Anda di halaman 1dari 164

PENDAHULUAN

Manusia adalah mahluk filosofis, artinya manusia mepunyai pengetahuan dan

berpikir, mausia juga memiliki sifat yang unik, berbeda dengan mahluk lain dalam

pekembanganya. Implikasi dari kergaman ini ialah bahwa individu memiliki

kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan megembangkan diri sesuai dengan

keunikan ataua tiap – tiap pontensi tanpa menimbulkan konflik dengan

lingkungannya. Dari sisi keunikan dan keragaman idividu, maka diperlukanlah

bimbingan untuk membantu setiap individu mencapai perkembangan yang sehat

didalam lingkungannya ( Nur Ihsan, 2006 : 1)

Pada dasarnya bimbingan dan konseling juga merupakan upaya bantuan untuk

menunjukan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun

idividu sesuia dengan hakekat kemanusiannya dengan berbagai potensi, kelebihan dan

kekurangan, kelemhan serta permaslahanya.

Adapun dalam dunia pendidikan, bimbingan dan konseling juga sangat

dipelukan karena dengan adanya bimbingan dan konseling dapat mengantarkan

peserta didik pada pencapai Standar dan kemampuan profesional dan Akademis, serta

perkembangan dini yang sehat dan produktif dan didalam bimbinganya dan konseling

selian ada pelyanan juga ada Prinsip – prinsipnya.

PEMBAHASAN

PRINSIP – PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Pengertian Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling


Prinsip yang berasal dari asal kata ” PRINSIPRA” yang artinya permulan

dengan sautu cara tertentu melhirkan hal –hal lain , yang keberadaanya tergantung

dari pemula itu, prisip ini merupakam hasil perpaduan antara kajian teoriitik dan teori

lapangan yang terarah yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan yanh

dimaksudkan.( Halaen,2002,: 63 )

Prinsip bimbingan dan Konseling memnguraikan tentang pokok – pokok dasar

pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yanh harus

di ikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat juga dijadikan

sebagai seperangkat landassan praktis atau aturan main yang harus diikuti dalam

pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Prayitno mengatakan : ” Bahwa prinsip merupaka hasil kajian teoritik dan

telaah lapangan yanh digunakan sebgai pedoman pelaksanaan sesuatu yang

dimaksudkan” jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip – prinsip

bimbingan dan konseling merupakan pemaduan hasil – hasil teori dan praktek yang

dirumuskan dan dijadikan pedoman sekaligus dasar bagi peyelengaran pelayanan.

A. Macam – macam prinsip bimbingan dan konseling

Dalam pelayanan bimbuingasn dan konseling prisip yang digunakan

bersumber dari kajian filosofis hasil dari penelitian dan pengalama praktis tentang

hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial

budayanya, pegertian, tujuan, fungsi, dan proseses, penyelenggaraan bimbingan dan

konseling.

Ada beberapa prinsip pelaksanaan bimbingan dan konseling diantaranya :


a. Bimbingan adalah suatu proses membantu individu agar mereka dapat membantu

dirinya sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

b. Hendaknya bimbingan bertitik tolak (berfokus) pada individu yang dibimbing

c. Bimbingan diarahkan pada individu dan tiap individu memiliki karakteristik

tersendiri.

d. Masalah yang dapat diselesaikan oleh tim pembimbing di lingkungan lembaga

hendaknya diserahkan kepada ahli atau lembaga yang berwenang

menyelesaikannya.

e. Bimbingan dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu

yang akan dibimbing.

f. Bimbingan harus luwes dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan

masyarakat.

g. Program bimbingan di lingkungan lembaga pendidikan tertentu harus sesuai

dengan program pendidikan pada lembaga yang bersangkutan.

h. Hendaknya pelaksanaan program bimbingan dikelola oleh orang yang memiliki

keahlian dalam bidang bimbingan, dapat bekerja sama dan menggunakan sumber-

sumber yang relevan yang berada di dalam ataupun di luar lembaga

penyelenggara pendidikan.

i. Hendaknya melaksanakan program bimbingan di evaluasi untuk mengetahui hasil

dan pelaksanaan program (Nur Ihsan, 2006 : 9)


Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya ialah

berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan

masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.

Diantara prinsip-prinsip tersebut adalah :

1. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan

Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik

secara perorangan aupun kelompok yang menjadi sasaran pelayanan pada

umumnya adalah perkembangan dan perikehidupan individu, namun secara lebih

nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya yang dipengaruhi oleh

aspek-aspek kepribadian dan kondisi sendiri, serta kondisi lingkungannya, sikap

dan tingkah laku dalam perkembangan dan kehidupannya itu mendorong

dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut :

1.

a. BK melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku,

agama dan status sosial ekonomi.

b. BK berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan

dinamis.

c. BK memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap dan berbagai apek perkembangan

individu.

d. BK memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang menjadi

orientasi pokok pelayanannya.

2. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu


Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan

individu tidaklah selalu positif, namun faktor-faktor negatif pasti ada yang

berpengaruh dan dapat menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan

perkembangan dan kehidupan individu yang berupa masalah. Pelayanan BK

hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas yang berkenaan dengan :

1.

a. BK berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental atau

fisik individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah, disekolah serta dalam

kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh

lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.

b. Kesenjangan sosial, ekonomi dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya

masalah pada invidu yang kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan

BK.

3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan

Adapun prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelayanan layanan BK itu

adalah sebgaai berikut :

1.

a. BK merupakan bagian integrasi dari proses pendidikan dan pengembangan,

oleh karena itu BK harus diselaraskan dan dipadukan dengan program

pendidikan serta pengembangan peserta didik.

b. Program BK harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu,

masyarakat dan kondisi lembaga.


c. Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang

pendidikan terendah sampai tertinggi.

4. Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan

Pelaksanaan pelayanan BK baik yang bersifat insidental maupun

terprogram, dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan, dan tujuan ini

akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli

dalam bidangnya, yaitu konselor profesional.

Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal tersebut adalah :

1.

a. BK harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu

membimbing diri sendiri dalm menghadapi permasalahannya.

b. Dalam proses BK keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu

hendaknya atas kemauan individu itu sendiri bukan karena kemauan atau

desakan dari pihak lain.

c. Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang

relevan dengan permasalahan yang dihadapi.

d. Kerja sama antara guru pembimbing, guru-guru lain dan orang tua anak amat

menentukan hasil pelayanan bimbingan.

e. Pengembangan program pelayanan BK ditempuh melalui pemanfaatan yang

maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat

dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri

(Hanen, 2002).
5. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling disekolah dalam lapangan operasional

bimbingan dan konseling.

Sekolah merupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di

sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan

berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara

potensial sangat subur, sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut

adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Pelayanan BK secara resmi memang

ada disekolah, tetapi keberadaannya belum seperti dikehendaki. Dalam kaitan ini

Belkin (dalam Prayitno 1994) menegaskan enam prinsip untuk menumbuh

kembangkan pelayanan BK disekolah.

KESIMPULAN

Prinsip-prinsip BK merupakan pemanduan hasil-hasil teori dan praktek yang dirumuskan dan

dijadikan pedoman dan dasar bagi penyelenggaraan pelayanan.

a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan :

(1) Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur jenis

kelamin, suku, agama dan status sosial ekonomi.

(2) Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu dan

memperhatikan tahap-tahap atau berbagai aspek perkembangan individu, serta

memberikan perhatian utama kepada perbedaan invidual yang menjadi orientasi

pokok pelayanan.
b. Prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu

Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi

mental atau fisus individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah maupun disekolah, dan yang

menjadi faktor timbulnya masalah pada individu adalah kesenjangan sosial, ekonomi dan

kebudayaan.

c. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan

- Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan

pengembangan individu;

- Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dngan kebutuhan

individu, masyarakat dan kondisi lembaga serta disusun secara berkelanjutan dari

jenjang pendidikan terendah sampai tertinggi.

d. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan pelaksanaan pelayanan

- Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan invidu sehingga

keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan

individu itu sendiri.

- Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan

dengan permasalahan yang dihadapi.

e. Prinsip bimbingan dan konseling disekolah

Prinsip BK disekolah menegaskan bahwa penegakan dan penumbuh kembangan pelayanan

bimbingan dan konseling di sekolah hanya mungkin dilakukan oleh konselor profesional

yang sadar akan profesinya, dan mampu menerjemahkan ke dalam program dan hubungan
dengan sejawat dan personal sekolah lainnya, memiliki komitmen dan keterampilan untuk

membantu siswa dengan segenap variasinya disekolah, dan mampu bekerja sama serta

membina hubungan yang harmonis-dinamis dengan kepala sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Hallen, 2002. Bimbingan dan Konseling. Liputan Press : Jakarta

Nurihsan Juntika. 2006. Bimbingan dan Koseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. PT

RFIKA ADITAMA : Bandung

Prayitno dan Erman Amfi. 1995. Dasar-dasar Bimbingan Konseling. Reneka Cipta : Jakarta

PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

Pengertian prinsip-prinsip bimbingan dan konseling

Prinsip berasal dari kata “prinsipra” yang artinya permulaan dengan cara tertentu yang

melahirkan hal-hal lain, yang keberadaannya bergantung pada pemula itu. Prinsip bimbingan

dan konseling menguraikan pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan pedoman program

pelaksanaan atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanaan

bimbingan dan dapat juga dijadikan sebagai perngkat landasan praktis atau aturan main yang

harus diikuti dalam pelaksanann program pelayanan bimbinngan dan konseling di sekolah.

Prayitno mengatakan,” prinsip merupakan hasil kajian teoritis dan telah lapangan yang

digunakan sebagai pedoman pelaksanan sesuatu yang dilaksanakan”. Berkenaan dengan

prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, Arifin dan Ertikawati (1994) menjabarkan prinsip-

prinsip bimbingan dan konseling kedalam empat bagian, yaitu:


1. Prinsi-prinsip umum

2. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu

3. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan pembingbing, dan

4. Prinsinp-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi

bimbingan dan konseling.

1) Prinsip-Prinsip Umum

 Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbingnya .

 Bimbingan diarahkan kepada memberikan bantuan agar individu yang

dibimbing mampu mengarahkan dirinya dan mengadapi kesulitan-kesulitan -

kesulitan yang dihadapinya.

 Pemberian bantuan disesuaikan dengan kebutuhan indvidu (siswa) yang

dibimbing. Antara individu yang satu dengan yang lainnya berbeda. Demikian

juga dengan kebutuhannya, oleh sebab itu, pembingbing harus memahami

perbedaan kebutuhan tersebut agar bisa memberikan bantuan (bimbingan)

sesuai kebutuhan individu.

 Bimbingan berkenaan dengan sikap dan tingkah laku individu. Bimbingan dan

konseling diberikan kepada individu dengan tujuan agar terjadi perubahan

perilaku individu kearah yang lebih baik.

 Pelaksanaan bimbingan dan konseling dimulai dengan mengidentifikasi

kebutuhan yang dirasakan individu yang dibimbing.

 Upaya pemberian bantuan (pelayanan bimmbingan dan konseling ) harus

dilakukan secara fleksibel (tidak kaku). Artinya harus bisa menyesuaikan

dengan kondisi.
 Program bimbingan dan konseling harus dirumuskan sesuai dengan program

pendidikan pembelajaran di sekolah atau madrasah yang bersangkutan.

 Implementasi program bimbingan dan konseling harus dipimpin oleh orang

yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan konseling dan

pelaksananya harus bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait seperti

dokter, psikiater, dan lain-lain.

 Untuk mengetahiui hasil-hasil yang diperoleh dari upaya pelayanaan

bimbingan dan konseling, harus diadakan penilaian atau evaluasi secara

teratur dan berkesinambungan.

2) Prinsip-perinsip khusus yang berhubungan dengan individu (siswa)

 Pelayanan bimbingan dan konseling harus diberikan kepada semua siswa.

Artinya semua siswa baik yang memilki masalah sederhana hingga yang

kompleks perlu dibantu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

 Harus ada kriteria untuk mengatur prioritas pelayanan bimbingan dan

konseling kepada individu atau siswa.

 Program pemberian bimbingan dan konseling harus berpusat pada siswa.

 Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah harus memenuhi

kebutuhan-kebutuhan individu (siswa) yang bersangkutan beragam dan luas.

 Keputusan akhir dalam proses bimbingan dan konseling dibentuk oleh

individu atau siswa itu sendiri.

 Individu atau siswa yang telah memperoleh bimbingan, harus secara

berangsur-angsur dapat menolong dirinya sendiri.

3) Prinsip khusus yang berhubungan dengan pembimbing


 Pembimbing atau konselor harus melakukan tugas sesuai dengan

kemampuannya masing-masing.

 Pembimbing atau konselor disekolah atau madrasah dipilih atas dasar

kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya.

 Sebagai tuntunan profesi, pembimbing atau konselor harus senantiasa

berusaha mengembangkan diri dan keahliannya melalui berbagai kegiatan

seperti pelatihan, penataran, work shop, dan sebagainya.

 Pembimbing atau konselor hendaknya selalu mempergunakan berbagai

imformasi yang tersedia tentang individu atau siswa yang dibimbing beserta

lingkungannya sebagai bahan untuk membantu individu yang bersangkutan

kearah penyesuaian diri yang lebih baik.

 Pembimbing atau konselor harus menghormati dan menjaga kerahasiaan

imformasi tentang individu atau siswa yang dibimbingnya..

 Pembimbing atau konselor dalam melaksanakan tugas-tugasnya hendaknya

mempergunakan berbagai metode dan teknik.

4) Prinsip yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi (manajemen) pelayanan

bimbingan dan konseling

 Bimbingan dan konseling harus dilaksanakan secara sistemmatis dan

berkelanjutan.

 Pelaksanaan bimbingan dan konseling harus ada di kartu pribadi (cumulative

record) bagi setiap siswa.

 Program pelayanan bimbingan dan konseling harus disusun sesuai dengan

kebutuhan sekolah atau madrsah.


 Harus ada pembagian waktu antar pembingbing, sehingga masing-masing

pembingbing mendapat kesempatan yang sama dalam meamberikan

bimbingaan dan konseling.

 Bimbingan dan konseling dilaksanakan dalam situasi individu atau

kelompok sesuai dengan masalah yang dipecahkan dan metode yang

dipergunakan dalam memecahkan masalah terkait.

 Dalam penyelenggaran pelayanan bimbingan dan konseling, sekolah dan

madarasah harus bekerja sama dengan berbagai pihak.

 Kepala sekolah merupakan penanggung jawab utama dalam penyelenggaran

bimbingan dan konseling dan sekolah.

http://saifulq.blogspot.com/2012/11/prinsip-prinsip-bimbingan-dan-konseling.html

Materi Kuliah Profesi Kependidikan

Posted by Heriadi_Alhifni on 22 May 2012

Kelompok 1

BAB 1

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bimbingan Dan Konseling

Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering di rangkaikan bagaikan kata

majemuk. Hal ini mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan kadang di lanjutkan dengan

kegiatan konseling. Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung

hati dari kegiatan bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah

satu jenis layanan bimbingan. Dengan demikian dalam istilah bimbingan sudah termasuk di

dalamnya kegiatan konseling. Kelompok yang sesuai dengan pandangan di atas menyatakan
bahwa terminology layanan bimbingan dan konseling dapat diganti dengan layanan

bimbingan saja.

Banyak ahli berusaha merumuskan pengerian bimbingan dan konseling. Dalam merumuskan

kedua istilah tersebut merekan memberikan tekanan pada aspek tertentu dari kegiatan

tersebut. Untuk lebih jelasnya berikut ini di kemukakan beberapa rumusan tentang isitilah

bimbingan.

Menurut Jones (1963), Guidance is the help of given by one person to another person in

making choice and adjustments and in solving problems. Dalam pengertian tersebut

terkandung maksud bahwa tugas pembimbing hanyalah membantu agar individu yang di

bimbing mampu membantu dirinya sendiri, sedangkan keputusan terakhir tergantung kepada

individu yang di bimbing (klien).

Ini senada dengan pengertian bimbingan yang di kemukakan oleh Rochman Natawidjaja

(1978) :

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kerpada individu yang di lakukan secara

berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri sehingga ia

sangup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan

keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagian hidupnya serta

dapat meberikan sumbangan yang berarti.

Selanjutnya Bimo Walgito (1982:11) menyarikan beberapa rumusan bimbingan yang di

kemukakan para ahli, sehingga mendapatkan rumusan sebagai berikut:

Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang di berikan kepada individu atau

sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam

hidupnya.

Dari beberapa pengertian bimbingan yang di kemukakan oleh banyak ahli itu, dapat di

kemukakan bahwa bimbingan merupakan :


a. Suatu proses yang berkesinambungan

b. Suatu proses menbantu individu

c. Bantuan yang di berikan itu di maksudkan agar individu yang bersangkutan dapat

mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan

kemampuan/potensinya

d. Kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat memahami

keadaan dirinya dan mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.

Untuk melaksanakan bimbingan tersebut di perlukan petugas yang telah memiliki keahlian

dan oengalaman khusus dalam bidang bimbingan dan konseling.

Istilah konseling (counseling) di artika sebagai penyuluhan. Istilah penyuluhan dalam

kegiatan bimbingan menurut para ahli kurang tepat. menurut meraka yang lebih tepat adalah

konseling karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan kegiatan-

kegiatan penyuluhan lain seperti dalam penyuluhan dalam bidang pertanian dan penyuluhan

dalam keluarga berencana. Untuk menekankan kekhususannya itulah maka di pakai istilah

Bimbingan dan Konseling. Pelayanan konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak

semua orang yang dapat memberikan bimbingan mampu memberikan bimbingan mampu

memberikan jenis layanan konseling ini (Winkel, 1978).

Banyak ahli yang memberikan makna tentang konseling. Menurut James P.Adam yang di

kutip oleh Depdikbud (1976: 19a):

Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu di mana yang

seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dpat lebih baik memahami

dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang di hadapinya pada waktu itu dan

pada waktu yang akan datang.

Bimo Walgito (1982: 11) menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang di berikan

kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-
cara yang sesuai dengan keadaan individu yang di hadapi untuk mencapai kesejahteraan

hidupnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapatlah di katakan bahwa kegiatan konseling itu

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Pada umumnya di laksanakan secara individual

b. Pada umumnya di lakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka

c. Untuk pelaksanaan konseling dibutuhkan orang yang ahli

d. Tujuan pembicaraan dalam proses konseling ini di arahkan untuk memecahkan masalah

yang di hadapi klien.

e. Individu yang menerima layanan (klien) akhornya mampu memecahkan masalahnya

dengan kemampuan sendiri.

Kegiatan bimbingan dan konseling tersebut berbeda dengan kegiatan mengajar. Perbedaan itu

antara lain:

a. Tujuan yang ingin di capai pada kegiatan mengajar adalah di rumuskan terlebih dahulu dan

target pencapaian tujuan tersebut sama untuk seluruh siswa dalam satu kelas atau satu tingkat.

Dalam kegiatan bimbingan dan konseling target pencapain tujuan lebih bersifat individual

atau kelompok.

b. Pembicaraan dalam kegiatan mengajar lebih banyak di arahkan pada pemberian informasi,

atau pembuktian dalam suatu masalah, sedangkan pembicaraan dalam koseling lebih di

tujukan untuk memecahkan suatu masalah yang di hadapi klien.

c. Dalam kegiatan mengajar, para siswanya belum tentu mempunyai masalah yang berkaitan

dengan materi yang di ajarkan, sedangkan dalam kegiatan bimbingan dan konseling pada

umumnya klien telah/sedang menghadapi masalah.

d. Untuk melaksanakan bimbingan dan konseling, bagi konselor di tuntut suatu keterampilan

khusus dan berbeda dengan tuntutan bagi seorang guru/pengajar.


B. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan di Sekolah

Bila tujuan pendidikan pada akhirnya adalah pembentukan manusia yang utuh, maka proses

pendidikan harus dapat membantu siswa mencapai kematangan emosional dan social, sebagai

individu dan anggota masyarakat selain mengembangkan kemampuan inteleknya. Bimbingan

dan konseling menangani masalah-masalah atau hal-hal di luar bidang garapan pengajaran,

tetapi secara tidak langsung menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran di

sekolah itu. Kegiatan ini dilakukan melalui layanan secara khusus terhadap semua siswa agar

dapat mengembangkan dan memanfaatkan kemampuannya secara penuh (Mortensen &

Schemuller, 1969)

Bimbingan dan konseling semakin hari semakin di rasakan oerlu keberadaannya di setia

sekolah. Hal ini di dukung oleh berbagai macam factor, seperti di kemukakan oleh Koestoer

Partosiswarto (1982), sebagai berikut :

1. Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua sesudah rumah, di mana anak dalam waktu

sekian jam (± 6 jam) hidupnya bearda di sekolah.

2. Para siswa yang usianya relative masih muda sangat membutuhkan bimbingan baik dalam

memahami keadaan dirinya, mengarahkan dirinya, maupun dalam mengatasi berbagai macam

kesulitan.

Keadaan konselor di sekolah dapat meringankan tugas guru (Lundquist dan Chamely yang di

kutip oleh Belkin, 1981). Mereka menyatakan bahwa konselor ternyata sangat membantu

guru, dalam hal:

1. Mengembangkan dan memperluas pandangan guru tentang masalah afektif yang

mempunyai kaitan erat dengan profesinya sebagai guru.

2. Mengembangkan wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan mempengaruhi proses

belajar mengajar.

3. Mengembangkan sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa lebih efektif.
4. Mengatasi masalah-masalah yang di temui guru dalam melaksanakan tugasnya.

Konselor dan guru merupakan suatu tim yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan.

Keduanya dapat saling menunjang terciptanya proses pembelajaran yang lebih efektif. Olehh

karena itu, kegiatan bimbingan dan konseling, tidak dapat di pisahkan dengan kegiatan

sekolah.

C. Tujuan Bimbingan Konseling di Sekolah

Layanan bimbingan sangat di butuhkan agar siswa-siswa yang mempunyai masalah dapat

terbantu, sehingga merekan dapat belajar lebih baik. Dalam kurikulum SMA tahun 1975

Buku III C di nyatakan bahwa tujuan bimbingan di sekolah adalah membantu siswa :

1. Mengatasi kesuulitan dalam belajarnya, sehingga memperoleh prestasi belasjar yang

tinggi.

2. Mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang di lakukannya pada saat

proses belajar-mengajar berlangsung dan dalam hubungan social.

3. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan jasmani.

4. Mengatasi keuslitan-kesulitan yang berhubungan dengan kelanjutan studi.

5. Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan denga perencanaan dan pemilihan jenis

pekerjaan setelah mereka tamat.

6. Mengatasi kesuulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah social-emosional di

sekolah yang bersumber dari sikap murid yang bersangkutan terhadap dirinya sendiri,

terhadap lingkungan sekolah, keluarga, dan lingkungan yang lebih luas.

Di samping tujuan-tujuan tersebut, Downing (1968) juga mengemukakan bahwa tujuan

layanan bimbingan di sekolah sebenarnya sama dengan pendidikan terhadap diri sendiri,

yaitu membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan social psikologis mereka,

merealisasikan keinginannya, serta mengembangkan kemampuan atau potensinya.

Secara umum dapat di kemukakan bahwa tujuan layanan bimbingan adalah membantu
mengatsai berbagai macam kesulitan yang di hadapi siswa sehingga terjadi proses belajar

mengajar yang efektif dan efisien.

D. Peranan Bimbingan dan Konseling dalam Pembelajaran Siswa

Dalam proses pembelajaran siswa, setiap guru mempunyai keinginan agar semua siswanya

dapat memperoleh hasil belajar yang baik dan memuaskan. Harapan tersebut sering kali

kandas dan tidak bisa terwujud, sering mengalami berbagai macam kesulitan dalam belajar.

Sebagai pertanda bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar dapat di ketahui dari

berbagai jenis gejalanya seperti di kemukakan Abu Ahmadi (1977) sebagai berikut :

1. Hasil belajarnya rendah, di bawah rata-rata kelas.

2. Hasil yang di capai tidak seimbang denga usaha yang di lakukannya.

3. Menunjukkan sikap yang kurang wajar; suka menentang, dusta, tidak mau menyelesaikan

tugas-tugas, dan sebagainya.

4. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan seperti suka membolos, suka mengganggu, dan

sebagainya.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar kadang-kadang ada yang mengerti bahwa dia

mempunyai masalah tetapi tidak tahu bagaimana mengatasinya, dan ada juga yang tidak

mengerti kepada siapa ia harus meminta bantuan dalam menyelesaikan masalahnya itu.

Apabila masalhnya itu belum teratasi, mereka mungkin tidak akan dapat belajar dengan baik,

karena konsentrasinya akan terganggu.

Dalam kondisi sebagaimana di kemukakan di atas, maka bimbingan dan konseling dapat

memberikan layanan dalam :

1. Bimbingan belajar

2. Bimbingan social, dan

3. Bimbingan mengatasi masalah-masalah pribadi.


E. Landasan Bimbingan dan Konseling

Pemberian layanan bimbingan dan konseling pada hakikatnya selalu di dasarkan atas

landasan-landasan utama atau prinsip-prinsip dasar. Hal ini berupa keyakinan-keyakinan

yang pada akhirnya dapat mewarnai seluruh kegiatan bimbingan dan konseling. Menurut

Winkel (1991) landasan-landasan itu adalah sebagai berikut :

1. Bimbingan selalu memperhatikan perkembangan siswa sebagai individu yang mandiri dan

mempunyai potensi untuk berkembang.

2. Bimbingan berkisar pada dunia subjektif masing-masing individu.

3. Kegiatan bimbingan di laksanakan atas dasar kesepakatan antara pembimbing dengan yang

di bimbing.

4. Bimbinan berlandaskan pengakuan akan martabat dan keluhuran individu yang di bombing

sebagai manusia yang mempunyai hak-hak asasi (human rights).

