Anda di halaman 1dari 17

HAKIKAT BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR

I. Pengertian Bimbingan dan Konseling


Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu “bimbingan”
(terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (berasal dari kata “counseling”).
Bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan aktivitas yang tidak terpisahkan.
Keduanya merupakan bagian yang integral. Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas
dalam uraian sebagai berikut:
A. Makna Bimbingan
1. Istilah bimbingan
Istilah “bimbingan” menurut Tohirin (2014 :50) merupakan terjemahan dari
kata “guidance”. Kata “guidance” yang kata dasarnya “guide” mempunyai
beberapa arti:
a. Menunjukkan jalan (showing the way),
b. Memimpin (leading),
c. Memberikan petunjuk (giving instruction),
d. Mengatur (regulating),
e. Mengarahkan (governing), dan
f. Memberi nasihat (giving advice) (Winkel, 1991).
Istilah “guidance”, juga diterjemahkan dengan arti bantuan atau tuntunan. Ada
juga yang menerjemahkan kata “guidance” dengan arti pertolongan. Berdasarkan
arti ini, secara etimologis, bimbingan berarti bantuan atau tuntunan, tetapi tidak
semua bantuan atau tuntunan yang diberikan seseorang kepada orang lain berarti
bimbingan dalam arti bimbingan dan konseling.
Menurut M. Ngalim Purwanto (2010 :170) mengungkapkan bimbingan adalah
bantuan yang diberikan kepada seseorang dalam usaha memecahkan kesukaran-
kesukaran yang dialaminya. Bantuan tersebut hendaknya merupakan yang dapat
menyadarkan orang itu akan pribadinya sendiri (bakat dan minatnya, kecakapan dan
kemampuannya, dan sebagainya). Jadi bimbingan itu bukanlah pemberian arah atau
tujuan yang telah ditentukan oleh pembimbing, bukan suatu paksaan pandangan atau
pendirian kepada seseorang, bukan pula suatu pengambilan putusan yang
diperuntukan bagi seseorang. Dalam rangka bimbingan ini hendaknya si individu
diberi kebebasan untuk memilih. Pembimbing membantu untuk untuk menetapkan
suatu pilihan, tetapi tak berarti bahwa pembimbing itu sendiri yang memilih. Anak
(orang) itu sendirilah yang menentukan sikapnya.
“...guidance is assistance to an individual of any age to help him manage
his own life activities, develop his own point of view, make his own decisions,
and carry his own burdens”. yang berarti bimbingan ialah bantuan yang diberikan
kepada seorang individu dari setiap umur, untuk menolong dia dalam mengatur
kegiatan-kegiatan-hidupnya, mengembangkan pendirian atau pandangan hidupnya,
membuat putusan-putusan dan memikul beban hidupnya sendiri.
Menurut Dedi Supriadi (2005 :207) menyatakan bimbingan adalah proses
bantuan yang sistematis yang diberikan oleh konselor/pembimbing kepada klien agar
klien dapat: (1) memahami dirinya, (2) mengarahkan dirinya, (3) memecahkan
msalah-masalah yang dihadapinya, (4) menyesuaikan diri dengan lingkungannya
(keluarga, sekolah, masyarakat), (5) mengambil manfaat dari peluang-peluang yang
dimilikinya dalam rangka mengembangkan diri sesuai potensi-potensinya, sehingga
berguna bagi dirinya dan masyarakat.

2. Yang mendapatkan bimbingan


Menurut M. Ngalim Purwanto (2010 :171), bimbingan itu berlaku bagi anak-
anak yang normal maupun abnormal (dalam arti berkelainan), dan juga bagi orang-
orang yang sudah dewasa. Demikianlah maka adanya bimbingan itu tidak hanya
perlu bagi SLP dan SLA saja, tetapi juga bagi SD, akademi-akademi dan perguruan
tinggi, dan bahkan juga bagi orang-orang dewasa.

