Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TERAPAN

LINGKUP KERJA BIMBINGAN DAN KONSELING


SURVEI MENGENAI PERBANDINGAN JUMLAH GURU BK
DENGAN JUMLAH SISWA DI SEKOLAH
(Profesi Bimbingan dan Konseling)

Dosen Pengampu :
1. Dr. Hj. Sestuningsih M. R, M.Pd
2. Andi Wahyu Irawan, S.Pd, M.Pd

Kelompok VI
Disusun Oleh :
Amalia Damayanti (1705095055)
Anwar Basran (1305095159)
Khairatun Nur Azizah (1705095086)
Nurul Hasanah (1705095058)
Ridho Kani Lestari (1705095067)
Tri Yoga Dirga Priyandi Tabola (1705095085)
BK-B 2017

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
1
A. Problem Sensing
Bimbingan konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan di
sekolah, pelayanan bimbingan konseling merupakan usaha membantu peserta
didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan
belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan bimbingan
konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual,
kelompok dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat,
perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini
juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang
dihadapi peserta didik. Paradigma bimbingan konseling adalah pelayanan
bantuan psiko pendidikan dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan
bimbingan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi
pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kajian terapan diwarnai oleh
budaya lingkungan peserta didik. Pelayanan bimbingan dan konseling
diselenggarakan oleh guru bimbingan dan konseling, hal tersebut diatur di
dalam Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 yaitu Penyelenggaraan
Bimbingan dan Konseling pada SD/MI atau yang sederajat dilakukan oleh
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.
Adapun beban kerja guru bimbingan dan konseling/Konselor adalah
mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit kepada 150 (seratus lima
puluh) orang peserta didik, hal tersebut diatur di dalam Permendikbud Nomor
111 Tahun 2014 yaitu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada
SMP/MTs atau yang sederajat, SMA/MA atau yang sederajat, dan SMK/MAK
atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling dengan rasio satu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling
melayani 150 orang Konseli atau peserta didik. Namun demikian, dasar
kekuatan secara yuridis semakin kuat dengan dikeluarkannya Undang – undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 6,
mengukuhkan serta menegaskan bahwa konselor adalah pendidik, artinya
bimbingan dan konseling merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan
dalam pendidikan. Sebagai salah satu unsur sistem pendidikan, layanan
bimbingan dan konseling mempunyai peran besar dalam membantu peserta

2
didik pada umumnya, dan pada khususnya dalam rangka mengembangkan
kepribadian yang mandiri bagi peranannya dimasa yang akan datang. Dalam
hal ini guru bimbingan dan konseling menjadi ujung tombak pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolah, atau dengan kata lain guru bimbingan dan
konseling merupakan agen utama bagi pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling dalam proses pendidikan.
Namun sayang, kabar yang terdengar dari pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah tersebut tidak semuanya bernada positif, bahkan justru
cenderung bernada negatif. Hal ini dapat dipahami karena, bimbingan dan
konseling sebagai suatu profesi yang relatif muda, salah satunya profesi
bimbingan dan konseling di sekolah banyak ditangani oleh para pelaksana yang
tidak semuanya berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.
Memang mereka telah melaksanakan tugas sekuat dan semampu mereka,
namun tidak jarang bahwa apa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan nilai-
nilai bimbingan dan konseling, atau bahkan kegiatan yang dilakukan oleh para
pelaksana tersebut bertentangan dengan nilai-nilai bimbingan dan konseling.
Apalagi terkadang guru bimbingan dan konseling mendapat kelebihan beban
kerja diakibatkan jumlah guru bimbingan dan konseling yang tidak sesuai
dengan rasio 1:150 sehingga layanan bimbingan dan konseling yang diberikan,
tidak diberikan secara optimal.

B. Problem Exploration and Analysis


Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan
sebagai salah satu kualifikasi pendidikan yang sejajar dengan kualifikasi Guru,
Dosen, Pamong dan Tutor berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003,
Pasal 1 ayat (6). Pengakuan secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara
kualifikasi tenaga pendidikan satu dengan yang lainnya mengandung arti
bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk Konselor, memiliki keunikan konteks
dalam tugas, eksplektasi kinerja, dan setting layanan.
Dalam menjalankan pelayanan bimbingan dan konseling, guru bimbingan
dan konseling atau konselor perlu mengetahui orientasi dan ruang lingkup
layanan bimbingan dan konseling sehingga layanan dapat diberikan secara

