Anda di halaman 1dari 23

DESENSITISASI SISTEMATIS

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Teori dan Praktik
Konseling Behavioral yang diampu oleh Bapak Andre Julius, M.Pd.

Disusun oleh :
Putri Apriliyanti 225509011
Wiwin Wulandari 225509012
Jian Aulia Ningrum 225509029

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MA’SOEM
2024
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Teori dan Praktik Konseling Behavioral, dengan
judul “Desensitisasi Sistematis”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata “sempurna”
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi sesama
mahasiswa/i atau bahkan ruang lingkup yang lebih luas.

Bandung, 23 Februari 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
A. Definisi Teknik Desensitisasi Sistematis .............................................................................. 3
B. Jenis-jenis Desensitisasi Sistematis ....................................................................................... 4
C. Langkah-langkah Desensitisasi Sistematis ........................................................................... 7
D. Kelebihan dan Kekurangan Desensitisasi Sistematis .......................................................... 9
E. Verbatim Desensitisasi Sistematis………………………………..………………..….10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ............................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Desensitisasi sistematis adalah teknik terapeutik yang dikembangkan oleh psikolog


Joseph Wolpe untuk mengobati gangguan kecemasan dan fobia. Desensitisasi sistematis
berkembang dari pandangan dasar teori pembelajaran yang dikenal sebagai classical
conditioning. Joseph Wolpe mengadopsi konsep ini dalam konteks terapi perilaku untuk
mengurangi respons kecemasan yang berlebihan. Teknik ini terus berkembang seiring waktu
dengan kontribusi dari berbagai ahli psikologi dan terapis perilaku.
Desensitisasi sistematis didasarkan pada prinsip bahwa respons kecemasan dapat
dipelajari dan diubah melalui proses pembelajaran. Teknik ini menggunakan proses
desensitisasi bertahap untuk mengurangi respons kecemasan yang berlebihan terhadap
stimulus tertentu. Ini dilakukan dengan memperkenalkan stimulus yang menyebabkan
kecemasan secara bertahap dan sistematis, sambil mengajarkan keterampilan relaksasi yang
dapat membantu individu mengatasi kecemasan tersebut.
Desensitisasi sistematis terdiri dari beberapa langkah, termasuk identifikasi hierarki
kecemasan, di mana stimulus yang memicu kecemasan diurutkan dari yang paling rendah
hingga yang paling tinggi. Selanjutnya, klien belajar teknik relaksasi, seperti pernapasan dalam
atau imajinasi yang tenang. Kemudian, klien secara bertahap diperkenalkan kepada stimulus
kecemasan dalam hierarki, dimulai dari yang paling rendah, sambil menggunakan teknik
relaksasi yang dipelajari untuk mengurangi respons kecemasan.
Desensitisasi sistematis telah terbukti efektif dalam mengobati berbagai gangguan
kecemasan, termasuk fobia spesifik, gangguan kecemasan umum, gangguan stres pasca
trauma, dan gangguan obsesif-kompulsif. Teknik ini juga telah diadaptasi untuk digunakan
dalam konteks lain, seperti dalam meningkatkan kinerja atletik, mengelola stres, dan mengatasi
ketakutan yang terkait dengan kondisi medis. Sejak diperkenalkan, desensitisasi sistematis
telah menjadi subjek penelitian yang luas dalam literatur ilmiah, dengan banyak studi
mendukung efektivitasnya sebagai metode terapeutik yang efektif. Bukti empiris yang kuat
telah menunjukkan bahwa desensitisasi sistematis dapat menghasilkan pengurangan yang
signifikan dalam kecemasan dan gejala terkait dalam populasi yang beragam. Desensitisasi
sistematis merupakan teknik yang kuat dan terbukti efektif dalam mengurangi kecemasan dan
fobia. Dengan landasan teoritis yang kuat dan dukungan empiris yang solid, teknik ini tetap

1
menjadi salah satu teknik utama dalam pengobatan gangguan kecemasan dan fobia, serta dalam
memperluas aplikasinya ke berbagai konteks klinis dan non-klinis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan desensitisasi sistematis?


2. Apa tujuan dilakukannya teknik desensitisasi sistematis?
3. Apa saja jenis-jenis desensitisasi sistematis?
4. Bagaimana langkah-langkah penanganan kecemasan menggunakan teknik
desensitisasi sitematis?
5. Apa kelebihan dan kekurangan dari teknik desensitisasi sistematis?