3. Manfaat bimbingan di sekolah


Berikut ini beberapa contoh menurut M. Ngalim Purwanto (2010 :171), yang nyata:
a. Banyak diantara anak-anak kita yang tidak mengetahui kemana harus
melanjutkan sekolahnya yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
b. Akibat pilihan sekolah yang tidak sesuai itu, banyak anak-anak yang terpaksa
harus keluar dari sekolah sebelum waktunya, atau selalu pindah sekolah
sehingga memboroskan waktu dan biaya, sedangkan hasilnya dapat dikatakan
nol.
c. Banyak anak-anak dan remaja yang mengalami kesukaran dalam cara belajar,
dalam mengisi dan menggunakan waktu senggang, dalam menghadapi
percintaan atau menentukan pilihan teman hidup, dalam penyesuaian terhadap
teman-teman sekelas atau terhadap sekolah, dsb.
d. Banyak pengangguran dan perbuatan asusila dan asosial yang diderita dan
dilakukan anak-anak dan para pemuda kita, seperti adanya crossboy, dan lain-
lain.
Dalam beberapa contoh tersebut cukup jelas kiranya betapa penting dan
perlunya bimbingan itu diadakan, terutama bagi murid-murid disekolah lanjutan.
Jika hal-hal yang dikemukakan diatas kita renungkan dan teliti benar-benar,
ternyatalah betapa banyak macam bantuan yang perlu dipikirkan dalam usaha kita
memberi bimbingan kepada anak-anak kita itu.

4. Yang melaksanakan bimbingan


Di negara-negara yang sudah lebih maju (seperti di Amerika Serikat), untuk
melaksanakan bimbingan di sekolah, disamping guru-guru telah mengadakan
petugas-petugas khusus, yakni orang-orang yang memiliki kelainan tertentu dalam
bidang yang diperlukan dalam melaksanakan bimbingan itu. Orang-orang itu
biasanya disebut guidance counselor.

B. Makna Konseling
Menurut Tohirin (2014 :20), konseling (counseling) merupakan bagian integral dari
bimbingan. Konseling juga merupakan salah satu teknik dalam bimbingan. Konseling
merupakan inti dalam bimbingan. Konseling merupakan “jantungnya” bimbingan.
Sebagai aktivitas inti atau jantungnya bimbingan, praktik bimbingan dapat dianggap
belum ada jika tidak dilakukan konseling.
Istilah konseling dahulu diterjemahkan dengan “penyuluhan”. Dalam dunia
pendidikan (disekolah), praktik konseling (yang diterjemahkan penyuluhan) dijalankan
dalam suasana hubungan yang bersifat individu.
Istilah konseling yang berasal dari bahasa Inggris “counseling” didalam kamus
artinya dikaitkan dengan kata “counsel” yang mempunyai beberapa arti yaitu: nasihat
(to obtain counsel), anjuran (to give counsel), dan pembicaraan (to take counsel).
Berdasarkan arti diatas, konseling secara etimologis berarti pemberian nasihat, anjuran,
dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.
Konseling (disebut juga penyuluhan) adalah hubungan tatap muka antar konselor
dengan klien dalam rangka membantu klien agar dapat mencapai tujuan-tujuan di atas.
Dalam hal ini, konseling merupakan inti kegiatan dan salah satu teknik utama dalam
bimbingan. Maka dapat dikatakan bahwa semua konseling merupakan kegiatan
bimbingan, tetapi tidak semua kegiatan bimbingan termasuk ke dalam konseling.

I. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling


A. Prinsip-prinsip umum
1. Karena bimbingan itu berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu,
perlulah diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala
aspek kepribadian yang unik dan ruwet
2. Perlu dikenal dan dipahami perbedaan individual dari pada individu-individu
yang dibimbing, ialah untuk memberikan bimbingan yang tepat sesuai dengan
apa yang dibituhkan oleh individu yang bersangkutan
3. Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing
4. Masalah yang tidak dapat diselesaikan disekolah harus diserahkan kepada
individu atau lembaga yang mampu dan berwenang melakukannya
5. Bimbingan harus dimulai dengan identifikasi kebutuhan-kebutuhan yang
dirasakan oleh individu yang dibimbing
6. Bimbingan harus fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat
7. Program bimbingan harus sesuai dengan program pendidikan disekolah yang
bersangkutan
8. Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang
memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan sanggup bekerjasama dengan
pembantunya serta dapat dan bersedia mempergunakan sumber-sumber yang
berguna diluar sekolah
9. Terhadap program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian teratur untuk
mengetahui sampai dimana hasil dan manfaat yang diperoleh serta penyesuaian
antara pelaksanaan dan rencana yang dirumuskan terdahulu.
B. Prinsip-prinsip khusus
1. prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan, yaitu:
a. Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur,
jenis kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi
b. Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu
yang unik dan dinamis
c. Bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai
aspek perkembangan individu
d. Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan
individual yang menjadi orientasi pokok pelayanan

2. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu, yaitu:


a. Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh
kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah
serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya
pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu
b. Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya
masalah pada individu dan kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan
bimbingan
3. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program layanan, yaitu:
a. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan dan
pengembangan individu; karena itu program bimbingan harus disesuaikan dan
dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik
b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan
individu, masyarakat dan kondisi lembaga
c. Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang
pendidikan yang terendah sampai yang tertinggi
d. Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu adanya
penilaian yang teratur dan terarah
4. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan, yaitu:
a. Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan individu yang
akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahan
b. Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan hendak
dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukn
karena kemauanatas desakan dari pembimbing atau pihak lain
c. Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang
relevan dengan permasalahan yang dihadapi
d. Kerja sama antara pembimbing, guru dan orang tua amat menentukan hasil
pelayanan bimbingan
e. Pengembangan program pelayanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui
pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap
individu yang terlihat dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan
konseling itu sendiri.

II. Fungsi-Fungsi Bimbingan dan Konseling


Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2010:58-66), setiap layanan serta kegiatan
bimbingan dan konseling yang dilaksanakan haruslah secara langsung mengacu pada
salah satu atau pada beberapa fungsi itu agar hasil yang hendak dicapainya secara jelas
dapat diidentifikasi dan dievaluasi. Secara lebih lengkap, fungsi bimbingan dan
konseling adalah sebagai berikut:
A. Fungsi Pencegahan (Preventif)
Fungsi Pencegahan yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli/anak.
Bantuan yang diberikan kepada murid bertujuan agar murid terhindar dari berbagai
masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Hambatannya seperti kesulitan
belajar, kekurangan informasi, masalah hubungan sosial dan sebagainya (Setiawati
dan Ni’mah Chudari, 2007:20).
B. Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman yaitu fungsi yang akan menghasilkan pemahaman tentang
sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan perkembangan murid.
Pemahaman itu meliputi tentang pemahaman diri sendiri (potensi dan kelemahan) dan
lingkungan (keluarga, pendidikan, karir, sosial budaya dan agama) (Setiawati dan
Ni’mah Chudari, 2007:20).
Pemahaman ini mencangkup beberapa hal, yaitu:
1. Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orang tua, guru, dan
guru pembimbing.
2. Pemahaman tentang lingkungan siswa (sekolah dan keluarga).
3. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (informasi pendidikan,
jabatan/pekerjaan/dan/karier, dan informasi budaya/nilai-nilai.
C. Fungsi Penyembuhan (Perbaikan)
Fungsi penyembuhan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif.
Ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah
mengalami masalah baik menyangkut pribadi, social, belajar, maupun karier. Teknik
yang dapat digunakan adalah konseling dan remedial teching. Walaupun fungsi
pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih
menghadapi masalah-masalah tertentu. Di sinilah fungsi perbaikan itu berperan, yaitu
fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpecahkannya atau
teratasinya berbagai permasalahan yang dialami siswa.
D. Fungsi Penyaluran
Fungsi penyaluran yaitu bimbingan dan konseling dalam membantu konseli
memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan, atau program studi, dan menetapkan
penguasaan karier atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan cirri-
ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama
dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan lainnya.
E. Fungsi Adaptasi
Fungsi adaptasi yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
sekolah/madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program
pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan
konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli,
pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli
secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi sekolah/madrasah, memilih
metode atau proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan
kemampuan dan kecepatan konseli.
F. Fungsi Fasilitator
Fungsi fasilitator yaitu memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang pada
seluruh aspek dalam diri konseli.
G. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan (Developmental)
Menurut Setiawati dan Ni’mah Chudari (2007:20), fungsi developmental yaitu
pelayanan yang diberikan yang bertujuan dapat membantu murid mengembangkan
keseluruhan potensinya dengan terarah dan mantap. Layanan ini memungkinkan
murid:
1. Memperoleh kesempatan untuk mendapat pengalaman-pengalaman yang dapat
membantu perkembangan sebaik mungkin.
2. Mengenal, memahami serta melatih diri dan melakukan kegiatan tentang cara-cara
pengembangan diri, sehingga mereka lebih matang untuk melakukan tugas
perkembangannya, mencapai prestasi yang semaksimal mungkin.
3. Memperoleh latihan membuat dan memiliki alternatif yang paling efisien untuk
dilakukan dalam setiap situasi dengan mempertimbangkan minat, kemampuan dan
kesempatan yang tersedia.
III. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Dewa Ketut Sukardi (2008:46-51), mengemukakan bahwa dalam menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya selalu mengacu pada asas-asas
bibingan dan konseling yang diterapkan sesuai dengan asas-asas bimbingan dan
konseling, yaitu:
A. Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan yaitu menuntut dirahasiakannya segenap data dan
keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau
keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini,
guru berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu
sehingga kerahasiannya benar-benar terjamin (Syamsu Yusuf, 2005: 22-24).
Secara khusus usaha layanan bimbingan adalah melayani individu-individu
yang bermasalah. Masih banyak orang yang beranggapan bahwa mengalami masalah
merupakan suatu aib yang harus ditutup-tutupi sehingga tidak seorang pun (selain diri
sendiri) boleh tahu akan adanya masalah itu. Keadaan seperti ini sangat menghambat
pemanfaatan layanan bimbingan oleh masyarakat (khususnya siswa di sekolah). Jika
bimbingan ini dimanfaatkan di sekolah secara penuh, masyarakat sekolah perlu
mengetahui bahwa layanan bimbingan harus menerapkan asas-asas kerahasiaan secara
penuh. Dalam hal ini masalah yang dihadapi oleh seorang siswa tidak akan
diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan. Segala sesuatu yang
disampaikan oleh siswa kepada konselor misalnya akan dijaga kerahasiaannya.
Demikian juga hal-hal tertentu yang dialami oleh siswa (khususnya hal-hal yang
bersifat negatif) tidak akan menjadi bahan gunjingan. Segala sesuatu yang dibicarakan
klien kepada konselor tidak boleh disampaikan pada orang lain (Prayitno dalam Dewa
Ketut Sukardi, 2004: 115).
Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya bimbingan dan
konseling. Jika asas ini benar-benar dijalankan maka penyelenggara bimbingan dan
konseling akan mendapat kepercayaan dari siswa dan layanan bimbingan dan
konseling akan dimanfaatkan secara baik oleh siswa, jika sebaliknya para
penyelenggara bimbingan dan konseling tidak memperhatikan asas tersebut, layanan
bimbingan dan konseling (khususnya yang benar-benar menyangkut kehidupan siswa)
tidak mempunyai arti lagi bahkan mungkin dijauhi oleh para siswa.
B. Asas Kesukarelaan
Asas kesukarelaan yaitu menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta
didik (klien) dalam mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperlukan baginya.
Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan
kesukarelaan tersebut (Syamsu Yusuf, 2005: 22-24).
Jika asas kerahasiaan memang benar-benar telah tertanam pada diri (calon)
terbimbing/siswa atau klien, sangat dapat diharapkan bahwa mereka yang mengalami
masalah akan dengan sukarela membawa masalahnya itu kepada pembimbing untuk
meminta bimbingan. Bagaimana halnya dengan klien kiriman, apakah dalam hal ini
asas kesukarelaan dilanggar? Dalam hal ini pembimbing berkewajiban
mengembangkan sikap sukarela pada diri klien itu sehingga klien itu mampu
menghilangkan rasa keterpaksaannya saat memberikan data dirinya kepada
pembimbing. Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri (calon) terbimbing/siswa
atau klien saja, tetapi hendaknya berkembang pada diri penyelenggara.
C. Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan yaitu menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi
sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam
memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai
informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal
ini, guru mengembangkan keterbukaan murid. Keterbukaan ini amat terkait pada
terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada murid yang menjadi
sasaran layanan kegiatan. Agar murid dapat terbuka, guru pembimbing terlebih
dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura (Syamsu Yusuf, 2005: 22-24).
Bimbingan dan konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana
keterbukaan. Baik yang dibimbing/dikonsel maupun pembimbing/konselor bersifat
terbuka. Keterbukaan ini bukan hanya sekadar berarti “bersedia menerima saran-saran
dari luar” tetapi dan hal ini lebih penting masing-masing yang bersangkutan bersedia
membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah yang dimaksud. Dalam
konseling misalnya, klien diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan terbuka
tentang dirinya sendiri. Dengan keterbukaan ini penelaahan masalah serta pengkajian
berbagai kekuatan dan kelemahan klien menjadi mungkin. Perlu diperhatikan bahwa
keterbukaan hanya akan terjadi bila klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan
yang semestinya diterapkan oleh konselor. Untuk keterbukaan klien konselor harus
terus menerus membina suasana hubungan konseling sedemikian rupa, sehingga klien
yakin bahwa konselor juga bersikap terbuka dan yakin bahwa asas kerahasiaan
memang terselenggarakan. Kesukarelaan klien tentu saja menjadi dasar bagi
keterbukaannya.
D. Asas Kekinian
Asas kekinian yaitu menghendaki agar objek sasaran layanan bimbingan dan
konseling ialah permasalahan peserta didik (klien) dalam kondisinya sekarang.
Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat
dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang
(Syamsu Yusuf, 2005: 22-24).
Masalah klien yang langsung ditanggulangi melalui upaya bimbingan dan
konseling ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan kini (sekarang), bukan
masalah yang sudah lampau, dan juga masalah yang mungkin akan dialami di masa
mendatang. Bila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masa lampau, dan/atau, masa
yang akan datang perlu dibahas dalam upaya bimbingan dan konseling yang sedang
diselenggarakan, pembahasan hal itu hanyalah merupakan latar belakang/latar depan
dari masalah yang akan dihadapi sekarang sehingga masalah yang dihadapi itu
teratasi. Dalam usaha yang bersifat pencegahan pun pada dasarnya pertanyaan yang
perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang, sehingga yang kurang baik
di masa mendatang dapat dihindari.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh
menunda-nuda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas terlihat
misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera
memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan
dengan berbagai dalih. Dia harus mendahulukan kepentingan klien daripada yang
lain-lain. Jika dia benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk tidak memberikan
bantuannya kini, maka dia harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa penundaan
yang dilakukan itu justru untuk kepentingan klien.
E. Asas Kemandirian
Asas kemandirian yaitu menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan
konseling, yakni: peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan bimbingan dan
konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri-ciri
mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil
keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya
mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian peserta didik (Syamsu Yusuf,
2005: 22-24).
Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandii dengan ciri-
ciri pokok mampu:
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya,
b. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis,
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri,
d. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu, dan
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-
kemampuan yang dimilikinya (Prayitno dalam Dewa Ketut Sukardi, 2004: 117).
Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan
tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari.
Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling,
dan hal itu baik oleh konselor maupun klien.
F. Asas Kegiatan
Asas kegiatan yaitu menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi
sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan/kegiatan
bimibingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong peserta didik untuk
aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukkan
baginya (Syamsu Yusuf, 2005: 22-24).
Usaha layanan bimbingan dan konseling akan memberikan buah yang tidak
berarti, bila individu yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai
tujuan-tujuan bimbingan. Hasil-hasil usaha bimbingan tidak tercipta dengan