3
optimal. Pada orientasi bimbingan dan konseling sendiri menurut Prayitno ada
tiga yaitu: (1) Orientasi Peseorangan dimana seorang konselor menitikberatkan
pandangan pada siswa secara individual, yang berarti satu persatu peserta didik
mendapatan perhatian penuh oleh seorang konselor atau guru BK. (2) Orientasi
Perkembangan merujuk pada seorang konselor berusaha lebih menekankan
pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang hendaknya
diterjadikan pada diri peserta didik, dalam hal ini dimaksudkan seorang
konselor memberikan kemudahan – kemudahan bagi gerak peserta didik dalam
menjalani alur perkembangannya. Pelayanan bimbingan dan konseling
berlangsung dan dipusatkan untuk menunjang kemampuan inheren individu
bergerak menuju kematangan dalam perkembangannya. (3) Orientasi
Permasalahan, dalam hal ini berkaitan secara langsung dengan fungsi-fungsi
bimbingan dan konseling yaitu fungsi pencegahan dan fungsi pengentasan
dalam memberikan suau layanan bimbingan dan konseling.
Selanjutnya yaitu ruang lingkup layanan bimbingan dan konseling,
menurut Daryanto sendiri ruang lingkup bimbingan dan konseling terbagi
menjadi lima bagian yaitu:
1. Ruang Lingkup dari segi Pelayanan :
a. Pelayanan Bimbingan Konseling di Sekolah
Pelayanan bimbingan dan konseling disekolah sendiri memilki
keterkaitan dengan bidang bidang lain yang ada di sekolah seperti bidang
kurikulum dan pengajaran yang merujuk pada bentuk pengembangan dan
pelaksanaan pengajaran keterampilan, sikap dan kemampuan
berkomunikasi peserta didik, selanjutnya bidang administrasi dan
kepemimpinan yang merujuk pada bentuk – bentuk kegiatan perencanaa,
pembiyaan, prasarana dan sarana fisik, serta pengawasan, yang terakhir
yaitu bidang kesiswaan yang mengacu pada pelayanan kesiswaan secara
individual agar peserta didik dapat berkembanga sesuai bakat dan potensi
yang dimilikinya.
Pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah juga berkaitan
langsung dengan tanggung jawab seorang konselor. Seorang konselor
haru memiliki tanggung jawab kepada peserta didik, tanggung jawab

4
kepada orang tua, teman sejawat, tanggung jawab kepada sekolah dan
masyarakat, tanggung jawab kepada diri sendiri, serta tanggung jawab
kepada profesi. Dalam hal ini seorang harus melaksanakan tugas – tugas
tanggung jawabnya agar tercapainya tujuan pendidikan secara
menyeluruh.
b. Pelayanan Bimbingan Dan Konseling di Luar Sekolah
1) Bimbingan dan Konseling Keluarga. Mutu kehidupan di dalam
masyarakat sebagian besar ditentukan oleh mutu keluarga. Pelayanan
Bimbingan Konseling keluarga bertujuan menangani pemasalahan
dalam sebuah keluarga seperti perceraian dan sebagainya.
2) Bimbingan dan Konseling dalam lingkungan yang lebih luas.
Permasalahan masyarakat juga berlaku di lingkungan perusahaan,
industri, kantor-kantor dan lembaga kerja lainnya serta organisasi
masyarakat seperti panti jumbo, rumah yatim piatu dan lain-lain yang
tidak terlepas dari masalah dan memerlukan jasa bimbingan koseling.
2. Ruang Lingkup dari segi Fungsi.
Dari segi fungsi sendiri layanan bimbingan dan konseling memiliki
empat fungsi, yaitu; (1) Fungsi pemahaman, dalam hal ini seornag konselor
harus memliki pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi peserta
didik atau klien, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungannya.
(2) Fungsi Pencegahan, meujuk pada usaha konselor dalam bimbingan yang
menghasilkan tercegahnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang
dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dalam
prose perkembangannya. (3) Fungsi Pengentasan, merujuk pada seorang
konselor dalam mengentaskan masalah peserta didik dengan menggunakan
kekuatan – kekuatan yang berada di dalam diri peserta didik itu sendiri. (4)
Fungsi pemeliharaan dan pengembangan berarti memelihara segala yang
baik yang ada pada diri peserta didik, baik hal yang merupakan pembawaan,
maupun dari hasil pengembangan yang telah dicapai selama ini.
3. Ruang Lingkup dari segi Sasaran:
a. Perorangan / individual

5
Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang
membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan
potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan
karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya sendiri secara realistik.
b. Kelompok
Bimbingan dan konseling kelompok mengarahkan layanan kepada
sekelompok individu. Dengan satu kali kegiatan, layanan kelompok itu
memberikan manfaat atau jasa kepada sejumlah orang.
4. Ruang Lingkup dari segi
a. Bimbingan dan Konseling Pendidikan: Siswa, prestasi, pergaulan dan
lain-lain. Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan
yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar
dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara
mandiri.
b. Bimbingan Konseling Karir: Pekerja, motivasi, dan lain-lain.
Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta
didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan
mengambil keputusan karir.
5. Ruang Lingkup dari segi Sosial Budaya :
Pengembangan kehidupan social, yaitu bidang pelayanan yang
membantu peserta peserta didik dalam memhamai dan menilai serta
mengembangkan kemampuan hubungan social yang sehat dan efektif
dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan social yang
lebih luas.
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling di sekolah sendiri
telah diatur pada Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan
dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang
tercantum pada Pasal 6 pada ayat 1, 2, 3, 4, dan 5 yang berbunyi:
a. Komponen layanan Bimbingan dan Konseling memiliki 4 (empat)
program yang mencakup:
1) layanan dasar;
2) layanan peminatan dan perencanaan individual;