5. Bimbingan adalah sutau kegiatan yang bersifat ilmiah yang mengintegrasikan bidang-

bidang ilmu yang berkaitan dengan pemberian bantuan psikologis.

6. Pelayanan di tujukan kepada semua siswa, tidak hanya untuk individu yang bermasalah

saja.

7. Bimbingan merupakan suatu proses, yaitu berlangsung secara terus-menerus,

berkesinambungan, berurutan, dan mengikuti tahap-tahap perkembangan anak.

Prinsip-prinsip dasar atau landasan-landasan tersebut merupakan dasar filosofis dalam

layanan bimbingan dan konseling. Sebagai suatu kegiatan yang bersifat professional. Dasar

ini menentukan pendekatan (approach) yang di tempuh dalam membantu klien memecahkan

masalahnya.

F. Bidang Bimbingan Pribadi, Sosial, Belajar, dan Karier


1. Bidang Bimbingan Pribadi-Sosial

Dalam bidang bimbingan pribadi, membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat

jasmani dan rohani. Dalam bidang bimbingan social, membantu siswa mengenal dan

berhubungan dengan lingkungan social yang di landasi budi pekerti yang luhur, tanggung

jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Bimbingan pribadi social berarti bimbingan dalam

menghadapi keadaan batunnya sendiri dan mengatasi pergumulan-pergumulan dalam hatinya

sendiri dalam mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian

waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina

hubunga kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan.

Dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa

menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, amntap dan mandiri, serta sehat jasmani dan rohani. Bidang ini dapat di rinci

menjadi pokok-pokok berikut :

a. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan

bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan-

kegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk

peranannnya di masa depan.

c. Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan

pengembangannya melalui kegiatan-kegiatan yang kretaif dan produktif.

d. Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya.

e. Pemantapan kemampuan mengambil keputusan

f. Pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah di

ambilnya.
g. Pemantapan dalam perencenaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara rohaniah

maupun jasmaniah.

Dalam bidang bimbingan social, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa

mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang di landasi budi pekerti yang

luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Bidang ini dapat dirinci menjadi

pokok-pokok berikut :

a. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara

efektif

b. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta berargumentasi

secara dinamis, kreatif, dan produktif

c. Pemantapan kemampuan bertingkah laku dalam berhubungan social, baik di rumah, di

sekolah, amupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata karma, sopan santun,

serta nilai-nilai agama, adat, hokum, ilmu dan kebiasaan yang berlaku

d. Pemantapan hidup yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman sebaya, baik si

sekolah yang sama, di sekolah yang lain, di luar sekolah, maupun di masyarakat pada

umunya

e. Pemantapan pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya pelaksanaannya secara

dinamis dan bertanggung jawab

f. Orientasi tentang hidup dan berkeluarga.

2. Bidang Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar atau akademik ialah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang

tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran-kesukaran

yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di suatu institusi pendidikan.

Sebagian besar waktu dan perhatian orang muda tercurahkan pada kepentingan belajar di

sekolah. Keberhasilan atau kegagalan dalam belajar akademik berarti sekali bagi orang muda.
Seperti banyak kehidupan yang lain, belajar di sekolah pada zaman sekarang juga menjadi

makin kompleks, baik dalam jenis-jenis dan tingkatan-tingkatan program studi maupun

dalam hal materi yang harus di pelajari. Kekeliruan dalam memilih program studi di tingkat

pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dapat membawa akibat yang fatal bagi

kehidupan seseorang. Cara-cara belajar yang salah mengakibatkan, bahwa materi program-

program studi tidak di kuasai dengan baik, sehingga dalam mengikuti program studi

kelanjutan akan timbul kesulitan. (W.S.Winkel,1991:125-126)

Bidang ini dapat di rinci menjadi pokok-pokok berikut :

a. Pemantapan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif dan efisien serta produktif baik dalam

mencari informasi dari berbagai sumber belajar, bersikap terhadap guru dan narasumber

lainnya, mengerjakan tugas, mengembangkan keterampilan, dan menjalani program

penilaian.

b. Pemantapan system belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun berkelompok.

c. Pemantapan penguasaan materi program belajar di sekolah sesuai dengan perkembangan

ilmu, teknologi, dan kesenian.

d. Pemantapan pemahaman dan pemantapan kondisi fisik, social dan budaya yang ada di

lingkungan sekitar, dan masyarakat untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan dan

pengembangan diri.

e. Orientasi belajar di perguruan tinggi.

Dalam kenyatan, pelaksanaan bimbingan belajar di hadapkan pada banyak kesulitan dan

hambatan. Sebagian dari hambatan itu timbul karena keadaaan dunia pendidikan sekolah di

Negara Indonesia yang masih dalam taraf perkembangan; sebagian timbul karena sikap

keluarga yang mengharapkan ini dan itu atau kurang mendukung usaha belajar anak;

sebagian timbul karena sikap siswa dan mahasiswa sendiri yang kurang mampu mengatur

dirinya sendiri; sebagian lagi timbul karena guru kurang mampu dalam mengelola proses
belajar-mengajar (W.S.Winkel,1997:141). Dalam menghadapi kenyataan seperti itu, tenaga

bimbingan harus menunjukkan fleksibilitas yang besar, yaitu di satu pihak memahami situasi

siswa dan mahasiswa, namun di lain pihak mendorong supaya tidak menyerah terhadap

situasi begitu saja. Misalnya, kepada siswa-siswi di kelas XII dapat di sarankan untuk

memikirkan ebberapa alternative pilihan program studi lanjutan dalam urutn prioritas.

Dengan demikian, mereka lebih siap menghadapi kenyataan dan tidak jatuh korban terrhadap

rasa frustasi hebat yang tidak dapat di atasi.

3. Bidang Bimbingan Karier

Bimbingan karier ialah bimbingan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan,

dalam memilih lapangan pekerjaan atau jabatan/profesi tertentu serta membekali diri suupaya

siap memangku jabatan itu; dan dalam menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari

lapangan kerja yang telah di masuki (W.S.Winkel,1997:139). Bagi siswa dan yang masih

belajar di SMP, SMA/SMK, aspek yang terakhir belum relevan. Bidang pekerjaan sangat

bermakna dalam kehidupan seseorang; sebagian besar waktu dan perhatian di curahkan pada

bidang pekerjaannya. Kebanyakan keluarga sudah tidak mampu mendampingi anak muda

dalam segala seluk-beluk persiapan memangku jabatan tertentu. Dalam hal ini peranan

sekolah menjadi semakin penting, baik dalam menyediakan berbagai program studi sebagai

persiapan untuk memasuki dunia pekerjaan, maupun dalam menyajikan beraneka kegiatan

bimbingan yang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan dunia pekerjaan.

Dalam bidang bimbingan karier, membantu siswa merencanakan dan mengembangkan masa

depan karier. Bidang ini dapat di rinci menjadi pokok-pokok berikut :

a. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak di

kembangkan.

b. Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya, khususnya karier yang di

kembangkan.
c. Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan hidup.

d. Orientasi dan informasi terhadap pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan

karier yang hendak di kembangkan.

1. Tujuan bimbingan karir

a) Peserta didik dapat mengenal karakteristik diri (minat, nilai, kemampuan, dan ciri

kepribadian)

b) Peserta didik memperoleh pemahaman tentang berbagai hal terkait dengan dunia (karir-

study)yang akan dimasukinya.

c) Peserta didik mampu mengidentifikasi berbagai bidang pendidikan yang tersedia yang

relevan dengan berbagai bidang pekerjaan.

1. Bentuk layanan bimbingan karir

a) Layanan individual

Dapat diberikan di dalam ruang bimbingan atau ruang konseling.

b) Layanan secara kelompok

Dilakukan didalam kelas atau diluar kelas.

1. Konferensi karir

Konferensi karir dilakukan dengan mengikuti salah satu pola di bawah ini, yaitu :

a) Pola pertama, menyisihkkan waktu selama satu jam atau lebih di luar hari sekolah tiap

semester.

b) Pola kedua, Menyediakan waktu sehari penuh atau lebih seriap semester untuk

mengadakan konferensi.

c) Pola ketiga, Menyediakan jadwal konferensi dengan mengadakan pertemuan sekali setiap

semiinggu.

d) Pola kempat, Mengadakan pecan bimbingan karir selam satu minggu terus menerus.
Kelompok 2

A. Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling

1. Pengertian Prinsip

Prinsip berarti asas (kebenaran yg menjadi pokok dasar berpikir, pedoman bertindak), dan

dasar. Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan

sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Sedangkan prinsip-prinsip

bimbingan dan konseling adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan

bimbingan dan konseling.

2. Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling

Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber

dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia,

perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan,

fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.

Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran

pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, dan

penyelenggaraan pelayanan. Beberapa prinsip bimbingan dan konseling dari berbagai sumber

antara lain:

a. Prinsip-Prinsip Umum

1) Karena bimbingan itu berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu, perlulah

diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala aspek kepribadian

yang unik dan ruwet.

2) Perlu dikenal dan dipahami perbedaan dari individual individu-individu yang dibimbing,

ialah untuk memberikan bimbingan yang tepat sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh

individu yang bersangkutan.

3) Bimbingan harus terpusat pada individu yang dibimbing.


4) Masalah yang tidak dapat diselesaikan di sekolah harus diserahkan kepada individu atau

lembaga yang mampu dan berwenang melakukannya.

5) Bimbingan harus dimulai dengan identifikasi kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh

individu yang dibimbing.

6) Bimbingan harus fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat.

7) Program bimbingan harus sesuai dengan program pendidikan di sekolah yang

bersangkutan.

8) Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang memiliki

keahlian dalam bidang bimbingan dan sanggup bekerja sama dengan para pembantunya serta

dapat dan bersedia mempergunakan sumber-sumber yang berguna di luar sekolah.

9) Terhadap program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian teratur untuk

mengetahui sampai dimana hasil dan manfaat yang diperoleh serta penyesuaian antara

pelaksanaan dan rencana yang dirumuskan terdahulu.

b. Prinsip-Prinsip Khusus

1) Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan

Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah peserta didik (individu-individu), baik

secara perseorangan maupun kelompok. Individu-individu itu sangat bervariasi, misalnya

dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status sosial ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat

dan jabatannya, keterikatannya terhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainnya.

Berbagai variasi itu menyebabkan individu yang satu berbeda dari yang lainnya. Masing-

masing individu adalah unik. Secara lebih khusus, yang menjadi sasaran pelayanan pada

umumnya adalah perkembangan dan perikehidupan individu, tetapi secara lebih nyata dan

langsung adalah sikap dan tingkah lakunya. Sikap dan tingkah laku individu sangat

dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi diri sendiri, serta kondisi

lingkungannya. Variasi dan keunikan individu, aspek-aspek pribadi dan lingkungan, serta
sikap dan tingkah laku individu dalam perkembangan dan kehidupannya itu mendorong

dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut:

a) Bimbingan dan konseling melayani individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku,

bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.

b) Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu yang

terbentuk dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks dan unik. Oleh karena itu,

pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau keunikan dan kekompleksan pribadi

individu.

c) Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan

individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan setiap individu dengan berbagai

kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya.

d) Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung faktor-faktor

yang secara potensial mengarah kepada pola-pola tingkah laku yang tidak seimbang. Oleh

karena itu, pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian

individu terhadap segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek

perkembangan individu.

e) Meskipun individu yang satu dengan yang lainnya adalah serupa dalam berbagai hal,

perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan

memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu-individu tertentu, baik mereka itu

anak-anak, remaja, ataupun orang dewasa.

2) Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu

Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah selalu

positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan hambatan-hambatan

terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang akhirnya menimbulkan

masalah tertentu pada diri individu. Masalah-masalah yang timbul sangat bervariasi. Secara
ideal pelayanan bimbingan dan konseling ingin membantu semua individu dengan berbagai

masalahnya itu. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya sendiri, pelayanan

bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas.

Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah:

a) Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan bidang

perkembangan dan kehidupan individu, tetapi bidang bimbingan pada umumnya dibatasi

hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik individu terhadap

penyesuaian dirinya dirumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan

pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik

individu.

b) Keadaan sosial, ekonomi, dan politik yang kurang menguntungkan merupakan faktor salah

satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian seksama dari para konselor

dalam mengentaskan masalah klien.

3) Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan

Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan secara insidental maupun

terprogram. Pelayanan insidental diberikan kepada klien-klien yang secara langsung (tidak

terprogram atau terjadwal) kepada konselor untuk meminta bantuan. Konselor memberikan

pelayanan kepada klien secara langsung pula sesuai dengan permasalahan klien pada waktu

mereka itu datang. Konselor memang tidak menyediakan program khusus untuk mereka.

Klien-klien insidental seperti itu biasanya datang dari luar lembaga tempat konselor bertugas.

Pelayanan insidental itu merupakan pelayanan konselor yang sedang menjalankan praktek

pribadi.

Untuk warga lembaga tempat konselor bertugas, yaitu warga yang pemberian pelayanan

bimbingan dan konselingnya menjadi tanggung jawab konselor sepenuhnya. Konselor

dituntut untuk menyusun program pelayanan. Program ini berorientasi kepada seluruh warga
lembaga itu (misal sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah yang

mungkin timbul dan jenis layanan yang dapat diselenggarakan, rentangan dan unit-unit waktu

yang tersedia (misalnya caturwulan, atau semester, atau bulan), ketersediaan staf,

kemungkinan hubungan antarpersonal dan lembaga, kemudahan-kemudahan yang tersedia,

dan faktor-faktor lainnya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan di lembaga tersebut.

Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program layanan bimbingan dan konseling itu adalah

seebagai berikut:

a) Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan

pengembangan. Oleh karena itu, program pengembangan bimbingan dan konseling harus

disusun dan dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan pengembangan secara

menyeluruh.

b) Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga

(misalnya sekolah), kebutuhan individu, dan masyarakat.

c) Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diselenggarakan secara

berkesinambungan kepada anak-anak sampai dengan orang dewasa. Disekolah misalnya, dari

jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.

d) Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penialian yang

teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh, serta mengetahui

kesesuaian antara program yang direncanakan dengan pelaksanaannya.

4) Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelaksanaan layanan

Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat insidental maupun

terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini, selanjutnya

diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli di bidangnya, yaitu

konselor profesional. Konselor yang bekerja di suatu lembaga yang cukup besar (misalnya

sebuah sekolah), sangat berkepentingan dengan peyelenggaraan program-program bimbingan


dan konseling secara teratur dari waktu ke waktu. Kerja sama dari berbagai pihak, baik

didalam maupun diluar tempat konselor bekerja perlu dikembangkan secara optimal. Prinsip-

prinsip berkenaan dengan hal tersebut adalah:

a) Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu. Oleh karena

itu, pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan klien agar

mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapai setiap kesulitan atau permasalahan

yang dihadapinya.

b) Dalam proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien

hendaklah atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari konselor.

c) Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani oleh (dan

kalau perlu dialihtangankan kepada) tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan

permasalahan khusus tersebut.

d) Bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Oleh karena itu, dilaksanakan oleh

tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bidang bimbingan

dan konseling.

e) Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan

dan konseling. Oleh kerana itu, kerja sama antara konselor dengan guru dan orang tua sangat

diperlukan.

f) Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan. Oleh karena itu,

keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk mengurangi

kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada lingkungan individu.

g) Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh mungkin

memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan penilaian terhadap individu

hendaknya dilakukan, dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran dan penilaian itu

dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik. Dengan pengadministrasian instrumen yang


benar-benar dipilih dengan baik, data khusus tentang kemampuan mental, hasil belajar, bakat

dan minat, dan berbagai ciri kepribadian hendaknya dikumpulkan, disimpan, dan

dipergunakan sesuai dengan keperluan.

h) Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan

individu dengan lingkungannya.

i) Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dan konseling hendaknya diletakkan

dipundak seorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik secara khusus dalam

pendidikan bimbingan dan konseling, bekerja sama dengan staf dan personal, lembaga

ditempat bertugas dan lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang program bimbingan dan

konseling.

j) Penilaian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan. Kesuksesan

pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-sikap yang berkepentingan dengan

program yang sedang disediakan (baik pihak-pihak yang melayani maupun yang dilayani),

dan perubahan tingkah laku klien yang pernah dilayani. (Prayitno & Erman Amti, 2004: 218-

223)

B. Asas-Asas Bimbingan Konseling

1. Pengertian Asas

Asas berarti dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat), dasar cita-cita

(perkumpulan atau organisasi), dan hukum dasar. Sedangkan asas-asas bimbingan dan

konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan

pelayanan bimbingan dan konseling.

2. Asas Bimbingan Konseling

Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Pekerjaan profesional itu

harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas
proses dan hasil-hasilnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling

kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-

ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu

diikuti dan terselenggara dengan baik, sangat diharapkan proses pelayanan mengarah pada

pencapaian tujuan yang diharapkan. Sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau

dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan

bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam

pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Asas-asas yang dimaksud

tersebut antara lain:

a. Asas Kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibicarakan klien (peserta didik) kepada konselor (guru pembimbing)

tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak

boleh atau tidak layak diketahui oleh orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci

dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka

penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak,

terutama penerima bimbingan klien, sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa

bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat

memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga

akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati klien dan para calon klien. Mereka

takut meminta bantuan sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi bahan

gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah pelayanan bimbingan dan

konseling ditangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien itu.

b. Asas Kesukarelaan

Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak si

terbimbing atau klien maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara sukarela dan rela
tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya serta

mengungkapkan segenap fakta, data, dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu

kepada konselor. Konselor hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau

dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.

c. Asas Keterbukaan

Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik

keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya

sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, tetapi juga diharapkan masing-masing pihak

yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Individu

yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus

terang tentang dirinya sendiri, sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian

berbagai kekuatan dan kelemahan klien dapat dilaksanakan.

Keterusterangan dan kejujuran klien akan terjadi jika klien tidak lagi mempersoalkan asas

kerahasiaan dan kesukarelaan. Maksudnya, klien telah betul-betul mempercayai konselornya

dan benar-benar mengharapkan bantuan dari konselornya. Lebih jauh keterbukaan akan

semakin berkembang apabila klien tahu bahwa konselornya terbuka.

Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau

membuka diri sendiri, sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain

(konselor) dan keduanya mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan

masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan

ketersediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri

konselor sendiri jika hal itu dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana seperti

itu masing-masing pihak bersifat transparan (terbuka) terhadap pihak lain.

d. Asas Kekinian

Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan bukan
masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami dimasa

yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masalah lampau dan/atau

masalah yang akan datang yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan yang sedang

diselenggarakan itu, pembahasan tersebut hanyalah merupakan latar belakang dan/atau latar

depan dari masalah yang dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat

terselesaikan. Dalam usaha yang bersifat pencegahan, pada dasarnya pertanyaan yang perlu

dijawab adalah “apa yang perlu dilakukan sekarang”, sehingga kemungkinan yang kurang

baik di masa datang dapat dihindari.

Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda

pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya

siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan.

Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih.

Konselor harus mendahulukan kepentingan klien daripada yang lain-lain. Jika dia benar-

benar memiliki alasan yang kuat untuk tidak memberikan batuannya kini, maka konselor

harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk

kepentingan klien.

e. Asas Kemandirian

Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat berdiri sendiri, tidak

bergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah

dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu:

1) Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.

2) Menerima diri sendiri secara positif dan dinamis.

3) Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.

4) Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.

5) Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-
kemampuan yang dimilikinya.

Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat

perkembangan dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil

konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling dan hal itu disadari baik oleh

konselor maupun klien.

f. Asas Kegiatan

Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien

melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha

bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan

kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien, sehingga

klien mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah

yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.

Asas ini merujuk pada pola konseling “multidimensional” yang tidak hanya mengandalkan

transaksi verbal antara klien dengan konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal pun

asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien mengalami proses konseling dan aktif

pula melaksanakan atau menerapkan hasil-hasil konseling.

Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar klien yang menjadi sasaran pelayanan

berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/ kegiatan bimbingan. Dalam

hal ini konselor perlu mendorong klien untuk aktif dalam setiap pelayanan/ kegiatan

bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya

g. Asas Kedinamisan

Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri

klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tidaklah sekedar

mengulang hal yang lama, yang bersifat menonton, melainkan perubahan yang selalu menuju

ke suatu pembaharuan, suatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan
klien yang dikehendaki. Asas kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya

terdapat pada dan menjadi ciri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasilnya.

Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran

pelayanan (klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang,

serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke

waktu.

h. Asas Keterpaduan

Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek kepribadian klien.

Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya

tidak seimbang, serasi, dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Disamping

keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang

diberikan. Hendaknya aspek layanan yang satu jangan sampai tidak serasi dengan aspek

layanan yang lain.

Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas

tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang

dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan

serasi dan saling menunjang dalam upaya layanan bimbingan dan konseling.

Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan

bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain,

saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara konselor dan pihak-

pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus

dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling itu harus

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.


i. Asas Kenormatifan

Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku,

baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/ negara, norma ilmu, maupun

kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses

penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi dan layanan harus sesuai dengan

norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak

menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan. Bukanlah layanan atau kegiatan

bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan jika isi dan pelaksanaannya

tidak berdasarkan norma-norma yang dimaksudkan itu.

Ditilik dari permasalahan klien barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan konseling

yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah melanggar norma

tertentu), tetapi justru dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkah laku yang

melanggar norma itu diarahkan kepada lebih bersesuaian dengan norma. Lebih jauh, layanan

meningkatkan kemampuan klien memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma

tersebut.

j. Asas Keahlian

Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik

dengan menggunakan prosedur, teknik, dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling)

yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan

itu dapat dicapai keberhasilan pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah

pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik

untuk pekerjaan itu.

Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana

bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktek bimbingan

dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar
menguasai teori dan praktek konseling secara baik. Keprofesionalan konselor harus terwujud

baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam

penegakan kode etik bimbingan dan konseling.

k. Asas Alih Tangan

Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alihtangan jika konselor sudah

mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, tetapi individu yang

bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat

mengirim individu kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Disamping itu asas ini juga

mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hanya mengenai masalah-

masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan dan setiap masalah

ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. Hal yang terakhir itu secara langsung mengacu

kepada bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada individu-individu yang pada

dasarnya normal (tidak sakit jasmani maupun rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang

terbebas dari masalah-masalah kriminal maupun perdata.

Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain, dan

demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/

praktik dan lain-lain.

l. Asas Tut Wuri Handayani

Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar

pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang

mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan

dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada klien untuk maju. Demikian

juga segenap layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan

hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan

dorongan seperti itu.


Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan

keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin

dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodo, ing

madya mangun karso”.

Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada

waktu klien mengalami masalah dan menghadap pada konselor saja, tetapi diluar hubungan

proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya manfaat pelayanan

bimbingan dan konseling itu.

Selain asas-asas tersebut saling terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu diselenggarakan

secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu dikedepankan atau dikemudiankan dari

yang lain. Begitu pentingnya asas-asas tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu

merupakan jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan pelayanan bimbingan dan konseling.

Apabila asas-asas itu tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraan pelayanan bimbingan

dan konseling akan tersendat-sendat atau bahkan berhenti sama sekali. (Priyatno, 2004: 114-

120)

3. Pelaksanaan Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah Saat Ini

Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang

dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur

karena sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar

yang tinggi. Para siswa yang sedang dalam tahap perkembangan memerlukan segala jenis

layanan bimbingan dan konseling dalam segenap fungsinya.

Namun, harapan akan tumbuh kembangnya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah

sering kali masih tetap harapan saja. Pelayanan bimbingan dan konseling secara resmi

memang ada di sekolah, tetapi keberadaannya belum seperti dikehendaki. Dalam kaitan ini,

Belkin (1975) menegaskan enam prinsip untuk menegakkan dan menumbuh kembangkan
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu :

a. Pertama, konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang jelas

dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut. Konselor juga

memberikan kesempatan kepada seluruh personal sekolah dan siswa untuk mengetahui

program-program yang hendak dijalankan itu.

b. Kedua, konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa mengganggu

keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal sekolah lainnya dan siswa. Dalam

hal ini, konselor harus menonjolkan keprofesionalannya, tetapi tetap menghindari sikap elitis

atau kesombongan atau keangkuhan profesional.

c. Ketiga, konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai konselor

profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam kegiatan nyata. Konselor harus juga

mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada orang-orang dengan siapa akan bekerja

sama tentang tujuan yang hendak dicapai oleh konselor serta tanggung jawab yang terpikul di

pundak konselor.

d. Keempat, konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa-siswa yang gagal,

yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah, yang mengalami

permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar, maupun siswa-siswa yang

memiliki bakat istimewa, yang berpotensi rata-rata, yang pemalu dan menarik diri dari

khalayak ramai, serta yang bersikap menarik perhatian atau mengambil muka guru, konselor

dan personal sekolah lainnya.

e. Kelima, konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu

siswa-siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah dan siswa-siswa yang

menderita gangguan emosional, khususnya melalui penerapan program-program kelompok,

kegiatan pengajaran di sekolah dan kegiatan di luar sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan

lainnya.
f. Keenam, konselor harus mampu bekerja sama secara efektif dengan kepala sekolah,

memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan kecemasan-kecemasannya.

Konselor memiliki kesempatan yang baik untuk menegakkan citra bimbingan dan konseling

profesional apabila memiliki hubungan yang saling menghargai dan saling memperhatikan

dengan kepala sekolah. (Sukmadinata, 2007: 29-30)

Prinsip-prinsip tersebut menegaskan bahwa penegakan dan penumbuhkembangan pelayan

bimbingan dan konseling disekolah hanya mungkin dilakukan oleh konselor professional

yang tahu dan mau bekerja, memiliki program nyata dan dapat dilaksanakan, sadar akan

profesinya, dan mampu menerjemahkannya ke dalam program dan hubungan dengan sejawat

dan personal sekolah lainnya, memiliki komitmen dan keterampilan untuk membantu siswa

dengan segenap variasinya di sekolah, dan mampu bekerja sama, serta membina hubungan

yang harmonis dinamis dengan kepala sekolah. Konselor yang demikian itu tidak akan

muncul dengan sendiri, melainkan melalui pengembangan dan peneguhan sikap dan

keterampilan serta wawasan dan pemahaman professional yang mantap.