sendirinya tetapi harus diraih oleh individu yang bersangkutan. Para pemberi layanan
bimbingan dan konseling hendaknya menimbulkan suasana individu yang dibimbing
itu mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud.
G. Asas Kedinamisan
Asas kedinamisan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
isi layanan terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya selalu bergerak
maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu (Syamsu Yusuf, 2005:
22-24).
H. Asas Keterpaduan
Asas keterpaduan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh
guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu.
Untuk ini kerjasama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya (Syamsu Yusuf, 2005: 22-24).
Layanan bimbingan dan konseling memadukan berbagai aspek individu yang
dibimbing, sebagaimana diketahui individu yang dibimbing itu memiliki berbagai segi
kalau keadaannya tidak saling serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah.
Di samping keterpaduan pada diri individu yang dibimbing , juga diperhatikan
keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Hendaknya jangan aspek layanan
yang satu tidak serasi atau bahkan bertentangan dengan aspek layanan yang lain.
I. Asas Keharmonisan/Kenormatifan
Asas keharmonisan/kenormatifan yaitu menghendaki agar segenap layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada nilai dan norma yang ada,
tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma
agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang
berlaku. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan
norma yang dimaksudkan itu.. lebih jauh, layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien)
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut (Syamsu Yusuf,
2005: 22-24).
Ditilik dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada materi
bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien
mengalami masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan
pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkah laku yang melanggar norma itu
diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma.
J. Asas Keahlian
Asas keahlian yaitu menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana
bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang
bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik
dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling (Syamsu Yusuf, 2005:
22-24).
Usaha layanan bimbingan dan konseling secara teratur, sistematik, dan dengan
mempergunakan teknik serta alat yang memadai. Untuk itu para konselor perlu
mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan
usaha pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan
profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk
pekerjaan itu. Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya
pendidikan sarjana bidang bimbingan dan koseling), juga kepada pengalaman. Teori
dan praktik bimbingan dan konseling perluu dipadukan. Oleh karena itu, seorang
konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktik konseling secara baik.
K. Asas Alih Tangan
Asas alih tangan yaitu menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan peserta didik (klien) mengalihtangankan permasalahan itu kepada
pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima ahli lain; dan demikian pula
guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik
dan lain-lain (Syamsu Yusuf, 2005: 22-24).
Asas ini juga menasihatkan petugas bimbingan dan konseling hanya
menangani masalah-masalah klien sesuai dengan kewenangan petugas yang
bersangkutan, setiap masalah hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk
itu.
L. Asas Tut Wuri Handayani
Asas tut wuri handayani yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat
menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan
keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-
luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju. Demikian juga segenap layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan hendaknya disertai dan
sekaligus dapat membangun suasa pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu
(Syamsu Yusuf, 2005: 22-24).
Asas ini pun menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam
rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing. Lebih-lebih di
lingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan manfaatnya, dan bahkan perlu
dilengkapi dengan “ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa”. Asas ini juga
menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada
waktu siswa mengalami masalah dan menghadap pembimbing saja, namun di luar
hubungan kerja kepembimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan
manfaatnya.

A. Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling


Berdasarkan Keputusan Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(PBABKIN) Nomor 010 Tahun 2006 tentang Penetapan Kode Etik Profesi Bimbingan
dan Konseling, maka sebegaian dari Kode Etik itu adalah sebagai berikut:
1. Kualifikasi konselor dalam nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan, dan wawancara.
2. Penyimpanan dan Penggunaan Informasi.
3. Hubungan dengan Pemberian pada Pelayanan.
4. Hubungan dengan Klien.
5. Konsultasi dengan Rekan Sejawat.
6. Alih Tangan Kasus
Untuk menyatukan pandangan tentang kode etik jabatan, dikemukakan suatu rumusan
dari Winkel (1992): “Kode etik jabatan ialahpola ketentuan/aturan/tata cara yang menjadi
pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi.”
Bimo Walgito (1980) mengemukakan beberapa butir rumusan kode etik bimbingan
dan konseling sebagai berikut:
1. Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan
penyuluhan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan konselig.
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang
sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Karena
itu, pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang serta tanggung jawab yang
bukan wewenang serta tanggung jawabnya.
3. Oleh karena pekerjaan pembimbing langsung berkaitan dengan kehidupan pribadi
orang.
Pada kesempatan ini dikemukakan rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang
dirumuskan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia, yaitu dikutip oleh Syahril dan
Riska Ahmad (1986), yaitu:
1. Pembimbing/Konselor menghormati harkat pribadi, integritas, dan keyakinan klien.
2. Pembimbing/Konselor menepatkan kepentingan klien di atas kepentingan pribadi
pembimbing/konselor.
3. Pembimbing/Konselor tidak membedakan klien aas dasar suku bangsa, warna kulit,
kepercayaan atau status sosial ekonominya.
4. Pembimbing/Konselor dapat mebguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk
mengerti kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada dirinya
yang dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan diberikan serta
merugikan klien.
5. Pembimbing/Konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah hati,
sederhana, sabar, tertib, dan percaya pada paham hidup sehat.
6. Pembimbing/Konselor terbuka terhadap saran atau pandangan yang diberikan
padanya, dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional
sebagaimana dikemukakan dalam kode etik bimbingan dan konseling.
7. Pembimbing/Konselor memiliki sifat tanggung jawab, baik terhadap lembaga dan
orang-orang yang dilayani maupun terhadap profesinya.
8. Pembimbing/Konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin. Dalam hal ini
dia perlu menguasai keterampilan dan menggunakan teknik-teknik dan prosedur-
prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar ilmiah.
9. Pembimbing/Konselor menguasai pengetahua dasar yang memadai tentang hakikat
dan tingkah laku orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan bimbingan guna
memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
10. Seluruh catatan tentang diri klien merupakan informasi yang bersifat rahasia, dan
pembimbing menjaga kerahasiaan ini. Data ini hanya dapat disampaikan kepada
orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakan, dan hanya dapat diberikan
atas dasar persetujuan klien.
11. Sesuatu tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya.
12. Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan lain
yang membutuhkan data tentang sifat atau diri kepribadian seperti taraf inteligensi,
minat, bakat, dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri pribadi seseorang.
13. Data hasil tes psikologi harus diintegrasikan dengan informasi lainnya yang diperoleh
dari sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi lainnya itu.
14. Konselor memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan
digunakannya tes psikologi dan hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien.
15. Hasil tes psikologi harus diberitahukan kepada klien dengan disertai alasan-alasan
tentang kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan pada pihak lain, sejauh
pihak yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan pada klien dan
tidak merugikan klien sendiri.
Kode etik ialah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh
siapa saja yang berkecimpung dalam bidang bimbingan dan konseling demi untuk
kebaikan. Kode etik bagi sesuatu jabatan bukan merupakan hal yang baru.kita mengetahui
bahwa para dokter mempunyai kode etik, para guru mempunyai kode etik, bahkan tukang
becak pun mempunyai kode etik tersendiri.
Dengan adanya kode etik di dalam bimbingan dan konseling dimaksudkan agar
bimbingan dan konseling tetap dalam keadaan baik dan diharapkan akan menjadi semakin
baik, lebih-lebih di Indonesia dimana bimbingan dan konseling masih relative baru. Kode
etik ini mengandung ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar ataupun diabaikan
tanpa membawa akibat yang tidak menyenangkan.
1. Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan
konseling harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang
sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Oleh
karena itu pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang serta tanggung jawab
yang bukan wewenang serta tanggung jawabnya.
3. Oleh karena pekerjaan pembimbing berhubungan langsung dengan kehidupan pribadi
orang maka seorang pembimbing harus:
a. Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
b. Menunjukkan sikap hormat kepada klien.
c. Menghargai sama terhadap bermacam-macam klien. Jadi di dalam menghadapi
klien pembimbing harus menghadapi klien dalam derajat yang sama.
d. Pembimbing tidak di perkenankan:
1) Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
2) Menggunakan alat-alat yang kurang dapat di pertanggung jawabkan.
3) Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin akan menimbulkan hal-hal yang
tidak baik bagi klien.
4) Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa sepengetahuan klien.
e. Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain di luar kemampuan atau diluar
keahliannya ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan dalam bimbingan
dan konseling.
f. Pembimbing haruslah selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang
memerlukan pengabdian sepenuhnya.
Prinsip-prinsip dan kode-kode etik seperti dikemukakan di atas itu mempunyai
hubungan yang erat satu dengan yang lain, yang tidak dapat dilepaskan satu dari yang
lainnya apabila hendak mencapai tujuan bimbingan dan konseling dengan sebaik-
baiknya.

Anda mungkin juga menyukai