleh konselor/ guru
pembimbing akan menunjang hasil konseling. Pendek kata bahwa para pelaksana
layanan bimbingan dan konseling ini harus benar-benar ahli dibidang bimbingan
dan konseling, atau dalam istilah lain adalah profesional.
11. Asas Alih Tangan
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang
menangani masalah-masalah yang cukup pelik. Berhubung hakekat masalah yang
dihadapi konseli adalah unik (kedalamannya, keluasannya, dan kedinamisannya),
disamping pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh konselor adalah
terbatas, maka ada kemungkinan suatu masalah belum dapat diatasi setelah proses
konseling berlangsung. Dalam hal ini konselor perlu mengalih
tangankan (referal) konseli pada pihak lain (konselor) yang lebih ahli untuk
menangani masalah yang sedang dihadapi oleh konseli tersebut. “Pengalihan
tanganan seperti ini adalah wajib, artinya masalah klien tidak boleh terkatung-
katung di tangan konselor yang terdahulu itu.”
12. Asas Tut Wuri Handayani
Sebagaimana yang telah dipahami dalam pengertian bimbingan dan
konseling bahwa bimbingan dan konseling itu merupakan kegiatan yang
dilakukan secara sistematis, sengaja, berencana, terus menerus, dan terarah kepada
suatu tujuan. Oleh karena itu kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling tidak
hanya dirasakan adanya pada saat konseli mengalami masalah dan
menghadapkannya kepada konselor/ guru pembimbing saja. Kegiatan bimbingan
dan konseling harus senantiasa diikuti secara terus menerus dan aktif sampai
sejauh mana konseli telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Asas
ini menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan
dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman),
mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta
kesempatan yang seluas-luasnya kepada konseli untuk maju. (Anas Salahudin.
Bimbingan dan Konseling: 2010 Hal. 42).
C. Orientasi layanan Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling hendaknya menekankan pada : (a)
ORIENTASI individual, (b) orientasi perkemangan siswa, dan (3) orientasi
permasalahan yang dihadapi siswa.
1. Orientasi individual
Pada hakikatnya setiap individu mempunyai perbedaan satu sama lainnya.
Perbedaan itu dapat bersumber dari latar belakang pengalamannya, pendidikan,
sifat-sifat kepribadian yang dimiliki dan sebagainya. Menurut Willerman (1979)
anak kembar satu telor pun mempunyai perbedaan, apalagi kalau dibesarkan
dalam lingkungan yang berbeda. Ini membuktikan bahwa kondisi lingkungan
dapat memberikan andil terjadinya perbedaan individu. Tylor (1956) juga
menyatakan bahwa kelas sosial keluarga dapat menimbulkan terjadinya perbedaan
individu.
Perbedaan latar belakang kehidupan individu dapat mempengaruhinya
dalam cara berpikir, cara berperasaan dan cara menganalisis masalah. Dalam
layanan bimbingan dan konseling hal ini harus menjadi perhatian besar.

2. Orientasi perkembangan
Dalam setiap tahap usia perkembangan individu hendaknya mampu
mewujudkan tugas-tugas perkembangannya. Setiap tahap atau periode
perkembangan mempunyai tuas-tugas perkembangan sendiri-sendiri yang sudah
harus dicapai pada akhir tahap masa perkembangannya itu. Pencapaian tugas
perkembangan di suatu tahap perkembangan akan mempengaruhi perkembangan
berikutnya (Ratna Asmara Pane, 1988). Sebagai contoh dapat dikemukakan tugas-
tugas perkembangan masa remaja menurut Havighurst yang dikutip oleh Hurlock
(1980) antara lain:
a. Mampu mengadakan hubungan-hubungan baru dan lebih matang dengan teman
sebaya baik laki-laki maupun perempuan.
b. Dapat berperan sosial yang sesuai, baik perannya sebagai laki-laki atau sebagai
perempuan.
c. Menerima keadaan fisik serta dapat memenfaatkan kondisi fisiknya dengan baik.
d. Mampu menerima tanggung jawab sosial dan bertingkah laku sesuai dengan
tanggung jawab sosial.
e. Tidak tergantung secara emosional pada orang tua atau orang dewasa lainnya.
f. Menyiapkan diri terhadap karir dan ekonomi.
g. Menyiapkan diri terhadap perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
h. Memperoleh nilai-nilai sistem etis sebagai pedoman dalam bertingkah laku serta
dapat mengembangkan suatu ideologi.
3. Orientasi masalah
Layanan bimbingan dan konseling harus bertolak belakang dari masalah
yang sedang dihadapi oleh klien. Konselor hendaknya tidak terperangkap dalam
masalah-masalah lain yang tidak dikeluhkan oleh klien. Hai ini disebut
dengan asas kekinian (Prayitno, 1985). Artinya pembahasan masalah difokuskan
pada masalah yang saat ini (saat berkonsultasi) dirasakan oleh klien. Kadang-
kadang konselor terperangkap dalam hal-hal yang sebenarnya tidak dirasakan
sebagai masalah oleh klien yang bersangkutan. Akibatnya, masalah yang
sebenarnya justru tidak teratasi atau bahkan timbul masalah baru. Konselor dapat
saja membahas hal-hal lain asal masih ada kaitannya dengan masalah yang
dihadapi klien.