Ada beberapa prinsip yang menjadi pegangan konselor dalam melaksanakan bimbingan dan

konseling di sekolah, antara lain. Bimbingan dan konseling membantu peserta didik

mengembangkan kemampuannya setinggi-tingginya untuk kepentingan dirinya dan

kepentingan masyarakat.

a. Bimbingan dan konseling memberikan layanan kepada semua siswa.

b. Layanan bimbingan dan konseling diberikan secara kontinu.

c. Layanan bimbingan dan konseling diberikan dengan berpusat kepada siswa.

d. Layanan bimbingan dan konseling melayani semua kebutuhn peserta didik secara meluas.

e. Proses bimbingan dilaksanakan secara demokratis dan diarahkan agar peserta didik

memiliki kemampuan untuk mencari keputusan akhir oleh peserta didik sendiri.

f. Dalam bimbingan dan konseling peserta didik dibantu untuk mengembangkan kemampuan
membimbing diri sendiri.

g. Kepribadian, keahlian, dan pengalaman konselor sangat memegang peranan penting dalam

keberhasilan pemberian layanan bimbingan dan konseling terhadap siswa.

h. Faktor-faktor lingkungan siswa, baik lingkungan rumah, sekolah, maupun masyarakat

hendaknya diperhatikan dalam membimbing siswa.

i. Dalam proses bimbingan dan konseling, konselor hendaknya menggunakan teknik

bimbingan dan konseling yang bervariasi

j. Pelaksanaan bimbingan dan konseling membutuhkan kerjasama yang erat dengan seluruh

staf sekolah, orang tua, maupun lembaga-lembaga sekolah.

Holins dan Hollins (dalam Laksmi, 2003: 3-4) mengemukakan beberapa prinsip bimbingan

yang disebutnya sebagai principles of guidance philosophy (prinsip-prinsip filsafat

bimbingan), yaitu:

a. Penghargaan terhadap individu merupakan yang paling utama.

b. Tiap individu berbeda dari individu yang lainnya.

c. Perhatian pertama dari bimbingan adalah individu dalam konteks sosial.

d. Sikap dan persepsi pribadi dari individu merupakan dasar dari perbuatan individu.

e. Individu umumnya berbuat untuk memperkuat gambaran pribadinya.

f. Individu memiliki kemampuan bawaan untuk dan dapat dibantu dalam melakukan pilihan

yang akan menuntunnya kepada pengarahan diri yang sejalan dengan penyempurnaan sosial.

g. Individu membutuhkan proses bimbingan sejak masa kanak-kanak sampai usia dewasa.

h. Tiap individu pada suatu saat membutuhkan bantuan yang bersifat informasi dan pribadi

yang diberikan oleh ahli yang profesional.

C. Organisasi & Manajemen Bimbingan Konseling di Sekolah

1. Manajemen Bimbingan Konseling di Sekolah

Dalam konteks pelayanan Bimbingan Konseling, manajemen pelayanan Bimbingan


Konseling dapat berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan

ktivitas-aktivitas pelayanan bimbingan dan konseling dan penggunaan sumber daya-sumber

daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu manajemen Bimbingan

Konseling juga bisa berarti bekerja dengan orang-orang untuk menentukan,

menginterpretasikan, dan mencapai tujuan-tujuan pelayanan bimbingan dan konseling dengan

pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan(planning), pengorganisasian(organizing), penyusunan

personalia(staffing), pengarahan dan kepemimpinan(leading), dan pengawasan(controlling).

Manajemen diperlukan dalam pelayanan bimbingan dan konseling karena beberapa alas an,

yaitu: untuk mencapai tujuan, untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang

saling bertentangan (jika ada), dan untuk mencapai efesiensi dan efektivitas. Menurut Peter

Drucker dalam T. Hani Handoko (1999), efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar

(doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar

(doing thing right).

2. Prinsip-Prinsip Organisasi Bimbingan Konseling

Prinsip-prinsip dalam manajemen bimbingan konseling di sekolah, antara lain :

a. Perencanaan (planning)

Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai suatu proses kegiatan membutuhkan

perencanaan yang matang dan sistematis mulai dari penyusunan program hingga

pelaksanaannya. Agar pelayanan bimbingan dan konseling memperoleh hasil sesuai tujuan

yang telah dirumuskan maka harus dilakukan perencanaan.

b. Pengorganisasian (Organizing)

Pengelolaan dan pengorganisasian pelayanan bimbingan dan konseling berkaitan dengan

model atau pola yang dianut oleh suatu sekolah. Sistem pengelolaan dan pengorganisasian

pelayanan bimbingan dan konseling di suatu sekolah tertentu bisa diketahui dari struktur
organisasi sekolah tersebut. Dari struktur organisasi dapat diketahui pola dan model yang

digunakan oleh sekolah, apabila sekolah hanya mempunyai satu orang guru pembimbing

maka model organisasi pelayanan BK terintegrasi dengan organisasi sekolah secara umum.

Tetapi apabila sekolah mempunyai banyak tenaga bimbingan, maka harus disusun organisasi

pelayanan BK. Fungsi ini dilaksanakan kepala sekolah dan koordinator layanan BK (jika

sekolah mempunyai banyak petugas bimbingan).

c. Penyusunan Personalia (Staffing)

Dalam pelayanan dan bimbingan konseling berhubungan dengan bagaimana para personalia

atau orang-orang yang terlibat dalam aktivitas pelayanan bimbingan dan konseling

ditetapkan, disusun, dan diadakan pembagian tugas (job description). Agar pelaksanaan

bimbingan dan konseling berjalan efektif dan efisien sehingga tujuannya dapat dicapai secara

efektif dan efisien. Fungsi ini dilaksanakan oleh kepala sekolah bersama koordinator layanan

BK jika di sekolah mempunyai beberapa orang guru Bimbingan Konseling.

d. Pengarahan dan Kepemimpinan (Leading)

Prinsip ini berkaitan dengan cara mengarahkan dan memimpin para personalia layanan

bimbingan dan konseling agar mereka bekerja sesuai dengan job atau bidang ugasnya

masing-masing.fungsi ini dilaksanakan oleh kepala sekolah terutama jika sekolah tersebut

hanya mempunyai seorang guru Bimbingan Konseling. Apabila sekolah tersebut mempunyai

beberapa orang guru Bimbingan Konseling, maka harus ditunjuk salah seorang sebagai

koordinator dan yang lain sebagai staf.

e. Pengawasan (Controlling)

Prinsip ini berkaitan dengan cara melakukan pengawasan dan penilaian tehadap kegiatan

bimbingan dan konseling mulai dari penyusunan rencana program hingga pelaksanaannya.

Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam


pelaksanaannya dan dapat diketahui pencapaian hasil-hasilnya.fungsi ini dilaksanakan oleh

kepala sekolah atau koordinator layanan Bimbingan Konseling.

3. Pola Organisasi Bimbingan Konseling di Sekolah

Pola organisasi bimbingan dan konseling di sekolah tidak perli selalu seragam strukturnya.

Setiap sekolah bisa menyusun struktur organisasi bimbingan dan konseling sesuai dengan

besar kecilnya dan kepentingan sekolah bersangkutan dalam pelaksanaan bimbingan dan

konseling.

Perlu diingat bahwa organisasi yang baik bukanlah sesuai dengan tipe atau model, tetapi

sesuai dengan kekhasan kondisi dan situasi sekolah atau lembaga pendidikan yang

bersangkutan, dan dapat menampung serta mengatur mekanisme kerjasama yang harmonis

dan sinergis, serta memungkinkan dapat terselenggaranya layanan bimbingan dan konseling

yang baik di sekolah.

Agar suatu organisasi dapat mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling

yang baik di sekolah, maka hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya:

a. Semua staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru mata pelajaran, wali kelas,

staf sekolah) harus dihimpun dalam satu wadah, sehingga terwujud satu kesatuan bertindak

dalam usaha membantu para siswa di dalam mengatasi permasalahan-permasalahannya.

b. Mekanisme kerja bimbingan dan konseling harus tunggal, sehingga para siswa tidak

menjadi bingung karena adanya berbagai macam bentuk layanan bimbingan dan konseling

yang dilakukan oleh petugas yang berbeda-beda.

c. Tugas, tanggung jawab, dan wewenang dari masing-masing petugas bimbingan dan

konseling di sekolah harus dirinci dengan jelas dan tegas, sehingga masing-masing personil

bimbingan dan konseling akan memahami dan mengerti kewajiban dan tanggung jawabnya

sendiri.
Pola organisasi bimbingan dan konseling yang disarankan

a. Organigram pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah

1) Kepala sekolah adalah penanggung jawab pelaksanaan teknis bimbingan dan konseling di

sekolah.

2) Guru pembimbing adalah pelaksana utama yang mengkoordinir semua koordinator

bimbingan dan konseling kegiatan yang terkait dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling

di sekolah.

3) Guru mata pelajaran adalah pelaksana pengajaran dan pelatihan serta bertanggung jawab

memberikan informasi tentang siswa untuk kepentingan bimbingan dan konseling.

4) Siswa adalah peserta didik yang berhak menerima pengajaran, latihan, dan pelayanan

bimbingan dan konseling.

5) Tata usaha adalah pembantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan administrasi,

ketatausahaan sekolah dan pelaksanaan administrasi bimbingan dan konseling.

6) BP3 adalah badan pembantu penyelenggaraan pendidikan berupa organisasi orang tua

siswa yang berkewajiban membantu penyelenggaraan pendidikan termasuk pelaksanaan

bimbingan dan konseling.

b. Kewajiban dan tugas personil sekolah yang terkait dengan kegiatan bimbingan dan

konseling di sekolah

1. Kepala sekolah

Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan di sekolah, tugas kepala sekolah adalah

sebagai berikut:

Mengkoordinasikan seluruh pendidikan sekolah yang mencakup kegiatan pengajaran,

pelatihan, dan kegiatan bimbingan dan konseling.

Menyediakan dan melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan
bimbingan dan konseling.

Memberikan kemudahan bagi terlaksananya program bimbingan dan konseling.

Melaksanakan supervisi terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.

Menetapkan koordinator guru pembimbing (atas kesepakatan dengan guru pembimbing)

yang bertanggung jawab atas koordinasi pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.

Membuat surat tugas guru pembimbing dalam proses bimbingan dan konseling pada

setiap awal semesteran.

Menyiapkan surat pernyataan melakukan kegiatan bimbingan dan konseling sebagai

bahan usulan angka kredit bagi guru pembimbing. Surat pernyataan ini dilampiri bukti fisik

pelaksanaan tugas (rencana dan persiapanpelaksanaan,evaluasi, analisis, dan tindak lanjut).

Mengadakan kerjasama dengan instansi lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan

bimbingan dan konseling.

Melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap sedikitnya 40 orang siswa, bagi kepala

sekolah yang berlatar bimbingan dan konseling.

2. Wakil Kepala Sekolah

Wakil kepala sekolah membantu kepala sekolah dalam hal-hal sebagai berikut:

Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling kepada semua

personil sekolah.

Pelaksanaan kebijakan kepala sekolah terutama dalam pelaksanaan layanan bimbingan

dan konseling.

Melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap sedikit-dikitnya 75 orang siswa, bagi


wakil kepala sekolah yang berlatar belakang bimbingan dan konseling.

3. Koordinator guru pembimbing

Koordinator guru pembimbing bertugas mengenai hal-hal sebagai berikut:

Mengkoordinasikan guru pembimbing dalam:

Mengsosialisasikan pelayanan bimbingan dan konseling.

Menyusun program bimbingan dan konseling.

Melaksanakan program bimbingan dan konseling.

Mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling.

Mengadakan penilaian program bimbingan dan konseling.

Melaksanakan tindak lanjut bimbingan dan konseling.

Mengusulkan kepada kepala sekolah dan mengusahakan terpenuhinya tenaga, sarana, dan

prasarana bimbingan dan konseling.

Mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling kepada kepala

sekolah.

4. Guru pembimbing

Tugas-tugas guru pembimbing diantaranya:

Mengkoordinaasikan kegiatan layanan bimbingan dan konseling.

Merencanakan program bimbingan dan konseling.

Melaksanakan persiapan (termasuk perencanaan) kegiatan bimbingan dan konseling.


Melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sedikit-dikitnya 150 orang

siswa.

Melaksanakan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.

Mengadakan penilaian proses dan hasil kegiatan layanan bimbingan dan konseling.

Menganalisis hasil penilaian bimbingan dan konseling.

Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil analisis penilaian bimbingan dan konseling.

Mengadministrasikan kegiatan bimbingan dan konseling.

4. Hambatan dalam Pelaksanaan Program Bimbingan Konseling di Sekolah

a. Para pengelola sekolah masih beranggapan bahwa tugas sekolah adalah mengajar, oleh

karena itu semua dana dan usaha dipusatkan untuk meluluskan sebanyak mungkin siswa agar

mereka mendapat ijazah untuk melanjutkan sekolah. Mutu sekolah diukur berdasarkan

jumlah siswa yang lulus dengan nilai ijazah yang baik. Sekolah yang seperti ini kurang

menghargai dan memperhatikan pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah.

Kehadiran konselor di sekolah dipandang sebagai pemborosan biaya. Penanganan di serahkan

pada wali kelas / guru. Tetapi di pihak lain wali kelas dan guru tidak mempunyai cukup

waktu dan keahlian untuk memberikan bimbingan pada siswanya

b. Kepala sekolah dan guru masih belum memiliki pengetahuan yang benar mengenai

peranan dan kedudukan program bimbingan dalam kesatuannya dengan program pendidikan

di sekolah. Di pihak lain kepala sekolah memberikan tugas kepada petugas bimbingan yang

bukan tugasnya, misalnya para konselor ikut menangani disiplin sekolah

c. Banyak lembaga pendidikan konselor, seperti IKIP, kurang memberikan bekal praktek

bimbingan kepada para calon petugas bimbingan. Akibatnya setelah lulus dan bertugas di
lapangan, para petugas bimbingan kurang memahami tugas pokoknya. Mereka sibuk daftar

pribadi dan membantu tugas kepala sekolah dalam bidang administrasi sekolah, termasuk

melakukan tugas disiplin sekolah. Para siswa menangkap bahwa sifat BP sebagai pusat

pengadilan, sehingga mereka takut terhadap pembimbing.

d. Nama staf bimbingan memberikan kesan kepada guru bahwa fungsi bimbingan telah

memiliki spesifikasi. Oleh karena itu mereka bebas dari tugas membimbing siswa, jika

menemukan siswa yang nakal, mereka menyerahkan / menyusun siswa yang nakal tersebut

menghadap guru pembimbing.

Banyak petugas bimbingan bukan lulusan studi psikologi pendidikan dan bimbingan banyak

sarjana pendidikan non BP diberi tugas sebagai konselor sekolah. Mereka umumnya guru

yang berhasil mencapai gelar sarjana pendidikan. Akibatnya banyak program bimbingan

tidak terlaksana dengan baik, bahkan banyak yang melanggar prinsip-prinsip bimbingan,

misalnya seorang konselor menghukum siswa yang melanggar peraturan sekolah.

D. Kode Etik Bimbingan Konseling

Untuk menyatukan pandangan tentang kode etik jabatan, berikut ini dikemukakan suatu

rumusan dari Winkel (1992): “Kode etik jabatan ialah pola ketentuan/aturan/tata cara yang

menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi.”

Sehubungan dengan itu, Bimo Walgito (1980) mengemukakan beberapa butir rumusan kode

etik bimbingan dan konseling sebagai berikut:

1) Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan

penyuluhan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.

2) Pembimbing harusnya berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang

sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Karena itu,

pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang serta tanggung jawab yang bukan
wewenang serta tanggung jawabnya.

3) Oleh karena pekerjaan pembimbing langsung berkaitan dengan kehidupan pribadi orang

seperti telah dikemukakan, maka seorang pembimbing harus:

a) Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.

b) Menunjukkan sikap hormat kepada klien.

c) Menunjukkan penghargaan yang sama kepada bermacam-macam klien. Pembimbing harus

memperlakukan klien dengan derajat yang sama.

d) Pembimbing tidak diperkenankan:

(1) Menggunakan tenaga-tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.

(2) Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan.

(3) Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi

klien.

(4) Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien tersebut.

e) Meminta bantuan ahli dalam bidang lain di luar kemampuan atau di luar keahliannya

ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan dalam melaksanakan bimbingan dan

konseling.

f) Pembimbing harus selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang memerlukan

pengabdian penuh.

Di samping rumusan tersebut, pada kesempatan ini dikemukakan rumusan kode etik

bimbingan dan konseling yang dirumuskan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia, yang

dikutip oleh Syahril dan Riska Ahmad (1986), yaitu:

a) Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas, dan keyakinan klien.

b) Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien di atas kepentingan pribadi

pembimbing/konselor sendiri.

c) Pembimbing/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna kulit,
kepercayan atau status sosial ekonominya.

d) Pembimbing/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk mengerti

kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada dirinya yang dapat

mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan diberikan serta merugikan klien.

e) Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah hati, sederhana,

sabar, tertib, dan percaya pada paham hidup sehat.

f) Pembimbing/konselor terbuka terhadap saran atau pandangan yang diberikan padanya,

dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana

dikemukakan dalam kode etik bimbingan dan konseling.

g) Pembimbing/konselor memiliki sifat tanggung jawab, baik terhadap lembaga dan orang-

orang yang dilayani maupun terhadap profesinya.

h) Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin. Dalam hal ini dia

perlu mengusai keterampilan dan menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus

yang dikembangkan atas dasar ilmiah.

i) Pembimbing/konselor mengusai pengetahuan dasar yang memadai tentang hakikat dan

tingkah laku orang, serta teknik dan prosedur layanan bimbingan guna memberikan layanan

dengan sebaik-baiknya.

j) Seluruh catatan tentang diri klien merupakan informasi yang bersifat rahasia, dan

pembimbing menjaga kerahasiaan ini. Data ini hanya dapat disampaikan kepada orang yang

berwenang menfsirkan dan menggunakannya, dan hanya dapat diberikan atas dasra

persetujuan klien.

k) Sesuatu tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan

menafsirkan hasilnya.

l) Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan lain yang

membutuhkan data tentang sifat atau diri kepribadian seperti taraf inteligensi, minat, bakat,
dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri pribadi seseorang.

m) Data hasil tes psikologi harus diintegrasikan dengan informasi lainnya yang diperoleh dari

sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi lainnya itu.

n) Konselor memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes

psikologi dan hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien.

o) Hasil psikologi harus diberitahukan kepada klien dengan disertai dengan alasan-alasan

tentang kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan pada pihak lain, sejauh pihak yang

diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan pada klien dan tidak merugikan klien

sendiri.

Kelompok 3

A. PROGRAM BIMBINGAN DI SEKOLAH

1. Pengertian Program Bimbingan

Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (1981) program

bimbingan dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan khusus yang

dimaksudkan untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian diri. Program

bimbingan menyangkut dua faktor, yaitu:

1. faktor pelaksanaan orang yang akan memberikan bimbingan

2. faktor-faktor yang berkaitan dengan perlengkapan metode,bentuk layanan siswa- siswa,

dan sebagainya, yang mempunyai kaitan dengan kegiatan bimbingan (Abu Ahmadi, 1977).

Rochman Natawidjaja Dn Moh. Surya (1985) menyatakan program bimbingan yang disusun

dengan baik dan rinci akan memberikan banyak keuntungan,seperti :

a) Memungkinkan para petugas menghemat waktu, usaha, biaya dengan menghindari

kesalahan-kesalahan, dan usaha coba-coba yang tidak menguntungkan ;

b) Memungkinkan siswa untuk mendapatkan layanan bimbingan secara seimbang dan


menyeluruh, baik dalam hal kesempatan, ataupun dalam jenis layanan bimbingan yang

diperlukan;

c) Memungkinkan setiap petugas mengetahui dan memahami peranannya masing-masing dan

mengetahui bagaimana dan dimana mereka harus melakukan upaya secara tetap; dan

d) Memungkinkan para petugas untuk menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk

kemajuannya sendiri dan untuk kepentingan siswa yang dibimbingnya.

Pendapat di atas, menekankan perlunya rumusan program bimbingan yang jelas dan

sistematik. Keberhasilan dalam merumuskan program yang demikian, merupakan titik awal

keberhasilan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.

2. Langkah –Langkah Penyusunan Program Bimbingan

Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah seperti

dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985)

seperti berikut :

a) Tahap persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survei untuk menginventarisasi tujuan,

kebutuhan dan kemampuan sekolah, serta kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk

melaksanakan programbimbingan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan langkah

awal pelaksanaan program.

b) Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunjuk oleh pemimpin

sekolah. Tujuan pertemuan ini untuk menyamakan pemikiran tentang perlunya program

bimbingan, serta merumuskan arah program yang akan disusun.

c) Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan. Panitia ini

bertugas merumuskan tujuan program bimbingan yang akan di susun, mempersiapkan bagan

organisasi dari program tersebut, dan membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang

akan disusun.

d) Pembentukan panitia penyelenggara program. Panitia ini bertugas mempersiapkan


program tes, mempersiapkan dan melaksanakan system pencatatan dan melatih para

pelaksana program bimbingan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

Melalui empat langkah tersebut diharapkan program bimbingan itu dapat di wujudkan dengan

baik.

Di samping rumusan tentang langkah-langkah penyusunan program bimbingan sebagaimana

dikemukakan itu, berikut ini dapat pula disajikan langkah-langkah penyusunan program

bimbingan yang urutannya cukup sederhana, yaitu :

a) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan sekolah terutama yang ada kaitannya dengan

kegiatan bimbingan. Pada kegiatan ini dapat dilakukan pertemuan-pertemuan dengan

personel sekolah lainnya guna mendapatkan masukan (input) mengenai berbagai hal yang

perlu ditangani oleh konselor.

b) Setelah data terkumpul perlu dilakukan penentuan urutan prioritas kegiatan yang akan

dilakukan, dan sekaligus menyusun konsep program bimbingan yang akan dilakukan dalam

kurun waktu tertentu. Dalam kegiatan ini juga ditentukan personalia yang akan melaksanakan

program kegiatan itu serta sasaran dari program tersebut.

c) Konsep program bimbingan dibahas bersama kepala sekolah bila perlu dengan

mengundang personel sekolah untuk memperoleh balikan guna penyempurnaan program

tersebut.

d) Penyempurnaan konsep program yang telah dibahas bersama kepala sekolah.

e) Pelaksanaan program yang telah direncanakan.

f) Setelah program dilaksanakan, perlu diadakan evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk

mengetahui bilamana ada bagian-bagian yang tidak terlaksana dan seterusnya dicari factor

penyebabnya.

g) Dari hasil evaluasi program tersebut kemudian dilakukan penyempurnaan (revisi) untuk

program berikutnya.
Demikian seterusnya, sehingga terwujudlah program bimbingan yang lebih sempurna.

Terciptanya program bimbingan yang baik telah merupakan sebagian dari keberhasilan

pelaksanaan bimbingan dan konseling itu sendiri.

3. Variasi Program Bimbingan Menurut Jenjang Pendidikan :

Winkel (1991)memberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program

bimbingan di tingkat pendidikan tertentu, yaitu:

a) Menyusun tujuan jenjang pendidikan tertentu, seperti yang telah dirumuskan.

b) Menyusun tugas-tugas perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik pada tahap

perkembangn tertentu.

c) Menyusun pola dasar yang dipedomani dalam memberikan layanan.

d) Menentukan komponen-komponen bimbingan yang diprioritaskan.

e) Menentukan bentuk bimbingan yang sebaiknya diutamakan, seperti bimbingan kelompok

atau bimbingan individual, bimbingan pribadi, bimbingan akademik atau bimbingan karir,

dan sebagainya.

f) Menentukan tenaga-tenaga bimbingan yang dapat dimanfaatkan.

Berdasarkan rambu-rambu tersebut, program bimbingan untuk masing-masing jenjang

pendidikan dapat dirumuskan dengan tepat sesuai dengan karakteristiknya. Selain itu,

program bimbingan hendaknya disesuaikan dengan keadaan individu yang akan dilayani

a. Pendidikan Taman Kanak-Kanak

Pendidikan formal terendah adalah sekolah dasar (SD). Meskipun demikian menurut Winkel

(1991) tenaga-tenaga pendidik di taman kanak-kanak juga dituntut untuk memberikan

layanan bimbingan. Hal ini, dikuatkan dalam Pedoman dan Penyuluhan oleh Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1980 Buku III C, dalam rangka pelaksanaan kurikulum

taman kanak-kanak 1976.


Layanan bimbingan dan konseling di taman kanak-kanak, hendaknya ditekankan pada :

a) Bimbingan yang berkaitan dengan kemandirian dan keharmonisan dalam menkalin

hubungan sosial dengan teman sebaya.

b) Bimbingan pribadi, seperti pemupukan disiplin dan memahami perintah.

b. Program Bimbingan di Sekolah Dasar

Program kegiatan bimbingan dan konseling untuk siswa-siswa sekolah dasar lebih

menekankan pada usaha pencapaian tugas-tugas perkembangan mereka antara lain mengatur

kegiatan-kegiatan belajarnya dengan bertanggung jawab; dapat berbuat dengan cara-cara

yang dapat diterima oleh orang dewasa serta teman-teman sebayanya, mengembangkan

kesadaran moral berdasarkan nilai-nilai kehidupan dengan membentuk kata hati (Winkel,

1991). Program bimbingan hendaknya mengacu kepada tujuan umum di SD yaitu memiliki

sifat-sifat dasar sebagai warga negara yang baik, menikmati kesehatan jasmani dan rohani,

memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar yang diperlukan untuk melanjutkan

pelajaran, bekerja di masyarakat, dan mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan

seumur hidup.

