MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Teori dan Praktik
Konseling Behavioral yang diampu oleh Bapak Andre Julius, M.Pd.
Disusun oleh :
Putri Apriliyanti 225509011
Wiwin Wulandari 225509012
Jian Aulia Ningrum 225509029
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
menjadi salah satu teknik utama dalam pengobatan gangguan kecemasan dan fobia, serta dalam
memperluas aplikasinya ke berbagai konteks klinis dan non-klinis.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
seseorang terhadap suatu rangsangan (counter conditioning) yang akan membuat respon
negatif tersebut digantikan dengan aktivitas yang berlawanan dengan cara memberikan
imajinasi yang positif. Dengan demikian, teknik desensitisasi sitematis ini dapat membantu
individu mengurangi atau melemahkan perilaku negatif.
Dalam menjalankan teknik ini terdapat 3 prosedur utama, yaitu dengan cara relaksasi,
hierarki kecemasan, baru dapat memasuki teknik desensitisasi. Relaksasi merupakan suatu
upaya yang digunakan untuk mengurangi ketegangan pada pikiran dan tubuh, sedangkan
relaksasi merupakan upaya yang melibatkan otot-otot agar mencapai relaks yang diinginkan.
Sementara itu, hierarki kecemasan merupakan daftar tingkatan situasi yang memicu kecemasan
dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Dan yang terakhir adalah desensitisasi yaitu
proses perawatan yang akan di berikan.
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa desensitisasi sistematis
yaitu suatu teknik dalam memberikan perubahan pada perilaku seseorang terhadap kecemasan
atau ketakutan dengan merelaksasi situasi atau membayangkan situasi tersebut dalam suatu
tingkatan yang paling memicu kecemasan, dimulai dari yang terendah sampai yang paling
menghasilkan ketegangan emosional.
4
mencapai tingkat desensitisasi yang diinginkan terhadap stimulus tertentu, anggota kelompok
dilatih untuk mempertahankan dan menggeneralisasikan kemampuan mereka dalam
menghadapi kecemasan atau ketakutan yang serupa di luar sesi terapi.
Salah satu tokoh psikologi yang berperan penting dalam pengembangan desensitisasi
sistematis, Wolpe merupakan seorang psikolog dan psikiater asal Afrika Selatan yang dikenal
dengan kontribusinya dalam pengembangan terapi perilaku, terutama teknik desensitisasi
sistematis. Pandangan Wolpe tentang desensitisasi sistematis didasarkan pada teori
pembelajaran operan, yang menekankan bahwa perilaku dapat dipelajari dan diubah melalui
pengalaman belajar. Menurut Wolpe, kecemasan dan ketakutan terkait dengan stimulus
tertentu dapat dikurangi atau dihilangkan melalui proses pembelajaran yang sistematis dan
bertahap. Wolpe mengembangkan teknik desensitisasi sistematis sebagai metode untuk
mengurangi kecemasan atau ketakutan dengan secara bertahap memperkenalkan individu pada
stimulus yang menyebabkan kecemasan tersebut, mulai dari yang paling tidak mengganggu
hingga yang paling mengganggu, sambil mempromosikan respons-relaksasi yang bertentangan
dengan respons kecemasan. Pandangan Wolpe tentang desensitisasi sistematis menekankan
pentingnya penggunaan hierarki stimulus, latihan yang terstruktur, dan penggunaan respons-
relaksasi sebagai cara untuk mengubah respons kecemasan menjadi respons yang lebih tenang
dan terkendali. Teknik desensitisasi sistematis telah menjadi pendekatan yang sangat penting
dalam pengobatan fobia, gangguan kecemasan, serta PTSD, dan pengaruh Joseph Wolpe dalam
pengembangannya masih sangat terasa dalam praktik klinis saat ini.
2. Desensitisasi sistematis yang dilakukan sendiri oleh klien
Desensitisasi sistematis adalah teknik terapi perilaku yang digunakan untuk
mengurangi dan menghilangkan ketakutan atau kecemasan yang berlebihan terhadap suatu
stimulus yang dilakukan sendiri. Klien diminta membuat hierarki dari stimulus yang
menimbulkan kecemasan mereka, mulai dari yang paling sedikit menakutkan hingga yang
paling menakutkan. Ini membantu dalam memetakan tingkat kecemasan yang berbeda. Teknik
relaksasi seperti napas dalam, meditasi, atau relaksasi progresif. Ini membantu klien tetap
tenang saat dirinya terpapar pada stimulus yang menimbulkan kecemasan. Dengan
menggunakan imajinasi untuk membayangkan diri mereka menghadapi stimulus yang
menimbulkan kecemasan, dimulai dari yang paling sedikit menakutkan dalam hierarki. Hal ini
akan melibatkan semua indra untuk mencoba merasakan berbagai situasi secara detail.
Seiring waktu, klien mengalami pengurangan respons emosional terhadap stimulus
yang menimbulkan kecemasan. Ini disebabkan oleh proses rekonsolidasi di mana respons
emosional yang awalnya terkait dengan stimulus itu mulai tereduksi atau hilang.
5
Adapun pandangan tokoh psikologi dan para filsuf terhadap desensitisasi sistematis
yang dilakukan sendiri oleh klien dapat bervariasi tergantung pada pendekatan dan filosofi
masing-masing yaitu sebagai berikut:
a. Menurut B.F. Skinner cenderung mendukung teknik desensitisasi sistematis karena
pendekatannya yang berbasis pada pengaruh lingkungan terhadap perilaku. Mereka
mungkin melihat desensitisasi sebagai contoh dari penguatan positif yang
membantu mengubah respons emosional terhadap stimulus tertentu.
b. Menurut Albert Ellis sebagai pendiri Terapi Rasional Emotif, mungkin
menganggap desensitisasi sistematis sebagai alat yang efektif untuk mengubah
pola pikir irasional yang mendasari kecemasan atau ketakutan. Bagi mereka,
desensitisasi bisa membantu klien mengidentifikasi dan mengubah keyakinan
negatif mereka tentang stimulus yang menimbulkan kecemasan.
c. Menurut Sigmund Freud dan pendukung psikoanalisis mungkin melihat
desensitisasi sebagai proses yang membantu klien menghadapi konflik bawah
sadar yang mendasari kecemasan mereka. Mereka dapat melihat desensitisasi
sebagai bentuk sublimasi atau pengalihan energi psikis dari konflik yang tidak
sadar ke aktifitas yang lebih konstruktif.
d. Menurut Stoikisme, seorang filsuf mungkin melihat desensitisasi sistematis
sebagai bentuk latihan diri (praktik asketis) yang mengajarkan keterampilan mental
dan emosional yang dibutuhkan untuk menghadapi ketakutan dan kecemasan.
Mereka dapat menekankan pentingnya penerimaan, ketenangan batin, dan kontrol
atas respons emosional sebagai bagian dari proses desensitisasi.
Secara keseluruhan, tokoh-tokoh psikologi dan filsuf cenderung memiliki pandangan
yang mendukung terhadap desensitisasi sistematis yang dilakukan sendiri oleh klien karena
pengakuan atas kekuatan proses kognitif dan perilaku dalam mengubah respons emosional dan
mengatasi ketakutan atau kecemasan.
3. Desentisasi in vivo
Desensitisasi in vivo adalah metode terapi perilaku yang bertujuan untuk mengurangi
dan menghilangkan ketakutan atau kecemasan terhadap suatu objek atau situasi dengan
memperkenalkannya secara bertahap kepada individu dalam lingkungan nyata atau kehidupan
sehari-hari mereka. Menurut Wolpe, desensitisasi in vivo adalah teknik terapi perilaku yang
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan respons kecemasan atau takut terhadap suatu
stimulus dengan cara menghadapinya secara langsung dalam situasi nyata atau lingkungan
yang sesungguhnya. Teknik ini didasarkan pada prinsip bahwa respons kecemasan dapat
6
diinhibisi dengan stimulus yang tidak dapat dipadukan dengan respons kecemasan itu sendiri.
Proses ini melibatkan paparan bertahap terhadap stimulus yang menimbulkan
kecemasan, dimulai dari tingkat yang rendah dan meningkat secara bertahap seiring waktu,
sehingga individu dapat belajar untuk mengatasi kecemasan mereka secara bertahap. Misalnya,
seseorang yang takut terhadap ketinggian dapat secara bertahap terbiasa dengan ketinggian
dengan memperkenalkan mereka pada situasi ketinggian yang semakin tinggi dari waktu ke
waktu. Menurut Stampfl, desensitisasi in vivo adalah teknik terapi perilaku yang melibatkan
paparan terhadap stimulus yang menimbulkan kecemasan dalam lingkungan nyata, di mana
individu belajar untuk mengurangi kecemasan mereka melalui pengalaman langsung. Proses
ini memungkinkan individu untuk memperoleh keterampilan dan kepercayaan diri yang
diperlukan untuk mengatasi ketakutan atau kecemasan mereka.
Menurut Ost, desensitisasi in vivo adalah teknik terapi perilaku yang melibatkan
paparan bertahap terhadap situasi atau objek yang menimbulkan kecemasan atau takut dalam
lingkungan yang sesungguhnya, dengan tujuan untuk mengurangi respons kecemasan melalui
pembelajaran dan pengalaman langsung. Dalam proses desensitisasi in vivo, individu secara
bertahap diperkenalkan kepada stimulus yang menimbulkan kecemasan atau takut mereka
dalam lingkungan yang sesungguhnya. Paparan dilakukan secara bertahap, dimulai dari tingkat
yang rendah dan meningkat secara bertahap seiring waktu. Hal ini memungkinkan individu
untuk membangun toleransi terhadap stimulus tersebut dan belajar untuk mengatasi kecemasan
mereka. Proses ini didasarkan pada prinsip pembelajaran yang menyatakan bahwa respons
kecemasan dapat diinhibisi melalui pengalaman langsung dengan stimulus yang menimbulkan
kecemasan.
7
Hal itu harus dilakukan sampai konseli merasa tenang, dilanjutkan menurut Correy selain
relaksasi ada terdapat juga hierarki kecemasan dimana konselor menganalisis tentang apa yang
menyebabkan seseorang itu cemas dengan cara membuat daftar tingkatan kecemasan konseli
(hierarki kecemasan) jika sudah mengetahui tingkatan yang memicu kecemasannya baru
konseling bisa masuk kedalam proses desentisisasi sistematis yang dimana dalam proses teknik
sistematis ini terdapat sub tekniknya agar konseli dapat mengurangi kecemasannya.
Pertama terdapat desensitisasi imajinatif dimana konseli diminta untuk membayangkan
pemicu kecemasan sembari dilakukan Counter Conditioning agar membuat dirinya cemas dan
selalu merespon secara negative diubah menjadi sesuatu yang positif. Misalnya, seorang siswa
takut jika memaparkan materi didepan karena takut di kritik bahkan dihina oleh teman teman
yang lain, seorang konselor harus berusaha merubah pemikiran negative tersebut menjadi
sesuatu hal yang positif seperti memberikan keyakinan kepada bahwa ucapan yang diberikan
oleh teman-temannya itu merupakan suatu kegiatan diskusi yang positif bukan kritikan untuk
menjatuhkan dirinya.
Kedua, terdapat desensitisasi in vivo membantu yang paling rendah dan diminta untuk
melakukan aktivitas yang paling sedikit memicu kecemasan secara berulang dari hierarki
kecemasan yang sudah dibuat. Jika kedua hal itu sudah dilakukan dan konseli mulai terbiasa
dapat melanjutkan kepada teknik selanjutnya yang paling tertinggi yaitu, flooding.
Flooding dilakukan dimana konselor akan meminta konseli untuk melaksanakan
kegiatan yang paling memicu kecemasan secara terus menerus dan berkepanjangan sampai
konseli merasa bahwa hal yang ditakuti itu tidak akan terjadi dalam hal konselor juga dapat
memberikan sosok yang bisa dijadikan modelling oleh konseli agar konseli yakin dapat
berhasil mengatasi kecemasannya. Apabila, konseli telah memberikan suatu perkembangan
pada setiap prosesnya, sangat di perbolehkan konselor memberikan pujian bahkan hadiah
karena konseli telah berhasil mengatasi suatu situasi yang memicu kecemasannya.
8
D. Kelebihan dan Kekurangan Desensitisasi Sistematis
1. Kelebihan
Kelebihan teknik desensitisasi sistematis menurut Fauzan, diantaranya:
a. Mengurangi maladaptasi kecemasan seperti fobia namun juga dapat diterapkan
pada masalah lain.
b. Dapat melemahkan atau mengurangi perilaku negatifnya atau menghilangkannya.
c. Konseli mampu mengaplikasikan teknik ini dalam kehidupan sehari-hari tanpa
harus adanya konselor yang memandu.
d. Menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif kemudian menyertakan
perilaku baru yang berlawanan dengan tingkah laku yang ingin dihilangkan.