6
3) layanan responsif; dan
4) layanan dukungan sistem.
b. Bidang layanan Bimbingan dan Konseling mencakup:
1) bidang layanan pribadi;
2) bidang layanan belajar;
3) bidang layanan sosial; dan
4) bidang layanan karir.
c. Komponen layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan bidang layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dituangkan ke dalam program tahunan dan semester dengan
mempertimbangkan komposisi dan proporsi serta alokasi waktu layanan
baik di dalam maupun di luar kelas.
d. Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang diselenggarakan di dalam kelas dengan beban belajar 2 (dua)
jam perminggu.
e. Layanan Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang diselenggarakan di luar kelas, setiap kegiatan layanan
disetarakan dengan beban belajar 2 (dua) jam perminggu.
Dalam hal ini permendikbud juga mengatur beban kerja konselor dalam
Pasal 10 ayat (2) yang berbunyi “Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
pada SMP/MTs atau yang sederajat, SMA/MA atau yang sederajat, dan
SMK/MAK atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan
dan Konseling dengan rasio satu Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling melayani 150 orang Konseli atau peserta didik.”
Dari dasar teori diatas dapat disimpulkan bahwa Bimbingan dan konseling
disekolah merupakan proses pemberian bantuan/layanan yang diberikan
peserta didik dalam upaya membantu mereka dalam mencapai tugas - tugas
perkembangannya maupun potensinya sehingga dapat tercapai perkembangan
yang optimal. Dalam hal ini maksudnya ialah pemberian bantuan maupun
layanan yang mampu mengarahkan, mengembangkan potensi dan tugas – tugas
perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan dengan kematangan
personal, dan emosional, sosial, pendidikan, serta karir di masa depan.

7
Terlaksananya pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah secara
optimal harus didukung dengan kualifikasi kompetensi akademik seorang guru
BK atau Konselor dalam memberikan pelayanan Bimbingan dan Konseling
yang telah diatur di dalam Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentang
Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
pada Pasal 11 Ayat (1) dan (2). Dimana dalam menjalankan tugasnya, guru
BK/Konselor memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada 150
orang peserta didik atau konseli. Selain itu perlunya dukungan maupun
kerjasama dari pihak – pihak maupun bidang bidang lain yang ada di dalam
ruang lingkup Bimbingan dan Konseling.
Namun pada kenyataan di lapangan masih banyak sekolah – sekolah yang
ada di Indonesia dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling tidak sesuai
dengan apa yang dalam Permendikbud. Masih ada sekolah dimana jumlah guru
Bimbingan dan Konseling/Konselor yang ada di sekolah belum sesuai dengan
rasio 1:150. Yang dalam artian jumlah peserta didik yang perlunya diberikan
pelayanan Bimbingan dan Konseling tidak seimbang dengan jumlah guru BK
yang ada disekolah. Ketikseimbangan antara jumlah guru Bk dan jumlah murid
akan memperngarui program layanan Bimbingan dan konseling yang ada
disekolah, program layanan bimbingan dan konseling mungkin dapat
terjalankan hanya saja tidak secara optimal dan menyeluruh. Dimana guru BK
dalam melaksanakan layanan seharusnya memberikan perhatian, pengarahan,
pengendalian dan pengawasan kepada sekurang – kurangnya 150 peserta didik
yang dilakukan secra tatap muka dan terjadwal didalam kelas maupun di ruang
BK, dari mulai pemberian layanan kepada individu, kelompok maupun
klasikal.
Jika dalam pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling seorang Guru
BK menangani peserta didik lebih dari 150, maka beban kerja seorang guru
BK/Konselor akan terasa berat da dalam menjalankan program layanan
Bimbingan dan Konseling maupun dalam melakukan need assesment tidak
akan berjalan secara optimal. Selain itu, ada beberapa sekolah dalam
menjalankan program layanan Bimbingan dan Konseling guru BK/Konselor
tidak diberikan jam khusus ketika hendak melakasanakan program layanan

8
bimbingan klasikal dimana hal ini juga mempengaruhi kurangnya eksistensi
guru BK dalam memberikan layanan.

C. Problem Posing
Dari hasil survei yang kami lakukan dibeberapa sekolah menengah atas
dan sekolah menengah kejuruan yang ada di Samarinda diperoleh
perbandingan guru bimbingan dan konseling dengan jumlah siswa (peserta
didik) di kota Samarinda sebagai berikut:
No Nama Sekolah Jumlah Siswa Jumlah Guru BK
1 SMAN 1 Samarinda 1.080 orang 5 orang
2 SMAN 2 Samarinda 1.200 orang 2 orang
3 SMAN 5 Samarinda 1.050 orang 3 orang
4 SMAN 6 Samarinda 700 orang 2 orang
5 SMAN 7 Samarinda 733 orang 3 orang
6 SMAN 8 Samarinda 650 orang 3 orang
7 SMAN 9 Samarinda 690 orang 3 orang
8 SMA Islam Samarinda 280 orang 1 orang
9 SMKN 1 Samarinda 1.200 orang 3 orang
10 SMK Muhammadiyah 4 500 orang 2 orang
Dari hasil survei yang kami dapatkan di atas, kami akan membahas satu
persatu setiap sekolah yang telah kami survei sebagai berikut:
1. Dari hasil survei kami mengenai perbandingan antara peserta didik dengan
guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 1 Samarinda, tidak terlalu jauh
perbandingannya. Menurut informasi yang kami dapatkan dari narasumber
yang bernama Lea (21 tahun) yang merupakan mahasiswi PLP di SMA
Negeri 1 Samarinda mengatakan bahwa terdapat 1.080 orang peserta didik
sedangkan guru bimbingan dan konselingnya berjumlah 5 orang. Walaupun
memang melebihi dari aturan yang terdapat di dalam Permendikbud No 111
tahun 2014 yaitu paling sedikit guru bimbingan dan konseling menangani 150
siswa. Di SMA Negeri 1 Samarinda paling tidak 1 orang guru bimbingan dan
konseling menangani 216 orang siswa. Guru bimbingan dan konseling di
SMA Negeri 1 Samarinda ini juga lulusan dari program studi bimbingan dan

9
konseling, 4 orang lulusan dari luar kalimantan timur dan 1 orang lulusan dari
Universitas Mulawarman. Sehingga layanan bimbingan dan konseling di
SMA Negeri 1 Samarinda berjalan secara profesional. Di SMA Negeri 1
Samarinda, guru bimbingan dan konseling juga diberikan waktu (jam) atau
kesempatan masuk ke dalam kelas untuk memberikan layanan bimbingan
klasikal. Tidak ada kendala yang serius terkait jalannya layanan bimbingan
dan konseling di SMA Negeri 1 Samarinda tersebut, hal tersebut terjadi
karena guru bimbingan dan konseling tidak terlalu banyak menangani siswa.
2. Dari hasil survei kami mengenai perbandingan antara peserta didik dengan
guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 2 Samarinda, terpaut jauh
perbandingannya antara guru bimbingan dan konseling dengan jumlah siswa
yang ditangani. Menurut informasi yang kami dapatkan dari narasumber yang
bernama Ria (21 tahun) yang merupakan mahasiswi PLP di SMA Negeri 2
Samarinda mengatakan bahwa terdapat 2 orang guru bimbingan dan
konseling yang menangani peserta didik sebanyak 1200 orang. Sehingga
paling tidak 1 orang guru bimbingan dan konseling menangani 600 siswa,
jumlah tersebut 4 kali lipat dari jumlah minimal siswa yang ditangani oleh
guru bimbingan dan konseling yang sesuai dengan aturan yang ada. Kedua
guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 2 Samarinda merupakan
lulusan dari program studi bimbingan dan konseling Universitas Mulawarman
sehingga memiliki bekal keilmuan menjadi guru bimbingan dan konseling.
Hanya saja kedua guru bimbingan dan konseling yang ada di SMA Negeri 2
Samarinda masih menjadi guru honor di SMA Negeri 2 Samarinda. Sedikit
miris melihatnya karena guru bimbingan dan konseling yang banyak sekali
menangani siswa di sekolah tetapi feedback yang didapatkan tidak sesuai
dengan kinerja yang dilakukan. Layanan bimbingan dan konseling di SMA
Negeri 2 Samarinda ini juga belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal
tersebut dikarenakan guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 2
Samarinda tidak diberikan jam atau kesempatan untuk melakukan bimbingan
di dalam kelas sehingga guru bimbingan dan konseling menunggu murid
yang ingin melakukan bimbingan di dalam ruangan bimbingan dan konseling.

10
3. Dari hasil survei kami mengenai perbandingan antara peserta didik dengan
guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 5 Samarinda, terpaut jauh
perbandingannya antara guru bimbingan dan konseling dengan jumlah siswa
yang ditangani. Menurut informasi yang kami dapatkan dari narasumber yang
bernama Dian (36 tahun) yang merupakan guru bimbingan dan konseling di
SMA Negeri 5 Samarinda mengatakan bahwa terdapat 3 orang guru
bimbingan dan konseling yang menangani peserta didik sebanyak 1050
orang. Setidaknya 1 orang guru bimbingan dan konseling menangani 350
orang siswa yang merupakan dua kali lipat dari aturan minimal guru
bimbingan dan konseling dalam menangani peserta didik disekolah. Guru
bimbingan dan konseling di SMAN 5 Samarinda tidak diberikan kesempatan
atau jam untuk melakukan layanan di dalam kelas sehingga di SMA Negeri 5
Samarinda ini guru bimbingan dan konseling kurang memperlihatkan
eksistensi dirinya. Jadi yang mengenal guru bimbingan dan konseling hanya
anak-anak yang bermasalah saja dan kurang dalam hal pencegahan masalah.
Sehingga dalam hal ini layanan bimbingan dan konseling tidak berjalan
sesuai dengan aturan yang ada dikarenakan kelebihan jumlah siswa yang
ditangani. Guru bimbingan dan konseling di SMAN 5 Samarinda setiap
harinya hanya ada di kantornya sendiri dan menunggu adanya masalah dari
siswa. Apabila terdapat masalah yang terjadi pada siswa, guru bimbingan dan
konseling di SMA Negeri 5 Samarinda langsung melakukan tindakan dengan
melakukan pemanggilan orang tua
4. Dari hasil survei kami mengenai perbandingan antara peserta didik dengan
guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 6 Samarinda, lumayan jauh
perbandingannya, kurang lebih sama seperti SMA Negeri 5 Samarinda.
Menurut informasi yang kami dapatkan dari narasumber yang bernama Lutfi
(20 tahun) yang merupakan alumni di SMA Negeri 6 Samarinda mengatakan
bahwa terdapat 700 orang peserta didik sedangkan guru bimbingan dan
konselingnya berjumlah 2 orang saja. Jadi, setidaknya 1 orang guru
bimbingan dan konseling menangani 350 siswa. Guru bimbingan dan
konseling di SMA Negeri 6 Samarinda ini merupakan lulusan dari program
studi bimbingan dan konseling. Dalam memberikan layanan bimbingan dan

11
konseling di sekolah, guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 6
Samarinda awalnya mengikuti peraturan yang ada di sekolah seperti disuruh
menghukum siswa dan sebagainya, sembari pelan-pelan memberikan
pemahaman kepada kepala sekolah dan guru-guru yang lain bahwa guru
bimbingan dan konseling sebenarnya tugasnya mengayomi dan menjadi
teman siswa, bukan malah menjadi musuh siswa. Guru bimbingan dan
konseling di sekolah menjalankan layanan bimbingan dan konseling sudah
cukup baik hanya saja memang guru bimbingan dan konseling dalam
menangani siswa tidak terlalu maksimal hal tersebut terjadi karena guru
bimbingan dan konseling di SMA Negeri 6 Samarinda menangani banyak
sekali siswa dari yang seharusnya sesuai dengan aturan yang ada.
5. Dari hasil survei kami mengenai perbandingan antara peserta didik dengan
guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 7 Samarinda, tidak terlalu jauh
perbandingannya. Menurut informasi yang kami dapatkan dari narasumber
yang bernama Wahyu (20 tahun) yang merupakan alumni dari SMA Negeri 7
Samarinda mengatakan bahwa terdapat 733 orang siswa di SMA Negeri 7
Samarinda sedangkan guru bimbingan dan konselingnya berjumlah 3 orang.
Setidaknya satu orang guru bimbingan dan konseling menangani siswa hanya
244 orang siswa. Setelah ditelusuri lebih lanjut lagi, guru bimbingan dan
konseling di SMA Negeri 7 Samarinda tersebut ternyata bukan dari lulusan
bimbingan dan konseling. Guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 7
Samarinda tersebut merupakan guru mata pelajaran yang jam mengajarnya
tidak terpenuhi sehingga diberikan amanah menjadi guru bimbingan dan
konseling. Sehingga dalam hal ini, layanan bimbingan dan konseling tidak
terlalu berjalan karena yang menjalankan layanan bimbingan dan konseling
tersebut bukan orang yang profesional yang lulusan dari S1 bimbingan dan
konseling. Apa lagi guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 7
Samarinda menangani cukup banyak siswa, sehingga layanan bimbingan dan
konseling dilaksanakan tidak secara profesional dan kurang optimal.
6. Dari hasil survei kami mengenai perbandingan antara peserta didik dengan
guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 8 Samarinda, tidak terlalu jauh
perbandingannya. Menurut informasi yang kami dapatkan dari narasumber

12
yang bernama Endang Fitrianingsih (50 tahun) yang merupakan guru
bimbingan dan konseling sekaligus koordinator bimbingan dan konseling di
SMA Negeri 8 Samarinda mengatakan bahwa terdapat kurang lebih 650
orang peserta didik sedangkan guru bimbingan dan konselingnya berjumlah 3
orang. Setidaknya satu orang guru bimbingan dan konseling menangani
kurang lebih 216 siswa, jumlah yang terbilang tidak terlalu jauh dari batas
minimal siswa yang harus ditangani oleh guru bimbingan dan konseling.
Sehingga layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 8 Samarinda ini
pun berjalan dengan baik, bahkan guru bimbingan dan konseling diberikan
ruangan khusus yang berbeda dengan guru-guru lainnya untuk menunjang
berlangsungnya layanan bimbingan dan konseling yang sangat nyaman dan
ber AC, bahkan di dalam ruang bimbingan dan konseling tersebut terdapat
ruangan untuk dilaksanakannya layanan konseling yang privasi. Guru
bimbingan dan konseling di SMA Negeri 8 Samarinda juga diberikan
kesempatan dan jam (waktu) untuk masuk ke dalam kelas untuk memberikan
layanan bimbingan klasikal untuk mencegah terjadinya masalah dan
memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik. Dua
orang guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 8 Samarinda merupakan
lulusan dari program studi bimbingan dan konseling Universitas
Mulawarman, dua orang guru bimbingan dan konseling tersebut sangat ramah
sekali kepada murid-muridnya, sangat menggambarkan seorang guru
bimbingan dan konseling yang menjadi teman siswa. Satu orang guru
bimbingan dan konseling di SMA Negeri 8 Samarinda merupakan lulusan
dari program studi ekonomi, karena beliau bukan lulusan dari program studi
bimbingan dan konseling, jadi beliau agak sedikit kebingungan dalam
menjalankan layanan bimbingan dan konseling bahkan ketika beliau
memberikan layanan bimbingan klasikal di kelas kepada peserta didik, beliau
mendiktekan suatu bacaan lalu anak-anak disuruhnya untuk menulis. Bu
Endang selaku koordinator sudah sempat menegur beliau hanya saja beliau
tetap menjalankan metode yang seperti itu karena sudah merasa nyaman
dengan metode tersebut. Dari hasil survei kami di SMA Negeri 8 Samarinda

13
ini, terjalin kedekatan antara siswa dengan guru bimbingan dan konselingnya
karna jumlah siswa yang ditangani tidak terlalu banyak.
7. Dari hasil survei kami mengenai perbandingan antara peserta didik dengan
guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 9 Samarinda, tidak terlalu jauh
perbandingannya. Menurut informasi yang kami dapatkan dari narasumber
yang bernama Juri (21 tahun) yang merupakan mahasiswi PLP di SMA
Negeri 9 Samarinda mengatakan bahwa terdapat 690 orang peserta didik
sedangkan guru bimbingan dan konselingnya berjumlah 3 orang. Setidaknya
satu orang guru bimbingan dan konseling menangani 230 orang siswa.
Layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 9 Samarinda sudah
berjalan cukup baik, hal tersebut terjadi karena salah satunya, guru bimbingan
dan konseling tidak terlalu banyak menangani siswa. Hanya saja dalam
melaksanakan layanan bimbingan klasikal, hanya kelas X saja yang diberikan
waktu untuk diberikan layanan bimbingan klasikal sebanyak 2 JP. Sedangkan
kelas XI dan XII apabila ingin melakukan bimbingan, mereka harus
mendatangi guru bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan
konseling di SMA Negeri 9 Samarinda tersebut juga dilaksanakan oleh guru
bimbingan dan konseling yang profesional dan berkompeten dibidangnya.
Guru bimbingan dan konseling di sekolah tersebut juga sangat rapi dalam
pengadminitrasiannya serta dalam menyimpan data-data mengenai peserta
didik. Walaupun memang jumlah siswa yang ditangani bukan jumlah siswa
yang ideal yaitu 150 siswa.
8. Dari hasil survei kami mengenai perbandingan antara peserta didik dengan
guru bimbingan dan konseling di SMA Islam Samarinda, tidak terlalu jauh
perbandingannya. Menurut informasi yang kami dapatkan dari narasumber
yang bernama Reza (21 tahun) yang merupakan mahasiswa PLP di SMA
Islam Samarinda mengatakan bahwa terdapat 280 orang peserta didik
sedangkan guru bimbingan dan konselingnya hanya 1 orang saja, jumlah
siswa yang cukup banyak yang hampir mendekati 2 kali lipat dari
minimalnya siswa yang ditangani oleh guru bimbingan dan konseling,
sehingga harus bekerja extra dalam melaksanakan layanan bimbingan dan
konseling. Guru bimbingan dan konseling di SMA Islam Samarinda tersebut

14
bukan dari lulusan bimbingan dan konseling melainkan lulusan dari
pendidikan agama Islam sehingga tidak menjalankan layanan bimbingan dan
konseling secara profesional.
9. Dari hasil survei kami mengenai perbandingan antara peserta didik dengan
guru bimbingan dan konseling di SMK Negeri 1 Samarinda, sangat jauh
sekali perbandingannya. Menurut informasi yang kami dapatkan dari
narasumber guru bimbingan dan konseling di SMK Negeri 1 Samarinda
mengatakan bahwa terdapat 1.200 orang peserta didik sedangkan guru
bimbingan dan konselingnya berjumlah 3 orang. Berarti setidaknya satu
orang guru bimbingan dan konseling menangani 400 orang siswa. Sehingga
dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling baik itu dari proses
need asesmentnya sampai dengan pelaksanaannya akan mengalami kesulitan
karena banyaknya jumlah siswa yang ditangani.
10. Dari hasil survei kami mengenai perbandingan antara peserta didik dengan
guru bimbingan dan konseling di SMK Muhammadiyah 4 Samarinda, tidak
terlalu jauh perbandingannya. Menurut informasi yang kami dapatkan dari
narasumber yang bernama Jannah (21 tahun) yang merupakan mahasiswi
PLP di SMK Muhammdiyah 4 Samarinda mengatakan bahwa terdapat 500
orang peserta didik sedangkan guru bimbingan dan konselingnya berjumlah 2
orang. Setidaknya satu orang guru bimbingan dan konseling menangani 250
orang siswa. Dalam hal ini layanan bimbingan dan konseling berjalan cukup
baik. Layanan bimbingan dan konseling dijalankan oleh guru bimbingan dan
konseling yang lulusan dari program bimbingan dan konseling. Hanya saja
dalam menjalankan programnya guru bimbingan dan konseling ketika ingin
melakukan layanan bimbingan klasikal, tidak diberikan jam khusus dan
menunggu apabila ada jam kosong yang guru mata pelajarannya di masuk ke
dalam kelas.
Dari hasil survei yang kami lakukan keberbagai sekolah menengah di
Samarinda, didapatkan bahwa masih ada saja sekolah yang tidak menaati
peraturan yang terdapat di dalam Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 bahwa
setidaknya guru bimbingan dan konseling menangani 150 siswa, tetapi pada
kenyataannya, guru bimbingan dan konseling yang terdapat di Samarinda,

15
menangani siswa diluar batas kewajaran. Perbandingan antara jumlah guru
bimbingan dan konseling dengan jumlah peserta didik terpaut jauh sekali ada
yang bahkan 1 : 600, padahal sekolah tersebut merupakan sekolah elit yang ada
di Samarinda. Namun sangat miris sekali, melihat sekolah yang elit tetapi tidak
memperhatikan layanan bimbingan dan konseling yang merupakan salah satu
program untuk membentuk karakter bangsa. Mungkin perlu adanya upaya tegas
yang dilakukan pemerintah dalam hal menyikapi permasalahan tersebut. Dari
beberapa sekolah yang kami survei tidak ada satu sekolah pun yang menangani
siswa dengan jumlah ideal yaitu sebanyak 150 orang siswa.

D. Problem Solving
Guna mengatasi persoalan-persoalan yang kami temukan di lapangan, ada
beberapa solusi ataupun alternative yang dapat diterapkan, antara lain :
1. Pemberian pemahaman kepada pihak sekolah mengenai Permendikbud
Nomor 111 Tahun 2014. Jelas tertulis bahwasanya pengadaan layanan
bimbingan dan konseling oleh Guru Bimbingan dan Konseling dilakukan
dengan rasio satu guru Bimbingan dan Konseling melayani 150 orang
Konseli atau peserta didik. Pihak sekolah perlu diberikan pemahaman
mengenai kekhawatiran yang ditimbulkan, mulai dari bergesernya tugas
guru bimbingan dan konseling hingga pengadaan layanan bimbingan dan
konseling yang kurang optimal.
2. Penambahan personil guru bimbingan dan konseling yang professional di
tiap-tiap sekolah yang tidak memenuhi peraturan menteri pendidikan dan
kebudayaan seperti yang telah tertulis di poin satu. Penambahan personil
guru bimbingan dan konseling ini tidak sembarang dilakukan, guru-guru
bimbingan dan konseling yang ditugaskan haruslah konselor yang benar-
benar professional, yang dapat dibuktikkan dengan sertifikasi sarjana
konselor.
Konselor dituntut untuk bekerja secara professional guna mencapai tujuan
layanan bimbingan dan konseling itu sendiri. Dibutuhkan kolaborasi yang baik
antara konselor, guru, kepala sekolah dan orang tua serta segenap sumber daya
yang dapat membantu peserta didik mencapai keberhasilan. Namun rupanya

16
hal tersebut tidak serta merta menjamin keberhasilan tercapainya tujuan
layanan bimbingan dan konseling. Dengan konselor yang dituntut untuk
memberikan layanan kepada peserta didik dengan jumlah diluar kemampuan
mereka tentunya akan sangat mempengaruhi tercapainya tujuan layanan
bimbingan dan konseling yang diberikan. Sekalipun guru bimbingan dan
konseling yang bertugas adalah seorang professional, kinerja hasil konselor
yang bersangkutan tentu juga tidak akan terlalu terlihat, mengingat banyaknya
peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Dengan terselesaikannya persoalan tidak sesuainya rasio guru bimbingan
dan konseling dengan peserta didik ini, diharapkan keberadaan guru bimbingan
dan konseling di sekolah-sekolah dapat lebih dihargai dan dapat lebih disadari
perannya di dalam sekolah. Anggapan berbagai pihak mengenai guru
bimbingan dan konseling yang dianggap tidak memiliki peran penting di dalam
lingkungan sekolah, tentunya akan bergeser seiring dengan kinerja guru
bimbingan dan konseling yang professional dan sesuai dengan fokus tanggung
jawab mereka terhadap 150 peserta didik/ Guru BK.