C. Tujuan

1. Untuk memahami pengertian dari teknik desensitisasi sistematis.


2. Untuk memahami tujuan dilakukannya desensitisasi sistematis.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis desensitisasi sistematis.
4. Untuk mamahami langkah-langkah dalam menggunakan teknik desensitisasi
sistematis.
5. Untuk mengatahui apa saja kelebihan dan kekurangan dilakukannya desensitisasi
sistematis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Teknik Desensitisasi Sistematis


Desentisisasi (desentiziation) memiliki arti dalam kamus psikologis yaitu mengurangi
efektivitas, pengurangan kepekaan emosional yang disebabkan oleh masalah sosial sesudah
mendaptkan konseling. Dalam pendekatan konseling behavioral, terdapat suatu teknik yang
dikembangkan oleh Joseph Wolpe yaitu teknik desensitisasi sistematis, yaitu teknik yang
memunculkan argument bahwa seluruh perilaku neurotik yang merupakan ungkapan dari
kecemasan dan respon kecemasan dapat dihilangkan oleh penemuan respon yang berlawanan
dengan respon yang ditakutkan. Karena dengan pengkondisian klasik, kekuatan stimulus
penghasil kecemasan dapat dilemahkan asalkan dengan stimulus dengan keadaan santai dan
gejala kecemasan dapat dikendalikan bahkan terhapus karena adanya pergantian stimulus.
Menurut Willis, desensitisasi merupakan sebuah metode yang bertujuan untuk
mengurangi respon emosional yang menakutkan, cemas, atau tidak menyenangkan dengan
memperkenalkan aktivitas–aktivitas yang bertentangan dengan respon yang menakutkan
tersebut. Karena pada dasarnya, manusia memiliki tingkat kecemasan yang berbeda-beda
tergantung peristiwa apa yang telah dilewati dalam hidupnya. Contohnya, ada orang yang
cemas saat berbicara di depan umum, ada juga orang yang cemas ketika akan menghadapi
ujian, atau saat menghadapi situasi yang menakutkan. Jika kondisi tersebut dibiarkan, maka
akan meninggalkan luka psikologis yang mendalam
Kecemasan dengan teknik desensitisasi sistematis ini memiliki korelasi, dimana
gangguan kecemasan sosial (social anxiety disorder) dan termasuk kedalam kecemasan
neurosis. Yang dimana maksud dari gangguan kecemasan sosial merupakan kecemasan
terhadap lingkungan sekitar yang akan ditandai dengan rasa takut atau cemas terhadap
penilaian oleh lingkungan, bahkan akan memunculkan perilaku menghindar jauh sebelum
berhadapan langsung dengan situasi sosial tersebut. Sementara, kecemasan neurosis ini
diciptakan oleh Sigmund Freud yang dimana terdapat tekanan emosional yang berasal dari
konflik batin antara ego (konsep diri) dan id (dorongan). Freud sendiri membagikan kecemasan
neurosis menjadi 2 bagian yang berbeda, yaitu :
1. Kecemasan karena adanya faktor dalam dan luar yang menakutkan
2. Kecemasan karena terkait dengan objek tertentu yang ditakutkan (fobia)
Namun, biasanya gangguan kecemasan ini dapat direduksi dengan menggunakan
teknik desensitisasi sistematis untuk mengubah kognitif seseorang dengan merubah respon

3
seseorang terhadap suatu rangsangan (counter conditioning) yang akan membuat respon
negatif tersebut digantikan dengan aktivitas yang berlawanan dengan cara memberikan
imajinasi yang positif. Dengan demikian, teknik desensitisasi sitematis ini dapat membantu
individu mengurangi atau melemahkan perilaku negatif.
Dalam menjalankan teknik ini terdapat 3 prosedur utama, yaitu dengan cara relaksasi,
hierarki kecemasan, baru dapat memasuki teknik desensitisasi. Relaksasi merupakan suatu
upaya yang digunakan untuk mengurangi ketegangan pada pikiran dan tubuh, sedangkan
relaksasi merupakan upaya yang melibatkan otot-otot agar mencapai relaks yang diinginkan.
Sementara itu, hierarki kecemasan merupakan daftar tingkatan situasi yang memicu kecemasan
dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Dan yang terakhir adalah desensitisasi yaitu
proses perawatan yang akan di berikan.
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa desensitisasi sistematis
yaitu suatu teknik dalam memberikan perubahan pada perilaku seseorang terhadap kecemasan
atau ketakutan dengan merelaksasi situasi atau membayangkan situasi tersebut dalam suatu
tingkatan yang paling memicu kecemasan, dimulai dari yang terendah sampai yang paling
menghasilkan ketegangan emosional.

B. Jenis-jenis Desensitisasi Sistematis

1. Desensitisasi sistematis yang dilakukan secara kelompok


Desensitisasi sistematis dalam konteks kelompok adalah teknik terapeutik di mana
sekelompok individu dengan kecemasan atau ketakutan yang serupa ditempatkan dalam sesi
terstruktur yang dipandu oleh seorang terapis yang memperkenalkan konsep desensitisasi
sistematis kepada kelompok.
Anggota kelompok bersama-sama mengidentifikasi hierarki dari situasi atau stimulus
yang menyebabkan kecemasan atau ketakutan mereka. Ini dilakukan dengan mengurutkan
stimulus dari yang paling sedikit mengganggu hingga yang paling mengganggu, anggota
kelompok secara bertahap diperkenalkan pada stimulus-stimulus dalam kelompok mereka
secara hierarkis. Proses ini dimulai dengan stimulus yang paling tidak mengganggu dan
berlanjut ke stimulus yang lebih mengganggu seiring waktu.
Selama proses desensitisasi, anggota kelompok memberikan dukungan satu sama lain
dan menerima umpan balik dari sesama anggota dan terapis. Ini membantu membangun rasa
kepercayaan dan kenyamanan dalam menghadapi kecemasan atau ketakutan. Setelah setiap
sesi, anggota kelompok dan terapis merefleksikan pengalaman mereka, mengevaluasi
kemajuan yang telah dicapai, dan menyesuaikan rencana desensitisasi jika diperlukan. Dan

4
mencapai tingkat desensitisasi yang diinginkan terhadap stimulus tertentu, anggota kelompok
dilatih untuk mempertahankan dan menggeneralisasikan kemampuan mereka dalam
menghadapi kecemasan atau ketakutan yang serupa di luar sesi terapi.
Salah satu tokoh psikologi yang berperan penting dalam pengembangan desensitisasi
sistematis, Wolpe merupakan seorang psikolog dan psikiater asal Afrika Selatan yang dikenal
dengan kontribusinya dalam pengembangan terapi perilaku, terutama teknik desensitisasi
sistematis. Pandangan Wolpe tentang desensitisasi sistematis didasarkan pada teori
pembelajaran operan, yang menekankan bahwa perilaku dapat dipelajari dan diubah melalui
pengalaman belajar. Menurut Wolpe, kecemasan dan ketakutan terkait dengan stimulus
tertentu dapat dikurangi atau dihilangkan melalui proses pembelajaran yang sistematis dan
bertahap. Wolpe mengembangkan teknik desensitisasi sistematis sebagai metode untuk
mengurangi kecemasan atau ketakutan dengan secara bertahap memperkenalkan individu pada
stimulus yang menyebabkan kecemasan tersebut, mulai dari yang paling tidak mengganggu
hingga yang paling mengganggu, sambil mempromosikan respons-relaksasi yang bertentangan
dengan respons kecemasan. Pandangan Wolpe tentang desensitisasi sistematis menekankan
pentingnya penggunaan hierarki stimulus, latihan yang terstruktur, dan penggunaan respons-
relaksasi sebagai cara untuk mengubah respons kecemasan menjadi respons yang lebih tenang
dan terkendali. Teknik desensitisasi sistematis telah menjadi pendekatan yang sangat penting
dalam pengobatan fobia, gangguan kecemasan, serta PTSD, dan pengaruh Joseph Wolpe dalam
pengembangannya masih sangat terasa dalam praktik klinis saat ini.
2. Desensitisasi sistematis yang dilakukan sendiri oleh klien
Desensitisasi sistematis adalah teknik terapi perilaku yang digunakan untuk
mengurangi dan menghilangkan ketakutan atau kecemasan yang berlebihan terhadap suatu
stimulus yang dilakukan sendiri. Klien diminta membuat hierarki dari stimulus yang
menimbulkan kecemasan mereka, mulai dari yang paling sedikit menakutkan hingga yang
paling menakutkan. Ini membantu dalam memetakan tingkat kecemasan yang berbeda. Teknik
relaksasi seperti napas dalam, meditasi, atau relaksasi progresif. Ini membantu klien tetap
tenang saat dirinya terpapar pada stimulus yang menimbulkan kecemasan. Dengan
menggunakan imajinasi untuk membayangkan diri mereka menghadapi stimulus yang
menimbulkan kecemasan, dimulai dari yang paling sedikit menakutkan dalam hierarki. Hal ini
akan melibatkan semua indra untuk mencoba merasakan berbagai situasi secara detail.
Seiring waktu, klien mengalami pengurangan respons emosional terhadap stimulus
yang menimbulkan kecemasan. Ini disebabkan oleh proses rekonsolidasi di mana respons
emosional yang awalnya terkait dengan stimulus itu mulai tereduksi atau hilang.

5
Adapun pandangan tokoh psikologi dan para filsuf terhadap desensitisasi sistematis
yang dilakukan sendiri oleh klien dapat bervariasi tergantung pada pendekatan dan filosofi
masing-masing yaitu sebagai berikut:
a. Menurut B.F. Skinner cenderung mendukung teknik desensitisasi sistematis karena
pendekatannya yang berbasis pada pengaruh lingkungan terhadap perilaku. Mereka
mungkin melihat desensitisasi sebagai contoh dari penguatan positif yang
membantu mengubah respons emosional terhadap stimulus tertentu.
b. Menurut Albert Ellis sebagai pendiri Terapi Rasional Emotif, mungkin
menganggap desensitisasi sistematis sebagai alat yang efektif untuk mengubah
pola pikir irasional yang mendasari kecemasan atau ketakutan. Bagi mereka,
desensitisasi bisa membantu klien mengidentifikasi dan mengubah keyakinan
negatif mereka tentang stimulus yang menimbulkan kecemasan.
c. Menurut Sigmund Freud dan pendukung psikoanalisis mungkin melihat
desensitisasi sebagai proses yang membantu klien menghadapi konflik bawah
sadar yang mendasari kecemasan mereka. Mereka dapat melihat desensitisasi
sebagai bentuk sublimasi atau pengalihan energi psikis dari konflik yang tidak
sadar ke aktifitas yang lebih konstruktif.
d. Menurut Stoikisme, seorang filsuf mungkin melihat desensitisasi sistematis
sebagai bentuk latihan diri (praktik asketis) yang mengajarkan keterampilan mental
dan emosional yang dibutuhkan untuk menghadapi ketakutan dan kecemasan.
Mereka dapat menekankan pentingnya penerimaan, ketenangan batin, dan kontrol
atas respons emosional sebagai bagian dari proses desensitisasi.
Secara keseluruhan, tokoh-tokoh psikologi dan filsuf cenderung memiliki pandangan
yang mendukung terhadap desensitisasi sistematis yang dilakukan sendiri oleh klien karena
pengakuan atas kekuatan proses kognitif dan perilaku dalam mengubah respons emosional dan
mengatasi ketakutan atau kecemasan.
3. Desentisasi in vivo
Desensitisasi in vivo adalah metode terapi perilaku yang bertujuan untuk mengurangi
dan menghilangkan ketakutan atau kecemasan terhadap suatu objek atau situasi dengan
memperkenalkannya secara bertahap kepada individu dalam lingkungan nyata atau kehidupan
sehari-hari mereka. Menurut Wolpe, desensitisasi in vivo adalah teknik terapi perilaku yang
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan respons kecemasan atau takut terhadap suatu
stimulus dengan cara menghadapinya secara langsung dalam situasi nyata atau lingkungan
yang sesungguhnya. Teknik ini didasarkan pada prinsip bahwa respons kecemasan dapat

6
diinhibisi dengan stimulus yang tidak dapat dipadukan dengan respons kecemasan itu sendiri.
Proses ini melibatkan paparan bertahap terhadap stimulus yang menimbulkan
kecemasan, dimulai dari tingkat yang rendah dan meningkat secara bertahap seiring waktu,
sehingga individu dapat belajar untuk mengatasi kecemasan mereka secara bertahap. Misalnya,
seseorang yang takut terhadap ketinggian dapat secara bertahap terbiasa dengan ketinggian
dengan memperkenalkan mereka pada situasi ketinggian yang semakin tinggi dari waktu ke
waktu. Menurut Stampfl, desensitisasi in vivo adalah teknik terapi perilaku yang melibatkan
paparan terhadap stimulus yang menimbulkan kecemasan dalam lingkungan nyata, di mana
individu belajar untuk mengurangi kecemasan mereka melalui pengalaman langsung. Proses
ini memungkinkan individu untuk memperoleh keterampilan dan kepercayaan diri yang
diperlukan untuk mengatasi ketakutan atau kecemasan mereka.
Menurut Ost, desensitisasi in vivo adalah teknik terapi perilaku yang melibatkan
paparan bertahap terhadap situasi atau objek yang menimbulkan kecemasan atau takut dalam
lingkungan yang sesungguhnya, dengan tujuan untuk mengurangi respons kecemasan melalui
pembelajaran dan pengalaman langsung. Dalam proses desensitisasi in vivo, individu secara
bertahap diperkenalkan kepada stimulus yang menimbulkan kecemasan atau takut mereka
dalam lingkungan yang sesungguhnya. Paparan dilakukan secara bertahap, dimulai dari tingkat
yang rendah dan meningkat secara bertahap seiring waktu. Hal ini memungkinkan individu
untuk membangun toleransi terhadap stimulus tersebut dan belajar untuk mengatasi kecemasan
mereka. Proses ini didasarkan pada prinsip pembelajaran yang menyatakan bahwa respons
kecemasan dapat diinhibisi melalui pengalaman langsung dengan stimulus yang menimbulkan
kecemasan.

C. Langkah-langkah Desensitisasi Sistematis

Sebelum melakukan prosesnya, hendaknya kita mengetahui langkah-langkah seperti apa


yang harus disiapkan untuk melaksanakan proses desentisisasi ini. Menurut wolpe untuk
mengatasi kecemasan ini mesti menghadapkan konseli dengan stimulus yang ditakuti sembari
mengkodisikan stimulus dengan respon yang lain. Untuk pertemuan pertama konselor dapat
melaksanakan dan mengajarkan teknik relaksasi dimana teknik ini merupakan bagian dari
desentisisasi. Adapun yang harus dilakukan dalam relaksasi adalah:
1. Menggerakan seluruh otot – otot ( lengan, wajah, bahu, leher, kaki )
2. Tahan ketegangan selama 5 – 7 detik
3. Lepaskan ketegangan
4. Relaksasikan otot – otot

7
Hal itu harus dilakukan sampai konseli merasa tenang, dilanjutkan menurut Correy selain
relaksasi ada terdapat juga hierarki kecemasan dimana konselor menganalisis tentang apa yang
menyebabkan seseorang itu cemas dengan cara membuat daftar tingkatan kecemasan konseli
(hierarki kecemasan) jika sudah mengetahui tingkatan yang memicu kecemasannya baru
konseling bisa masuk kedalam proses desentisisasi sistematis yang dimana dalam proses teknik
sistematis ini terdapat sub tekniknya agar konseli dapat mengurangi kecemasannya.
Pertama terdapat desensitisasi imajinatif dimana konseli diminta untuk membayangkan
pemicu kecemasan sembari dilakukan Counter Conditioning agar membuat dirinya cemas dan
selalu merespon secara negative diubah menjadi sesuatu yang positif. Misalnya, seorang siswa
takut jika memaparkan materi didepan karena takut di kritik bahkan dihina oleh teman teman
yang lain, seorang konselor harus berusaha merubah pemikiran negative tersebut menjadi
sesuatu hal yang positif seperti memberikan keyakinan kepada bahwa ucapan yang diberikan
oleh teman-temannya itu merupakan suatu kegiatan diskusi yang positif bukan kritikan untuk
menjatuhkan dirinya.
Kedua, terdapat desensitisasi in vivo membantu yang paling rendah dan diminta untuk
melakukan aktivitas yang paling sedikit memicu kecemasan secara berulang dari hierarki
kecemasan yang sudah dibuat. Jika kedua hal itu sudah dilakukan dan konseli mulai terbiasa
dapat melanjutkan kepada teknik selanjutnya yang paling tertinggi yaitu, flooding.
Flooding dilakukan dimana konselor akan meminta konseli untuk melaksanakan
kegiatan yang paling memicu kecemasan secara terus menerus dan berkepanjangan sampai
konseli merasa bahwa hal yang ditakuti itu tidak akan terjadi dalam hal konselor juga dapat
memberikan sosok yang bisa dijadikan modelling oleh konseli agar konseli yakin dapat
berhasil mengatasi kecemasannya. Apabila, konseli telah memberikan suatu perkembangan
pada setiap prosesnya, sangat di perbolehkan konselor memberikan pujian bahkan hadiah
karena konseli telah berhasil mengatasi suatu situasi yang memicu kecemasannya.

8
D. Kelebihan dan Kekurangan Desensitisasi Sistematis

1. Kelebihan
Kelebihan teknik desensitisasi sistematis menurut Fauzan, diantaranya:
a. Mengurangi maladaptasi kecemasan seperti fobia namun juga dapat diterapkan
pada masalah lain.
b. Dapat melemahkan atau mengurangi perilaku negatifnya atau menghilangkannya.
c. Konseli mampu mengaplikasikan teknik ini dalam kehidupan sehari-hari tanpa
harus adanya konselor yang memandu.
d. Menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif kemudian menyertakan
perilaku baru yang berlawanan dengan tingkah laku yang ingin dihilangkan.
2. Kekurangan
Wolpe mengatakan bahwa teknik desensitisasi sistematis dapat menyebabkan
kegagalan dalam pelaksanaannya, yaitu:
a. Kesulitan-kesulitan dalam relaksasi yang bisa menjadi kesulitan dalam
berkomunikasi antara konselor dengan konseli.
b. Ketidakmemadai dalam membayangkankan atau imajinasinya.
Adapun kelebihan lain dari teknik desensitisasi sistematis yaitu, menghapus perilaku
yang diperkuat secara negatif disertai respon-respon berlawanan dengan perilaku yang akan
dihilangkan, dapat mengurangi kecemasan yang dipelajari lewat conditionning, dapat
melemahkan perilaku yang negatif tanpa harus dihilangkan, dapat diaplikasikan dalam
kehidupan tanpa adanya konselor yang memandu. Sedangkan kekurangan lainnya adalah
konselor masih mendasarkan konseling dengan menggunakan teknik yang berakar pada
hukum-hukum belajar, melibatkan teknik lain untuk membantu konseli (misalnya relaksasi),
memerlukan waktu cukup lama dalam penerapannya sesuai tahap-tahap yang membantu
konseli, membuat format-format tertentu yang detail mengenai masalah konseli sesuai dengan
tahapan-tahapan dari teknik ini

9
E. Verbatim Konseling Desensitisasi Sistematis
Jian merupakan seorang siswi kelas XI. Jian merupakan siswi kelas 11 yang
sering merasakan kecemasan pada saat presentasi dikelas, namun jian juga memiliki
teman sebangku yang bernama wiwin. Kebalikan dari jian, wiwin memiliki sifat yang
percaya diri.
1. Judul : Takut dan cemas saat presentasi
2. Bidang bimbingan : Akademik/belajar
3. Jenis bimbingan : Konseling individual
4. Fungsi layanan : Perbaikan/Kuratif
5. Tujuan Layanan : Diharapkan konseli dapat mengurangi rasa
cemasnya dan dapat melakukan presentasi
dengan baik
6. Hasil yang ingin dicapai : Konseli dapat terbiasa melakukan public
speaking dan dapat mengontrol kecemasannya

Berikut adalah proses konseling yang dilakukan.


Pertemuan pertama:
Konselor/
Dialog Keterampilan Sub-keterampilan
Konseli
Konseli Assalamu'alaikum
(mengetuk pintu)
Konselor Waalaikumsalam, Attending, squaring,
ehh Jian ada apa? attending personally,
sini masuk (berdiri, dan listening what
mempersilahkan
untuk masuk
ruangan sembari
menepuk bahu) Sini
nak duduk, ada apa?
kok berkeringat?
(merapikan kursi)
Konseli Aduh ibu aku cape Attending Listening who, why,
tadi abis presentasi when dan where
di kelas
Konselor Sudah sudah nak
tarik nafas dulu
Konseli (tarik napas panjang)
Konselor Gimana Jian? sudah
tenang? sudah bisa
bercerita sekarang?
Konseli Sudah bu

10
Konselor Baik kalau udah Listening how
tenang, gimana?
kenapa Jian bisa
berkeringat seperti
ini?
Konseli Kenapa ya bu aku
tuh setiap presentasi
kaya gini terus,
gemeteran terus
keringetan banyak.
Aku jadi takut setiap
kali mau presentasi
Konselor Oke, ibu ngerti Merespon isi, perasaan
perasaan kamu kaya dan makna
gimana. Jadi Jian tuh
merasa gelisah dan
tidak nyaman ya
setiap presentasi.
Coba Jian, ini ibu
udah bikin 3
tingkatan tangga, ibu Responding
pengen Jian tulisin
hal-hal yang ngebuat
Jian degdegan saat
presentasi. Dari yang
paling terkecil tulis
di tangga nomor 1,
bisa?

Konseli Bisa bu
Konselor Oh ternyata yang Personalizing Mempersonalisasikan
bikin kamu masalah dan tujuan
degdegan presentasi
yang paling kecil
gara-gara kamu
kurang percaya diri
berbicara ya, karena
kamu ngerasa kamu
lebih banyak
diemnya jadi takut
kalau berbicara.
Pastinya Jian pingin
memperbaiki itu ya
Konseli Iya bu, kayak gitu
Konselor Sekarang ibu pengen
jian tutup mata
boleh?
Konseli (tutup mata)
Konselor Jian, Ibu pengen Jian
bayangin Jian lagi

11
ngobrol sama orang
tua Jian. coba Jian
ceritain tentang hobi
Jian
Konseli Emm, Jian punya
banyak hobi tapi Jian
paling suka masak,
dengerin musik,
melukis sama baca
buku
Konselor Sekarang ditambah
lagi orangnya, coba
Jian bayangin Jian
lagi ngomong sama
paman bibi, sodara
dan Jian ceritain lagi
kenapa Jian suka
masak
Konseli Jian suka masak
karena ser uterus
bangga juga kalo
hasilnya bagus
Konselor Sekarang ditambah
lagi orangnya, coba
Jian bayangin Jian
lagi ngomong sama
paman, bibi, sodara
dan seluruh keluarga
besar Jian ceritain
kenapa Jian suka
dengerin music
Konseli Jian suka dengerin
musik karena musik
bikin Jian jadi lebih
tenang
Konselor Oke, sekarang buka
matanya
Konseli (buka mata)
Konselor Wah Jian ternyata
bisa loh ngobrol
didepan orang
banyak
Konseli Masa sih bu
Konselor Iya itu buktinya tadi,
orang semakin
banyak tapi Jian
tetep bisa berbicara,
berarti Jian bisa dong
sebenernya. Ibu juga
pernah kaya gitu

12
kok, tapi lama
kelamaan karena
terbiasa
alhamdulillah jadi
lebih nyaman
walaupun harus
public speaking di
situasi yang kurang
kondusif
Konseli Wah, iya juga sih
Konselor Iya makannya apa Merumuskan komponen
coba yang harus jian
lakuin sekarang?
Konseli Mungkin aku harus
coba banyak
berkomunikasi dulu
ya bu sama orang-
orang di sekitar aku
Konselor Good Jian bagus, itu Standar pencapaian hasil
yang ibu harapkan,
Initiating
ibu pengen kamu
membiasakan hal itu
ya Ji
Konseli Ah iya bu
Konselor Nah nanti minggu Menyusun jadwal
depan kita ketemu
lagi ya? Jangan lupa
untuk selalu
membiasakan diri
berbicara ya Jian
Konseli Iya bu, makasih ya
bu,
assalamu’alaikum
Konselor Waalaikumsalam
Teman Assalamualaikum
konseli
Konselor Waalaikumsalam,
sini masuk Wiwin
Teman Iya bu, ada apa ya
konseli bu?
Konselor Jadi gini Win ada
yang mau ibu
tanyain tentang
temen sekelas kamu
Teman Oh iya bu, siapa ya
konseli bu ?
Konselor Jadigini, kan kamu
teman deket nya Jian
nya, ibu pengen tau

13
kalau misalnya Jian
presentasi itu kaya
gimana ya? Apakah
suka ada kesulitan?
Teman Sebenernya bu,
konseli kalau untuk kesulitan
secara materi sih
engga ya bu. Cuman,
jian itu kalau mau
presentasi suka
cemas, takut dengan
omongan sekitar atau
dianya yang takut
salah bicara bu,
karena kan jian lebih
banyak diam ya bu.
Konselor Ohh gitu yaa Win,
ibu boleh minta
bantuan sama kamu?
Teman Boleh ibu boleh, kira
konseli – kira kenapa ya bu?
Konselor Engga kok, gaadada
apa apa, ibu cuman
pengen bantu Jian
untuk lebih sering
bicara ya, tolong
kamu ajak bercerita
apapun itu, apakah
wiwin keberatan ?
Teman Ohh engga ibu,
konseli justru itu langkah
yang bagus, soalnya
aku juga sebenernya
pengen bantu jian
lebih percaya diri,
tapi bingung mulai
dari mana
Konselor Alhamdulillah kalau
gitu kita sejalan nihh
ya, terimakasih
banyakkk lohh winn
Teman Sama-sama ibu, aku
Konseli juga terimakasihhh,
jadi dapet
pencerahan. Kalau
gitu, wiwin izin ke
kelas lagi yaa bu
Konselor Iya Win, semangatt
ya Wiwin belajarnya

14
Pertemuan Kedua:

Konselor/
Dialog Keterampilan Sub-keterampilan
Konseli
Konseli Assalamu'alaikum (mengetuk
pintu)

Konselor Waalaikumsalam Jian, sini


masuk, duduk

Konseli Ibu aku udah coba lakuin apa


yang ibu bilang kemaren

Konselor Gimana sekarang ada


perkembangan ga?

Konseli Kalo interaksi sama temen-


temen, sama keluarga aku
udah ngerasa agak nyaman
mungkin karena sama aku
dilakuin terus gitu bu. Jadi aku
udah mulai terbiasa. Terus
kemaren juga aku presentasi
tapi masih kaya gitu bu,
keringetan sama gemeteran
Konselor Berarti udah lebih baik ya, tapi Mengembangkan
kalo presentasi masih program
kesulitan berarti ya. Nah ibu
kasih tips nih ya, kalo lagi
presentasi terus udah kerasa
mulai ga stabil nih keadaan
kamu mulai ga terkendali,
coba diem dulu terus tarik
napas panjang. Gausah
khawatir sama pandangan
temen atau guru kamu, mereka
pasti ngerti kok Initiating

Konseli Oh iya bu, biar aku jadi lebih


tenang ya bu

Konselor Nah iya, gimana kira-kira Mengindividualisasi-


kamu bisa ga? kan langkah
tindakan

15
Konseli Kayanya bisa bu. Aku pingin
coba juga, kebetulan besok
akua da presentasi juga bu

Konselor Kalo gitu kita bisa langsung


coba praktekkin ya. Kamu
siap?
Konseli Siap bu

Pertemuan Ketiga:
Konselor/ Sub-
Dialog Keterampilan
Konseli keterampilan
Konseli & Assalamu'alaikum(mengetuk
temannya pintu)
Konselor Waalaikumsalam Jian,
Ehh ada Wiwin juga, sini masuk,
duduk. Gimana nih ada apa,
tumben banget ber2 kesini
Teman Iyaa ibu, gatau nih aku juga tiba-
konseli tiba diajak sama Jian.
Konseli Ini bu aku yang bawa Wiwin
Konselor Ada apa tuh? Jadi deg-degan nih
ibu
Konseli Selama 1 minggu ini, aku jadi
banyak tuker cerita sama Wiwin,
Konselor Ohh iyaa, emang betul Win?
Teman Ih jian, aku kira apa.
konseli Iyaa bu, betul, akhir akhir ini aku
dan jian juga jadi sering ngobrol,
cerita, ga kaya sebelum –
sebelumnya, duduk cuman diem-
dieman doang bu
Konseli Dan untuk presentasi juga bu,
aku rasa udah lebih baik bu,
walaupun masih nervous tapi
lebih mendingan daripada
sebelumnya
Teman Ohh iya bu, aku juga liat
konseli presentasi Jian sekarang jauh
lebih tenang dan percaya diri .
Konselor Wah, tuh kan kamu itu Initiating Membrikan
sebenernya bisa kata ibu juga. penguatan
Hebat banget deh, ibu seneng
banget dengernya

