Anda di halaman 1dari 6

Nama : Sendy Nur Hidayat

NIM : 200401110090
Kelas B

Problematik Bimbingan dan


Konseling

1. Hambatan Hambatan Dalam Bimbingan dan Konseling


Kehadiran konselor dalam sistem pendidikan nasional ditetapkan sebagai salah satu
kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, tutor belajar, tutor, widyaiswara,
fasilitator, dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 1, paragraf 6) . Namun, masih
banyak kendala yang dihadapi konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan
konseling. Secara umum hambatan bimbingan dan konseling dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu A) hambatan internal dan B) hambatan eksternal.
A. Hambatan Internal
Hambatan internal ini terkait dengan kompetensi konselor. Kompetensi konselor meliputi
kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi akademik konselor terletak
pada lulusan S1 bimbingan konseling atau S2 bimbingan konseling dan pelatihan profesi
selama 1 tahun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak guru SMP , MA,
SMA dan SMK BK dan non BK di berbagai sekolah menengah, yaitu konselor sekolah yang
belum memiliki pengalaman dalam memberikan penyuluhan tentang pendidikan konseling.
Mereka diangkat oleh kepala sekolah yang dianggap tepat atau yang berasal dari sarjana
agama.
Meskipun tidak meneliti teori-teori bimbingan konseling secara ilmiah, kompetensi
profesional dibentuk melalui kursus pelatihan, seminar, lokakarya. Menjadi konselor
profesional membutuhkan proses dan waktu. Konselor profesional membutuhkan jam terbang
yang matang. Uman Suherman (2008), menjelaskan lebih rinci tentang manajemen
bimbingan dan konseling, layanan bimbingan dan konseling harus dikelola, diatur,
dipromosikan, dikendalikan, dikelola, dikelola, diorganisir, dilaksanakan dijalankan dan
dioperasikan oleh individu yang berpengalaman. , keterampilan dan wawasan serta
pemahaman tentang arah, tujuan, fungsi, kegiatan, strategi dan indikator keberhasilan.