D. Kode Etik Bimbingan dan Konseling


Untuk menyatukan pandanan tentang kode etik jabatan, berikut ini
dikemukakan suatu rumusan dari Winkel (1992) : “Kode etik jabatan ialah pola
ketentuan/ aturan/ tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas atau
aktivitas suatu profesi”.
Sehubungan dengan itu, Bimo Walgito (1980) mengemukakan beberapa
butir rumusan kode etik bimbingan dan konseling sebagai berikut :
1. Membimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan
dan penyuluhan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil
yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau
wewenangnya.
3. Oleh karena pekerjaan pembimbing langsung dengan kehidupan pribadi orang
seperti telah dikemukakan di atas maka seorang pembimbing harus :
a. Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
b. Menunjukkan sikap hormat kepada klien.
c. Menunjukkan penghargaan yang sama kepada bermacam-macam klien.
d. Pembimbing tidak diperkenankan :
a) Menggunakan tenaga-tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
b) Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan.
c) Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan hal-hal yang tidak
baik bagi klien.
d) Mengalihkan klien kepada konselor lain, tanpa persetujuan klien tersebut.
e) Meminta bantuan ahli dalam bidang lain di luar kemampuan atau di luar
keahliannya ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan dalam
melaksanakan bimbiingan dan konseling.
f) Pembimbing harus selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang
memerlukan pengbdian penuh.
Di samping rumusan tersebut, terdapat rumusan kode etik bimbingan dan
konseling yang dirumuskan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia, yang
dikutip oleh Syahril dan Riska Ahmad (1986) yaitu :
1. Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan
klien.
2. Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien di atas kepentingan
pribadi pembimbing/konselor sendiri.
3. Pembimbng/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna
kulit, kepercayaan atau status sosial ekonominya.
4. Pembimbng/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk
mengerti kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada
dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan diberikan
serta merugikan klien.
5. Pembimbng/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah hati,
sederhana, sabar, tertib, dan percaya pada paham hidup sehat.
6. Pembimbng/konselor terbuka terhadap saran atau pandangan yang diberikan
padanya, dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku
profesional sebagaimana dikemukakan dalam kode etik bimbingan dan konseling.
7. Pembimbng/konselor memiliki sifat tanggung jawab baik terhadap lembaga dan
orang-orang yang dilayani, maupun terhadap profesinya.
8. Pembimbng/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin.
9. Pembimbng/konselor menguasai pengetahuan dasar yang memadai tentang
hakikat dan tingkah laku orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan
bimbingan guna dapat memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
10. Seluruh catatan tentang klien merupakan informasi yang bersifat rahasia, dan
pembimbing menjaga kerahasiaan ini.
11. Sesuatu tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan
dan menafsirkan hasilnya.
12. Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan
lain yang membutuhkan data tentang sifat dan diri kepribadian seperti taraf
inteligensi, minat, bakat, dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri pribadi
seseorang.
13. Data hasil tes psikologis harus diintegrasikan dengan informasi lainnya yang
diperoleh dari sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi
lainnya itu.
14. Konselor memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan
digunakannya tes psikologi dan apa hubungannya dengan masalah yang dihadapi
klien.
15. Hasil tes psikologi harus diberitahukan kepada klien dengan disertai alasan-alasan
tentang kegiatan-kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan pada pihak
lain, sejauh pihak yang diberitahukan itu ada hubungannya dengan usaha bantuan
pada klien dan tidak merugikan klien sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling merupakan suatu wadah yang bertujuan untuk
membantu dan membimbing seseorang dalam memecahkan masalahnya atau
mengembangkan potensi dirinya yang dilakukan oleh seorang konselor/ guru
kepada klien/ muridnya sesuai dengan asas-asas dan kode etik yang berlaku dalam
bimbingan dan konseling.
B. Saran
Seorang konselor/ guru pembimbing sebaiknya selalu memegang teguh
asas-asas dan kode etik bimbingan dan konseling dalam memberi pelayanan
kepada konseli/ siswanya serta senantiasabertanggungjawab atas keberhasilan
siswa dalam rangka mencetak kepribadian yang luhur.
DAFTAR PUSTAKA
Hallen. 2005. Bimbingan & Konseling. Jakarta : Quantum Teaching.
Hallen, 2002. Bimbingan dan Konseling. Liputan Press : Jakarta
Hurlock, E.B.. 1980. Development Psychology: A Life-Span Aproach. New
York: McGraw – Hill Book company.
Nurihsan Juntika. 2006. Bimbingan dan Koseling dalam Berbagai Latar
Kehidupan. PT RFIKA ADITAMA : Bandung
Pane, Ratna Asmara. 1988. Masa Remaja (Suatu Priode Transisi). Padang:
Diperbanyak oleh FIP IKIP Padang.
Prayitno. 1987. Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta:
P2LPTK.
Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung : CV. Pustaka Setia.
Syahril dan Ahmad, Riska. 1986. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Padang:
Angkasa Raya.
Soetjipto, Kosasi Raaflis. 2011. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Taylor, Leonar. 1956. Individual Differences. New York: McGraw Hill Book.
Company.
Walgito, Bimo. 1980. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta:
Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Willerman, lee. 1979. Group and Individual differences. New York: McGraw –
Hill Company.
Winkel, W.S.. 1992. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan. Jakarta:
Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai