Anda di halaman 1dari 24

JAWABAN

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah : Bimbingan Dan Konseling

Program : Magister Pengawas

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Mulyadi, M. Pd.I

Oleh : M a n s u r (NIM: 15710052)

1. Pengertian, Persamaan, Perbedaan serta Hubungan Bimbingan dan Konseling

a. Rumusan Pengertian Bimbingan dan Pengertian Konseling

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang
atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan
kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang
berlaku.

Sedangkan Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antarab dua orang
dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang
dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri,
keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan
menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.

b. Persamaan Bimbingan dan Konseling

Persamaan antara bimbingan terletak pada tujuan yang hendak dicapai yaitu sama-sama diterapkan
dalam program persekolahan, sama-sama berusaha untuk memandirikan individu, dan sama-sama
mengikuti norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tempat kedua kegiatan itu
diselenggarakan.

c. Perbedaan Bimbingan dan Konseling

Perbedaan antara bimbingan dan konseling terletak pada segi isi kegiatan dan tenaga yang
menyelenggarakan. Dari segi isi, bimbingan lebih banyak bersangkut paut dengan usaha pemberian
informasi dan dan kegiatan pengumpulan data tentang siswa dan lebih menekankan pada fungsi
pencegahan, sedangakan konseling merupakan bantuan yang dilakukan dalam pertemuan tatap
muka antara dua orang manusia yaitu antara konselor dan klien.
Dari segi tenaga, bimbingan dapat dilakukan oleh orang tua, guru, wali kelas, kepala sekolah, orang
dewasa lainnya. Namun, konseling hanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah terdidik
dan terlatih. Dengan kata lain, konseling merupakan bentuk khusus bimbingan yaitu layanan yang
diberikan oleh konselor kepada klien secara individu.

d. Hubungan Bimbingan dengan Konseling

Istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) memiliki hubungan yang sangat erat dan
merupakan kegiatan yang integral. Dalam praktik sehari-hari istilah bimbingan selalu digandengkan
dengan istilah konseling yakni bimbingan dan konseling (guidance and counseling).

Dengan demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah satu teknik pelayanan bimbingan
secara keseluruhan, yaitu dengan cara memberikan bantuan secara individual (face to face
relationship). Bimbingan tanpa konse- ling ibarat pendidikan tanpa pengajaran atau perawatan
tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di antara keduanya hanyalah terletak pada
tingkatannya.

2. Latar belakang perlunya Bimbingan dan Konseling dan bagan skematis BK di Sekolah.

a. Latar Belakang perlunya BK

Ada 3 (tiga) latar belakang perlunya layanan bimbingan dan konseling, yaitu latar belakang sosial
kultural, latar belakang perkembangan pendidikan, dan latar belakang psikologis:

1) LATAR BELAKANG SOSIAL KULTURAL

Perkembangan zaman (globalisasi) menimbulkan perubahan dan kemajuan dalam masyarakat.


Aspek perubahan meliputi: sosial, politik, ekonomi, industri, informasi dan sebagainya. Akibatnya
ialah berbagai permasalahan yang dihadapi oleh individu, misalnya, pengangguran, syarat-syarat
pekerjaan, penyesuaian diri, jenis dan kesempatan pendidikan, perencanaan dan pemilihan
pendidikan, masalah hubungan sosial, masalah keluarga, keuangan, masalah pribadi, dan
sebagainya. Walaupun pada umumnya masing-masing individu berhasil mengatasi dengan
sempurna, sebagian lain masih perlu mendapatkan bantuan.

Karena itulah sekolah memiliki tanggung jawab dalam membantu para siswa baik sebagai pribadi
maupun sebagai calon anggota masyarakat, dengan mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil
menyesuaikan diri di masyarakat dan mampu menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya,
dan bantuan tersebut diberikan melalui program bimbingan dan konseling disekolah.

2) LATAR BELAKANG PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam GBHN adalah:
“Untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan dan cinta
tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun
dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”. Dari pengertian
dan tujuan di atas, jelas bahwa yang menjadi tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan
kepribadian secara optimal dan setiap anak didik sebagai pribadi.

Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya bersifat
menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional (pengajaran), akan tetapi meliputi
kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat layanan sehingga
akhirnya dapat berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan seperti tersebut di
atas, adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrasian yang baik, kurikulum
beserta proses belajar mengajar yang memadai, dan layanan pribadi kepada anak didik melalui
bimbingan.

Dalam hubungan inilah bimbingan mempunyai peranan yang amat penting dalam pendidikan, yaitu
membantu setiap pribadi anak didik agar berkembang secara optimal. Dengan demikian maka hasil
pendidikan sesungguhnya akan tercermin pada pribadi anak didik yang berkembang baik secara
akademik, psikologis, maupun sosial.

3) LATAR BELAKANG PSIKOLOGIS

Secara psikologis dewasa ini, masih banyak adanya gejala-gejala perkembangan kepribadian yang
kurang matang, kurang percaya pada diri sendiri, kecemasan, putus asa, bersikap santai, kurang
responsif, ketergantungan, pribadi yang tidak seimbang, dan sebagainya. Oleh karena itu, dengan
diadakannya program bimbingan dan konseling disekolah diharapkan akan membantu peserta didik
dalam membangun kepribadian anak didik secara optimal agar tidak ada lagi

Dalam konsepsi tentang tugas perkembangan (developmental task) dikatakan bahwa setiap periode
tertentu terdapat sejumlah tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan. Berhasil tidaknya
individu dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut akan berpengaruh bagi perkembangan
selanjutnya dalam penyesuaian dirinya di dalam masyarakat. Oleh karena itu, melalui layanan
bimbingan dan konseling siswa dibantu agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya dengan
baik.

b. Bagan struktur organisasi BK di Sekolah

Keterangan :

1) Unsur Kan Depdiknas, adalah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan terhadap
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dalam hal ini adalah pengawas
sebagaimana dimaksudkan dalam petunjuk pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah.

2) Kepala sekolah (bersama Wakil Kepala Sekolah) adalah penanggung jawab pendidikan pada
satuan pendidikan (SLTP, SMA, SMK) secara keseluruhan, termasuk penanggung jawab dalam
membuat kebijakan pelayanan bimbingan dan konseling.
3) Koordinator Bimbingan dan Konseling (bersama guru pembimbing/konselor sekolah) adalah
pelaksanaan utama pelayanan bimbingan dan konseling.

4) Guru (mata Pelajaran atau Praktik) adalah pelaksanaan pengajaran dan praktik /latihan.

5) Wali Kelas, adalah guru yang ditugasi secara khusus untuk mengurusi pembinaan dan
adminitrasi (seperti nilai rapor, kenaikan kelas, kehadiran siswa) satu kalas tertentu.

6) Siswa, adalah peserta didik yang menerima pelayanan pengajaran, praktik/latihan, dan
bimbingan di SLTP, SMA, dan SMK.

7) Tata Usaha, adalah pembantu Kepala Sekolah dalam penyelenggara adminitrasi dan
ketatausahaan.

8) Komite Sekolah, adalah organisasi yang terdiri dari unsure sekolah, orang tua dan tokoh
masyarakat, yang berperan membantu penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Sifat hubungan seperti pada bagan tersebut dapat diartikan secara variatif. Hubungan antara Unsur
Kandepiknas dengan Kepala Sekolah dan Koordinator BK adalah hubungan administratif . Hubungan
antara Koordinator BK dengan Guru dan Wali Kelas adalah hubungan kerjasama sekaligus koordinatif
bila ditinjau dari garis administrasi Kepala Sekolah ke bawah. Sedangkan hubungan Koordinator BK
(dan Guru Pembimbing/Konselor Sekolah), Guru Mata Pelajaran, Wali Kelas dengan Siswa adalah
hubungan dalam layanan.

3. Bagan skematis komponen program bimbingan di sekolah, dan menjelaskan komponennya.

1. Pelayanan Dasar

a. Pengertian

Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui
kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara
sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-
tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan
dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani
kehidupannya. Penggunaan instrumen assesmen perkembangan dan kegiatan tatap muka terjadwal
di kelas sangat diperlukan untuk mendukung implementasi komponen ini. Assesmen kebutuhan
diperlukan untuk dijadikan landasan pengembangan pengalaman terstruktur yang disebutkan.

b. Tujuan

Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang
normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan
kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara
rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli, agar: (1)
memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial,
budaya, dan agama); (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung
jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya; (3)
mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya; dan (4) mampu mengembangkan
dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.

c. Fokus Pengembangan

Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek
pribadi, sosial, belajar, dan karier. Semua ini berkaitan dengan upaya membantu konseli dalam
mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas
dasar standar kompetensi kemandirian, antara lain mencakup pengembangan: (a) sel-esteem; (b)
motivasi berprestasi; (c) keterampilan pengambilan keputusan; (d) keterampilan pemecahan
masalah; (e) keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi; (f) penyadaran keragaman
budaya; dan (g) perilaku bertanggung jawab. Terkait dengan pengembangan karier, khususnya siswa
SMP dan SMA, meliputi: (a) fungsi agama bagi kehidupan; (b) pemantapan pilihan program studi; (c)
keterampilan kerja profesional; (d) kesiapan pribadi—fisik-psikhis; (e) perkembangan dunia kerja; (f)
iklim kehidupan dunia kerja; (g) cara melamar pekerjaan; (h) kasus-kasus kriminalitas; (i) bahayanya
kriminalitas; dan (j) dampak pergaulan bebas.

2. Pelayanan Responsif

a. Pengertian

Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan
dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat
menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Konseling individual,
konseling crisis, konsultasi dengan orang tua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam
bantuan yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif.

b. Tujuan

Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli agar dapat memenuhi kebutuhannya dan
memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu konseli yang mengalami hambatan,
kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan pelayanan ini dapat juga
dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi konseli
yang muncul segera dan dirasakan saat itu. Hal tersebut berkenaan dengan masalah sosial-pribadi,
karier dan atau masalah pengembangan pendidikan.

c. Fokus Pengembangan

Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli. Masalah dan
kebutuhan konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal karena dipandang
penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk
memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karier dan pilihan program studi, sumber-sumber
belajar, bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas.

Masalah lainnya adalah berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan menggangu kenyamanan
hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak terpenuhi kebutuhannya atau
gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.

3. Pelayanan Perencanaan Individual

a. Pengertian

Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan
kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan desempatan yang tersedia di
lingkungannya. Pemahaman konseli secara mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran
hasil assesmen dan penyediaan informasi yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang
dimiliki konseli amat diperlukan sehingga konseli mampu memilih dan mengambil keputusan yang
tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan kebutuhan
khusus konseli. Kegiatan orientasi, informasi, konseling individual, rujukan, kolaborasi, dan advokasi
diperlukan di dalam implementasi pelayanan ini.

b. Tujuan

Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli, agar: (1) memiliki pemahaman tentang
diri dan lingkungannya; (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap
perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier; dan (3) dapat
melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.

Tujuan perencanaan individual ini juga dapat dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi konseli untuk
merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karier, dan pengembangan sosial
pribadi oleh dirinya sendiri. Isi pelayanan perencanaan individual adalah hal-hal yang menjadi
kebutuhan konseli untuk memahami secara khusus tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan
demikian, meskipun perencanaan individual ditujukan untuk memandu seluruh konseli, pelayanan
yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan
yang ditentukan oleh masing-masing konseli.

c. Fokus Pengembangan

Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik,
karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakup fokus tersebut meliputi: (1) akademik, meliputi:
memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan,
memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat;
(2) karier, meliputi: mengeksplorasi peluang-peluang karier, mengeksplorasi latihan-latihan kerja,
memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) sosial-pribadi, meliputi:
pengembangan konsep diri yang positif dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
4. Dukungan Sistem

Ketiga komponen di atas merupakan pemberian bimbingan dan konseling kepada konseli secara
langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manajemen,
tata kerja, infrastruktur (misalnya Teknologi Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan
kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan
bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.

Program ini memberikan dukungan kepada konselor dalam memperlancar penyelenggaraan


pelayanan di atas. Sedangkan bagi personil pendidikan lainnya adalah untuk memperlancar
penyelenggaraan program pendidikan di sekolah. Dukungan sistem meliputi aspek-aspek: (a)
pengembangan jejaring (networking); (b) kegiatan manajemen; dan (c) riset dan pengembangan.

a. Pengembangan Jejaring (networking)

Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor yang meliputi: (a) konsultasi dengan guru-
guru; (b) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat; (c)
berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah; (d) bekerjasama
dengan personel sekolah lainnya dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi
perkembangan konseli; (e) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat
dengan bimbingan dan konseling; dan (f) melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang
terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling.

b. Kegiatan Manajemen

Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan


meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan: (a)
pengembangan program, (b) pengembangan staff; (c) pemanfaatan sumber daya; dan (d)
pengembangan penataan kebijakan.

c. Pengembangan Profesionalitas

Konselor secara terus menerus berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya
melalui: (1) inservice training; (2) aktif dalam organisasi profesi; (3) aktif dalam kegiatan-kegiatan
ilmiah, seperti seminar, workshop, atau (3) melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi
(pascasarjana).

c. Pemberian konsultasi dan berkolaborasi

Konselor perlu melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf sekolah lainnya,
dan pihak institusi di luar sekolah untuk memperoleh informasi, dan umpan balik tentang pelayanan
bantuan yang telah diberikannya kepada para konseli, menciptakan lingkungan sekolah yang
kondusif bagi perkembangan konseli, melakukan referal, serta meningkatkan kualitas program
bimbingan dan konseling. Dengan kata lain strategi ini berkaitan dengan upaya sekolah untuk
menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan upaya
peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling. Pihak-pihak terkait, seperti: (1) instansi
pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi seperti ABKIN, (4) para ahli dalam bidang
tertentu yang terkait seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orang tua konseli, (5) MGP, dan (6)
Depnaker.

d. Manajemen Program

Suatu program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan tercapai
bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan
secara jelas, sistematis, dan terarah.

e. Riset dan Pengembangan

Kegiatan riset dan pengembangan merupakan aktivitas konselor yang berhubungan dengan
pengembangan profesional secara berkelanjutan, meliputi: (a) merancang, melaksanakan dan
memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling untuk meningkatkan koalitas layanan
bimbingan dan konseling, sebagai sumber data bagi kepentingan kebijakan sekolah dan
implementasi proses pembelajaran, serta pengembangan program bagi peningkatan unjuk kerja
profesional konselor; (2) merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas pengembangan diri
konselor profesional sesuai dengan standar kompetensi konselor; (3) mengembangkan kesadaran
komitmen terhadap etika profesional; dan (4) berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi
bimbingan dan konseling.

4. Mendeskripsikan perkembangan BK di Indonesia

Deskripsi Periodesasi perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia

periodesasi

Peristiwa

Periode I dan II:

Prawacana dan pengenalan (sebelum 1960-1970-an)

Pada periode ini pembicaraan tentang bimbingan dan konseling sudah dimulai, terutama oleh para
pendidik yang pernah mempelajarinya diluar negeri. Periode ini berpuncak dengan dibukanya
jurusan Bimbingan dan penyuluhan pada tahun 1963 di IKIP bandung(sekarang namanya UPI).
Pembukaan ini menandai dimulainya periode kedua yang secara tidak langsung memperkenalakan
pelayanan BP pada masyarakat akademik, dan pendidik. Sukses periode kedua in ditandai dengan
dua keberhasilan, yang diluluskannya sejumlah sarjana BP, dan semakin dipahami dan dirasakan
kebutuhan akan pelayanan tersebut.

Periode III: pemasyarakatan (1970-1990 an)


Pada periode ini diberlakunya kurikulum 1975 untuk sekolah dasar sampai sekolah menengah
tingkat atas. Kurikulum ini secara resmi mengintegrasikan ke dalamnya layanan BP untuk siswa. Pada
tahun ini terbentuk organisasi profesi BP dengan nama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia).
Pada periode ketiga ini ditandai juga dengan pemberlakuan kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984
ini, pelayanan BP difokuskan pada bidang-bidang karir. Dan pada periode ini muncul beberapa
permasalahan, seperti: (1) berkembangnya pemahaman yang keliru, yaitu mengidentikan Bimbingan
karir dengan Bimbingan Penyuluhan. (2) kerancuan dalam mengimlementasikan SK Menpan No
26/Menpan/1989 terhadap penyelenggaraan layanan bimbingan di sekolah. Dalam SK tersebut
terimplikasi bahwa semua guru dapat diserahi tugas melaksanakan pelayanan BP. Akibatnya
pelayanan BP menjadi kabur, baik pemahaman maupun implementasinya.

Periode IV: konsolidasi(1990-2000)

Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah kebijakan bahwa pelayanan BP itu dapat
dilaksanakan oleh semua guru (seperti terjadi pada periode ke empat di atas). Pada periode ini
ditandai oleh (1) diubahnya secara resmi kata penyuluhan menjadi konseling.(2) pelayanan BK di
sekolah hanya dilaksanakan oleh guru pembimbing yang secara khusus ditugasi untuk itu. (3) mulai
diselenggarakan penataran(nasional dan daerah) untuk guru-guru pembimbing.(4) mulai adanya
formasi untuk pengangkatan menjadi guru pembimbing.(5) pola pelayanan BK di sekolah dikemas
dalam BK pola 17, dan (6) dalam bidang kepengawasan sekolah dibentuk kepengawasan bidang BK.
(7) dikembangkannya sejumlah panduan pelayanan BK di sekolah yang lebih operasional oleh IPBI.

Periode V: lepas landas

Semula diharapkan periode konsolidasi akan dapat mencapai hasil-hasil yang memadai, sehingga
mulai pada tahun 2001 profesi BK di Indonesia sudah dapat tinggal landas. Namun kenyataan
menunjukkan bahwa masih ada permasalahan yang belum terkonsilidasi, yang berkenaan dengan
sumber daya manusia(SDM). Kelemahannya berakar dari kondisi untrained, undertrained, dan
uncommitted para pelaksana layanan. Walaupun begitu pada tahun-tahun setelah masa konsolidasi
terdapat beberapa peristiwa yang dapat dijadikan tonggak bagi pengembangan profesi konseling
menuju era lepas landas, yaitu: (1) penggantian nama organisasi profesi dari IPBI menjadi ABKIN
(Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia),(2) lahirnya undang-undang No 20 tahun 2003 tentang
system pendidikan nasional, yang dimuat di dalamnya ketentuan bahwa konselor termasuk salah
satu jenis tenaga pendidik (bab1 ayat 4). (3) kerjasama pengurus besar ABKIN dengan dikti
Depdiknas tentang standarisasi profesi konseling.(4) kerjasama ABKIN dengan direktorat PLP dalam
merumuskan kompetensi guru pembimbing(konselor) SMP dan sekaligus memberikan pelatihan
kepada mereka.

5. Konselor atau Guru perlu mengakaji diagnosis dan pemecahan kesulitan belajar.

Alasannya karena….
Dalam landasan pemikiran perlunya diagnosis dan pemecahan kesulitan belajar bagi peserta didik /
klien adalah sebagai berikut:

1. Setiap Murid/ klien hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara
optimal sesuai dengan kemampuan, kecerdasan, bakat dan minatnya.

2. Adanya perbedaan-perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang fisik
serta social masing-masing murid maka kemajuan belajar peserta didik dalam satu kelas mungkin
tidaklah sama, ada siswa yang cepat, sedang dan lambat dalam memahami dan menerima materi
pelajaran.

3. Sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
maju sesuai dengan kemampuan individu peserta didik, sehingga saat diadakan evaluasi akan
nampak adanya sejumlah peserta didik yang belum berhasil mencapai penguasaan materi seperti
yang diharapkan.

Untuk pelayanan ini guru perlu memperhatikan peserta didik yang memiliki prestasi dan yang tidak
untuk mengukur tingkat kemampuan tertentu dari peserta didik.

Untuk menhadapi hal-hal tersebut, para guru dan konselor perlu diperlengkapi dengan
pengetahuan, sikap dan keterampilandalam hubungannya dengan pengidentifikasian kesulitan
belajar, sebab-sebabnya dan pelayanan remedial

Contohnya:…

Contohnya di dalam kelas guru sudah menandai Mansur misalnya sebagai siswa yang mengalami
kesulitan belajar. Diantaranya dapat dilihat dari :

a. Hasil belajar Sejarah yang dicapai Mansur lebih rendah dibawah rata-rata.

b. Hasil belajar Sejarah yang dicapai Mansur sekarang lebih rendah dibanding sebelumnya.

c. Hasil belajar Sejarah yang dicapai oleh Mansur tidak seimbang dengan usaha yang telah
dilakukan.

d. Lambatnya Mansur dalam melakukan tugas-tugas belajar.

e. Mansur menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses belajar
dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.

f. Mansur menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang
sebelum waktunya, dst.

g. Mansur menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung, suka
menyendiri, bertindak agresif, dst.

Berkaitan dengan mengidentifikasi secara fisik. Dimana guru juga harus peka akan hal ini. Karena
pada dasarnya setiap siswa memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda dalam
penglihatan dan pendengarannya dalam proses pembelajaran. Contohnya siswa Mansur
diidentifikasi penglihatan dan pendengarannya oleh gurunya di kelas, daranya dengan:

a. Identifikasi penglihatan: Guru melakukan pengujian penglihatan kepada Mansur dengan cara
memindahkan Mansur untuk duduk dari jajaran paling depan sampai jajaran paling belakang.

b. Identifikasi pendengaran: Guru melakukan pengujian pendengaran kepada Mansur dengan cara
memindahkan Mansur untuk duduk dari jajaran paling depan sampai jajaran paling belakang. Serta
guru harus menyesuaikan volume suaranya.

6. Perbedaan antara Konseling dengan psikoterapi dan konseling dengan intervensi social, serta
titik singgung antara konseling dengan psikoterapi

a. Perbedaan antara Konseling dengan psikoterapi

Apabila ditinjau dari definisi kedua permbahasan tersebut konseling adalah upaya membantu
individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli
mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan
berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.

Sedangkan psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang
sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk mengantarai pola perilaku yang
terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.

Perbedaan konseling dan psikoterapi dalam bagan, sebagai berikut:

KONSELING

PSIKOTERAPI

1. Klien

1. Pasien

2. Gangguan yang kurang serius

2. Gangguan yang serius

3. Masalah: Jabatan, Pendidikan, dsb


3. Masalah kepribadian dan pengambilan keputusan

4. Berhubungan dengan pencegahan

4. Berhubungan dengan penyembuhan

5. Lingkungan pendidikan dan non medis

5. Lingkungan medis

6. Berhubungan dengan kesadaran

6. Berhubungan dengan ketidaksadaran

7. Metode pendidikan

7. Metode penyembuhan

b. Perbedaan antara Konseling dengan intervensi social dari segi definisinya ialah:

Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara
konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat
keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa
bahagia dan efektif perilakunya. Sedangkan, Intervensi sosial dapat diartikan sebagai sebagai cara
atau strategi memberikan bantuan kepada masyarakat (individu, Kelompok, komunitas).

c. Titik singgung antara konseling dengan psikoterapi

Titik persinggungan antara konseling dan psikoterapi adalah membantu dan memberikan
perubahan, perbaikan kepada klien (yaitu, eksplorasi-diri, pemahaman-diri, dan perubahan
tindakan/perilaku) agar klien dapat sehat dan normal dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
Keduanya juga merupakan bantuan yang diberikan dengan mencoba menghilangkan tingkah laku
merusak-diri (self-defeating) pada klien.

7. Membandingkan Persamaan dan perbedaan peran konselor dalam konseling individu dan
konseling kelompok.
a. Membandingkan Persamaan peran konselor dalam konseling individu dan konseling kelompok.

1) Tujuan umum yaitu untuk pengembangan pribadi individu

2) Pelaksanan yaitu dilaksanakan oleh konselor

3) Layanan Konseling Kelompok dapat diselenggarakan atas kesepakatan pemimpin kelompok


(Konselor ) dengan anggota kelompok, begitupun dengan KI dapat diselenggarakan atas kesepakatan
antara konselor dengan klien.

4) Penilaian terhadap hasil layanan dilakukan dalam tiga tahap yaitu penilaian segera ( laiseg ),
penilaian jangka pendek ( laijapen ), dan penilaian jangka panjang ( laijapang ).

5) Bahan pembicaraan menyangkut bidang akademik, bidang karir, bidang pribadi, dan bidang
sosial.

b. Membandingkan perbedaannya:

Indikator

Konseling Kelompok

Konseling individual

Tujuan Khusus

Pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok.

Pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang dialami konseli.

Jumlah anggota

Dibatasi sampai sekitar 10 orang

Hanya 1 orang sebagai konseli

Fungsi

Pengentasan dan advokasi


Pengentasan dan advokasi

Asas

Menekankan pada asas kerahasiaan

Menekankan pada asas kerahasiaan

Materi layanan

Masalah pribadi anggota kelompok

Masalah pribadi konseli

Format kegiatan

Kelompok kecil dengan empat tahap kegiatan

Satu orang konseli dengan tiga tahap kegiatan

Pengaruh kegiatan

Memanfaatkan dinamika kelompok

Keterbukaan konselor dan konseli

8. Beberapa teori perkembanagan karir dan pemilihan karir:

Teori-teori perkembangan dan pilihan karir menurut psikoanalisa dan para ahli di antaranya, Carter
(1944), Peter M. Blau (1950), Donal E. Super (1951), Ginzberg (1951), John Holland (1959), dan David
V. Tiedeman (1989).

Carter (1944)
Carter menyatakan bahwa sikap vokasional individu berkembang dari usaha untuk menyesuaikan
kepada keluarga dan tuntutan sosial serta kepada persepsinya sendiri terhadap kebutuhan dan
kemampuan. Minat konseli berkembang dari identifikasi terhadap suatu jabatan dan usaha mencoba
dalam bidang karir. Individu berusaha menyatakan tantangan bidang pekerjaan ke dalam konsep
dirinya dan minat pekerjaan sehingga menjadi suatu yang relatif stabil atau mantap.

Peter M. Blau (1950)

Peter M. Blau mengemukakan bahwa arah pilihan karir seseorang merupakan suatu proses yang
berlangsung lama dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor penunjang maupun faktor
penghambat bagi seseorang dalam membuat keputusan karir

Donald E. Super (1951)

Super menjelaskan bahwa dalam kematangan bekerja dan konsep diri (self-concept) merupakan dua
proses perkembangan yang berhubungan. Hubungan antara kematangan bekerja dan konsep diri
(self-concept) merupakan tulang punggung dari teori yang dikemukakannya

Ginzberg (1951)

Ginzberg memandang bahwa pemilihan karir sebagai suatu proses yang mencakup tiga periode
perkembangan yaitu fase pemilihan (1) fantasi (6-11 tahun), (2) tentatif (12-17 tahun), (3) realistis
(18 tahun ke atas). Menurut Ginzberg proses pemilihan karir merupakan suatu perpaduan antara
nilai-nilai dan kesempatan serta fungsi persepsi seseorang terhadap pekerjaan.

John Holland (1959)

Holland telah merumuskan teori perkembangan vokasional dengan fokus akhir pada enam tipe
kepribadian yaitu tipe realistik, intelektual, sosial, konvesional, kerja sama, dan artistik. Masing-
masing tipe mempunyai tujuan empiris, peranan dan teknis, sedangkan nilai-nilai ekonomik, sosial,
dan estetik mempunyai kepentingan yang lebih rendah. Mereka melihat dirinya orang yang bersifat
jantan, praktis, dan konvensional.

David V. Tiedeman (1989)

Dalam teorinya David V. Tiedeman, mengemukakan bahwa keputusan untuk memilih pekerjaan,
jabatan atau karir tertentu merupakan suatu rentetan akibat dari keputusan-keputusan yang dibuat
individu pada tahap-tahap kehidupannya di masa lalu.

Yang paling baik menurut saya ialah:

Teorinya David V. Tiedeman

Alasannya : Karena setiap karir yang yang ingin dicapai haruslah melalui tahapan tahapan atau
rentetan rentetan kejadian sehingga kesuksesan akan dicapai setelah melalui masa yang sulit pada
masa sebelum berkarir tersebut menjadi gemilang (sukses).
9. Langkah-langkah konseling individu dan konseling kelompok sekaligus contohnya:

Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan
masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).

a. Tahap Awal

Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien
menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :

1) Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan


membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama
asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.

2) Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik
dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.

3) Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan
masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua
potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai, untuk mengantisipasi masalah yang
dihadapi klien.

4) Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1)
Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak
berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak
kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara
konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.

b. Inti (Tahap Kerja)

Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap
inti atau tahap kerja. Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:

1) Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan
agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
2) Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali
permasalahan yang dihadapi klien.

3) Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara. Hal ini bisa terjadi jika : Klien merasa senang
terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk
mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.

4) Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat
menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.

5) Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat
kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.

c. Akhir (Tahap Tindakan)

Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :

1) Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.

2) Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah
terbangun dari proses konseling sebelumnya.

3) Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).

4) Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya

Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan
perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang
masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program
yang jelas. Contonya pada kasus Mansur yang telah di paparkan di jawaban nomer 5 (lima).

10. Membuat Mapping Maupun Bagan Perbandingan Aliran Aliran Konseling Psikoanalitik, Konseling
Tingkah Laku, Konseling Rasional Emotif Dan Konseling Client Centered.:
PENJELASAN :

a. Konseling Psikoanalitik

1) Konsep UmumS Konseling Psikoanalisis

a) Semua kejadian psikis ditentukan oleh kejadian psikis sebelumnya.

b) Kesadaran merupakan suatu hal yang tidak biasa dan tidak merupakan proses mental yang
berciri biasa.

c) Pendekatan ini didasari oleh teori Freud, bahwa kepribadian seseorang mempunyai tiga unsur,
yaitu id, ego, dan super ego.

2) Tujuan Konseling Psikoanalisis

a) Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme
penyesuaian diri mereka sendiri

b) Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak
disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan
pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, disikusikan,
dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa direkonstruksi lagi.

3) Teknik Konseling Psikoanalisis

a) Asosiasi bebas, yaitu mengupayakan klien untuk menjernihkan atau mengikis alam pikirannya
dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang, sehingga klien mudah mengungkapkan
pengalaman masa lalunya. Klien diminta mengutarakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya.
Tujuan teknik ini adalah agar klien mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-
emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lalu. Hal ini disebut juga katarsis.

b) Analisis mimpi, klien diminta untuk mengungkapkan tentang berbagai kejadian dalam mimpinya
dan konselor berusaha untuk menganalisisnya. Teknik ini digunakan untuk menilik masalah-masalah
yang belum terpecahkan. Proses terjadinya mimpi adalah karena pada waktu tidur pertahanan ego
menjadi lemah dan kompleks yang terdesak pun muncul ke permukaan. Menurut Freud, mimpi ini
ditafsirkan sebagai jalan raya mengekspresikan keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak
disadari.

c) Interpretasi, yaitu mengungkap apa yang terkandung di balik apa yang dikatakan klien, baik
dalam asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Konselor menetapkan, menjelaskan
dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasikan dalam mimpi, asosiasi
bebas, resitensi dan transferensi.

d) Analisis resistensi, resistensi berati penolakan, analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan
klien terhadap alasan-alasan terjadinya penolakannya (resistensi). Konselor meminta perhatian klien
untuk menafsirkan resistensi

e) Analisis transferensi. Transferensi adalah mengalihkan, bisa berupa perasaan dan harapan masa
lalu. Dalam hal ini, klien diupayakan untuk menghidupkan kembali pengalaman dan konflik masa lalu
terkait dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan yang oleh klien dibawa ke masa sekarang
dan dilemparkan ke konselor. Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor. Konselor
menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonim, dan pasif agar bisa terungkap tranferensi tersebut.

b. Konseling Tingkah Laku

1) Konsep Umum

Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia
memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini
menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang
ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah
laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar : (a)
pembiasaan klasik; (b) pembiasaan operan; (c) peniruan.

2) Tujuan Konseling Tingkah Laku

Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku


baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.

Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik : (a) diinginkan oleh
klien; (b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut; (c) klien dapat
mencapai tujuan tersebut; (d) dirumuskan secara spesifik. Sehingga intinya ialah konselor dan klien
bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.

3) Teknik-teknik Konseling Behavioral

a) Latihan Asertif

Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa
tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu
individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak,
mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan
peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan
asertif ini.

b) Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk
menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi
teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon
yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-
respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis
hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat
secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan
dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.

c) Pengkondisian Aversi

Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan
kebalikan stimulus tersebut.

Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan
munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan
terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak
menyenangkan.

d) Pembentukan Tingkah laku Model

Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat
tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang
tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang
teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh
memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

c. Konseling Rasional Emotif

1) Kosep Umum

Manusia pada dasar dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan
irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten.
Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif.

2) Tujuan Konseling Rasional Emotif

a) Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan
klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat
mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku
kognitif dan afektif yang positif.

b) Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.

3) Tehnik Konseling Rasional Emotif

a) Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-
menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan
lebih bersifat pendisiplinan diri klien.

b) Bermain peran

Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif)
melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

c) Imitasi

Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud
menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

d. Konseling Client Centered

1) Konsep Umum

Client Centered (Konseling Berpusat Klien) – Model konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh
Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi humanistik yang
menekankan model fenomenologis. Konseling person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940
an sebagai reaksi terhadap konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif,
kemudian diubah menjadi client-centered.Dasar

2) Tujuan Konseling Client centered

Terdapat beberapa tujuan pendekatan terapi Client Centered yaitu sebagai berikut :

a) Keterbukaan pada Pengalaman

Sebagai lawan dari kebertahanan, keterbukaan pada pengalamam menyiratkan menjadi lebih sadar
terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya.

b) Kepercayaan pada Organisme Sendiri

Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri
sendiri. Dengan meningknya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri,
kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun muali timbul.

c) Tempat Evaluasi Internal

Tempat evaluasi internal ini berkaitan dengan kepercayaan diri, yang berarti lebih banyak mencari
jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh
perhatian pada pusat dirinya dari pada mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia
mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetujuan dari dirinya sendiri. Dia
menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat
putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.

d) Kesediaan untuk menjadi Satu Proses.


Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian merupakan lawan dari konsep diri sebagai produk.
Walaupun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula guna membangun
keadaan berhasil dan berbahagia, tapi mereka menjadi sadar bahwa peretumbuhan adalah suatu
proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-
persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru,
bahkan beberapa revisi.

3) Teknik Konseling Client Centered

a) Konseling memusatkan pada pengalaman individual.

b) Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta
menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk
menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang
mengarah pada pertumbuhan.

c) Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan
memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.

d) Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain
dan menjadi orang yang berkembang penuh.

e) Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal
balik.

Posted by Mansur MPede at 11:29:00 PM Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook
Share to Pinterest

No comments :

Post a Comment

Newer Post Older Post Home

Subscribe to: Post Comments ( Atom )

ASSALAMU'ALAIKUM

PENGUNJUNG HARI INI

1583280

PEMILIK SITUS :
My Photo

Mansur MPede

View my complete profile

CONTACT

ABOUT

PRIVACY POLICY

DISCLAIMER

SITEMAP

SUBSCRIBE YA...

TERPOPULER DI SITUS :

MAKALAH TEKNIK PENGUMPULAN DATA

MAKALAH PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER

MAKALAH PENELITIAN KUALITATIF

LAPORAN KEGIATAN SEKOLAH MODEL 2018

BAHASA ALUS SASAK LOMBOK

MAKALAH PEMAHAMAN DIRI (BIMBINGAN KONSELING)

Objek Kajian Fiqih dan Ushul Fiqh

MAKALAH PENGUMPULAN DATA INSTRUMEN PENELITIAN

MAKALAH PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM STUDI ISLAM

MAKALAH STRATEGI DAN METODE PENDIDIKAN KARAKTER

SUBSCRIBE YA...
MOHON DIMAKLUMI

BAGI ANDA YANG KEBERATAN MAKALAH ATAU ARTIKELNYA SAYA MUAT DI SITUS INI, MOHON
HUBUNGI SAYA KE ansour83@gmail.com AGAR SAYA DELETE

Searching disini :

Translate :

Diberdayakan oleh Google TerjemahanTerjemahan

Powered By Blogger

SOCIAL SHARE

TERIMAKASIH DAN DITUNGGU KUNJUNGANNYA LAGI...

*SUMBER MAKALAH DAN ARTIKEL : Baca teks berjalan di bawah ini...

UNTUK DI MAKLUMI BAHWA SEMUA MAKALAH DI SITUS INI MERUPAKAN KUMPULAN MAKALAH
SAYA DAN TEMAN-TEMAN MPI PASCASARJANA UIN MALANG 2015 s/d 2017 DAN REKAN-REKAN
IKADI BATU YANG KULIAH DI BERBAGAI KAMPUS DI MALANG TP 2015-2017 SERTA COPAS GOOGLE,
FB, WA DLL...

Anda mungkin juga menyukai