2. Kekurangan
Wolpe mengatakan bahwa teknik desensitisasi sistematis dapat menyebabkan
kegagalan dalam pelaksanaannya, yaitu:
a. Kesulitan-kesulitan dalam relaksasi yang bisa menjadi kesulitan dalam
berkomunikasi antara konselor dengan konseli.
b. Ketidakmemadai dalam membayangkankan atau imajinasinya.
Adapun kelebihan lain dari teknik desensitisasi sistematis yaitu, menghapus perilaku
yang diperkuat secara negatif disertai respon-respon berlawanan dengan perilaku yang akan
dihilangkan, dapat mengurangi kecemasan yang dipelajari lewat conditionning, dapat
melemahkan perilaku yang negatif tanpa harus dihilangkan, dapat diaplikasikan dalam
kehidupan tanpa adanya konselor yang memandu. Sedangkan kekurangan lainnya adalah
konselor masih mendasarkan konseling dengan menggunakan teknik yang berakar pada
hukum-hukum belajar, melibatkan teknik lain untuk membantu konseli (misalnya relaksasi),
memerlukan waktu cukup lama dalam penerapannya sesuai tahap-tahap yang membantu
konseli, membuat format-format tertentu yang detail mengenai masalah konseli sesuai dengan
tahapan-tahapan dari teknik ini
9
E. Verbatim Konseling Desensitisasi Sistematis
Jian merupakan seorang siswi kelas XI. Jian merupakan siswi kelas 11 yang
sering merasakan kecemasan pada saat presentasi dikelas, namun jian juga memiliki
teman sebangku yang bernama wiwin. Kebalikan dari jian, wiwin memiliki sifat yang
percaya diri.
1. Judul : Takut dan cemas saat presentasi
2. Bidang bimbingan : Akademik/belajar
3. Jenis bimbingan : Konseling individual
4. Fungsi layanan : Perbaikan/Kuratif
5. Tujuan Layanan : Diharapkan konseli dapat mengurangi rasa
cemasnya dan dapat melakukan presentasi
dengan baik
6. Hasil yang ingin dicapai : Konseli dapat terbiasa melakukan public
speaking dan dapat mengontrol kecemasannya
10
Konselor Baik kalau udah Listening how
tenang, gimana?
kenapa Jian bisa
berkeringat seperti
ini?
Konseli Kenapa ya bu aku
tuh setiap presentasi
kaya gini terus,
gemeteran terus
keringetan banyak.
Aku jadi takut setiap
kali mau presentasi
Konselor Oke, ibu ngerti Merespon isi, perasaan
perasaan kamu kaya dan makna
gimana. Jadi Jian tuh
merasa gelisah dan
tidak nyaman ya
setiap presentasi.
Coba Jian, ini ibu
udah bikin 3
tingkatan tangga, ibu Responding
pengen Jian tulisin
hal-hal yang ngebuat
Jian degdegan saat
presentasi. Dari yang
paling terkecil tulis
di tangga nomor 1,
bisa?
Konseli Bisa bu
Konselor Oh ternyata yang Personalizing Mempersonalisasikan
bikin kamu masalah dan tujuan
degdegan presentasi
yang paling kecil
gara-gara kamu
kurang percaya diri
berbicara ya, karena
kamu ngerasa kamu
lebih banyak
diemnya jadi takut
kalau berbicara.
Pastinya Jian pingin
memperbaiki itu ya
Konseli Iya bu, kayak gitu
Konselor Sekarang ibu pengen
jian tutup mata
boleh?
Konseli (tutup mata)
Konselor Jian, Ibu pengen Jian
bayangin Jian lagi
11
ngobrol sama orang
tua Jian. coba Jian
ceritain tentang hobi
Jian
Konseli Emm, Jian punya
banyak hobi tapi Jian
paling suka masak,
dengerin musik,
melukis sama baca
buku
Konselor Sekarang ditambah
lagi orangnya, coba
Jian bayangin Jian
lagi ngomong sama
paman bibi, sodara
dan Jian ceritain lagi
kenapa Jian suka
masak
Konseli Jian suka masak
karena ser uterus
bangga juga kalo
hasilnya bagus
Konselor Sekarang ditambah
lagi orangnya, coba
Jian bayangin Jian
lagi ngomong sama
paman, bibi, sodara
dan seluruh keluarga
besar Jian ceritain
kenapa Jian suka
dengerin music
Konseli Jian suka dengerin
musik karena musik
bikin Jian jadi lebih
tenang
Konselor Oke, sekarang buka
matanya
Konseli (buka mata)
Konselor Wah Jian ternyata
bisa loh ngobrol
didepan orang
banyak
Konseli Masa sih bu
Konselor Iya itu buktinya tadi,
orang semakin
banyak tapi Jian
tetep bisa berbicara,
berarti Jian bisa dong
sebenernya. Ibu juga
pernah kaya gitu
12
kok, tapi lama
kelamaan karena
terbiasa
alhamdulillah jadi
lebih nyaman
walaupun harus
public speaking di
situasi yang kurang
kondusif
Konseli Wah, iya juga sih
Konselor Iya makannya apa Merumuskan komponen
coba yang harus jian
lakuin sekarang?
Konseli Mungkin aku harus
coba banyak
berkomunikasi dulu
ya bu sama orang-
orang di sekitar aku
Konselor Good Jian bagus, itu Standar pencapaian hasil
yang ibu harapkan,
Initiating
ibu pengen kamu
membiasakan hal itu
ya Ji
Konseli Ah iya bu
Konselor Nah nanti minggu Menyusun jadwal
depan kita ketemu
lagi ya? Jangan lupa
untuk selalu
membiasakan diri
berbicara ya Jian
Konseli Iya bu, makasih ya
bu,
assalamu’alaikum
Konselor Waalaikumsalam
Teman Assalamualaikum
konseli
Konselor Waalaikumsalam,
sini masuk Wiwin
Teman Iya bu, ada apa ya
konseli bu?
Konselor Jadi gini Win ada
yang mau ibu
tanyain tentang
temen sekelas kamu
Teman Oh iya bu, siapa ya
konseli bu ?
Konselor Jadigini, kan kamu
teman deket nya Jian
nya, ibu pengen tau
13
kalau misalnya Jian
presentasi itu kaya
gimana ya? Apakah
suka ada kesulitan?
Teman Sebenernya bu,
konseli kalau untuk kesulitan
secara materi sih
engga ya bu. Cuman,
jian itu kalau mau
presentasi suka
cemas, takut dengan
omongan sekitar atau
dianya yang takut
salah bicara bu,
karena kan jian lebih
banyak diam ya bu.
Konselor Ohh gitu yaa Win,
ibu boleh minta
bantuan sama kamu?
Teman Boleh ibu boleh, kira
konseli – kira kenapa ya bu?
Konselor Engga kok, gaadada
apa apa, ibu cuman
pengen bantu Jian
untuk lebih sering
bicara ya, tolong
kamu ajak bercerita
apapun itu, apakah
wiwin keberatan ?
Teman Ohh engga ibu,
konseli justru itu langkah
yang bagus, soalnya
aku juga sebenernya
pengen bantu jian
lebih percaya diri,
tapi bingung mulai
dari mana
Konselor Alhamdulillah kalau
gitu kita sejalan nihh
ya, terimakasih
banyakkk lohh winn
Teman Sama-sama ibu, aku
Konseli juga terimakasihhh,
jadi dapet
pencerahan. Kalau
gitu, wiwin izin ke
kelas lagi yaa bu
Konselor Iya Win, semangatt
ya Wiwin belajarnya
14
Pertemuan Kedua:
Konselor/
Dialog Keterampilan Sub-keterampilan
Konseli
Konseli Assalamu'alaikum (mengetuk
pintu)
15
Konseli Kayanya bisa bu. Aku pingin
coba juga, kebetulan besok
akua da presentasi juga bu
Pertemuan Ketiga:
Konselor/ Sub-
Dialog Keterampilan
Konseli keterampilan
Konseli & Assalamu'alaikum(mengetuk
temannya pintu)
Konselor Waalaikumsalam Jian,
Ehh ada Wiwin juga, sini masuk,
duduk. Gimana nih ada apa,
tumben banget ber2 kesini
Teman Iyaa ibu, gatau nih aku juga tiba-
konseli tiba diajak sama Jian.
Konseli Ini bu aku yang bawa Wiwin
Konselor Ada apa tuh? Jadi deg-degan nih
ibu
Konseli Selama 1 minggu ini, aku jadi
banyak tuker cerita sama Wiwin,
Konselor Ohh iyaa, emang betul Win?