Berkenaan dengan penyusunan program bimbingan di sekolah dasar, Gibson dan Mitchell

(1981) mengemukakan beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, seperti :

a) Kegiatan bimbingan di SD hendaknya lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas belajar.

b) Di SD masih menggunakan sistem guru kelas sehingga seandainya ada anak yang tidak

disenangi oleh guru, maka akan lebih fatal akibatnya.

c) Adanya kecenderungan seorang anak bergantung kepada teman sebayanya.

d) Minat orang tua dominan mempengaruhi nilai kehidupan anak.

e) Masalah-masalah yang timbul di tingkat SD, tidak terlalu kompleks.


c. Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ( Sekolah Menengah Pertama )

Program bimbingan dan konseling untuk siswa SMP hendaknya berorientasi kepada

pencapaian tugas-tugas perkembangannya. Winkel (1992) mengemukakan tugas-tugas

perkembangan untuk siswa/anak pada tingkat SMP antara lain: menerima peranannya sebagi

pria atau wanita, memperjuangkan taraf kebebasan yang wajar dari orang tua dan orang-

orang dewasa lainnya, menambah bekal pengetahuan dan pemahaman untuk pendidikan

lanjutan, serta mengembangkan kata hati sesuai dengan nilai-nilai kehidupan.

Hambatan dari pencapaian tugs-tugas perkembangan tersebut antara lain: kurang kepercayaan

diri, kurangnya kepekaan perasaan, sering timbulnya kegelisahan, dan kurangnya semangat

kerja keras.

Secara garis besar program bimbingan dan konseling di SMP hendaknya berorientasi kepada

a) Bimbingan belajar, karena cara belajar di SMP berbeda dengan di SD

b) Bimbingan tentang muda-mudi, karena pada usia ini mereka mulai mengenal hubungan

cinta kasih ( Gibson dan Mitchell ).

c) Pada usia ini mereka mulai membentuk kelompok sebaya, maka program bimbingan

hendaknya juga menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan social.

d) Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas perkembangan anak usia 12-15 tahun.

e) Bimbingan karier baik yang menyangkut pemahaman tentang dunia pendidikan ataupun

pekerjaan.

d. Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ( Sekolah Menengah Atas ).

Cole (1959) mengemukakan beberapa tugas-tugas perkembangan pada usia remaja (siswa

SMA) yaitu bertujuan untuk mencapai :

1. Kematangan emosional

2. Kemantapan minat terhadap lawan jenis


3. Kematangan social

4. Kebebasan diri dari kontrol orang tua

5. Kematangan intelektual

6. Kematangan dalam pemilihan pekerjaan

7. Efisiensi penggunaan waktu luang

8. Kematangan dalam memahami falsafah hidup

9. Kematangan dalam kemampuan mengidentifikasi diri

Program Bimbingan di SMA hendaknya berorientasi kepada :

a) Hubungan muda-mudi / hubungan sosial.

b) Pemberian informasi pendidikan dan jabatan.

c) Bimbingan cara belajar.

e. Program Bimbingan di Perguruan Tinggi

Pogram bimbingan di perguruan tinggi agak berbeda dengan program yang ada di lembaga

pendidikan yang lebih rendah (sekolah). Hal ini disebabkan karena adanya hal-hal yang lebih

spesifik dalam perkembangan diri mahasiswa. Program bimbingan di perguruan tinggi

hendaknya berorientasi kepada :

1. Bimbingan belajar di perguruan tinggi atau bimbingan yang bersifat akademik.

2. Hubungan sosial dan hubungan muda-mudi.

4. Mekanisme Implementasi Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling di sekolah, konselor beserta personel

lainnya perlu memperhatikan komponen kegiatan sebagai berikut :

a. Komponen pemrosesan data

Kegiatan layanan bimbingan dan konseling meliputi beberapa aspek, yaitu: (1) pengumpulan

data, (2) pengklasifikasian, (3) pendokumentasian, (4) penyimpanan, (5) penyediaan data
yang diperlukan, dan (6) penafsiran. data yang perlu diproses adalah data tentang keadaan

siswa disekolah yang meliputi : (a) kemampuan akolastik (bakat khusus, hasil belajar,

kepribadian, inteligensi, riwayat pendidikan), (b) cita-cita, (c) kebiasaan belajar, (d)

hubungan sosial, (e) minat terhadap mata pelajaran, (f) kesehatan fisik, (g) pekerjaan orang

tua, dan (h) keadaan keluarga.

b. Komponen kegiatan pemberian informasi

Komponen ini terdiri dari : (1) pemberian orientasi kehidupan sekolah pada siswa baru, (2)

pemberian informasi tentang program studi kepada siswa yang dipandang memerlukannya,

(3) pemberian informasi jabatan kepada siswa yang diperkirakan tidak dapat melanjutkan ke

jenjang yang lebih tinggi, dan (4) pemberian informasi pendidikan lanjutan.

c. Komponen kegiatan konseling

Konseling dilakukan terhadap siswa yang mengalami masalah yang sifatnya lebih pribadi.

Jika ada masalah yang tidak dapat diatasi oleh petugas yang bersangkutan, perlu

dialihtangankan kepada pihak yang lebih ahli.

d. Komponen pelaksana

Pelaksanaan jenis kegiatan tersebut adalah konselor sekolah, konselor bersama guru bidang

studi dan juga kepala sekolah sesuai dengan fungsi dan peranannya masing-masing.

e. Komponen metode/alat

Alat yang dipakai untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan itu dapat berupa :

tes pikologis, tes hasil belajar, dokumen, angket, kartu pribadi, brosur/poster, dan konseling

dan sebagainya.

f. Komponen waktu kegiatan

Jadwal kegiatan layanan dapat dilakukan pada awal ajaran, secara periodik, bilamana perlu

(insidental), akhir masa sekolah, awal semester atau waktu lain tergantung dari jenis/macam

kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.


g. Komponen sumber data

Data yang diperlukan dapat diperoleh dari siswa yang bersangkutan; guru, orang tua, teman-

teman siswa, sekolah, masyarakat ataupun instansi. Tergantung atas jenis data yang

diperlukan. Semua kegiatan itu dikoordinasikan oleh konselor dan dipertanggungjawabkan

kepada kepala sekolah.

Program pelayanan Bimbingan dan Konseling pada masing-masing satuan sekolah/madrasah

dikelola dengan memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antarkelas dan

antarjenjang kelas, dan mensinkronisasikan program pelayanan Bimbingan dan Konseling

dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler, serta

mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas sekolah/ madrasah.

Dilihat dari jenisnya, program Bimbingan dan Konseling terdiri 5 (lima) jenis program, yaitu

1. Program Tahunan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh

kegiatan selama satu tahun untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah.

2. Program Semesteran, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh

kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.

3. Program Bulanan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh

kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.

4. Program Mingguan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh

kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan.

5. Program Harian, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan

pada hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program

mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan pendukung

(SATKUNG) Bimbingan dan Konseling.


5. Komponen ( Struktur ) Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Struktur program bimbingan diklasifikasikan ke dalam empat jenis layanan, yaitu :

a) layanan dasar bimbingan

b) layanan responsive

c) layanan perencanaan individual, dan

d) layanan dukungan sistem.

Keterkaitan keempat komponen program bimbingan dan konseling ini dapat digambarkan

pada gambar 1

a) Layanan Dasar Bimbingan

Layanan dasar bimbingan diartikan sebagai “proses pemberian bantuan kepada semua siswa

(for all) melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara

sistematis dalam rangka membantu perkembangan dirinya secara optimal”.

Layanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang

normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau

dengan kata lain membantu siswa agar mereka dapat mencapai tugas-tugas

perkembangannya. Secara rinci tujuan layanan dirumuskan sebagai upaya untuk membantu

siswa agar :

1. memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan,

sosial budaya dan agama)

2. mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau

seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya

3. mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan

4. mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, kepada siswa disajikan materi layanan yang menyangkut

aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya
membantu siswa dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi layanan dasar

bimbingan dapat diambil dari berbagai sumber, seperti majalah, buku, dan koran. Materi yang

diberikan, disamping masalah yang menyangkut pengembangan sosial-pribadi, dan belajar,

juga materi yang dipandang utama bagi siswa SLTP/SLTA, yaitu yang menyangkut karir.

Materi-materi tersebut, di antaranya : (a) fungsi agama bagi kehidupan, (b) pemantapan

pilihan program studi, (c) keterampilan kerja profesional, (d) kesiapan pribadi (fisik-psikis,

jasmaniah-rohaniah) dalam menghadapi pekerjaan, (e) perkembangan dunia kerja, (f) iklim

kehidupan dunia kerja, (g) cara melamar pekerjaan, (h) kasus-kasus kriminalitas, (i)

bahayanya perkelahian masal (tawuran), dan (j) dampak pergaulan bebas.

b) Layanan Responsif

Layanan responsif merupakan “pemberian bantuan kepada siswa yang memiliki kebutuhan

dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera”.

Tujuan layanan responsif adalah membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan

memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa yang mengalami hambatan,

kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.

Tujuan layanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-

masalah atau kepedulian pribadi siswa yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan

dengan masalah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan.

Materi layanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan siswa. Masalah dan

kebutuhan siswa berkaitan dengan keinginan untuk memahami tentang suatu hal karena

dipandang penting bagi perkembangan dirinya yang positif. Kebutuhan ini seperti kenginan

untuk memperoleh informasi tentang bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika,

pergaulan bebas dan sebagainya.

Masalah siswa lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dialami atau

dirasakan mengganggu kenyamanan hidupnya atau menghambat perkembangan dirinya yang


positif, karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas

perkembangannya. Masalah siswa pada umumnya tidak mudah diketahui secara langsung

tetapi dapat dipahami melalui gejala-gejala perilaku yang ditampilkannya.

Masalah (gejala masalah) yang mungkin dialami siswa di antaranya :

(a) merasa cemas tentang masa depan

(b) merasa rendah hati

(c) berperilaku impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan sesuatu tanpa

mempertimbangkannya secara matang)

(d) membolos dari sekolah

(e) malas belajar

(f) kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif

(g) kurang bisa bergaul

(h) prestasi belajar rendah

(i) malas beribadah

(j) masalah pergaulan bebas (free sex)

(k) masalah tawuran

(l) manajemen stress, dan

(m) masalah dalam keluarga.

c) Layanan Perencanaan Individual

Layanan ini diartikan “proses bantuan kepada siswa agar mampu merumuskan dan

melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depannya berdasarkan

pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan

kesempatan yang tersedia di lingkungannya”.

Layanan perencanaan individual bertujuan untuk membantu siswa agar (1) memiliki

pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan,
atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial,

belajar, maupun karir, dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan,

dan rencana yang telah dirumuskannya.

Tujuan layanan perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya

memfasilitasi siswa untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan,

karir, dan pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri. Isi atau materi perencanaan

individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan siswa untuk memahami secara khusus

tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian meskipun perencanaan individual

ditujukan untuk memandu seluruh siswa, layanan yang diberikan lebih bersifat individual

karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-

masing siswa. Melalui layanan perencanaan individual, siswa dapat:

• Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan

mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya,

informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakatnya.

• Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya.

• Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.

• Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.

Materi layanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek

akademik, karir, dan sosial-pribadi. Materi pengembangan aspek (a) akademik meliputi :

memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan

jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar

sepanjang hayat; (b) karir meliputi : mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi

latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (c)

sosial-pribadi meliputi : pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan

keterampilan sosial yang efektif.


d) Layanan Dukungan Sistem

Ketiga komponen program, merupakan pemberian layanan BK kepada siswa secara langsung.

Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen layanan dan kegiatan manajemen yang

secara tidak langsung memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi kelancaran

perkembangan siswa. Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan

untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh

melalui pengembangan profesinal; hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru,

staf ahli/penasehat, masyarakat yang lebih luas; manajemen program; penelitian dan

pengembangan (Thomas Ellis, 1990).

Program ini memberikan dukungan kepada guru pembimbing dalam memperlancar

penyelenggaraan layanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk

memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah. Dukungan sistem ini

meliputi dua aspek, yaitu : (1) pemberian layanan, dan (2) kegiatan manajemen.

6. Perencanaan, Pelaksanaan Dan Penilaian Kegiatan Program Bimbingan Konseling

• Perencanaan

Perencanaan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling mengacu pada program tahunan

yang telah dijabarkan ke dalam program semesteran, bulanan serta mingguan. Perencanaan

kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling harian yang merupakan penjabaran dari

program mingguan disusun dalam bentuk SATLAN dan SATKUNG yang masing-masing

memuat: (a) sasaran layanan/kegiatan pendukung; (b) substansi layanan/kegiatan pendukung;

(c) jenis layanan/kegiatan pendukung, serta alat bantu yang digunakan;(d pelaksana

layanan/kegiatan pendukung dan pihak-pihak yang terlibat; dan (e) waktu dan tempat.

Rencana kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling mingguan meliputi kegiatan di dalam

kelas dan di luar kelas untuk masing-masing kelas peserta didik yang menjadi tanggung

jawab konselor. Satu kali kegiatan layanan atau kegiatan pendukung Bimbingan dan
Konseling berbobot ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran. Volume keseluruhan kegiatan

pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam satu minggu minimal ekuivalen dengan beban

tugas wajib konselor di sekolah/ madrasah.

• Pelaksanaan

Bersama pendidik dan personil sekolah/madrasah lainnya, konselor berpartisipasi secara aktif

dalam kegiatan pengembangan diri yang bersifat rutin, insidental dan keteladanan. Program

pelayanan Bimbingan dan Konseling yang direncanakan dalam bentuk SATLAN dan

SATKUNG dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan

pihak-pihak yang terkait.

Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Bimbingan dan Konseling dapat dilakukan di dalam dan di

luar jam pelajaran, yang diatur oleh konselor dengan persetujuan pimpinan sekolah/madrasah.

Pelaksanaan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling di dalam jam pembelajaran

sekolah/madrasah dapat berbentuk: (1) kegiatan tatap muka secara klasikal; dan (2) kegiatan

non tatap muka. Kegiatan tatap muka secara klasikal dengan peserta didik untuk

menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten,

kegiatan instrumentasi, serta layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di dalam kelas.

Volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas per minggu dan

dilaksanakan secara terjadwal. Sedangkan kegiatan non tatap muka dengan peserta didik

untuk menyelenggarakan layanan konsultasi, kegiatan konferensi kasus, himpunan data,

kunjungan rumah, pemanfaatan kepustakaan, dan alih tangan kasus.

Kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah

dapat berbentuk kegiatan tatap muka maupun non tatap muka dengan peserta didik, untuk

menyelenggarakan layanan orientasi, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling

kelompok, dan mediasi, serta kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan di luar kelas. Satu

kali kegiatan layanan/pendukung Bimbingan dan Konseling di luar kelas/di luar jam
pembelajaran ekuivalen dengan 2 (dua) jam pembelajaran tatap muka dalam kelas. Kegiatan

pelayanan Bimbingan dan Konseling di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah maksimum

50% dari seluruh kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling, diketahui dan dilaporkan

kepada pimpinan sekolah/madrasah. Setiap kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling

dicatat dalam laporan pelaksanaan program (LAPELPROG).

• Penilaian

Penilaian kegiatan bimbingan dan konseling terdiri dua jenis yaitu: (1) penilaian hasil; dan

(2) penilaian proses. Penilaian hasil kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling dilakukan

melalui:

1. Penilaian segera (LAISEG), yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan dan kegiatan

pendukung Bimbingan dan Konseling untuk mengetahui perolehan peserta didik yang

dilayani.

2. Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu minggu

sampai dengan satu bulan) setelah satu jenis layanan dan atau kegiatan pendukung

Bimbingan dan Konseling diselenggarakan untuk mengetahui dampak layanan/kegiatan

terhadap peserta didik.

3. Penilaian jangka panjang (LAIJAPANG), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu bulan

sampai dengan satu semester) setelah satu atau beberapa layanan dan kegiatan pendukung

Bimbingan dan Konseling diselenggarakan untuk mengetahui lebih jauh dampak layanan dan

atau kegiatan pendukung Bimbingan dan Konseling terhadap peserta didik.

Sedangkan penilaian proses dilakukan melalui analisis terhadap keterlibatan unsur-unsur

sebagaimana tercantum di dalam SATLAN dan SATKUNG, untuk mengetahui efektifitas

dan efesiensi pelaksanaan kegiatan.Hasil penilaian kegiatan pelayanan Bimbingan dan

Konseling dicantumkan dalam LAPELPROG Hasil kegiatan pelayanan Bimbingan dan


Konseling secara keseluruhan dalam satu semester untuk setiap peserta didik dilaporkan

secara kualitatif.

B. PERANAN GURU DALAM PELAKSANAAN

BIMBINGAN DI SEKOLAH

1. Tugas Guru dalam Layanan Bimbingan di Kelas

Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) mengemukakan beberapa hal yang harus

diperhatikan guru dalam proses belajar- mengajar sesuai dengan fungsinya sebagai guru dan

pembimbing, yaitu:

a. Perlakuan terhadap siswa didasarkan atas keyakinan bahwa sebagai individu, siswa

memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri

untuk mandiri.

b. Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa.

c. Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan.

d. Pemahaman secara empatik.

e. Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.

f. Penampilan diri secara asli, tidak berpura-pura didepan siswa.

g. Kekonkretan dalam menyatakan diri.

h. Penerimaan siswa secara apa adanya.

i. Perlakuan terhadap siswa secara permissive.

j. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantu siswa untuk

menyadari perasaannya itu.

k. Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan

pengajaran saja.

l. Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus


Abu Ahmadi (1977) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan

proses belajar-mengajar, sebagai berikut:

a) Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan

berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat perhatian dan

penghargaan

b) Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap,

minat, dan pembawaannya

c) Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik

d) Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang

lebih baik

e) Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minatnya

Di samping tugas-tugas tersebut, guru juga dapat melakukan tugas tugas bimbingan dalam

proses pembelajaran seperti berikut:

a) Melaksanakan kegiatan diagnostic kesulitan belajar. Dalam hal ini guru mencari atau

mengidentifikasi sumber-sumber kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, dengan cara:

i. Menandai siswa yang diperkirakan mengalami masalah, dengan jalan melihat prestasi

belajarnya yang paling rendah atau berada di bawah nilai rata-rata kelasnya

ii. Mengidentifikasi mata pelajaran dimana siswa mendapat nilai rendah (di bawah rata-rata

kelas)

iii. Menelusuri bidang/bagian dimana siswa mengalami kesulitan yang menyebabkan nilainya

rendah

iv. Melaksanakan tindak lanjut, apakah perlu pelajaran tambahan dengan bimbingan dari guru

secara khusus, atau tindakan-tindakan lainnya

b) Guru dapat memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya kepada

murid dalam memecahkan masalah pribadi.


2. Tugas Guru dalam Operasional Bimbingan di luar Kelas

Tugas guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam kegiatan proses belajar-mengajar

atau dalam kelas saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan bimbingan di luar kelas, antara lain :

a) Memberikan pengajaran perbaikan (remedial teaching)

b) Memberikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa

c) Melakukan kunjungan rumah (home visit)

d) Menyelenggarakan kelompok belajar, yang bermanfaat untuk :

• Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya, bagaimana mengemukakan

pendapatnya dan menerima pendapat dari teman lain

• Merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran melalui belajar secara kelompok

• Mengatasi kesulitan-kesulitan, terutama dalam hal pelajaran secara bersama-sama

• Belajar hidup bersama agar nantinya tidak canggung di dalam masyarakat yang lebih luas

• Memupuk rasa kegotongroyongan.

C. KERJASAMA GURU DENGAN KONSELOR

DALAM LAYANAN BIMBINGAN

Dalam kegiatan-kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan adanya kerjasama antara guru

dengan konselor demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Pelaksanaan tugas pokok guru

dalam proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bimingan, sebaliknya

layanan bimbingan di sekolah perlu dukungan atau bantuan guru. Ada beberapa

pertimbangan, mengapa guru juga harus melaksanakan kegiatan bimbingan dalam proses

pembelajaran. Dalm hal ini, ochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) mengutip pendapat

Miller yang mengatakan bahwa :

1. Proses belajar menjadi sangat efektif, apabila bahan yang dipelajari dikaitkan langsung

dengan tujuan-tujuan pribadi siswa. Ini berarti guru dituntut untuk memahami harapan-

harapan dan kesulitan-kesulitan siswa, selanjutnya guru dapat menciptakan siatuasi belajar
atau iklim kelas yang memungkinkan siwa dapat belajar dengan baik.

2. Guru yang memahami siswa dan maslah-masalah yang dihadapinya, lebih peka terhadap

hal-hal yang dapat memperlancar dan mengganggu kelancaran kegiatan kelas. Guru

mempunyai kesempatan yang luas untuk mengadakan pengamatan terhadap siswa yang

diperkirakan mempunyai masalah. Dengan demikian masalah-masalah itu dapat diatasi sedini

mungkin, sehingga para siswa dapat belajar dengan baik tanpa dibebani oleh suatu

permasalahan.

3. Guru dapat memperhatikan perkembangan masalah atau kesulitan siswa secara lebih nyata.

Berhubunga guru mempunyai kesempatan yang terjadwal untuk bertatap muka dengan para

siswa, maka ia akan dapat memperoleh informasi yang lebih banyak tentang keadaan siswa,

yang menyangkut masalah pribadi siswa, baik kelebihan maupun kekurangannya. Dalam

keadaan seperti itu peran guru dalam kegiatan bimbingan sangat penting.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan disekolah akan

lebih efektif bila guru dapat bekerja sama dengan konselor sekolah dalam proses

pembelajaran. Adanya keterbatasan-keterbatasan dari kedua belah pihak (guru dan konselor)

menuntut adanya kerjasama tersebut.

Konselor mempunyai keterbatasan dalam hal yang berkaitan dengan (1) kurangnya waktu

untuk bertatap muka dengan siswa, hal ini karena tenaga konselor masih sangat terbatas,

sehingga pelayanan siswa dalam jumlah yang cukup banyak tidak bisa dilakukan secara

intensif dan (2) keterbatasan konselor sehingga tidak mungkin dapat memberikan semua

bentuk layanan seperti memberikan pengajaran perbaikan untuk bidang studi tertentu, dan

sebagainya.

Dilain pihak guru juga mempunyai beberapa keterbatasan. Menurut Koestoer partowisastro

(1982) keterbatasan-keterbatasan guru tersebut antara lain :

a. Guru tidak mungkin lagi menangani masalah-masalah siswa yang bermacam-macam,


karena guru tidak terlatih untuk melaksanakan semua tugas itu.

b. Guru sendiri sudah berat tugas mengajarnya, sehingga tidak mungkin lagi ditambah tugas

yang lebih banyak untuk memcahkan berbagai macam masalah siswa.

Di dalam menangani kasus-kasus tertentu, konselor perlu menghadirkan guru atau pihak-

pihak terkait guna membicarakan pemecahan masalah yang dihadapi siswa.

Kegiatan semacam ini disebut dengan konferensi kasus (case conference). Bila guru menemui

masalah yang sudah berada di luar batas kewenangannya, guru dapat mengalihtangankan

masalah siswa tersebut kepada konselor.

Kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan di sekolah, dikoordinasikan

oleh konselor, dengan demikian pelaksanaan kegiatan bimbingan oleh para guru tidak lepas

begitu saja, tetapi dipantau oleh konselor.

D. KERJASAMA PERSONIL SEKOLAH LAINNYA

DALAM LAYANAN BK

Dalam kurikulum SMA 1975 Buku III C tentang Pedoman bimbingan dan Penyuluhan

dikemukakan bahwa konselor di sekolah terdiri dari; (a) kepala sekolah, (b) penyuluh

pendidikan (konselor sekolah), (c) guru penyuluh atau wali kelas, (d) guru, dan (e) petugas

administrasi.

Dalam kurikulum tersebut dijelaskan rincian tugas masing-masing personil sebagai berikut:

a. Kepala Sekolah

Dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, kepala sekolah mempunyai

tugas sebagai berikut:

1) Membuat rencana / program sekolah secara menyeluruh.

2) Mendelegasikan tanggung jawab tertentu dalam pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan.

3) Mengawasi pelaksanaan program.

4) Melengkapi dan menyediakan kebutuhan fasilitas bimbingan dan penyuluhan.


5) Mempertanggungjawabkan program tersebut baik ke dalam (sekolah) maupun ke luar

(masyarakat).

6) Mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga di luar sekolah dalam rangka kerja sama

pelaksanaan bimbingan.

7) Mengkoordinasikan kegiatan bimbingan dengan kegiatan-kegiatan lainnya.

b. Penyuluh pendidikan (konselor sekolah)

Dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, konselor sekolah sangat

berperan. Adapun peranan dan tugas konselor sekolah dalam kegiatan bimbingan dan

konseling, adalah:

1) Menyusun program bimbingan dan konseling bersama kepala sekolah.

2) Memberikan garis-garis kebijaksanaan umum mengenai kegiatan bimbingan dan

konseling.

3) bertanggung jawab terhadap jalannya program.

4) Mengkoordinasikan laporan kegiatan pelaksanaan program sehari-hari.

5) Memberikan laporan kegiatan kepada kepala sekolah.

6) Membantu untuk memahami dan mengadakan penyesuaian kepada diri sendiri, lingkungan

sekolah, dan lingkungan sosial yang makin lama makin berkembang.

7) Menerima dan mengklasifikasikan informasi pendidikan dan informasin lainnya yang

diperoleh dan menyimpannya sehingga menjadi catatan kumulatif siswa.

8) Menganalisis dan menafsirkan data siswa untuk menetapkan suatu rencana tindakan positif

terhadap siswa.

9) Menyelenggarakan pertemuan staf.

10) Melaksanakan bimbingan kelompok dan konseling individual.