B. Hambatan Eksternal
 Bimbingan dan Konseling hanya untuk orang yang bermasalah saja
Sebagian orang berpandangan bahwa BK itu ada karena adanya masalah, jika tidak ada
maka BK tidak diperlukan, dan BK itu diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah
saja. Memang tidak dipungkiri bahwa salah satu tugas utama bimbingan dan konseling adalah
untuk membantu dalam menyelesaikan masalah. Tetapi sebenarnya juga peranan BK itu
sendiri adalah melakukantindakan preventif agar masalah tidak timbul dan antisipasi agar
ketika masalah yang sewaktuwaktu datang tidak berkembang menjadi masalah yang besar.
Kita pastinya tahu semboyan yang berbunyi “Mencegah itu lebih baik daripada mengobati”.
 Keberhasilan layanan BK tergantung kepada sarana dan prasarana
Sering kali kita temukan pandangan bahwa kehandalan dan kehebatan seorang konselor
itu disebabkan dari ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan mutakhir. Seorang
konselor yang dinilai tidak bagus kinerjanya, seringkali berdalih dengan alasan bahwa ia
kurang didukung oleh sarana dan prasarana yang bagus. Sebaliknya pihak konseli pun
terkadang juga terjebak dalam asumsi bahwa konselor yang hebat itu terlihat dari sarana dan
prasarana yang dimiliki konselor. Pada hakikatnya kehebatan konselor itu dinilai bukan dari
faktor luarnya, tetapi lebih kepada faktor kepribadian konselor itu sendiri, termasuk
didalamnya pemahaman agama, tingkah laku sehari-hari, pergaulan dan gaya hidup.
 Konselor harus aktif, sedangkan konseli harus/boleh pasif
Sering kita temukan bahwa konseli sering menyerahkan sepenuhnya penyelesaian
masalahnya kepada konselor, mereka menganggap bahwa memang itulah kewajiban
konselor, terlebih lagi jika dalam pelayanan Bk tersebut konseli harus membayar. Hal ini
terjadi sebenarnya juga disebabkan karena tak jarang konselor yang membuat konseli itu
menjadi sangat berketergantungan dengan konselor. Konselor terkadang mencitrakan dirinya
sebagai pemecah masalah yang handal dan dapat dipercaya. Konselor seperti ini biasanya
berorientasi pada ekonomi bukan pengabdian. Tak jarang juga konselor yang enggan
melepaskan konselinya, sehingga dia merekayasa untuk memperlambat proses penyelesaian
masalah, karena tentunya jika tiap pertemuan konseli harus membayar maka akan semakin
banyak keuntungan yang diperoleh konselor.
 Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat
Seringkali konseli (orangtua/keluarga konseli) yang berekonomi tinggi memaksakan
kehendak kepada konselor untuk dapat menyelesaikan masalahnya secepat mungkin tak
peduli berapapun biaya yang harus dikeluarkan. Tidak jarang konselor sendiri secara tidak
sadar atau sadar (karena ada faktor tertentu) menyanggupi keinginan konseli yang seperti ini,
biasanya konselor ini meminta kompensasi dengan bayaran yang tinggi. Yang lebih parah
justru kadang ada konselor itu sendiri yang mempromosikan dirinya sebagai konselor yang
mampu menyelesaikan masalah secara tuntas dan cepat. Pada dasarnya yang mampu
menganalisa besar/kecil nya masalah dan cepat/lambat nya penanganan masalah adalah
konselor itu sendiri, karena konselor tentunya memahami landasan dan kerangka teoritik BK
serta mempunyai pengalaman dalam penanganan masalah yang sejenisnya.
 Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah “polisi sekolah”
Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi sekolah”. Hal ini
disebabkan karena seringkali pihak sekolah menyerahkan sepenuhnya masalah pelanggaran
kedisiplinan dan peraturan sekolah lainnya kepada guru BK. Bahkan banyak guru BK yang
diberi wewenang sebagai eksekutor bagi siswa yang bermasalah. Sehingga banyak sekali kita
temukan di sekolah-sekolah yang menganggap guru Bk sebagai guru “killer” (yang ditakuti).
Guru (BK) itu bukan untuk ditakuti tetapi untuk disegani, dicintai dan diteladani. Jika kita
menganalogikan dengan dunia hukum, konselor harus mampu berperan sebagai pengacara,
yang bertindak sebagai sahabat kepercayaan, tempat mencurahkan isi hati dan pikiran.
Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun
kekuatan, dan Pembina perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang
berhubungan dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi
harapan. Kendati demikian, konselor juga tidak bisa membela/melindungi siswa yang
memang jelas bermasalah, tetapi konselor boleh menjadi jaminan untuk penangguhan
hukuman/pe-maaf-an bagi konselinya. Yang salah tetaplah salah tetapi hukuman boleh saja
tidak diberikan, bergantung kepada besar kecilnya masalah itu sendiri.

 Bimbingan dan konseling menangani masalah masalah ringan saja dan masalah yang
berat dialihkan kepada psikiater.
Menetapkan suatu masalah berat atau ringan adalah sukar suatu masalah mungkin
tampaknya ringan tetapi setelah dikaji dan diungkapkan ternyata adalah amat berat.
Sebaliknya ada masalah yang tampaknya berat, tetapi setelah dibahas dengan baik ternyata
tidak merisaukan dan dapat diatasi dengan tidak perlu bersusah payah. Kadar penaganan
semata-mata disesuaikan dengan pribadi klien, jenis masalah, tujuan yang ingin dicapai,
kemampuan petugas, sarana yang tersedia dan kerjasama dengan pihak-pihak lain. Jika
konselor telah mengerahkan seluruh kemampuan dan sarana yang ada dan telah pula
menggalang kerjasama yang penuh, namun masalah klien belum teratasi juga, maka
pengalihatanganan kasus memang perlu.