E. Reflection to Process and Result


Pelayanan bimbingan konseling memfasilitasi pengembangan peserta
didik, secara individual, kelompok dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang
dimiliki. Pelayanan bimbingan dan konseling diselenggarakan oleh guru
bimbingan dan konseling, hal tersebut diatur di dalam Permendikbud Nomor
111 Tahun 2014 yaitu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SD/MI
atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling. Adapun beban kerja guru bimbingan dan konseling/Konselor
adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit kepada 150 (seratus
lima puluh) orang peserta didik, hal tersebut diatur di dalam Permendikbud
Nomor 111 Tahun 2014 yaitu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada
SMP/MTs atau yang sederajat, SMA/MA atau yang sederajat, dan SMK/MAK
atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan

17
Konseling dengan rasio satu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling
melayani 150 orang Konseli atau peserta didik.
Namun pada kenyataan di lapangan masih banyak sekolah – sekolah yang
ada di Indonesia dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling tidak sesuai
dengan apa yang dalam Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014. Masih ada
sekolah dimana jumlah guru Bimbingan dan Konseling/Konselor yang ada di
sekolah belum sesuai dengan rasio 1:150. Yang dalam artian jumlah peserta
didik yang perlunya diberikan pelayanan Bimbingan dan Konseling tidak
seimbang dengan jumlah guru BK yang ada disekolah. Ketikseimbangan antara
jumlah guru Bk dan jumlah murid akan memperngarui program layanan
Bimbingan dan konseling yang ada disekolah, program layanan bimbingan dan
konseling mungkin dapat terjalankan hanya saja tidak secara optimal dan
menyeluruh. Perbandingan antara jumlah guru bimbingan dan konseling
dengan jumlah peserta didik terpaut jauh sekali ada yang bahkan 1 : 600.
Guna mengatasi persoalan-persoalan yang kami temukan di lapangan, ada
beberapa solusi ataupun alternative yang dapat diterapkan, antara lain:
(1)Pemberian pemahaman kepada pihak sekolah mengenai Permendikbud
Nomor 111 Tahun 2014. Jelas tertulis bahwasanya pengadaan layanan
bimbingan dan konseling oleh Guru Bimbingan dan Konseling dilakukan
dengan rasio satu guru Bimbingan dan Konseling melayani 150 orang Konseli
atau peserta didik. Pihak sekolah perlu diberikan pemahaman mengenai
kekhawatiran yang ditimbulkan, mulai dari bergesernya tugas guru bimbingan
dan konseling hingga pengadaan layanan bimbingan dan konseling yang
kurang optimal. (2) Penambahan personil guru bimbingan dan konseling yang
professional di tiap-tiap sekolah yang tidak memenuhi peraturan menteri
pendidikan dan kebudayaan seperti yang telah tertulis di poin satu.
Penambahan personil guru bimbingan dan konseling ini tidak sembarang
dilakukan, guru-guru bimbingan dan konseling yang ditugaskan haruslah
konselor yang benar-benar professional, yang dapat dibuktikkan dengan
sertifikasi sarjana konselor.
Dengan terselesaikannya persoalan tidak sesuainya rasio guru bimbingan
dan konseling dengan peserta didik ini, diharapkan keberadaan guru bimbingan

18
dan konseling di sekolah-sekolah dapat lebih dihargai dan dapat lebih disadari
perannya di dalam sekolah. Perlu adanya upaya tegas yang dilakukan oleh
pemerintah dalam hal menyikapi permasalahan ketidaksesuaian perbandingan
antara guru bimbingan dan konseling dengan jumlah peserta didik yang ada di
suatu sekolah, karena hal tersebut dapat berdampak besar terhadap pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling.

DAFTAR PUSTAKA
Endah, Yekti & Sugiyo. 2016. Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling Studi
Kasu di SMA 1 Kota Semarang. Jurnal Bimbingan Konseling 5 (1)

Daryanto & Mohammad Farid. 2015. Bimbingan Konseling Panduan Guru BK


dan Guru Umum. Yogyakarta: Gava Media.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111


Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah.

Prayitno. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT.Rineka


Cipta.
Suhardita, K., Dartiningsih, M., Sapta, I. K., dan Yuliastini, N. K. 2019.
Manajemen Bimbingan Konseling di Sekolah Menengah Atas. Konvensi
Nasional Bimbingan Dan Konseling XXI, 89-98.
Trisnowati, Eli. 2016. Peran Konselor Di Berbagai Setting Sekolah, Jurnal
Konseling Gusjigang, 2 (2), 165-172.
Wangid, Muhammda Nur. 2009. Revitalisasi Peran Konselor Di Sekolah, Jurnal
Paradigma,8 (4), 81-92.
Zamroni, Edris dan Susilo Rahardjo. 2015. Manajemen Bimbingan dan Konseling
Berbasis Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014, Jurnal Konseling
Gusjigang,1 (1), 1-11.
Kasih, Fitria. 2017. Profil Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling dalam
Pelayanan Kelompok di SMA Sumatera Barat. Jurnal Counseling Care,
Volume 1, Nomor 1

19

Anda mungkin juga menyukai