Teman Ih jian, aku kira apa.
konseli Iyaa bu, betul, akhir akhir ini aku
dan jian juga jadi sering ngobrol,
cerita, ga kaya sebelum –
sebelumnya, duduk cuman diem-
dieman doang bu
Konseli Dan untuk presentasi juga bu,
aku rasa udah lebih baik bu,
walaupun masih nervous tapi
lebih mendingan daripada
sebelumnya
Teman Ohh iya bu, aku juga liat
konseli presentasi Jian sekarang jauh
lebih tenang dan percaya diri .
Konselor Wah, tuh kan kamu itu Initiating Membrikan
sebenernya bisa kata ibu juga. penguatan
Hebat banget deh, ibu seneng
banget dengernya
16
Konseli Iya bu, sebenernya aku juga
gapercaya sih bu bisa
ngelakuinnya tapi ternyata bisa
juga, untuk nextnya aku bakal
lakuin hal yang sama bu, tetap
tenang. Karena, semuanya yang
aku takutkan ternyata belum
tentu kejadian
Konselor Jian, ibu senang sekali loh
dengernya, kamu udah jauhh
sekali lebih baik dari jian yang
sebelumnya
Teman Ehh ji udah bel tuhh ayo kita
konseli kekelas, sekarang pelajaran
matematika, pak ridwan kan
tepat waktu, tar kita terlambat.
Ehh atau kamu masih mau disini
sama bu putri?
Konseli Engga, aku juga mau kekelas
Konselor Yasudah, kalian masuk kelas ya,
nanti terlambat semangat
belajarnya.
Konseli & Baikk ibu terimakasih banyak
temannya ibu, kita duluan ya ibu, mari bu,
assalamualaikum
Keterangan:
Relaksasi
Hierarki kecemasan
Desensitisasi Imajinatif & in vivo
Counter conditioning
Flooding
Reinforcement
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Desensitisasi sistematis adalah teknik terapi perilaku yang bertujuan untuk mengurangi
rasa takut dan kecemasan terhadap stimulus tertentu. Teknik ini melibatkan tahapan
pembangunan hierarki kecemasan, pelatihan teknik relaksasi, dan desensitisasi melalui paparan
bertahap pada stimulus yang memicu kecemasan. Metode yang digunakan termasuk
desensitisasi imajinatif (paparan dalam imajinasi) dan desensitisasi in vivo (paparan dalam
dunia nyata). Manfaat dari teknik ini meliputi mengatasi kecemasan dan fobia, meningkatkan
rasa percaya diri, dan meningkatkan kualitas hidup. Meskipun efektif, teknik ini membutuhkan
waktu dan komitmen, serta mungkin tidak efektif untuk semua orang. Secara keseluruhan,
desensitisasi sistematis adalah teknik terapi perilaku yang aman dan efektif untuk mengatasi
berbagai jenis kecemasan dan fobia, seperti fobia spesifik, kecemasan sosial, dan gangguan
panik.
18
DAFTAR PUSTAKA
Arif Ainur Rofiq, E. Z. (2021). Bagaimana Konseling Islami dengan Teknik Desensitisasi
Sistematis Mengatasi Kecemasan Akibat Pandemi Covid-19? Jurnal IICET: Jurnal
Konseling dan Pendidikan, 183-184.
Asmani, J. M. (2010). Panduan Efektif Bimbingan & Konseling di Sekolah. Diva Press, 225.
Fitriani, A. &. (2019). n Relaksasi Zikir untuk Mengurangi Gejala Kecemasan pada Kasus
Gangguan Fobia. PHILANTHROPY: Journal of Psychology, 75-88.
Gerald Corey. (2013). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refka
Aditama
Giri. (2020). Mereduksi Kecemasan Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis. Widyadari, 21.
Ni Luh Putu Santi Aryani, N. K. (2014). Penerapan Konseling Behavioral dengan Teknik
Desensitisasi Sistematis untuk Meminimalisasi Kecemasan Siswa dalam
Menyampaikan Pendapat Kelas VIII 10 Di SMP Negeri 2 Singaraja Tahun Pelajaran
2013/2014. E-Journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling.
Richard Gross. (2013). Psychology The Science Of Mind Behavior. Yogyakarta: Pustaka
Belajar
Sharf, R. S. (2004). Theories of Psychotherapy and Counseling: Concept and Case. USA:
Brooks/Cole.
19
Winarso, W. (2021). Terapi Behavioral dengan Teknik Desensitisasi untuk Mengatasi
Kecemasan dalam Menyelesaikan Masalah Matematika. Indonesian Journal of
Educational Science (IJES), 9-23.
20