2. Pemahaman Yang Salah Mengenai Bimbingan dan Konseling


A. Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan/atau terpisah sama sekali dari
pendidikan.
Ada pendapat yang menyamakan bimbingan dan konseling dengan pendidikan dan
menganggap bimbingan dan konseling tidak perlu di sekolah seperti anggapan sebagian
kepala sekolah/pengelola sekolah yang melihat tugas sekolah adalah mengajar dan berusaha
mengarahkan semua dana dan usaha untuk mendidik dan menciptakan manusia intelektualis
belaka di sisi lain sebahagian kepala sekolah dan guru masih belum memiliki pengetahuan
yang benar mengenai peranan bimbingan dan konseling dalam kesatuannya dengan program
pendidikan di sekolah. Pendapat seperti ini cenderung mengutamakan pengajaran dan
mengabaikan aspek-aspek lain dari pendidikan dan tidak melihat sama sekali pentingnya
layanan bimbingan dan konseling.
Sebaliknya pendapat yang memisahkan bimbingan dan konseling dari pendidikan
mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar dilaksanakan
secara khusus, oleh tenaga yang benar ahli, dengan perlengkapan yang benar-benar
memenuhi syarat (Prayitno, 1987). Seyogianya kita tidak menganut pandangan-pandangan
ekstrim tersebut di atas. Memang BK di sekolah secara umum termasuk ke dalam ruang
lingkup upaya pendidikan di sekolah, namun tidak berarti bahwa dengan penyelenggaraan
pengajaran saja seluruh misi sekolah akan dapat dicapai dengan penuh. Kenyataan
menunjukkan bahwa masih banyak hal yang menyangkut kepentingan siswa yang harus
ditanggulangi oleh sekolah yang tidak dapat teratasi dengan pengajaran semata-mata.
Selanjutnya bila pelayanan bimbingan dianggap sebagai barang mewah yang memiliki
perlengkapan yang benar-benar memenuhi syarat tentu kita sampai pada kesimpulan bahwa
bimbingan dan konseling sebenarnya belum dapat dijalankan di sekolah sebab sampai saat ini
persyaratan personil maupun perlengkapan (alat, tempat, dana dan sebagainya) belum
sepenuhnya ada seperti yang diharapkan.
B. Konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah
Banyak anggapan bahwa peranan konselor di sekolah sebagai polisi sekolah yang harus
menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan sekolah. Tidak jarang pula
konselor sekolah diserahi tugas mengusut perkelahian atau pencurian. Konselor ditugaskan
mencari siswa yang bersalah dan diberi wewenang untuk mengambil tindakan bagi siswa
yang bersalah itu. Konselor selalu dianggap sebagai “keranjang sampah” yaitu tempat
ditampungnya siswa-siswa yang rusak atau tidak beres dan disisi lain dianggap sebagai
“manusia super” yang harus dapat mengetahui dan dapat mengungkapkan secara mendetail
hal-hal yang melatar belakangi suatu kejadian atau suatu masalah.
Sebenarnya petugas BK bukanlah pengawas atau polisi yang selalu mencurigai dan akan
menangkap siapa yang bersalah. Petugas BK adalah kawan pengiring, petunjuk dan pembina
tingkah laku positif yang dikehendaki. Petugas BK haruslah dijadikan teman dan kepercayaan
siswa. Konselor disamping petugas-petugas lain di sekolah, hendaknya menjadi tempat
pencurahan kepentingan siswa, pencurahan apa yang terasa dan terpikirkan. Konselor
hendaknya bisa menjadi sitawar sidingin bagi siapapun yang datang padanya.
C. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat insidental
Diketahui bahwa pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah yang
dirasakan klien sekarang, namun pada hakikatnya pelayanan itu sendiri menjangkau dimensi
waktu yang lebih luas, yaitu masa yang lalu, sekarang dan yang akan datang. Selanjutnya
petugas bimbingan dan konseling seyogyanya tidak menunggu saja sampai siswa atau klien
datang dan mengemukakan masalahnya. Konselor harus terus memasyarakatkan bimbingan
dan konseling dan membangun suasana yang menunjang untuk terlaksananya pelayanan
bimbingan dan konseling dan mampu melihat halhal tertentu yang perlu diolah, ditanggulangi
dan diarahkan, dibangkitkan dan secara umum diperhatikan demi perkembangan anak/klien
secara menyeluruh.
D. Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja
Pelayanan bimbingan dan konseling bukan tersedia dan tertuju hanya untuk siswa saja
tetepi terbuka untuk segenap individu ataupun sekelompok yang memerlukannya. Bimbingan
dan konseling tidak mengenal penggolongan siswa-siswa atas dasarmana golongan siswa
tertentu memperoleh pelayanan yang lebih dari golongan siswa lainnya. Semua siswa
mendapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan. Kapan, bagaimana dan
dimana pelayanan itu diberikan, pertimbangannya sematamata atas jenis masalah dan ciri-ciri
perseorangan siswa yang bersangkutan. Konselor membuka pintu untuk siapa saja.
E. Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberi nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat.
Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya bimbingan dan konseling
yaitu termasuk salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pelayanan
bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan siswa dalam rangka
pengembangan pribadi siswa secara optimal oleh sebab itu dalam kegiatan bimbingan dan
konseling disamping memerlukan pemberian nasihat juga memerlukan pelayanan lain seperti
pemberian informasi, penempatan dan penyaluran, bimbingan belajar, bimbingan karir, dll.
F. Bimbingan dan konseling melayani “orang sakit” dan atau tidak normal
Bimbingan dan konseling tidak melayani “orang sakit” atau tidak normal. Bimbingan dan
konseling hanya melayani orang-orang normal yang mengalami masalah tertentu. Pandangan
dasar bimbingan dan konseling mengatakan bahwa jika segenap fungsi yang ada pada diri
seseorang yang normal dapat berjalan dengan baik, niscaya orang tersebut akan mengalami
kehidupannya secara normal pula.