16
Konseli Iya bu, sebenernya aku juga
gapercaya sih bu bisa
ngelakuinnya tapi ternyata bisa
juga, untuk nextnya aku bakal
lakuin hal yang sama bu, tetap
tenang. Karena, semuanya yang
aku takutkan ternyata belum
tentu kejadian
Konselor Jian, ibu senang sekali loh
dengernya, kamu udah jauhh
sekali lebih baik dari jian yang
sebelumnya
Teman Ehh ji udah bel tuhh ayo kita
konseli kekelas, sekarang pelajaran
matematika, pak ridwan kan
tepat waktu, tar kita terlambat.
Ehh atau kamu masih mau disini
sama bu putri?
Konseli Engga, aku juga mau kekelas
Konselor Yasudah, kalian masuk kelas ya,
nanti terlambat semangat
belajarnya.
Konseli & Baikk ibu terimakasih banyak
temannya ibu, kita duluan ya ibu, mari bu,
assalamualaikum
Keterangan:
Relaksasi
Hierarki kecemasan
Desensitisasi Imajinatif & in vivo
Counter conditioning
Flooding
Reinforcement

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Desensitisasi sistematis adalah teknik terapi perilaku yang bertujuan untuk mengurangi
rasa takut dan kecemasan terhadap stimulus tertentu. Teknik ini melibatkan tahapan
pembangunan hierarki kecemasan, pelatihan teknik relaksasi, dan desensitisasi melalui paparan
bertahap pada stimulus yang memicu kecemasan. Metode yang digunakan termasuk
desensitisasi imajinatif (paparan dalam imajinasi) dan desensitisasi in vivo (paparan dalam
dunia nyata). Manfaat dari teknik ini meliputi mengatasi kecemasan dan fobia, meningkatkan
rasa percaya diri, dan meningkatkan kualitas hidup. Meskipun efektif, teknik ini membutuhkan
waktu dan komitmen, serta mungkin tidak efektif untuk semua orang. Secara keseluruhan,
desensitisasi sistematis adalah teknik terapi perilaku yang aman dan efektif untuk mengatasi
berbagai jenis kecemasan dan fobia, seperti fobia spesifik, kecemasan sosial, dan gangguan
panik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Masrur Firosad, H. N. (2016). Teknik Desensitisasi Sistematik untuk Mengurangi


Fobia Mahasiswa. Konselor, 100-106.

Arif Ainur Rofiq, E. Z. (2021). Bagaimana Konseling Islami dengan Teknik Desensitisasi
Sistematis Mengatasi Kecemasan Akibat Pandemi Covid-19? Jurnal IICET: Jurnal
Konseling dan Pendidikan, 183-184.

Asmani, J. M. (2010). Panduan Efektif Bimbingan & Konseling di Sekolah. Diva Press, 225.

Fitriani, A. &. (2019). n Relaksasi Zikir untuk Mengurangi Gejala Kecemasan pada Kasus
Gangguan Fobia. PHILANTHROPY: Journal of Psychology, 75-88.

Gerald Corey. (2013). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refka
Aditama

Giri. (2020). Mereduksi Kecemasan Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis. Widyadari, 21.

Karyeli., W. A. (2021). Teknik Desensitisasi Sistematik untuk Mereduksi Gangguan


Kecemasan Sosial (Social Anxiety Disorder) Pasca Pandemi Covid-19. Edocouns
Journal: Jurnal Pendidikan dan Bimbingan Konseling, 77-78.

Lestari, Y. L. (2013). Mengurangi kecemasan siswa di sekolah dengan menggunakan teknik


desensitisasi sistematis. LIBKIN (Jurnal Bimbingan Konseling).

Ni Luh Putu Santi Aryani, N. K. (2014). Penerapan Konseling Behavioral dengan Teknik
Desensitisasi Sistematis untuk Meminimalisasi Kecemasan Siswa dalam
Menyampaikan Pendapat Kelas VIII 10 Di SMP Negeri 2 Singaraja Tahun Pelajaran
2013/2014. E-Journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling.

Rahayu, D. S. (2021). Penerapan Teknik Desensitisasi Sistematis untuk Mereduksi Kecemasan


Siswa Menghadapi Praktik Kerja Lapangan (PKL). Academic Journal of Psychology
and Counseling, 213-236.

Richard Gross. (2013). Psychology The Science Of Mind Behavior. Yogyakarta: Pustaka
Belajar

Setiawati. (2020). Keefektifan Cognitive Restructuring dan Desensitisasi Sistematis Untuk


Mengatasi Siswa SMP dan SMA. Jurnal FIP UNESA, 10.

Sharf, R. S. (2004). Theories of Psychotherapy and Counseling: Concept and Case. USA:
Brooks/Cole.

Sugiantoro. (2018). Teknik Desensitisasi Sistematis (Systematic Desensitization) dalam


Mereduksi Gangguan Kecemasan Sosial (Social Anxiety Disorder) yang dialami
Konseli. Nusantara of Research: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian Universitas Nusantara
PGRI Kediri, 72-82.

19
Winarso, W. (2021). Terapi Behavioral dengan Teknik Desensitisasi untuk Mengatasi
Kecemasan dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. Indonesian Journal of
Educational Science (IJES), 9-23.

20

Anda mungkin juga menyukai