11) Memberikan informasi pendidikan dan jabatan kepada siswa-siswa dan menafsirkannya

untuk keperluan pendidikan dan jabatan.


12) Mengadakan konsultasi dengan istansi-instansi yan berhubngan dengan program

bimbingan dan konseling dan memimpin usaha survei dalam masyarakat sekitar sekolah

untuk mengetahui lapangan-lapangan kerja yang terbuka.

13) Bersama guru menyusun pengalaman atau kegiatan-kegiatan ko-kurikule yang sesuai

dengan minat, sifat, bakat, dan kebutuhannya.

14) Membanu guru menyusun pengalaman belajar dan membuat penyesuaian metode

mengajar yang sesuai dengan dan dapat memenuhi sifat masalah masing-masing siswa.

15) Mengadakan penelaahan lanjutan terhadap siswa-siswa tamatan sekolahnya dan terhadap

siswa ptus sekolah serta melakukan usaha penilaian lain yang berubungan dengan program

bimbingan secara tetap.

16) Mengadakan konsultasi dengan orang tua siswa dan mengadakan kunjungan rumah

(home visit).

17) Menyelenggarakan pembicaraan kasus (case conference).

18) Mengadakan wawancara latihan bagi para petugas bimbingan.

19) Menyelenggarakan program latihan bagi para petugas bimbingan.

20) Melakukan alihtangan (Referal) masalah siswa kepada lembaga atau ahli lain yang lebih

berwenang.

c. Guru pembimbing/Wali Kelas

Wali kelas merupakan personel sekolah yang ditugasi untuk menangani masalah-masalah

yang dialami oleh siswa yang menjadi binaannya. Berkenaan dengan kegiatan bimbingan dan

knseling di sekolah peran dan tanggung jawab wali kelas adalaha :

1) Mengumpulkan data tentang siswa.

2) Menyelenggarakan bimbingan kelompok.

3) Meneliti kemajuan dan perkembangan siwa (akademik, sosial, fisik, pribadi).

4) Mengawasi kegiatan siswa sehari-hari


5) Mengobservasi kegiatan siswa di rumah.

6) Mengadakan kegiata orientasi.

7) Memeberikan penerangan.

8) Mengatur dan menempatkan siswa.

9) Memantau hubungan sosial siwa dengan individu lainnya dari berbagai segi, seperti

frekuensi pergaulan, intensitas pergaulan dan popularitas pergaulannya.

10) Bekerjasama dengan konselor dalam mebuat sosiometri dan sosiogram.

11) Bekerjasama dengan konselor dalam mengadakan dalam mengadakan pemeriksaan

kesehatan psikologis oleh tim ahli.

12) Mengidentifikasi siswa yang memerlukan bantuan.

13) Ikut serta atau menyelenggarakan sendiri pertemuan kasus (case conference).

d. Guru/Pengajar

Guru merupakan personel sekolah yang memiliki kesempatan untuk bertatap muka lebih

banyak dengan siswa dibandingkan dengan personel sekolah lainnya. Oleh sebab itu, peran

dan tanggung jawab guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolahan juga

sangat diharapkan. Adapun adalah:

1. Turut serta aktif dalam membantu melaksanakan kegiatan program bimbingan dan

konseling.

2. Memberikan informasi tentang siswa kepada staf bimbingan dan konseling.

3. Memberikan layanan instruksional (pengajaran).

4. Berpartisipasi dalam pertemuan kasus.

5. Memberikan informasi kepada siswa.

6. Meneliti kesulitan dan kemajuan siswa.

7. Menilai hasil kemajuan belajar siswa.

8. Mengadakan hubungan dengan orang tua siswa.


9. Bekerja sama dengan konselor mengumpulkan data siswa dalam usaha untuk

mengidentifikasikan masalah yang dihadapi siswa.

10. Membantu memecahkan masalah siswa.

11. Mengirimkan (referal) masalah siswa yang tidak dapat diselesaikannya kepada konselor.

12. Mengidentifikasikan, menyalurkan, dan membina bakat.

e. Petugas Administrasi

Keberhasilan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah juga memerlukan keterlibatan

Dari petugas administrasi di sekolah yang bersangkutan. Mengenai tugas dan tanggung jawab

petugas administrasi dalam kegiatan konseling adalah :

1) Mengisi kartu pribadi siswa

2) Menyimpan catatan-catatan ( record) dan data lainnya

3) Menyelesaikan laporan dan pengumpulan data tentang siswa

4) Mengirim dan menerima surat panggilan dan surat pemberitahuan

5) Menyiapkan alat-alat atau formulir-formulir pengumpulan data siswa, seperti angket,

observasi wawancara, riwayat hidup, sosiometri dan sosiogram, kunjungan rumah panggilan

orang tua, pemeriksaan kesehatan, dan pemeriksaan psikologis.

E. KESALAHPAHAMAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

Bidang bimbingan dan konseling yang ada selama ini telah banyak digeluti oleh berbagai

pihak dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Sebagian besar diantara mereka tidak

memiliki latar belakang pendidikan bidang bimbingan dan konseling. Di samping itu,

literature yang memberikan wawasan, pengertian, dan berbagai seluk beluk teori dan praktek

bimbingan dan konseling yang dapat memperluas dan mengarahkan pemahaman mereka itu

juga masih sangat terbatas. Melihat hal tersebut diatas, maka tak heran bila dalam

kenyataannya masih banyak terjadi kesalahpahaman tentang bimbingan dan


konseling.Prayitno menjelaskan ada beberapa kesalahpahaman dalam bidang bimbingan dan

konseling yang sampai saat ini terjadi dalam pelaksanaan konseling tersebut yakni sebagai

berikut :

1. Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari

pendidikan.

Ada dua pendapat yang berebeda mengenai kaitan pelaksanaan bimbingan dan konseling.

a. Bahwa bimbingan dan konseling sama saja dengan pendidikan. Jadi dengan sendirinya

sudah termasuk ke dalam usaha sekolah yang menyelenggararakan pendidikan. Sekolah tidak

perlu bersusah payah menyelenggarakan bimbingan dan konseling secara mantap dan

mandiri. Pendapat ini cenderung mengutamakan pengajaran dan mengabaikan aspek-aspek

lain dari pendidikan dan sama sekali tidak melihat pentingnya bimbingan dan konseling.

b. Bimbingan dan konseling harus benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga ahli

dengan perlengkapan yang benar-benar memenuhi syarat. Pelayanan ini harus secara nyata

dibedakan dari praktek pendidikan sehari-hari.

Kedua pendapat tersebut diatas adalah pandangan-pandangan ekstrem yang perlu dievaluasi.

Memang secara umum bimbingan dan konseling di sekolah termasuk ke dalam ruang lingkup

upaya pendidikan, namun bukan berarti pengajaran (yang baik) saja akan menjangkau seluruh

misi pendidikan di sekolah. Sekolah juga harus memperhatikan kepentingan peserta didik

untuk bisa membuat mereka berkembang secara optimal. Maka dalam hal ini, peran

bimbingan dan konseling adalah menunjang seluruh usaha sekolah demi keberhasilan peserta

didik.

2. Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah.

Masih banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah adalah sebagai polisi sekolah

yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin, dan keamanan sekolah.

Anggapan ini mengatakan ”barangsiapa diantara siswa-siswa melanggar peraturan dan


disiplin sekolah harus berurusan dengan konselor”. Tidak jarang pula konselor sekolah

diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian. Konselor ditugaskan mencari siswa

yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa-siswa yang

bersalah itu. Konselor didorong untuk mencari bukti-bukti atau berusaha agar siswa

mengakua bahwa ia telah berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya atau kurang ajar, atau

merugikan. Misalnya konselor ditugasi mengungkapkan agar siswa mengakui bahwa ia

mengisap ganja dan sebagainya. Dalam hubungan ini pengertian konselor sebagai mata-mata

yang mengintip segenap gerak-gerik siswa agar dapat berkembang dengan pesat.

Berdasarkan pandangan di atas, adalah wajar bila siswa tidak mau datang kepada konselor

karena menganggap bahwa dengan datang kepada konselor berarti menunjukkan aib, ia telah

berbuat salah, atau predikat-predikat negative lainnya. Padahal sebaliknya, dari segenap

anggapan yang merugikan itu, di sekolah konselor haruslah menjadi teman dan kepercayaan

siswa. Disamping petugas-petugas lainnya di sekolah, konselor hendaknya menjadi tempat

pencurahan kepentingan siswa, apa yang terasa di hati dan terpikirkan oleh siswa. Petugas

bimbingan dan konseling bukanla pengawas ataupun polisi yang selalu mencurigai dan akan

menangkap siapa saja yang bersalah. Petugas bimbingan dan konseling adalah kawan

pengiring petunjuk jalan, pembangun kekuatan, dan Pembina tingkah laku positif yang

dikehendaki. Petugas bimbingan dankonseling hendaknya bisa menjadi si tawar si dingin bagi

siapaupun yang dating kepadanya. Dengan pandangan, sikap, ketrampilan, dan penampilan

konselor siswa aatau siapapun yang berhubungan dengan konsellor akan memperoleh suasana

sejuk dan memberi harapan.

3. Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat.

Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka

pengembangan pribadi klien secara optimal. Disamping memerlukan pemberian nasehat,

pada umumnya klien sesuai dengan problem yang dialaminya, memerlukan pula pelayanan
lain seperti pembrian informasi, penempatan dan penyaluran, konseling, bimbingan belajar,

pengalih tangan kepada petugas yang lebih ahli dan berwenang, layanan kepada orang tua

siswa dan masayarakat, dan sebagainya. Konselor juga harus melakukan upaya-upaya tindak

lanjut serta mensinkronisasikan upaya yang satiu dan upaya lainnya sehingga keseluruhan

upaya itu menjadi suatu rangkaian yang terpadu dan bersinambungan.

4. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat incidental.

Pada hakikatnya pelayan itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu yang

lalu, sekarang, dan yang akan datang. Di samping itu konselor seyogyanya tidak hanya

menunggu klien datang dan mengungkapkan masalahnya.

Maka petugas bimbingan dan konseling harus terus memasyarakatkan dan membangun

suasana bimbingan dan konseling, serta mampu melihat hal-hal tertentu yang perlu diolah

ditanggulangi, diarahkan, dibangkitkan, dan secara umum diperhatikan demi perkembangan

segenap individu.

5. Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-kliean tertentu saja.

Bimbingan dan konseling tidak mengenal penggolonan siswa-siswa atas dasar mana

golongan siswa tertentu dalam memperoleh palayanan yang lebih dari golongan yang lainnya.

Semua siswa mendapat hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan dan

bimbingan konseling, kapan, bagimana, dan di mana pelayanan itu diberikan.

Petugas bimbingan dan konseling membuka pintu yang selebar-lebarnya bagi siapa saja siswa

yang ingin mendapatkan atau memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling.

Kalaupun ada penggolongan, maka penggolongan didasarkan atas klasifikasi masalah (seperti

bimbingan konseling pendidikan, jabatan/ pekerjaan, keluarga/perkawinan), bukan atas dasar

kondisi klien (misalnya jenis kelamin, kelasa social/ekonomi, agama, suku, dan sebagainya).

Lebih jauh klasifikasi masala itu akan mengarah pada spesialisasi keahlian konseling tertentu
sesuai dengan permasalahan yang ada.

6. Bimbingan dan konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang normal”

Ada asumsi bahwa bimbingan konseling hanya melayani orang-orang normal yang

mengalami masalah tertentu. Bukankah jika segenap fungsi yang ada pada diri seseorang

yang normal dapat berjalan dengan baik, dia akan dapat menjalin kehidupannya secara

normal pula? Kehidupan yang normal ini pasti menuju kebaikan dan kewajaran. Sayangnya,

bekerjanya fungsi-fungsi yang sebenarnya normal itu kadang-kadang terganggu atau arahnya

tidak tetap sehingga memerlukan bantuan konselor demi lebih lancar dan lebih terarahnya

kegiatan fungsi-fungsi tersebut.

Jika seseorang ternyata mengalami keabnormalan tertentu, apalagi kalau sudah bersifat sakit

jiwa, maka orang tersebut sudah seyogianya menjadi klien psikeater. Masalahnya ialah masih

banyak konselor yang terlalu cepat menggolongkan atau setidak-tidaknya menyangka

seseorang mengalami keabnormalan mental atau ketidaknormalan jiwa, sehingga terlalu cepat

pula menghentikan pelayanan-pelayanan bimbingan dan konseling dan menyarankan klien

agar pergi saja ke psikeater. Hal ini tentu saja tidak pada tempatnya atau bahkan berbahaya.

Klien yang sebenarnya tidak sakit, tetapi oleh konselor dikirim ke dokter atau psikeater,

pertama-tama akan menganggap bahwa konselor tersebut sebenarnya ahli; keahlianya adalah

semua atau setidak-tidaknya diragukan. Sebagai akibatnya, klien tidak lagi mempercayainya.

Konselor-konselor yang demikian itu akan memudarkan citra profesi bimbingan dan

konseling. Kedua, klien berkemungkinan akan mempersepsi masalah yang dialaminya secara

salah. Atau mungkin akan memprotes pengiriman yang salah alamat itu dan memeberikan

reaksi-reaksi lain yang justru memperberat masalah yang dialaminya.

Konselor yang memiliki kemampuan yang tinggi, akan mampu mendeteksi dan

mempertimbangkan lebih jauh tentang mantap atau kurang mantapnya fungsi-fungsi yang ada

pada klien, sehingga kliennya perlu dikirim kepada dokter atau psikiater atau tidak.
Penanganan masalah oleh ahlinya secara tepat akan memberikan jasmani yang lebih kuat bagi

keberhasilan pelayanan.

7. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri.

Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang

bekerja sendiri sarat dengan unsur-unsur budaya, social dan lingkungan. Oleh karenanya

pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerjasama

dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang

dihadapi oleh klien.

Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri.

Masalah itu seringkali terkait dengan orangtua siswa, guru dan pihak-pihak lain; terkait pila

dengan berbagai unsure lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya. Oleh sebab

itu, penanggulangan tidak dilakukan sendiri oleh konselor saja. Dalam hal ini peranan guru,

orang tua danpihak-pihak llain sering kali sangat menentukan. Konselor harus pandai

menjalin hubungan kerjasama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbantunya

siswa yang mengalami masalah. Disamping itu. Konselor harus pula memanfaatkan berbagi

sumber daya yang ada dan dapat diadakanuntuk kepentingan pemecahan masalah siswa.

8. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif.

Sesuai asas kegiatan, disamping kinselor bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan

konseling, pihak lainpun, terutama klien, harus secara langsung aktif terlibat dalam proses

tersebut. Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan

berjalan sendiri. Mereka hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan. Pada dasarnya

pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak

semata-mata ditimpakannpada konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha
itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor, maka hasilnya akan kurang

mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan sama sekali.

9. Bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja.

Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dengan melihat gejala-gejala dan

atau keluhan awal yang disampaikan oleh klien. Namun demikian, jika pembahasan masalah

itu dilanjutkan, didalami, dan dikembangkan, seringkali ternyata bahwa masalah yang

sebenarnya lebih jauh, lebih luas dan lebih pelik apa yang sekedar tampak atau disampaikan

itu. Bahkan kadang– kadang masalah yang sebenarnya, sama sekali lain daripada yang

tampak atau dikemukakan itu. Usaha pelayanan seharusnya dipusatkan pada masalah yang

sebenarnya itu. Konselor tidak boleh terpukau oleh keluahan atau masalah yang pertama

disampaikan oleh kien. Konselor harus mampu menyelami sedala-dalamnya masalah klien

yang sebenarnya.

10. Meneanggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakuka oleh siapa saja.

Pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja, jika dianggap sebagai

pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran saja. Tapi jika pekerjaan

bimbingan dan konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-prisip keilmuan (mengikuti

filosofi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara

professional, maka pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.

Salah satu ciri profesionalnya adalah pelayanan itu dilakukan oleh orang-orang yang ahli

dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan

latihan yang cukup.

11. Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater.

Memang dalam hal-hal tertentu terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan

konseling dengan pkerjaan dokter atau pskiater, yaitu sama-sama menginginkan klien atau
pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya. Di samping itu, baik konselor maupun

dokter atau psikiater, memakai teknik-teknik yang sudah teruji pada bidang pelayananya

masing-masing untuk mengungkapkan masalah klin/pasien, untuk melakukan pragnosis dan

diagnosis, dan akhirnya menetapkan cara-cara pengentasan masalah atau penyembuhannya.

Namun demikian, pkerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan

dokter atau psikiater. Baik dokter atau psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan

konselor bekerja dengan orang sehat yang sedang mengalami masalah.

Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater ialah dengan memakai obat dan

resep serta teknik pengobatan dokter atau psikiater lainnya, sedangkan bimbingan dan

konseling memberikan jalan pemecahan masalah melalui jalan pengubahan orientasi pribadi,

penguatan mental/psikis, penguatan tingkah laku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya

perbaikan, serta teknik-teknik bimbingan dan konseling lainnya, sedangkan bimbingan dan

konseling memberikan jalan pemecahan masalah melalui pengubahan orientasi pribadi,

penguatan mental/psikis, penguatan tingkah laku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya

perbaikan, serta upaya-upaya perbaikan, serta tehnik-tehnik bimbingan dan konseling

lainnya.

12. Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera dilihat

Usaha-usaha bimbingan dan konseling bukanlah hal yang instant, tapi menyangkut aspek-

aspek psikologi/mental dan tingkah laku yang kompleks. Maka proses ini tidak bisa didesak-

desakkan agar cepat matang dan selesai. Pendekatan ingin mencapai hasil segera justeru

dapat melemahkan proses itu sendiri. Ini bukan berarti bahwa usaha bimbingan dan konseling

boleh santai-santai saja menghadapi masalah klien, karena proses bimbingan dan konseling

adalah hal yang serius dan penuh dinamika, maka harus wajar dan penuh tanggung jawab.

Petugas bimbingan dan konseling harus berusaha sebaik dan seoptimal mungkin dalam

menghadapi masalah klien.


13. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien

Segala cara yang dipakai untuk mengatasi masalah harus disesuaikan dengan pribadi klien

dan berbagai hal yang terkait dengannya. Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara

yang sama, bahkan masalah yang sama sekalipun.

Pada dasarnya, pemakaian suatu cara tergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah,

tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan konseling, dan sarana yang

tersedia.

14. Memusatkan usaha bimbibingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi dan

konseling (misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap lainnya).

Perlu diketahui bahwa perlengkapan dan sarana utama yang pasti ada dan dapat

dikembangkan pada diri konselor adalah ketrampilan pribadi. Dengan kata lain koselor tidak

seharusnya terganggu dengan ada atau tiadanya instrument-instrumen pembantu (tes,

inventori, angket, dan sebagainya). Petugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu

menggunakan apa yang dimiliki secar optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-

sarana penunjang yang diperlukan.

15. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan

saja.

Berat atau ringannya sebuah masalah bukanlah hal yang mudah untuk ditetapkan. Oleh

karena itu, memberikan sifat ringan atau berat pada masalah yang dihadapi klien tidaklah

perlu, karena hal itu tidak akan membantu meringankan usaha pemecahan masalah. Yang

terpenting adalah bagaimana menanganinya dengan cermat dan tuntas.

Apabila seluruh kemampuan konselor tidak bisa mengatasi masalah klien, maka diperlukan

pengalihtanganan. Pengalihtanganan tidak harus sekaligus kepada psikiater atau ahli-ahli lain

diluar bidang bimbingan dan konseling. Alih tangan pada tahap pertama hendaknya
dilakukan kepada sesame konelor sendiri yang memiliki keahlian yang lebih tinggi. Dan bila

ternyata ditemukan gejala-gejala kelainan kejiwaan misalnya, maka ahli tangan sebaiknya

diserahkan kepada psikiater.

Kelompok 4

PENTINGNYA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH INKLUSI

Oleh Agus Irawan Sensus

A. Pengantar

Perkembangan manusia dewasa ini dihadapkan pada persoalan-persoalan kompleks, global

dan sekaligus kontekstual yang semuanya memerlukan keterampilan penyesuaian diri yang

baik. Proses individu untuk menjadi (on becoming) ke arah perkembangan menuju

kemandirian, dalam prakteknya memerlukan upaya fasilitasi, yang dalam setting layanan di

persekolahan dikonsepsikan pada layanan bimbingan dan konseling.

Dalam perspektif psikologi sosial, perkembangan individu tidak lepas dari pengaruh

lingkungan fisik, psikhis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah

perubahan, dan hal tersebut dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) masyarakat). Apabila

perubahan yang terjadi sulit diprediksi atau berada di luar jangkauan individu, maka

dinamika ini akan melahirkan fenomena kesenjangan perkembangan individu, seperti

terjadinya stagnasi perkembangan, masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Beberapa

sumber munculnya kesenjangan perkembangan individu dimaksud, antara lain: pertambahan

jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi

masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergesaran fungsi atau struktur keluarga, dan

perubahan struktur dari agraris ke industri.

Kompleksitas potensi permasalahan yang dihadapi oleh individu dewasa ini, menjadi rasional

empirik-konseptual yang mengantarkan perlunya reposisi dan rekonseptualisasi layanan

bimbingan dan konseling. Inovasi di dunia bimbingan dan konseling, terkait tentang perlunya
reposisi dan rekonseptualisasi layanan bimbingan dan konseling ini, adalah model bimbingan

komprehensif atau dalam referensi lainnya disebut juga model bimbingan perkembangan.

B. Konsep Dasar Pendekatan Bimbingan dan Konseling Komprehensif

Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian

tugas-tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah

konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus

dicapai konseli, sehingga pendekatan ini juga disebut juga bimbingan dan konseling berbasis

standar (standard based guidance and counseling), dan standar yang dimaksud, adalah standar

kemandirian.

Implementasi pendekatan ini menekankan pada prinsip kobalorasi antara konselor dengan

para personal sekolah lainnya (kepala sekolah, guru-guru, staf administrasi, orang tua, dan

profesi lain sesuai dengan keperluan layanan konseli). Pendekatan ini terintegrasi dengan

proses pendidikan secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat

mengembangkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial,

belajar, maupun karier.

Berangkat dari kerangka pikir pendekatan bimbingan dan konseling komprehensif tersebut,

maka implementasi layanan bimbingan dan konseling di sekolah diorientasikan pada upaya

memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan

karier; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi

biopsikososiospiritual (biologis, psikolgis, sosial, dan spiritual).

1. Komponen Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif

Program bimbingan dan konseling yang berbasis pada pendekatan komprehensif, meliputi

empat komponen pelayanan, yaitu: (1) pelayanan dasar bimbingan; (2) pelayanan responsif;

(3) perencanaan individual; dan (4) dukungan sistem. Keempat komponen program tersebut,

dalam konteks memfasilitasi perkembangan konseli secara optimal, dapat dijelaskan dalam
bagan berikut:

Komponen Program Bimbingan dan Konseling

berbasis Comprehensive Approach

1. Pelayanan Dasar

a. Pengertian

Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui

kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan

secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap

dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian)

yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan

dalam menjalani kehidupannya. Penggunaan instrumen assesmen perkembangan dan

kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk mendukung implementasi

komponen ini. Assesmen kebutuhan diperlukan untuk dijadikan landasan pengembangan

pengalaman terstruktur yang disebutkan.

b. Tujuan

Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan

yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya,

atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas

perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk

membantu konseli, agar: (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan

lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial, budaya, dan agama); (2) mampu

mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat

tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya; (3) mampu menangani

atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya; dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam

rangka mencapai tujuan hidupnya.


c. Fokus Pengembangan

Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-

aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Semua ini berkaitan dengan upaya membantu

konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi pelayanan dasar dirumuskan

dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian, antara lain mencakup

pengembangan: (a) sel-esteem; (b) motivasi berprestasi; (c) keterampilan pengambilan

keputusan; (d) keterampilan pemecahan masalah; (e) keterampilan hubungan antar pribadi

atau berkomunikasi; (f) penyadaran keragaman budaya; dan (g) perilaku bertanggung jawab.

Terkait dengan pengembangan karier, khususnya siswa SMP dan SMA, meliputi: (a) fungsi

agama bagi kehidupan; (b) pemantapan pilihan program studi; (c) keterampilan kerja

profesional; (d) kesiapan pribadi—fisik-psikhis; (e) perkembangan dunia kerja; (f) iklim

kehidupan dunia kerja; (g) cara melamar pekerjaan; (h) kasus-kasus kriminalitas; (i)

bahayanya kriminalitas; dan (j) dampak pergaulan bebas.

2. Pelayanan Responsif

a. Pengertian

Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi

kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera

dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan.

Konseling individual, konseling crisis, konsultasi dengan orang tua, guru, dan alih tangan

kepada ahli lain adalah ragam bantuan yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif.

b. Tujuan

Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli agar dapat memenuhi kebutuhannya

dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu konseli yang mengalami

hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan pelayanan ini

dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau


kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan dirasakan saat itu. Hal tersebut berkenaan

dengan masalah sosial-pribadi, karier dan atau masalah pengembangan pendidikan.

c. Fokus Pengembangan

Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah dan

kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena

dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan ini seperti

kebutuhan untuk memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karier dan pilihan

program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika,

pergaulan bebas.

Masalah lainnya adalah berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan menggangu

kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi

kebutuhannya atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.

3. Pelayanan Perencanaan Individual

a. Pengertian

Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan

dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan

pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan

desempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman konseli secara mendalam dengan

segala karakteristiknya, penafsiran hasil assesmen dan penyediaan informasi yang akurat

sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki konseli amat diperlukan sehingga konseli

mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya

secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus konseli. Kegiatan orientasi,

informasi, konseling individual, rujukan, kolaborasi, dan advokasi diperlukan di dalam

implementasi pelayanan ini.

b. Tujuan
Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli, agar: (1) memiliki pemahaman

tentang diri dan lingkungannya; (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau

pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar,

maupun karier; dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan

rencana yang telah dirumuskannya.

Tujuan perencanaan individual ini juga dapat dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi

konseli untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karier, dan

pengembangan sosial pribadi oleh dirinya sendiri. Isi pelayanan perencanaan individual

adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan konseli untuk memahami secara khusus tentang

perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian, meskipun perencanaan individual ditujukan

untuk memandu seluruh konseli, pelayanan yang diberikan lebih bersifat individual karena

didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing

konseli. Melalui pelayanan perencanaan individual, konseli diharapkan dapat:

1) Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan

mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya,

informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakatnya.

2) Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuan dirinya.

3) Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya.

4) Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya.

c. Fokus Pengembangan

Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek

akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakup fokus tersebut meliputi: (1) akademik,

meliputi: memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau

pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai

belajar sepanjang hayat; (2) karier, meliputi: mengeksplorasi peluang-peluang karier,


mengeksplorasi latihan-latihan kerja, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang

positif; dan (3) sosial-pribadi, meliputi: pengembangan konsep diri yang positif dan

pengembangan keterampilan sosial yang efektif.

4. Dukungan Sistem

Ketiga komponen di atas merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli

secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan

manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan

pengembangan kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak

langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan

konseli.

Program ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memperlancar penyelenggaraan

pelayanan di atas. Sedangkan bagi personil pendidikan lainnya adalah untuk memperlancar

penyelenggaraan program pendidikan di sekolah. Dukungan sistem meliputi aspek-aspek: (a)

pengembangan jejaring (networking); (b) kegiatan manajemen; dan (c) riset dan

pengembangan.

a. Pengembangan Jejaring (networking)

Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi: (a) konsultasi dengan

guru-guru; (b) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat; (c)

berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah; (d)

bekerjasama dengan personel sekolah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah

yang kondusif bagi perkembangan konseli; (e) melakukan penelitian tentang masalah-

masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling; dan (f) melakukan kerjasama

atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.

b. Kegiatan Manajemen

Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan


meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan: (a)

pengembangan program, (b) pengembangan staff; (c) pemanfaatan sumber daya; dan (d)

pengembangan penataan kebijakan.

c. Pengembangan Profesionalitas

Konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan

keterampilannya melalui: (1) inservice training; (2) aktif dalam organisasi profesi; (3) aktif

dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar, workshop, atau (3) melanjutkan studi ke

program yang lebih tinggi (pascasarjana).

d. Pemberian konsultasi dan berkolaborasi

Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf sekolah

lainnya, dan pihak institusi di luar sekolah untuk memperoleh informasi, dan umpan balik

tentang pelayanan bantuan yang telah diberikannya kepada para konseli, menciptakan

lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan konseli, melakukan referal, serta

meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi ini

berkaitan dengan upaya sekolah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat

yang dipandang relevan dengan upaya peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling.

Pihak-pihak terkait, seperti: (1) instansi pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi

seperti ABKIN, (4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait seperti psikolog, psikiater,

dokter, dan orang tua konseli, (5) MGP, dan (6) Depnaker.

e. Manajemen Program

Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan

tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti

dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.

f. Riset dan Pengembangan

Kegiatan riset dan pengembangan merupakan aktivitas konselor yang berhubungan dengan
pengembangan profesional secara berkelanjutan, meliputi: (a) merancang, melaksanakan dan

memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling untuk meningkatkan koalitas

layanan bimbingan dan konseling, sebagai sumber data bagi kepentingan kebijakan sekolah

dan implementasi proses pembelajaran, serta pengembangan program bagi peningkatan unjuk

kerja profesional konselor; (2) merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas

pengembangan diri konselor profesional sesuai dengan standar kompetensi konselor; (3)

mengembangkan kesadaran komitmen terhadap etika profesional; dan (4) berperan aktif di

dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan

khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya

(Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994). Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah

sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan

program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan

kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru,

agar anak-anak berhasil (Stainback,1980)

Berdasarkan batasan tersebut pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan

pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak

sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat

penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan atau akses yang seluas-

luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan

kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi.

Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik

dari segi kurikulum, sarana parasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang

disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Untuk itu proses identifikasi dan

asesmen yang akurat perlu dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan/atau profesional di
bidangnya untuk dapat menyusun program pendidikan yang sesuai dan obyektif.

Nyatanya upaya pengembangan potensi anak berkebutuhan khusus melalui layanan

pendidikan di sekolah inklusi tidak cukup melalui instructional approach. Hal tersebut proses

perkembangan anak berkebutuhan khusus untuk menjadi (on becomening), relatif dihadapkan

pada hambatan (barrier of development), baik yang bersumber dari dalam diri individu anak

berkebutuhan khusus, maupun bersumber dari lingkungan perkembangannya. Kenyataan

inilah yang memberikan landasan empirik akan pentingnya layanan bimbingan dan konseling

bagi anak berkebutuhan khusus.

Layanan bimbingan konseling bagi anak luar biasa memiliki beberapa dasar yaitu: (1) dasar

historis; (2) dasar yuridis; (3) dasar psikologis-pedagogis; dan (4) dasar sosiologis (Agus

Irawan S., 2005: 4).

a. Dasar Historis

Proses pembelajaran di sekolah, awalnya tidak terlepas dari layanan bimbingan konseling,

mengingat proses pengembangan potensi siswa, membutuhkan intervensi pendidikan secara

terpadu, antara Instructional Approach dan Psycho-educational Approach. Misalnya, layanan

pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di beberapa negara, tidak terlepas dari layanan

bimbingan konseling (Neely, Margery, 1982).

b. Dasar Yuridis

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ps. 5 ayat (1) ‘Setiap warga

negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu’. Ayat (2):

Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial

berhak memperoleh pendidikan khusus. Ayat Ayat (4) ‘Warga negara yang memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus’. Pasal 11 ayat (1) dan

(2) ‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta

menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi’. ‘Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna

terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima

belas tahun’. Pasal 12 ayat (1) ‘Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak

mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Dalam

penjelasan Pasal 15 alinea terakhir dijelaskan bahwa ‘Pendidikan khusus merupakan

penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang

memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan

pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah’. Pasal 45 ayat (1) ‘Setiap

satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi

keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik,

kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik’.

Bimbingan dan konseling dalam rangka menemukan pribadi, mengandung makna bahwa

guru kelas dalam kaitannya dengan pelaksanaan bimbingan diharapkan mampu memberikan

bantuan kepada siswa dan pihak-pihak yang dekat dengan siswa, seperti orang tua/wali siswa

agar dengan keinginan dan kemampuannya dapat mengenal kekuatan dan kelemahan yang

dimiliki siswa serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan

diri lebih lanjut. Proses pengenalan diri harus ditindaklanjuti dengan proses penerimaan.

Tanpa diimbangi dengan suatu bentuk penerimaan, siswa dan pihak-pihak yang dekat

dengannya, akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan kekuatan dan kelemahannya

tersebut menjadi lebih baik. Sebagai contoh, jika siswa memiliki kelemahan dari sisi postur

badan (terlalu pendek atau terlalu tinggi), dan siswa yang bersangkutan atau pihak-pihak

terdekat tidak dapat menerima hal itu sebagai suatu kenyataan, maka program pengembangan

yang disarankan tidak akan berjalan dengan baik.

Dari paparan di atas, maka layanan bimbingan di sekolah bertujuan untuk mengembangkan

potensi diri peserta didik secara utuh dan komprehensif, sehingga pada akhirnya peserta didik
memiliki kemandirian dalam sikap dan perbuatan dengan penuh tanggungjawab. Secara

spesifik anak luar biasa memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya untuk

memperoleh layanan pendidikan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan perkembangan

diri anak luar biasa.

c. Dasar Psikologis-Pedagois

Dalam diri siswa terdapat sejumlah potensi yang membutuhkan stimulasi dari lingkungan

melalui sentuhan-sentuhan Psycho-educational. Dalam teori perkembangan dikatakan bahwa

perkembangan individu dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor bawaan seperti

kapasitas intelegensi, bakat, minat, dan faktor lingkungan yaitu intervensi pendidikan.

Kaitanya dengan pengembangan potensi yang dimiliki anak luar biasa, maka layanan

bimbingan konseling sebagai salah satu wujud intervensi pendidikan, memiliki peranan yang

sangat diperlukan sama halnya dengan proses pembelajaran di dalam kelas.

d. Dasar Sosiologis

Pendidikan sebagai upaya mempersiapkan peserta didik yang memiliki kompetensi

melaksanakan peran-peran sosialnya (social roles), maka dalam prosesnya membutuhkan

sentuhan-sentuhan psycho-educational yang terwujud dalam layanan bimbingan konseling.

Misalnya, proses pembentukan konsep diri sebagai syarat psikologis anak luar biasa untuk

hidup mandiri dan bergabung dengan masyarakat luas, dalam prakteknya tidak cukup melalui

proses pembelajaran mata pelajaran di dalam kelas, akan tetapi membutuhkan sentuhan-

sentuhan psikologis yang terwujud dalam layanan bimbingan konseling.

Kenyataan inilah semakin memperkuat landasan pentingnya layanan bimbingan dan

konseling bagi anak berkebutuhan khusus. Secara konseptual, jelaslah bahwa dalam konteks

layanan bimbingan dan konseling telah banyak beberapa hasil penelitian dari mahasiswa

pascasarjana program studi bimbingan dan konseling, khususnya konsentrasi bimbingan dan

konseling bagi anak berkebutuhan khusus. Hasil-hasil penelitian tersebut, telah memberikan
landasan konseptual-operasional yang dapat dijadikan rujukan dalam memformulasikan

layanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus.

Berangkat dari beberapa landasan perlunya layanan bimbingan dan konseling bagi anak

berkebutuhan khusus, di akhir pembahasan dalam makalah ini disajikan sebuah kerangka

pemikiran dalam memformulasikan layanan bimbingan dan konseling bagi anak

berkebutuhan khusus — dalam contoh ini kasus pada anak tunanetra — di sekolah inklusi,

sebagai berikut.

Gambar 1

Framework Layanan Bimbingan dan Konseling bagi ABK di Sekolah Inklusi

Berbasis Comprehensive Approach

Hakikat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling

1. Konteks Tugas Konselor

Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan formal telah dipetakan secara

tepat dalam Kurikulum 1975, meskipun ketika itu masih dinamakan pelayanan Bimbingan

dan Penyuluhan, yang diposisikan sejajar dengan pelayanan Manajemen Pendidikan, dan

pelayanan di bidang pembelajaran yang dibingkai dalam Kurikulum, sebagaimana tampak

pada Gambar 1.1

Akan tetapi, dalam Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi, pelayanan Bimbingan dan

Konseling diletakkan sebagai bagian dari kurikulum yang isinya dipilah menjadi (a)

kelompok mata pelajaran, (b) muatan lokal, dan (c) Materi Pengembangan Diri, yang harus

disampaikan oleh Konselor kepada peserta didik, sebagaimana dapat dilukiskan seperti

Gambar 1.2

Haruslah dihindari dampak yang membawa Konselor yang tidak menggunakan materi

pelajaran sebagai konteks layanan, ke dalam wilayah pelayanan Guru yang menggunakan
mata pelajaran sebagai konteks pelayanan.

Dengan kata lain, sesungguhnya penanganan pengembangan diri lebih banyak terkait dengan

wilayah pelayanan guru, khususnya melalui pengacaraan berbagai dampak pengiring

(nurturant effects) yang relevan, yang dapat dan oleh karena itu perlu, dirajutkan ke dalam

pembelajaran yang mendidik yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks pelayanan.

Meskipun demikian, Konselor memang juga diharapkan untuk berperan serta dalam bingkai

pelayanan yang komplementer dengan layanan guru, bahu-membahu dengan Guru termasuk

dalam pengelolaan kegiatan ekstra kurikuler. Persamaan, keunikan, dan keterkaitan antara

wilayah layanan, konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru dengan wilayah pelayanan,

konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dapat digambarkan seperti tampak pada

Gambar 1.3, di mana Materi Pengembangan Diri berada dan merupakan wilayah

komplementer antara guru dan konselor.

2. Urgensi Bimbingan dan Konseling

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan

semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau

ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi

peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas

perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).

Peserta didik sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau

menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk

mencapai kematangan tersebut, peserta didik memerlukan bimbingan karena mereka masih

kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga

pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Di samping itu terdapat suatu

keniscayaan bahwa proses perkembangan peserta didik tidak selalu berlangsung secara

mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu
berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang

dianut.

Perkembangan peserta didik tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun

sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam

lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila

perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan

melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku peserta didik, seperti terjadinya stagnasi

(kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku.

Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan

perkembangan tersebut, di antaranya : pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat,

pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi

informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari

agraris ke industri.

Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi di

televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obatobat

terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan

dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup peserta

didik (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral

(akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum

minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat

Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan

pergaulan bebas (free sex).

Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai

dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan

pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu : (1) beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4)

memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri,

serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut

mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan

untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian

tujuan pendidikan tersebut.

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan,

adalah mengembangkan potensi peserta didik dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan

terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah

garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data

tentang perkembangan peserta didik beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan

tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan,

bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang

hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang

bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan peserta didik yang pintar dan terampil

dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek

kepribadian.

Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu

dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor,

kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan

dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan

dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pepepelayanani

bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas

perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah peserta didik.


Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai

peserta didik, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar

(standard based guidance and counseling).

Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para

personal Sekolah/Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf

administrasi), orang tua peserta didik, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti instansi

pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan

proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para

peserta didik agar dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh,

baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.

Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah

diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi peserta didik, yang

meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi

peserta didik sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis,

sosial, dan spiritual).

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar peserta didik dapat : (1) merencanakan kegiatan

penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang; (2)

mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3)

menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan

kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian

dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk : (1)

mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya, (2)

mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3) mengenal dan
menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4)

memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan kemampuannya untuk

kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan

diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala

potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal. Secara khusus bimbingan dan

konseling bertujuan untuk membantu peserta didik atau peserta didik agar dapat mencapai

tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan

karir.

a. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial peserta didik

adalah sebagai berikut :

1) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan

2) ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi,

3) keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun

masyarakat pada umumnya.

4) Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan

memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.

5) Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang

menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu

meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.

6) Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang

terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.

7) Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

8) Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.

9) Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak

melecehkan martabat atau harga dirinya.


10) Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas

atau kewajibannya.

11) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam

bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.

12) Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal

(dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.

13) Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

b. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah

sebagai berikut :

1) Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai

hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.

2) Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku,

disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti

semua kegiatan belajar yang diprogramkan.

3) Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.

4) Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca

buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.

5) Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti

membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam

pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka

mengembangkan wawasan yang lebih luas.

6) Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

c. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah sebagai berikut :

1) Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan

pekerjaan.
2) Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang

kematangan kompetensi karir.

3) Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang

pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan

norma agama.

4) Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan

persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya

masa depan.

5) Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri

pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan,

prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.

6) Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara

rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi

kehidupan sosial ekonomi.

7) Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang

peserta didik bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan

dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.

8) Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam

suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh karena itu,

maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa

dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.

9) Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.

4. Fungsi Bimbingan dan Konseling

a. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu peserta didik (peserta didik)

agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan,


pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, peserta didik diharapkan mampu

mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan

lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

b. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa

mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya,

supaya tidak dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan

kepada peserta didik tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang

membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi,

informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada

para peserta didik dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan,

diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out,

dan pergaulan bebas (free sex).

c. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-

fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang

kondusif, yang memfasilitasi perkembangan peserta didik. Konselor dan personel

Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama

merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan

berkesinambungan dalam upaya membantu peserta didik mencapai tugas-tugas

perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan

informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan

karyawisata.

d. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan

erat dengan upaya pemberian bantuan kepada peserta didik yang telah mengalami masalah,

baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan

adalah konseling, dan remedial teaching.


e. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu peserta didik memilih

kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir

atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.

Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di

dalam maupun di luar lembaga pendidikan.

f. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala

Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan

terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik (peserta

didik). Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai peserta didik,

pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan peserta didik secara

tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan

proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan

kecepatan peserta didik.

g. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu peserta didik agar dapat

menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

5. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi

pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang

kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di

Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah sebagai

berikut :

a. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua peserta didik). Prinsip ini berarti

bahwa bimbingan diberikan kepada semua peserta didik atau peserta didik, baik yang tidak

bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja,

maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat
preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik

kelompok dari pada perseorangan (individual).

b. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap peserta didik bersifat unik

(berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan peserta didik dibantu untuk

memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang

menjadi fokus sasaran bantuan adalah peserta didik, meskipun pelayanan bimbingannya

menggunakan teknik kelompok.

c. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada peserta didik yang

memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai

satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan

sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena

bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri,

memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.

d. Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau

tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai

dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.

e. Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling.

Bimbingan diarahkan untuk membantu peserta didik agar dapat melakukan pilihan dan

mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan

nasihat kepada peserta didik, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil

keputusan. Kehidupan peserta didik diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi

peserta didik untuk mempertimbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan

melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat

bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama

bimbingan adalah mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan


masalahnya dan mengambil keputusan.

f. Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai setting kehidupan. Pemberian

pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di

lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembagalembaga pemerintah/swasta, dan

masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu

meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

6. Asas Bimbingan dan Konseling

Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh

diwujudkannya asas-asas berikut :

a. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya

segenap data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan,

yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam

hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan

keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.

b. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya

kesukaan dan kerelaan peserta didik (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang

diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan

mengembangkan kesukarelaan tersebut.

c. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta

didik (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-

pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima

berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal

ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (konseli).

Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya

kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar peserta
didik dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahuu harus bersikap terbuka dan tidak

berpura-pura.

d. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik

(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam

penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu

mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan

konseling yang diperuntukan baginya.

e. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum

bimbingan dan konseling, yakni: peserta didik (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan

dan konseling diharapkan menjadi peserta didik-peserta didik yang mandiri dengan ciri-ciri

mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan,

mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu

mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi

berkembangnya kemandirian peserta didik.

f. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran

pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (konseli) dalam

kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan masa depan atau kondisi masa

lampau pun dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang

diperbuat sekarang.

g. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi

pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak

maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan

tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.

h. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai

pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja

sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan

pepelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap

pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

i. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap

pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh

bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan

peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan

atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan

pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh,

pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan

kemampuan peserta didik (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan

norma tersebut.

j. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan

kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidahkaidah profesional.

Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah

tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru

pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan

dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.

k. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar

pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling

secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli) mengalihtangankan

permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih

tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain; dan demikian pula guru

pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-
lain.

7. Pelayanan Bimbingan Konseling di Berbagai Jenjang Pendidikan

Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan formal, namun perbedaan rentang usia

peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan layanan Bimbingan dan

Konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan, namun batas ragam kebutuhan

antara jenjang yang satu dengan jenjang yang lain tidak terbedakan sangat tajam yang

tergambar sebagai gair. Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih

merupakan suatu wilayah.

Di pihak lain, perbedaan yang lebih signifikan, juga nampak pada pada sisi pengaturan

birokratik, seperti misalnya di Taman Kanak-kanak sebahagian besar tugas Konselor

ditangani langsung oleh Guru Kelas Taman Kanak-kanak. Sedangkan di jenjang Sekolah

Dasar, meskipun memang ada permasalahan yang memerlukan penanganan oleh Konselor,

namun cakupan pelayanannya belum menjustifikasi untuk ditempatkannya posisi struktural

Konselor di tiap Sekolah Dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang Sekolah Menengah.

Berikut ini, digambarkan secara umum perbedaan ciri khas ekspektasi kinerja Konselor di

tiap jenjang pendidikan.

a. Jenjang Taman Kanak-kanak

Di jenjang Taman Kanak-kanak di tanah air tidak ditemukan posisi struktural bagi Konselor.

Pada jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan developmental.

Secara programatik, komponen kurikulum bimbingan dan konseling yang perlu

dikembangkan oleh konselor jenjang Taman Kanak-kanak membutuhkan alokasi waktu yang

lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh siswa pada jenjang pendidikan yang

lebih tinggi. Sebaliknya, pada jenjang TK komponen individual student planning (yang terdiri

dari : pelayanan appraisal, advicement, transition planning) dan responsive services (yang

berupa pelayanan konseling dan konsultasi) memerlukan alokasi waktu yang lebih kecil.
Kegiatan konselor di jenjang Taman Kanak-kanak dalam komponen responsive services,

dilaksanakan terutama untuk memberikan pelayanan konsultasi kepada guru dan orang tua

dalam mengatasi perilaku-perilaku disruptive siswa Taman Kanak-kanak.

b. Jenjang Sekolah Dasar

Sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar pun juga tidak ditemukan posisi struktural untuk

Konselor. Namun demikian, sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik usia Sekolah

Dasar, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak ada, meskipun tentu saja berbeda dari

ekspektasi kinerja Konselor di jenjang Sekolah Menengah dan jenjang perguruan tinggi.

Dengan kata lain, konselor juga dapat berperan serta secara produktif di jenjang Sekolah

Dasar, bukan dengan memosisikan dari sebagai fasilitator pengembangan diri peserta didik

yang tidak jelas posisinya, melainkan mungkin dengan memosisikan diri sebagai Konselor

Kunjung yang membantu guru Sekolah Dasar mengatasi perilaku mengganggu (disruptive

behavior), antara lain dengan pendekatan Direct Behavioral Consultation.

c. Jenjang Sekolah Menengah

Secara hukum, posisi konselor di tingkat sekolah menengah telah ada sejak tahun 1975, yaitu

sejak diberlakukannya Kurikulum Bimbingan dan Konseling. Dalam sistem pendidikan di

Indonesia konselor di sekolah menengah mendapat tempat yang cukup leluasa. Peran

konselor, sebagai salah satu komponen student support services, adalah men-support

perkembangan aspek-aspek pribadi-sosial, karier, dan akademik siswa, melalui

pengembangan menu program bimbingan dan konseling, pembantuan kepada siswa dalam

individual student planning, pemberian layanan responsive, serta pengembangan system

support. Pada jenjang ini, konselor menjalankan semua fungsi bimbingan dan konseling, yang

meliputi fungsi preventif, developmental, maupun fungsi kuratif.

d. Jenjang Perguruan Tinggi

Meskipun secara struktural posisi konselor perguruan tinggi belum tercantum dalam sistem
pendidikan di tanah air, namun bimbingan dan konseling dalam rangka men-support

perkembangan personal, sosial, akademik, dan karier mahasiswa dibutuhkan. Sama dengan

konselor pada jenjang pendidikan TK, SD, dan SM; konselor perguruan tinggi juga harus

mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum bimbingan dan konseling, individual

student planning, dan responsive services, serta system support. Namun, alokasi waktu yang

digunakan konselor perguruan tinggi lebih banyak pada pemberian bantuan dalam individual

student career planning dan penyelenggaraan responsive services.

http://alhifnie.wordpress.com/2012/05/22/materi-kuliah-profesi-kependidikan/

ILMU PENDIDIKAN

Sabtu, 14 April 2012

Prinsip BK

A. Latar Belakang Masalah.

Manusia adalah mahluk filosofis, artinya manusia mepunyai pengetahuan dan

berpikir, manusia juga memiliki sifat yang unik, berbeda dengan mahluk lain dalam

pekembanganya. Implikasi dari keragaman ini ialah bahwa individu memiliki kebebasan dan

kemerdekaan untuk memilih dan megembangkan diri sesuai dengan keunikan atau tiap –

tiap potensi tanpa menimbulkan konflik dengan lingkungannya. Dari sisi keunikan dan
keragaman idividu, maka diperlukanlah bimbingan untuk membantu setiap individu

mencapai perkembangan yang sehat didalam lingkungannya.1[1]

Pada dasarnya bimbingan dan konseling juga merupakan upaya bantuan untuk

menunjukan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun idividu

sesuai dengan hakekat kemanusiannya dengan berbagai potensi, kelebihan dan kekurangan,

kelemahan serta permaslahannya.

Adapun dalam dunia pendidikan, bimbingan dan konseling juga sangat diperlukan

karena dengan adanya bimbingan dan konseling dapat mengantarkan peserta didik pada

pencapai Standar dan kemampuan profesional dan Akademis, serta perkembangan dini

yang sehat dan produktif. Di dalam bimbingan dan konseling selain ada pelayanan juga ada

Prinsip – prinsipnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu prinsip?

2. Apa pengertian Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling?

3. Apa sajakah macam-macam prinsip Bimbingan Konseling?

C. Pembahasan.

1. Pengertian prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

1[1] Nurihsan Juntika. 2006. Bimbingan dan Koseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. PT
RFIKA ADITAMA : Bandung
Prinsip yang berasal dari asal kata ” PRINSIPRA” yang artinya permulan dengan suatu

cara tertentu melahirkan hal –hal lain , yang keberadaanya tergantung dari pemula itu,

prisip ini merupakam hasil perpaduan antara kajian teoritik dan teori lapangan yang terarah

yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan yang dimaksudkan.2[2]

Prinsip bimbingan dan Konseling menguraikan tentang pokok – pokok dasar

pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus di

ikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat juga dijadikan sebagai

seperangkat landassan praktis atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan

program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Prayitno mengatakan : ” Bahwa prinsip merupakan hasil kajian teoritik dan telaah

lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan” jadi

dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip – prinsip bimbingan dan konseling

merupakan pemaduan hasil – hasil teori dan praktek yang dirumuskan dan dijadikan

pedoman sekaligus dasar bagi peyelenggaran pelayanan.3[3]

2. Macam – macam prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, prinsip yang digunakan bersumber dari

kajian filosofis hasil dari penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia,

perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budaya, pegertian, tujuan,

fungsi, dan proseses, penyelenggaraan bimbingan dan konseling.

2[2] Hallen, 2002. Bimbingan dan Konseling. Liputan Press : Jakarta

3[3] Prayitno dan Erman Amfi. 1995. Dasar-dasar Bimbingan Konseling. Reneka Cipta :
Jakarta
Ada beberapa prinsip pelaksanaan bimbingan dan konseling diantaranya :

a. Bimbingan diperuntukkan bagi semua individu (guidance is for all individuals).

Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua individu atau peserta

didik, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik pria maupun

wanita, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang

digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada

penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada

perseorangan (individual).

b. Bimbingan bersifat individualisasi. Setiap individu bersifat unik (berbeda satu sama

lainnya), dan melalui bimbingan individu dibantu untuk memaksimalkan

perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi

focus sasaran bantuan adalah individu, meskipun layanan bimbingannya

menggunakan teknik kelompok.

c. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada individu yang

memiliki persepsi yang negative terhadap bimbingan, karena bimbingan

dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan

pandangan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan

merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri,

memberikan dorongan , dan peluang untuk berkembang.

d. Bimbingan merupakan usaha bersama. Bimbingan bukan hanya tugas dan tanggung

jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala sekolah. Mereka sebagi

teamwork terlibat dalam proses bimbingan.


e. Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan. Bimbingan

diarahkan untuk membantu individu agar dapat melakukan pilihan dan dapat

mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan

informasi dan nasihat kepada individu, yang itu semua sangat penting baginya

dalam mengambil keputusan. Kehidupan individu diarahkan oleh tujuannya, dan

bimbingan memfasilitasi individu untuk mempertimbangkan, menyesuaikan diri,

dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Jones

et.al. (1970) berpendapat bahwa kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat

bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan

utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan individu untuk

memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.

f. Bimbingan berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan. Pemberian

layanan bimbingan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan

keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan

masyarakat pada umumnya. Bidang layanan bimbingan pun bersiafat multi aspek,

yaitu meliputi aspek pribadi, social, pendidikan, dan pekerjaan.

Biasco (Syamsu, 1998:10) mengidentifikasi lima prinsip bimbingan, yaitu sebagai

berikut

a. Bimbingan, baik sebagai konsep maupun proses merupakan bagian integral

program pendidikan di sekolah. Oleh karena itu bimbingan dirancang untuk

melayani semua siswa, bukan hanya untuk anak yang berbakat atau yang

mempunyai masalah.
b. Program bimbingan akan berlangsung dengan efektif apabila ada upaya kerjasama

antarpersonal sekolah, juga dibantu oleh personel dari luar sekolah, seperti

orangtua siswa atau para spesialis.

c. Layanan Bimbingan didasarkan kepada asumsi bahwa individu memiliki peluang

yang lebih baik untuk berkembang melalui pemberian bantuan yang terencana.

d. Bimbingan berasumsi bahawa individu, termasuk anak-anak memiliki hak untuk

menentukan sendiri dalam melakukan pilihan. Pengalaman dalam melakukan

pilihan sendiri tersebut berkontribusi kepada perkembangan rasa tanggung

jawabnya.

e. Bimbingan ditujukan kepada perkembangan pribadi setiap siswa, baik menyangkut

aspek akademik, sosial, pribadi, maupun vokasional.

3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan

Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik secara

perorangan maupun kelompok yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah

perkembangan dan perikehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah

sikap dan tingkah lakunya yang dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi

sendiri, serta kondisi lingkungannya, sikap dan tingkah laku dalam perkembangan dan

kehidupannya itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan konseling

sebagai berikut :

BK melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama

dan status sosial ekonomi.


BK berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis.

BK memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap dan berbagai apek perkembangan

individu.

BK memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang menjadi

orientasi pokok pelayanannya.

4. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu

Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah

selalu positif, namun faktor-faktor negatif pasti ada yang berpengaruh dan dapat

menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan

individu yang berupa masalah. Pelayanan BK hanya mampu menangani masalah klien secara

terbatas yang berkenaan dengan :

BK berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental atau

fisik individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah, disekolah serta dalam

kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh

lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.

Kesenjangan sosial, ekonomi dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya

masalah pada invidu yang kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan

BK.

5. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan


Adapun prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelayanan layanan BK itu adalah

sebgaai berikut :

BK merupakan bagian integrasi dari proses pendidikan dan pengembangan, oleh

karena itu BK harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan

serta pengembangan peserta didik.

Program BK harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat

dan kondisi lembaga.

Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang

pendidikan terendah sampai tertinggi.

5. Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan

Pelaksanaan pelayanan BK baik yang bersifat insidental maupun terprogram, dimulai

dengan pemahaman tentang tujuan layanan, dan tujuan ini akan diwujudkan melalui proses

tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu konselor profesional.

Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal tersebut adalah :

BK harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu

membimbing diri sendiri dalm menghadapi permasalahannya.

Dalam proses BK keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu

hendaknya atas kemauan individu itu sendiri bukan karena kemauan atau

desakan dari pihak lain.


Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang

relevan dengan permasalahan yang dihadapi.

Kerja sama antara guru pembimbing, guru-guru lain dan orang tua anak, amat

menentukan hasil pelayanan bimbingan.

Pengembangan program pelayanan BK ditempuh melalui pemanfaatan yang

maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat

dalam proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu

sendiri.4[4]

6. Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling disekolah dalam lapangan operasional bimbingan

dan konseling.

Sekolah merupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah

pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan

amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur, sekolah

memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi.

Pelayanan BK secara resmi memang ada disekolah, tetapi keberadaannya belum seperti

yang dikehendaki.

D. Kesimpulan

Prinsip-prinsip BK merupakan pemanduan hasil-hasil teori dan praktek yang

dirumuskan dan dijadikan pedoman dan dasar bagi penyelenggaraan pelayanan.

4[4] Hallen, 2002. Bimbingan dan Konseling. Liputan Press : Jakarta


1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan :

a. Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur jenis

kelamin, suku, agama dan status sosial ekonomi.

b. Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu dan

memperhatikan tahap-tahap atau berbagai aspek perkembangan individu, serta

memberikan perhatian utama kepada perbedaan invidual yang menjadi orientasi

pokok pelayanan.

2. Prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu

Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh

kondisi mental atau fisus individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah maupun disekolah,

dan yang menjadi faktor timbulnya masalah pada individu adalah kesenjangan sosial,

ekonomi dan kebudayaan.

3. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan

a. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan

pengembangan individu;

b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dngan kebutuhan

individu, masyarakat dan kondisi lembaga serta disusun secara berkelanjutan dari

jenjang pendidikan terendah sampai tertinggi.

4. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan pelaksanaan pelayanan


a. Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan invidu sehingga

keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan

individu itu sendiri.

b. Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan

dengan permasalahan yang dihadapi.

5. Prinsip bimbingan dan konseling disekolah

Prinsip BK disekolah menegaskan bahwa penegakan dan penumbuh kembangan

pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah hanya mungkin dilakukan oleh konselor

profesional yang sadar akan profesinya, dan mampu menerjemahkan ke dalam program dan

hubungan dengan sejawat dan personal sekolah lainnya, memiliki komitmen dan

keterampilan untuk membantu siswa dengan segenap variasinya disekolah, dan mampu

bekerja sama serta membina hubungan yang harmonis-dinamis dengan kepala sekolah.

Daftar Pustaka.

Hallen, 2002. Bimbingan dan Konseling. Liputan Press : Jakarta

Nurihsan Juntika. 2006. Bimbingan dan Koseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. PT RFIKA

ADITAMA : Bandung

Prayitno dan Erman Amfi. 1995. Dasar-dasar Bimbingan Konseling. Reneka Cipta : Jakarta

Syamsu Yusuf dan Nurihsan Juntika. 2009. Landasan Bimbingan dan Konseling. PT Remaja

Rosdakarya : Bandung
http://ipankreview.wordpress.com/2009/03/15/fungsi-dan-prinsip-bimbingan-konseling-

bk/feed/ di akses tanggal, 07 oktober 2011, jam 11.00

Diposkan oleh M.iqbal ali faui di 14.05

Reaksi:

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

Share ItDaily Calendar

Mengenai Saya
M.iqbal ali faui

kebumen, jawa tengah, Indonesia

Lihat profil lengkapku

Total Tayangan Laman

5,401

Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.

http://ozays.blogspot.com/2012/04/prinsip-bk.html

PPGT PGSD UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Senin, 14 Oktober 2013

Makalah Tujuan, Asas-asas, Fungsi, Prinsip-prinsip dan Orientasi Bimbingan

dan Konseling

Tujuan, Asas-asas, Fungsi, Prinsip-prinsip dan Orientasi

Bimbingan dan Konseling


MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling

Dosen Pengampu : Kurniana Bektiningsih

Oleh :

Petrus Wempi Palla 1401511005

Sisilia Kasi 1401511017

Desi R. Fanggi 1401511018

Mauliza 1401511021

Lusiani R. P. Kewas 1401511026

Indra Wahyu Pratama 1401511029

Satriana I. Kapitarauw 1401511030

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PPGT)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2012

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas bimbingan

dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Bimbingan Konseling yang

berjudul ‘Tujuan, Asas-asas, Fungsi, Prinsip-prinsip dan Orintasi Bimbingan dan

Konseling’ dengan baik.

Penulis juga tidak lupa berterimakasih kepada Ibu Kurniana Bektiningsih sebagai dosen

pengampuh mata kuliah Kuliah Bimbingan Konseling dan juga semua pihak yang terlibat

dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh

dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Besar harapan penulis, semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kepentingan semua pihak yang membaca makalah ini.

Semarang, 2012

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai salah satu lembaga pendidikan, sekolah membutuhkan pelayanan BK dalam

penyelenggaraan dan peningkatan kondisi kehidupan di sekolah demi tercapainya tujuan

pendidikan yang berjalan seiring dengan visi profesi konseling yaitu: terwujudnya kehidupan

kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam

memberikan dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar individu berkembang

secara optimal, mandiri dan bahagia.

Namun untuk mencapai tujuan tersebut Konselor haruslah memenuhi Asas dan Prinsip-prisip

Bimbingan dan Konseling. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar

pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya

akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau

mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. Begitu pula dengan

prinsip-prinsip bimbingan dan konseling tidak bisa diabaikan begitu saja, karena prinsip

bimbingan dan konseling menguraikan tentang pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan

pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus di ikuti dalam pelaksanaan

program pelayanan bimbingan. Dan dapat juga dijadikan sebagai seperangkat landasan

praktis atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan

dan konseling di sekolah.


B. Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menjadi tujuan bimbingan dan konseling?

2. Asas-asas apa saja yang terdapat dalam bimbingan dan konseling?

3. Apa saja yang fungsi bimbingan dan konseling?

4. Apa saja prinsip-prinsip dalam bimbingan dan konseling?

5. Bagaimana orientasi bimbingan dan konseling?

C. Tujuan

1. Dapat menjelaskan tujuan bimbingan dan konseling

2. Dapat menjelaskan asas-asas bimbingan dan konseling

3. Dapat menjelaskan fungsi bimbingan dan konseling

4. Dapat menjelaskan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling

5. Dapat menjelaskan orientasi bimbingan dan konselin

BAB II

PEMBAHASAN
A. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan yang sangat erat dimana keduanya

memiliki tujuan untuk memperjelas arah atau sasaran yang hendak dicapainya.Adapun secara

garis besar, bimbingan dan konseling memiliki tujuan, yaitu :

1. Tujuan umum

Sejalan dengan perkembangan konsepsi bimbingan dan konseling,maka tujuan

bimbingan dan konseling senantiasa mengalami perubahan,dari yang sederhana

sampai ke yang lebih komperehesif. Secara umum, bimbingan dan konseling

bertujuan untuk individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan

tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya seperti kemampuan dasar

dan bakat – bakatnya, berbagai latar belakang yang ada (latar belakang keluarga,

pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif

lingkungannya. Dengan kata lain, bimbingan dan konseling bertujuan membantu

peserta didik agar memiliki kompetensi mengembangkan potensi dirinya

seoptimal mungkin atau mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam tugas-

tugas perkembangan yang harus dikuasainya sebaik mungkin. Di sisi

lain, menurut Prayitno (1999:16) tujuan umum bimbingan dan konseling

dilakukan dalam rangka pengembangan keempat dimensi kemanusiaan individu.

Dimensi ini dimaksudkan sebagai sesuatu yang secara hakiki pada manusia di satu

segi dan di segi lain sebagai sesuatu yang dapat dikembangkan. Dimensi tersebut

antara lain :
a. Dimensi keindividualan (individualitas)

Dimensi ini memungkinkan seseorang mengembangkan potensi yang ada pada

dirinya secara optimal yang mengarah pada aspek – aspek kehidupan yang

positif. Bakat ,minat,kemampuan dan berbagai kemungkinan yang termuat

dalam aspek-aspek mental-fisik dan biologis berkembang dalam rangka

dimensi individual itu.Dengan perkembangan dimensi ini membawa seseorag

menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri,

dengan aku yang teguh, positif, produktif, dan dinamis.

b. Dimensi kesosialan (sosialitas)

Dimensi ini memungkinkan seseorang mampu berinteraksi, berkomunikasi,

bergaul, bekerja sama, dan hidup bersama dengan orang lain. Hal ini terjadi

karena manusia sebagai makhluk sosial yang harus mampu untuk berinteraksi

dan berkomunikasi dengan orang lain untuk mempertahankan hidupnya.

Dimensi individual dan sosial saling berinteraksi dan keduanya saling

bertumbuh kembang,saling mengisi dan menemukan makna yang

sesungguhnya.

c. Dimensi kesusilaan (moral)

Dimensi ini memberikan warna moral terhadap perkembangan dimensi

pertama dan kedua. Norma, etika, dan berbagai ketentuan yang berlaku

mengatur bagaimana kebersamaan antar individu seharusnya

dilaksanakan. Dimensi kesusilaan ini memiliki peranan penting karena

dengan dimensi ini menjadi pemersatu antara keindividualan dan kesusilaan

dalam satu kesatuan yang penuh makna Hidup bersama orang lain baik dalam
rangka memperkembangkan dimensi keindividual dan dimensi sosial tidak

dapat dilakukan seadanya saja,tetapi perlu dilakukan secara terarah. Hidup

bersama orang lain perlu diselenggarakan sedemikian rupa ,sehingga semua

orang yang ada di dalamnya memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya,demi

kehidupan bersama. Dimensi kesusilaan dapat menjadi pemersatu,sehingga

keindividualan dan kesosialan dapat bertemu dalam satu kesatuan yang penuh

makna.Tanpa adanya dimensi ini, maka berkembangnya dimensi

kendividualan dan kesusilaan akan tidak serasi, bahkan yang satu akan

cenderung menyalahkan yang lain. Dengan dimensi ini memungkinkan

manusia dapat menjalani kehidupan dengan sangat layak dan dapat

mengembangkan ilmu,teknologi dan seni.

d. Dimensi keberagamaan (religiusitas)

Kehidupan manusia yang selengkapnya yaitu yang menjangkau baik itu

kehidupan di duniawi maupun kehidupan di akhirat akan tercapai jika ketiga

dimensi tersebut dilengkapi dengan dimensi keempat. Dimensi ini lebih

menitikberatkan pada hubungan diri manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Di mana manusia tidak terpukau dan terpaku pada kehidupan di dunia saja,

melainkan mengaitkan secara serasi, selaras, dan seimbang antara kehidupan

dunia dan akhirat

Dengan proses konseling,klien dapat :

 Mendapat dukungan selagi klien memadukan segenap kekuatan dan

kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.


 Memperoleh wawasan baru yang lebih segar tentang berbagai

alternatif,pandangan dan pemahaman-pemahaman serta keterampilan-

keterampilan baru.

 Menghadapi ketakutan-ketakutan sendiri;mencapai kemampuan untuk

mengambil keputusan dan keberanian untuk melaksanakannya;

kemampuan untuk mengambil resiko yang mungkin ada dalam proses

pencapaian tujuan-tujuan yanng dikehendaki.

Tujuan konseling dapat terentang dari sekadar klien mengikuti kemauan-kemauan

konselor sampai pada masalah pengambilan keputusan,pengembangan

kesadaran,pengembangan pribadi penyembuhan dan penerimaan diri sendiri.

Setiap rumusan pokok tujuan mengandung hal pokok sebagai berikut :

Rumusan 1 (Hamin &Clifford,dalam Jones,1951)

Agar individu dapat :

- Membuat pilihan –pilihan

- Membuat penyesuaian-penyesuaian

- Membuat interpretasi-interpretasi.

Rumusan 2 (Broadshow dalam Mc.Daniel,1956)

Memperkuat fungsi-fungsi pendidikan.

Rumusan 3 ( Shoben,dalam Bernard Fullmer,1969)

Rekontruksi budaya sekolah.

Rumusan 4 ( Tiedeman,dalam Bernard&Fullmer,1996)

Membantu orang agar menjadi insan yang berguna.

Rumusan 5 (Colleman,dalam Thomson &Rudolph,1983)

Bimbingan dan konseling bertujuan :

- Memberikan dukungan
- Memberikan wawasan,pandangan,pemahaman,keterampilan dan alternatif

baru

- Mengatasi permasalahan yang dihadapi.

Rumusan 6 (Thompson & Rudolph,1983)

Bimbingan dan konseling bertujuan agar klien :

- Mengikuti kemauan atau saran-saran konselor

- Mengadakan perubahan tingkah laku secara positif

- Melakukan pemecahan masalah

- Melakukan pengambilan keputusan,pengembangan kesadaran dan

pengembangan pribadi

- Mengembangkan penerimaan diri

- Memberikan pengukuhan.

Rumusan 7 (Myers,1992)

Membantu individu untuk mengembangkan dirinya,dalam arti mengadakan

perubahan-perubahan positif pada diri individu terssebut.

2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari bimbingan dan konseling merupakan penjabaran

dari tujuan umum yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang

dialami individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahan

yang dialami. Sebagaimana kita ketahui bahwa individu memiliki karakteristik

yang bersifat unik, sehingga tujuan khusus dari bimbingan dan konseling juga

bersifat unik pula, dimana untuk pencapaian tujuannya disesuaikan dengan

karakteristik masing - masing individu,atau tidak boleh disamakan.

B. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling


Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan prodesional sesuai dengan makna

uraian tentang pemahaman, pelanggaran, dan penyikapan (yang meliputi unsure-unsur

kognisi, afeksi dan perlakuan) konselor terhadap kasus pekerjaan professional itu harus

dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses

dan lain-lainya. Kaidah-kaidah tersebut didasarkan atas tuntutan keilmuan layanan di satu

segi (antara lain bahwa layanan harus didasarkan atas data dan perkembangan klien),dan

tuntutan optimalisasi proses penyelenggaraan layanan di segi lain (yaitu suasana konseling

ditandai oleh adanya kehangatan,pemahaman,penerimaaan,kebebasan dan keterbukaan,serta

sebagai sumber daya yang perlu diaktifkan). Asas bimbingan dan konseling yaituketentuan-

ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraann layanan itu. Apabila asas-asas itu

diselenggarakan dan diikuti dengan baik,maka dapat diharapkan proses pelayanan mengarah

pada pencapaian tujuan yang diharapkan;sebaliknya,apabila asas itu diabaikan atau dilanggar

maka sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan

bimbingan dan konseling,bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat dalam

pelayanan,serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri.

Dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya

selalu mengacu pada asas-asas bimbingan dan konseling. Asas-asas ini dapat diterapkan

yakni asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinan,asas kemandirian,

asas kegiatanasas kedinamisan, asas keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asas alih

tangan, dan asas tutwuri handayani

Untuk mendapatkan wawsan dan pemahaman yang memadai mengenai asas-asas bimbingan

dan konseling diatas dijelaskan sebagai berikut :

1. Asas kerahasiaan
Pelayanan bimbingan dan konseling ada kalanya berhubungan dengan klien yang

mengalami masalah. Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam kegiatan

bimbingan konseling kadang-kadang klient harus menyampaikan hal-hal yuang

sangat pribadi/ rahasia, kepada konselor, oleh karena itu konselor harus menjaga

kerahasiaan data yang diperolehnya dari klientnya. Bagi klien yang bermasalah

dan ingin menyelesaikan masalahnya akan sangat membutuhkan bantuan dari

orang yang dapat memnyimpan kerahasian masalah yang dihadapinya. Oleh

karena itu segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh

disebarluaskan kepad pihak lain.Jika asas ini benar-benar dilaksanakan oleh

konselor, maka konselor akan mendapat kepercayaan dari semua pihak dan

mereka akan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya.

Sebaliknya ,jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan ini dengan

baik,maka hilanglah kepercayaan klien terhadap konselor,sehingga akibatnya

pelayanan bimbingan tidak dapat tempat atau diterima di hati klien dan para calon

klien. Selain itu klien akan takut meminta bantuan pada konselor sebab khwatir

masalah dan diri mereka akan menjadi bahan pembicaraan orang. Sementara itu

ada kemungkinana klien akan menyebarluaskan pengalaman yang yang tidak

menyenangkan ini kepada klien lain. Hal yang demikian dapat berdampak

terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling selanjutnya,dan konselor tidak

dapat dipercaya oleh klien. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa asas

kerahasiaan merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling,dan

harus benar-benar dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.


2. Asas kesukarelaan

Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan,baik

dari pihak konselor maupun klien.Dengan ini keberhasilan pelayanan bimbingan

dan konseling akan tercapai.kesukarelaan itu ada pada konselor maupun pada

klien. Artinya klien secara sukarela tanpa cara terpaksa mau menyampaikan

masalah yang ditanganinya dengan mengungkapkan secara terbuka hal-hal yang

dialaminya,serta mengungkapkan segenap fakta,data dan seluk beluk yang

berkenaan dengan masalah yang dialaminya. Sementara konselor hendaknya dapat

memberikan bantuan dnegan tidak terpaksa,atau dengan kata lain konselor

memberikan bantuan dnegan ikhlas.

3. Asas keterbukaan

Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana

keterbukaan,baik dari pihak konselor maupun klien. Keterbukaan ini bukan hanya

sekadar bersedia menerima saran-saran dari luar, malahan lebih dari

itu,diharapkan masing pihak yang bersangkutan bersedia buka diri untuk

kepentingan masalah.individu yang membutuhkan bimbngan diharapakan dapat

berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri sehingga

dengan keterbukaan ini penelahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan

kelemahan klien dapat dilaksanakan

Keterusterangan si klien akan terjadi jika klien tidak lagi mempersoalkan asas

kerahasiaan dan kesukarelaan maksudnya klien betul- betul mempercyai konselor

dan benar – benar mengharapakan bantuan dari konselornya.


Keterbukaan disisni ditinjau dari 2 arah .dari pihak klien diharapakan pertama-

tama membuka diri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh

orang lain(dalam hal ini orang konselor)dan yang kedua mau membuka diri dalam

arti mau menerima saran dan masukan lainnya dari pihak luar.dari pihak konselor

keterbukaan terwujud dengan kesedian konselor menjawab pertanyaan-

pertanyaan dari klien dan mengunkapkan diri konselor sendiri jika hal itu memang

di kehendaki oleh klien.dalam hubungan suasana seperti itu masing- masing pihak

bersifat transparan(terbuka)terhadap pihak lainya.dengan keterbukaan ini

penelahan masalah serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien

semakin muda dipahami.

4. Asas kekinian

Masalah klien yang ditangani melalui kegiatan dan bimbingan dan konseling

adalah masalah – masalah yang sedang dirasakan,bukan masalah yang pernah

dialami pada masa lampau,dan juga bukan masalah yang mungkin dialami di masa

yang akan datang .apabila ada hal tertentu yang menyangkut masa lampu dan atau

masalah yang akan datang yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan yang

sedang di selenggrakan itu,pembahasan tersebut hanyalah merupakn latar

belakang dan atau latar depan dari maslah yang dihadapi sekarang,sehingga

masalah yang sedang dialami dapat terselesaikan.dalam usaha bersifat

pencegahan,pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu

dilakukan sekarang sehingga kemungkinan yang tidak baik dapat di hindari.


Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh

menundah-nundah pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-

jelas terlihat misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor

hendaklah segera memberi bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda

memberi bantuan dengan berbagai dalih. Konselor harus mendahulukan

kepentingan klien dari pada yang lainnya. Jika konselor benar-benar memiliki

alasan yang kuat untuk tidak memberi bantuannya maka harus dapat

mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk

kepentingan klien.

5. Asas Kemandirian

Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat berdiri

sendiri tidak bergantung pada orang lain atau konselor. Ciri-ciri pokok dari

individu yang setelah dibimbing dan dapat mandiri adalah sebagai berikut:

a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagai mana adanya

b. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis

c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri

d. Mengarahkan diri sendiri sendiri sesuai keputusan itu

e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi,minat,dan

kemampuan yang dimilikinya

Kemandirian dengan ciri-ciri umum diatas haruslah di sesuaikan dengan tingkat

perkembangan dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian

sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling,dan hal
itu didasari baik oleh konselor maupun klien. Dengan demikian,maka para

konselor hendaknya senantiasa berusaha menghidupkan kemandirian pada diri

klien,bukan justru menghidupkan ketergantungan klien pada konselor.

6. Asas kegiatan

Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila

klien tidak melakukan sendiri dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling.

Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan

sendirinya,melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor

hendaknya membangkitkan semangat klien sehingga klien mampu dan mau

melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang

menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.

7. Asas kedinamisan

Upaya pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan

pada diri klien yang dibimbing yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih

baik. Perubahan itu tidak sekedar mengulang hal yang lama yang bersifat

monoton melainkan perubahan yang menuju ke suatu pembaruan,sesuatu yang

lebih maju,dinamis,sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki.

Asas kedinamisan mengacuh pada hal-hal; yang baru yang hendaknya terdapat

pada dan menjadi ciri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasilnya.

8. Asas keterpaduan

Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan sebagai aspek

kepribadian klien. Sebagaimana diketahui klien memiliki berbagai aspek

kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang,serasi dan terpadu justru akan

menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan pada diri klien,juga harus

diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Jangan terjadinya
aspek layanan yang satu dengan aspek layanan yang lainnya menjadi tidak serasi.

Untuk terselenggaranya asas keterpaduan,konselor perlu memiliki wawasan yang

luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien,serta sebagai

sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu

dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya bimbingan

dan konseling.

9. Asas kenormatifan

Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma

yang berlaku,baik ditinjau dari norma agama,adat,hukum atau negara,ilmu,

maupun kebiasaan sehari-hari. Asas ini diterapkan terhadap isi maupun proses

penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai

dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur,tekhnik,dan peralatan

yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan. Ditinjau

dari permasalahan klien,barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan

konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami

masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan pelayanan

bimbingan dan konselinglah tingkah laku yang melanggar norma itu di arahkan

kepada yang lebih bersesuaian dengan norma.

10. Asas Keahlian

Usaha bimbingan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan

sistematik dengan menggunakan prosedur, tekhnik dan alat (instrumentasi

bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat

latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha

pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan

profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik


untuk pekerjaan itu. Asas ini selain mengacu kepada kualifikasi konselor

(misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling ), juga kepada

pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konselor perlu dipadukan. Oleh

karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek

konseling secara baik.

11. Asas Alih Tangan

Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling,asas ini jika konselor sudah

mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namun inidividu

yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan,maka

konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih

ahli. Disamping itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan

konseling hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan

petugas yang bersangkutan, dan setiap masalah yang ditangani oleh ahli yang

berwenang untuk itu. Hal terakhir itu secara langsung mengacu kepada batasan

yang telah diuraikan pada BAB II ,bahwa bimbingan dan konseling hanya

memberikan kepada individu-individu yang pada dasarnya normal (tidak sakit

jasmani maupun rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari

masalah-masalah kriminal maupun perdata.

12. Asas Tutwuri Handayani

Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka

hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih dilingkungan

sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi

dengan “ing ngarso sung tulodo,ing madya mangun karso”. Asas ini menuntut

agar layanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien

mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja ,namun diluar hubungan
proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan

manfaatnya pelayanan bimbingan dan konseling itu.

C. Fungsi dalam bimbingan dan konseling

1. Fungsi pemahaman

Fungsi ini memungkinkan pihak–pihak yang berkepentingan dengan

peningkatan perkembangan dan kehidupan klien (klien, konselor dan orang ketiga)

memahami berbagai hal yang esensial berkenaan dengan perkembangan dan

kehidupan klien. Fokus utama pelayanan bimbingan dan konseling yaitu klien dengan

berbagai permasalahannya dan dengan tujuan konseling. Pemahaman yang sangat

perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang

diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh pihak – pihak lain yang

membantu klien, termasuk juga pemahaman tentang lingkungan diri klien.

a. Pemahaman tentang Klien

Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya pemberian bantuan

terhadap klien. Sebelum seorang konselor atau pihak–pihak lain dapat

memberikan layanan tertentu kepada klien, maka mereka perlu terlebih dahulu

memahami klien yang akan dibantu itu. Materi dalam pemahaman ini dapat

dikelompokkan menjadi berbagai data tentang:

1) Keluarga

2) Kesehatan jasmani

3) Riwayat pendidikan sekolah

4) Pengalaman belajar di sekolah dan di rumah

5) Pergaulan sosial

6) Rencana pendidikan lanjut


7) Kegiatan di luar sekolah

8) Hoby dan kesukaran yang mungkin dihadapi

Pemahaman tentang diri klien, pertama kali perlu dipahami oleh klien sendiri

yang menyangkut kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya. Adapun pihak

lain yang juga perlu memahami diri klien adalah pihak – pihak yang

berkepentingan (guru,orangtua ).Pemahaman pihak lain terhadap klien

dipergunakan oleh konselor secara langsung untuk memberi pelayanan

bimbingan dan konseling, maupun sebagai bahan acuan utama dalam rangka

kerjasama dengan pihak–pihak lain dalam membantu klien. Bagi konselor,

upaya mewujudkan fungsi pemahaman merupakan tugas awal pada setiap

penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.

b. Pemahaman tentang Masalah Klien

Pemahaman terhadap masalah klien membantu konselor dalam memberikan

penanganan masalah, oleh karena itu maka pemahaman ini wajib dilaksanakan.

Pemahaman terhadap masalah klien terutama menyangkut jenis masalahnya,

intensitasnya, sangkut pautnya, sebab–sebabnya dan kemungkinan

berkembangnya masalah ini jika tidak segera ditangani.

c. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas

Untuk dapat memahami individu secara mendalam, maka pemahaman

terhadap individu tidak hanya mencakup pemahaman terhadap lingkungan

dalam arti sempit (seperti keadaan rumah tempat tinggal, keadaan sosio

ekonomi, dan keadaan sosio emosional keluarga, hubungan antar tetangga dan

teman sebaya) tetapi termasuk pemahaman terhadap lingkungan yang lebih

luas itu yaitu diperolehnya berbagai informasi yang diperlukan oleh individu
seperti informasi pendidikan dan jabatan,informasi promosi dan pendidikan

lebih lanjut, bagi para karyawan, dan lain sebagainya.

2. Fungsi pencegahan

Layanan bimbingan dapat berfungsi pencegahan artinya merupakan usaha

pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan

yang diberikan berupa bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai

masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi

pencegahan dapat berupa program orientasi, program bimbingan karier, inventarisasi

data dan sebagainya.

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan konselor adalah:

 Mendorong perbaikan lingkungan yang kalau diberikan akan berdampak

negatif terhadap individu yang bersangkutan.

 Mendorong perbaikan kondisi pribadi diri pribadi klien.

 Meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang diperlukan dan

mempengaruhi perkembangan dan kehidupannya.

 Mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan

memberikan resiko yang besar, dan melakukan sesuatu yang

akan memberi manfaat.

 Menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang bersangkutan.

3. Fungsi pengentasan

Klien yang mengalami masalah akan datang pada konselor dengan

tujuan untuk dientaskannya masalah yang tidak mengenakkan dari dirinya. Di

sinilah fungsi pengentasan ( perbaikan ) itu berperan yaitu fungsi bimbingan

dan konseling yang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya

berbagai permasalahan yang dialami klien.


4. Fungsi pengembangan

Fungsi ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling yang

diberikan dapat membantu para klien dalam memelihara dan

mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah, dan

berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-hal yang dipandang positif dijaga agar tetap baik

dan mantap. Dengan demikian klien dapat memelihara dan mengembangkan

berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya

secara mantap dan berkelanjutan.

Semua fungsi bimbingan dan konseling harus dijalankan sesuai fungsi masing–

masinng bidang karena dari fungsi ini akan berkaitan dengan manfaat atau kegunaan

dan keuntungan penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Karena tujuan bimbingan

dan konseling disini adalah membantu memandirikan peserta didik dan

mengembangkan potensi-potensi mereka secara optimal.

D. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang

digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam

pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber

dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat

manusia, perkembangan dan hakikat manusia dalam konteks sosial budayanya,

pengertian, tujuan, fungsi dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.

Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar ini sangatpenting dan perlu terutama dengan

kaitannya dalam penerapan di lapangan. Konselor yang telah memahami secara

benar dam mendasar prinsip-prinsip dasar bimbingan dan konseling ini akan dapat

menghindarkan diri dari kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam praktik


pemberian layanan bimbingan dan konseling. Misalnya Van Hoose (1969)

mengemukakan bahwa :

a. Bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak terkandung

kebaikan-kebaikan; setiap pribadi mempunyai potensi dan pendidikan hendaklah

mapu membantu anak memanfaatkan potensinya itu.

b. Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik; seorang anak

berbeda dari yang lain.

c. Bimbingan merupakan bantuan kepada anak-anak dan pemuda dalam

pertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi pribadi-pribadi yang sehat.

d. Bimbingan merupakan usaha membantu mereka yang memerlukannya untuk

mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan umumnya.

e. Bimbingan adalah pelayanan unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan

latihan-latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan bimbingan diperlukan

minat pribadi khusus pula.

Semua butir yang dikemukakan oleh Van Hoose itu benar, tetapi butir-butir

tersebut belum merupakan prisip-prisip yang jelas aplikasinya dalam praktek

bimbingan dan konseling. Apabila butir-butir tersebut hendak dijadikan prisip-prinsip

bimbingan dan konseling, maka aspek-aspek operasionalnya harus ditambahkan.

Berkenaan dengan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, Arifin dan Eti

Kartikawati (1994) menjabarkan prinsip-prisip bimbingan dan konseling kedalam

empat bagian, yaitu :

a. Prinsip-prinsip umum

b. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu

c. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan pembimbing


d. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi

bimbingan dan konseling.

Prinsip-prinsip yang akan dibahas dapat ditinjau dari prinsip-prinsip secara

umum, dan prinsip-prinsip khusus prinsip-prinsip khusus adalah prinsip-prinsip

bimbingan yang berkenaan dengan sasaran layanan, masalah klien/ permasalahan

individu, program layanan, dan prinsip-prinsip perkembangan pelaksanaan pelayanan.

Berikut penjelasan prinsip-prinsip umum bimbingan dan konseling.

1. Prinsip-prinsip umum

a) Karena bimbingan ini berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu, perlu

diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala aspek

keperibadian yang unik dan ruwet karena dipengaruhi oleh pengalaman-

pengalaman.

b) Perlu dikenal dan dipahami perbedaan individual daripada individu-individu

yang dibimbing, ialah untuk memberikan bimbingan yang tepat sesuai dengan apa

yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan

c) Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing.

d) Masalah yang tidak dapat diselesaikan di sekolah harus diserahkan pada individu

atau lembaga yang mampu dan berwenang ,melakukannya

e) Bimbingan harus dimulai dengan indentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang

dirasakan oleh individu yang dibimbing.

f) Bimbingan harus flexibel sesuai dengan program pendidikan di sekolah yang

bersangkutan.
g) Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang

memliki keahlian dalam bidang bimbingan dan sanggup bekerjasamadengan

pembantunya serta dapat dan bersedia menggunakan sumber-sumber yang

berguna di luar sekolah.

h) Terhadap program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian yang teratur

untuk mengetahui sampai dimana hasil dan manfaat yang di peroleh serta

penyesuaian antara pelaksanaan dan rencana yang dirumuskan terdahulu.

2. Prinsip-prinsip khusus

a. Prisip-Prisip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan.

Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik

secara perorangan maupun kelompok. Individu itu sangat bervariasi misalnya

dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status sosial ekonomi keluarga, kedudukan,

pangkat dan jabatannya, ketertarikannya terhadap suatu lembaga tertentu, dan

variasi-variasi lainya. Berbagai variasi itu menyebabkan individu yang satu

berbeda dengan yang lainnya. Masing-masing individu adalah unik. Secara lebih

khusus lagi, yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah

perkembangan dan perikehidupan individu, namun secara lebih nyata dan

langsung adalah sikap dan tingkah lakunya. Sebagaimana telah disinggung

terdahulu, sikap dan tingkah laku individu amat dipengaruhi oleh aspek-aspek

kepribadian dan kondisi diri sendiri, serta kondisi lingkungannya. Variasi dan

keunikan keindividualan, aspek-aspek pribadi dan lingkungan, serta dalam

perkembangan dan kehidupan itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip

bimbingan dan konselinng sebagai berikut :

1. bimbingan dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang umur,

jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.


2. Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu

yang terbentuk dari berbgai aspek kepribadian yang kompleks dan unik; oleh

karena itu pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau keunikan dan

kekompleksan pribadi individu.

3. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan

kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami, keunikan setiap

individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya.

4. Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung

faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada sikap dan dan pola-pola

tingkah laku yang tidak seimbang. Oleh karena itu pelayanan bimbingan

konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu terhadap

segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek

perkembangan individu.

5. Meskipun individu yang satu dengan lainnya adalah serupa dalam berbagai hal,

perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya

yang bertujuan memberikan bantuan/ bimbingan kepada individu-individu

tertentu, baik mereka itu anak-anak, remaja, ataupun dewasa.

b. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Masalah Individu.

Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu

tidaklah selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan

hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan

individu yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri individu.

Masalah-masalah yang timbul seribu satu macam dan sangat bervariasi, baik

dalam jenis dan intensitasnya. Secara ideal pelayanan bimbingan dan konseling
ingin membantu semua individu dengan berbagai masalahnya itu. Namun, sesuai

dengan keterbatasan yang ada pada dirinya sendiri, pelayanan bimbingan dan

konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas. Prinsip-prinsip

yang berkenaan dengan hal itu adalah:

 Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan

bidang dalam perkembangan dan kehidupan individu, namun bidang

bimbingan pada umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut

pengaruh kondisi mental dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya

di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya denga kontak social dan

pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi

mental dan fisik individu.

 Keadaan sosial, ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan

merupakan faktor salah satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut

perhatian seksama dari para konselor dalam mengentaskan masalah klien.

c. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Program Pelayanan

Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan secara

“insidental”, maupun terprogram. Pelayanan “insidental” diberikan kepada klien-

klien yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal) kepada konselor

untuk meminta bantuan. Konselor memberikan pelayanan kepada mereka secara

langsung pula sesuai dengan permasalahan klien pada waktu mereka itu datang.

Konselor memang tidak menyediakan program khusus untuk mereka. Klien-klien

“insidental” seperti itu biasanya dating dari luar lembaga tempat koselor

bertugas. Pelayanan incidental itu merupakan pelayanan konselor yang

sedang menjalankan “praktik pribadi”. Untuk warga lembaga tempat konselor

bertugas, yaitu warga yang pemberian pelayanan bimbingan dan konselingnya


menjadi tanggung jawab konselor sepenuhnya, konselor dituntut untuk menyusun

program pelayanan. Program ini berorientasi kepada seluruh warga lembaga itu

(misalnya sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah yang

mungkin timbul dan jenis layanan yang dapat diselenggarakan, rentangan dan

unit-unit waktu yang tersedia (misalnya caturwulan, atau semester, atau bulan),

ketersediaan staf, kemungkinan hubungan antar personal dan lembaga.

Kemudahan-kemudan yang tersedia, dan faktor-faktor lainnya yang dapat

dimanfaatkan dan dikembangkan dilembaga tersebut. Prinsip-prisip yang

berkenaan dengan program layanan bimbingan dan konseling itu adalah sebagai

berikut:

o Bimbingan dan koseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan

pengembangan; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus

disusun dan dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan

pengembangan secara menyeluruh.

o Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi

lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan individu dan masyarakat.

o Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diselenggarakan

secara berkesinambungan kepada anak-anak sampai orang dewasa, disekolah

misalnya dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.

o Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penilaian

yang teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh,

serta mengetahui kesesuaian antara program yang direncanakan dari

pelaksanaannya.

d. Prinsip-Prisip Berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan


Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat “insidental”

maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan

ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh

tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu konselor profesional. Konselor yang bekerja

disuatu lembaga yang cukup besar (misalnya sebuah sekolah) sangat

berkepentingan dengan penyelenggara program-program bimbingan dan

konseling secara teratur dari waktu ke waktu. Kerjasama dengan berbagai pihak,

baik didalam maupun diluar tempat ia bekerja perlu dikembangkan secara optimal.

Prinsip-prinsip berkenaan dengan hal-hal tersebut adalah:

 Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu; oleh

karena itu pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk

mengembangkan klien agar mampu membimbing diri sendiri dalam

menghadapi setiap kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya.

 Dengan proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh

klien hendaknya atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau

desakan dari konselor.

 Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani

oleh konselor (dan kalau perlu dialih tangankan kepada ) tenaga ahli dalam

bidang yang relevan dengan permasalahan tersebut.

 Bimbingan dan Konseling adalah pekerjaan profesional; oleh Karena itu

dilaksanakan oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan

khusus dalam bidang bimbingan dan konseling.


 Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan

bimbingan dan konseling, oleh Karena itu bekerja sama antara konselor dan

guru dan orang tua amat diperlukan.

 Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan, oleh karena itu

keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk

mengurangi kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada lingkungan

individu atau siswa.

 Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh

mungkin memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan penilaian

tehadap individu hendaknya dilakukan. Dan himpunan data yang memuat hasil

pengukuran dan penilaian itu dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik.

Dengan pengadministrasian instrumen yang benar-benar dipilih dengan baik,

data khusus tentang kemampuan mental, hasil belajar, bakat dan minat, dan

berbagai ciri kepribadian hendaknya dikumpulkan, disimpan, dan digunakan

sesuai dengan keperluan.

 Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan

kebutuhan individu dengan lingkungannya.

 Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dengan konseling hendaknya

diletakkan dipundak seseorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik

secara khusus dalam pendidikan bimbingan dan konseling, bekerja sama

dengan staf dan personal, lembaga di tempat ia bertugas dan lembaga-lembaga

lain yang dapat menunjang program bimbingan dan konseling


 Penilaian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan.

Kesuksesan pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-sikap mereka

yang berkepentingan dengan program yang disediakan (baik pihak-pihak yang

melayani maupun yang dilayani) dan perubahan tingkah laku mereka yang

pernah dilayani.

e. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah merupakan

Lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah pelayanan bimbingan

dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik.

Mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur; sekolah

memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar

yang tinggi, para siswanya yang sedang dalam tahap perkembangan yang

“meranjak” memerlukan segala jenis layanan bimbingan dan konseling dalam

segenap fungsinya. Namun harapan akan tumbuh kembangnya pelayan bimbingan

dan konseling di sekolah sesubur-suburnya itu sering kali masih tetap berupa

harapan saja. Pelayanan bimbingandan konseling secara resmi memang ada di

sekolah tetapi keberadaannya belum seperti dikehendaki. Dalam kaitan ini Belkin

(1975) menegaskan 6 prinsip untuk menegakkan dan menumbuhkembangkan

pelayan bimbingan dan konseling.

Konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang

jelas, dan memiliki kesiapan kerja yang tinggi untuk melaksanakan program

tersebut. Konselor juga memberikan kesempatan kepada seluruh personal

sekolah dan siswa untuk mengetahui program-program yang hendak

dijalankan itu.
Konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa mengganggu

keharmonisan antara konselor dengan personal lainnya dan siswa. Dalam hal

ini, konselor harus menonjolkan keprofesionalnya, tetapi tetap menghindari

sikap elitis atau kesombongan/ keangkuhan profesional.

Konselor bertangung jawab untuk memenuhi peranannya sebagai konselor

profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam kegiatan nyata.

Konselor harus pula mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada

orang-orang siapa ia akan bekerja sama tentang tujuan yang hendak dicapai

oleh konselor serta tanggung jawab yang terpikul di pundak konselor.

Konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa-siswa yang

gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah,

yang mengalami permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar,

maupun siswa-siswa yang memiliki bakat istimewa, yang berpotensi rata-rata,

yang pemalu dan menarik diri dari khalayak ramai, serta yang bersikap

menarik perhatian atau mengambil muka guru, konselor dan personal sekolah

lainnya.

Konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu

siswa-siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah dan

siswa-siswa yang menderita gangguan emosional, khususnya melalui

penerapan program-program kelompok, kegiatan pengajaran di sekolah dan

kegiatan di luar sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.

Konselor harus mampu bekerjasama secara efektif dengan kepala sekolah,

memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan kecemasan-

kecemasannya. Konselor memiliki kesempatan yang baik untuk menegakkan


citra bimbingan dan konseling profesional apabila ia memiliki hubunganyang

saling menghargai dan saling memperhatikan dengan kepala sekolah.

E. Orientasi Bimbingan dan Konseling

Orientasi bimbingan dan konseling adalah titik berat pandangan atau pusat perhatian

konselor terhadap kliennya. Berikut beberapa jenis orientasi bimbingan dan konseling.

1. Orientasi perseorangan

Orientasi perorangan bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor

menitikberatkan pandangan pada siswa secara optimal. Dalam hal ini individu

diutamakan dan kelompok dianggap sebagai lapangan yang dapat memberikan

pengaruh tertentu terhadap individu. Dengan kata lain, kelompok dimanfaatkan untuk

kepentingan dan kebahagiaan individu dan bukan sebaliknya. Pemusatan perhatian

terhadap individu itu sama sekali tidak berarti mengabaikan kepentingan kelompok,

dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan dalam kaitannya dalam hubungan

timbal balik yang wajar antara individu dengan kelompoknya.

Kepentingan kelompok justru dikembangkan dan ditingkatkan melalui

terpenuhinya kepentingan dan terpercayainya kebahagiaan individu. Apabila secara

individu para anggota kelompok itu dapat terpenuhi kepentingannya dan merasa

bahagia dapat diharapkan kepentingn kelompokpun terpenuhi pula. Pelayanan

bimbingan dan konseling yang berorientasikan individu itu sama sekali tidak boleh

menyimpang ataupun bertentangan dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam

kelompok sepanjang nilai-nilai itu sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku.

Kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan

konseling, yaitu:
a) Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling

diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi sasaran

layanan.

b) Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan yang berkenaan dengan individu untuk

memahami kebutuhan-kebutuhannya, motivasi dan kemampuan potensialnya yang semuanya

unik, membantu individu agar dapat menghargai kebutuhan, motivasi dan potensinya kearah

pengembangan yang optimal, dan pemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri

dan lingkungan.

c) Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara individual (Ronger,

dalam mcdaniel, 1956).

d) Tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan dan perasaan klien serta

untuk menyesuaikan program-program pelayanan dan kebutuhan klien setepat mungkin.

2. Orientasi perkembangan

Orientasi perkembangan dalam bidang bimbingan dan konseling menekankan

peran perkembangan yang terjadi pada saat ini dan yang akan terjadi pada diri

individu di masa yang akan datang. Orientasi ini lebih menekankan pentingnya

peranan yang terjadi pada individu dan sekaligus bertujuan mendorong konselor dan

klien menghilangkan problem yang menjadkan laju perkembangan klien. Menurut

Myrick (dalam mayers, 1992) perkembangaan individu secara tradisional dari dulu

sampai sekarang menjadi inti pelayanan bimbingan. Tahun 1950-an perkembangan

bimbingan dan konseling sejalan dengan konsepsi tugas-tugas perkembangan yang

dicetuskan oleh havighurst. Dalam hal ini peranan bimbingan dan konseling adalah

memberikan kemudahan-kemudahan bagi gerak individu menjadi alur

perkembangannya.
Ivey dan Rigazio (dalam Mayers,1992) menekankan bahwa

orientasi perkembangan yang justru merupakan ciri khas yang menjadi inti gerakan

bimbingan. Praktek bimbingaan dan konseling tidak lain adalah memberikan

kemudian yang berlangsung pada perkembangan berkelanjutan. Permasalahan yang

dihadapi oleh individu harus diartikan sebagai terhalangnya perkembangan, dan hal

itu mendorong semua konselor dan klien bekerja sama untuk menghilangkan

penghalang itu serta mempengaruhi lajunya perkembangan klien.

Secara khusus Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembangannya anak-

anak berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan kognisi dalam empat

bentuk :

1. Hambatan egosentrisme ketidakmampuan melihat kemungkinan lain diluar

apa yang dipahaminya.

2. Hambatan konsentrasi ketidakmampuan memusatkan perhatian pada lebih

dari satu aspek tentang suatu hal.

3. Hambatan reversibilitas ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik dari

alur yang dipahami semula.

4. Hambatan transformasi ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada suasana

urutan yang ditetapkan.

Di sisi lain, Thompson & Rudolp menekankan bahwa tugas bimbingan dan

konseling adalah menangani hambatan - hambatan perkembangan itu.

3. Orientasi permasalahan
Orientasi masalah secara langsung bersangkut paut dengan fungsi dan fungsi

pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari

masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkan fungsi pengentasan

menginginkan agar individu yang sudah terlanjur megalami masalah dapat

terentaskan masalahnya. Fungsi lainnya yaitu fungsi pemahaman dan fungsi

pemeliharaan atau pengembangan pada dasarnya juga bersangkut paut dengan

permasalahan dengan klien.

Fungsi pemahaman memungkinkan individu memahami informasi dan aspek

lingkungan yang dapat berguna untuk mencegah timbulnya masalah pada diri klien,

dan dapat pula bermanfaat dalam upaya pengentasan masalah yang terjadi. Fungsi

pemeliharaan dapat mengarah pada tercegahnya ataupun terentaskannya masalah

tertentu. Konsep orientasi masalah terentang seluas daerah beroperasinya fungsi-

fungsi bimbingan, dan dengan demikian pula menyusupi segenap jenis layanan

kegiatan belajar bimbingan dan konseling.

Ketiga orientasi tersebut dalam pelayanan bimbingan dan konseling dapat

diselenggarakan baik di sekolah maupun luar sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Priyatno dan Erman Amti. 1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:

Rineka Cipta.
Mugiarso, Heru. 2011. Bimbingan dan Konseling. Semarang: Pusat Pengembangan

MKU/MKDK-LP3 UNNES

Kartadinata Sunaryo,dkk tahun 2002. Bimbingan di Sekolah Dasar. Bandung: CV

Maulana.

http://teguhfuady.blogspot.com/2010/04/asas-prinsip-dan-tujuan-bimbingan.html

http://ashakhso.blogspot.com/2012/01/asas-asas-dan-prinsip-prinsip-bimbingan.html

Diposkan oleh Lucy pegan kewas di 22.19

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke

FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)


Arsip Blog

 ▼ 2013 (2)

o ▼ Oktober (1)

 Makalah Tujuan, Asas-asas, Fungsi, Prinsip-prinsip...

o ► Mei (1)

 ► 2012 (2)

Mengenai Saya

Lucy pegan kewas

Lihat profil

lengkapku

Template Simple. Gambar template oleh gaffera. Diberdayakan oleh Blogger.

http://lucyani10.blogspot.com/2013/10/makalah-tujuan-asas-asas-fungsi-prinsip.html

Anda mungkin juga menyukai