3. Strategi Mengatasi Hambatan Bimbingan dan Konseling


Untuk dapat mingkatkan kinerja BK disekolah kita harus bekerja keras agar eksistensi BK
disekolah dapat dakui keberadaanya dan terasa manfaatnya baik terhadap siswa, guru,
sekolah dan masyarakat., oleh karenan itu ada beberapa saran yang dapat direnungkan dan
dilaksanakan antara lain adalah sebagai berikut :
A. Buatlah program BK sesuai dengan kubutuhan dan situasi kondisi sekolah
B. Laksanakan program sesuai dengan kemampuan anda dan sekolah
C. Laksanakan sosialisasi tentang tugas BK di Sekolah agar para siswa , guru dan kepala
sekolah memahaminya tentang tugas-tugas BK di sekolah.
D. Jangan terlalu menuntut kepada sekolah untuk melengkapi sarana dan prasarana BK jika
sekolah memang tidak mampu menyediakannya.Namun membuat usulan adalah hal yang
bijak untuk dilaksanakan.
E. Kuasai konsep BK dan Jangan malu bertanya jika anda memang tidak menguasai layanan
BK disekolah, bertanya lebih baik dari pada salah dalam melaksanakan layanan BK.
F. Jalin kerja sama yang solid antar guru BK melalui komunikasi intensif dalam forum
MGBK, ABKIN dan forum-forum lain yang dapat meningkatkan kinerja BK.
G. Jangan memaksakan diri untuk menangani kasus yang bukan menjadi tanggung jawab
anda sepeti narkotika, kasus-kasus Kriminal, atau kasu-kasus kelainan jiwa, ingat bahwa
betanggiung jawab sebatas siswa yang normal. Dan jika hal ini terjadi di sekolah, maka
segera kordinasi dengan pihak terkait untuk segera di “ Referal “ atau alih tangan kasuskan.
H. Tumbuhkan Niat dan mantapkan hati bahwa “ Saya akan menjadi guru BK yang
professional mulai hari ini.
Referensi :
Desweni, Erin. 2017. “Hambatan Konselor Dalam Melaksanakan Layanan Bimbingan
dan Konseling di Sekolah” Universitas Fort De Kock Bukittinggi. Sumatera Barat.

Amti, P. dan E. (2008). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.

Anda mungkin juga menyukai