Anda di halaman 1dari 20

Makalah

“Self Desentizization”
Diajukan untuk mememuhi salah satu tugas mata kuliah Modifikasi Perilaku dengan
Dosen Pengampu:
Dr. Juhanaini, M. Ed. dan Drs. Sunaryo, M. Pd.

Disusun Oleh:
Fernanda Kirana (2010182)
Geifira Kusumaningrum (2000412)
Galuh Aura Utami (2008528)
Suci Aulia Febriyuda (2010359)
Tantri Logika Akhlaqul Jamiil (2006198)
Umi Pitaloka (2001378)

KELAS 2A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Self Desensitization” dengan tepat waktu.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah Modifikasi Perilaku. Selain itu makalah ini disusun bertujuan untuk
menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca khususnya mengenai model dan
bentuk pelayanan bagian anak berkebutuhan khusus.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada ibu Dr.
Juhanaini, M.Ed. selaku dosen Mata Kuliah Modifikasi Perilaku yang telah
memberikan tugas ini sehingga penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan
sesuai dengan mata kuliah yang penulis tekuni. Penulis menyadari dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bandung, 29 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2


Daftar Isi ............................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Self desentizization............................................................... 4
2.2 Manfaat Self Desentizization ................................................................. 6
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Self Desentizization .................................... 8
2.3.1 Kelebihan Self Desentizization ....................................................... 8
2.3.2 Kekurangan Self Desentizization .................................................... 8
2.3 Prosedur Self Desentizization ................................................................ 9
2.4 Asesmen Self Desentizization .............................................................. 11
2.5 Hasil Pelaksanaan Metode Self Desentizization ................................... 15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 18
3.2 Saran .................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desensitisasi diri adalah jenis terapi perilaku digunakan dalam bidang


psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan
kecemasan lainnya. Lebih khusus lagi, itu adalah jenis terapi Pavlov
dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe. Pada tahun 1950,
Wolpe menemukan bahwa kucing dari Universitas Wits bisa mengatasi
ketakutan mereka melalui paparan bertahap dan sistematis.
Proses desensitisasi diri terjadi dalam tiga langkah. Langkah pertama
desensitisasi diri adalah penciptaan hirarki merangsang kecemasan stimulus.
Langkah kedua adalah belajar dari relaksasi atau teknik mengatasi. Setelah
individu telah diajarkan keterampilan ini, ia harus menggunakannya dalam
langkah ketiga untuk bereaksi terhadap dan mengatasi situasi dalam hirarki
mapan ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah untuk individu untuk belajar
bagaimana untuk mengatasi, dan mengatasi rasa takut dalam setiap langkah
hirarki.

1. 2 Rumusan Masalah
a. Apa itu self desentizization?
b. Apa manfaat self desentizization?
c. Apa kelebihan dan kekurangan self desentizization?
d. Bagaimana prosedur self desentizization?
e. Bagaimana asesmen self desentizization?
f. Bagaimana hasil pelaksanaan teknik self desentizization?

4
1. 3 Tujuan
a. Untuk mengetahui self desentizization
b. Untuk mengetahui manfaat self desentizization
c. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan self desentizization
d. Untuk mengetahui prosedur self desentizization
e. Untuk mengetahui asesmen self desentizization
f. Untuk mengetahui hasil pelaksanaan teknik self desentizization

5
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Self Desentizization


Self Desentizization atau desensitisasi diri merupakan bagian dari
desensitisasi sistematik sebagai salah satu teknik dalam konseling
behavioristik, tidak hanya mengatur perasaan, namun juga pengalaman yang
diungkapkan secara lebih baik (Richard Nelson dan Jones, 2005: 366).
Maksud dari pengertian tersebut ialah pengalaman buruk dan menyakitkan
yang dialami individu, diatur ulang secara lebih baik, sehingga menghasilkan
sesuatu yang positif dalam kehidupan individu.
Sistematik Desensitization (SD) memiliki asumsi bahwa kecemasan,
dapat dikurangi atau diperlemah dengan suatu respon antagonistik (yang
berlawanan) terhadap kecemasan. Yang berarti teknik desensitisasi diri
merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengatasi kecemasan yang
dialami individu dengan memberikan respon yang berlawanan. Respon yang
berlawanan tersebut dimaksudkan supaya individu tidak focus terhadap
pikiran atau perasaan negative yang mampu menghambat individu dalam
melakukan suatu tindakan tertentu, yang pada akhirnya akan dapat
menghambat perkembangan dirinya.

2. 2 Manfaat Self Desentizization


Desensitisasi diri merupakan teknik yang digunakan untuk menghapus
perilaku yang diperkuat secara negatif, biasanya berupa kecemasan dan
respon yang berlawanan dengan perilaku yang ingin dihilangkan
Teknik desensitisasi memiliki beberapa manfaat, Salah satu manfaat
teknik desensitisasi dapat digunakan untuk membuang perasaan negative dan
menggantikannya dengan perasaan yang positif dan cara pandang baru, lebih

6
baik dan rasional. Fidelis E. Waruwu (2004 : 8) menyatakan bahwa
desensitisasi dapat menghilangkan kecemasan dan stress yang diakibatkan
oleh kejadian-kejadian negatif. Pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa
desensitisasi dapat digunakan untuk menghilangkan, meredakan dan
mengurangi ketegangan individu terhadap suatu peristiwa dan
menggantikannya dengan perilaku baru yang lebih adaptif dan rasional.
Pada H. Koestoer Partowisastro (1984 :115), menjelaskan bahwa
desensitisasi memiliki manfaat untuk menghilangkan, meredakan, mengurangi
ketegangan sehari-hari. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa desensitisasi
dapat menghilangkan kecemasan konseli terhadap suatu objek atau situasi
tertentu yang bersifat menyakitkan atau merugikan individu dan menimbulkan
stress sebagai akibat dari adanya kecemasan yang meningkat. Gede Tresna
(2011:97) menyatakan bahwa manfaat desensitisasi dapat mengurangi atau
melemahkan perilaku negatifnya tanpa menghilangkan. Maksud penjelasan
tersebut adalah teknik desensitisasi dapat menurunkan tingkat kecemasan
yang tidak memberdayakan kemampuan individu dalam menghadapi suatu
keadaan atau situasi secara rasional, dan dapat mengurangi sendiri kecemasan
yang dialami
Menurut Lutfi Fauzan manfaat desensitisasi diri selain mengurangi
dan melemahkan perilaku maladaptive melalui conditioning yaitu agar konseli
mampu menerapkan teknik desensitisasi tanpa bantuan dari konselor atau
orang ahli. Jadi sebagai contoh manfaat teknik desensitisasi diri pada
mahasiswa yang mengalami kecemasan komunikasi ketika presentasi adalah
untuk menurunkan sensitivitas emosional yang berkaitan dengan kecemasan
pada diri mahasiswa, dimulai dari memberikan respon yang berlawanan
dengan penyebab timbulnya kecemasan melalui teknik relaksasi secara
bertahap dari kondisi penyebab kecemasan yang paling rendah hingga kepada
penyebab kecemasan yang paling tinggi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat dari
teknik desensitisasi diri adalah konseli yang mampu mengurangi kecemasan

7
yang ditimbulkan sebagai akibat dari pandangan yang tidak rasional terhadap
suatu objek atau situasi yang ditakutinya sehingga menimbulkan stress yang
berlebihan dalam diri individu.

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Self Desentizization


2.3.1 Kelebihan Teknik Desensitisasi
Fauzan (2008; 4) menjelaskan kelebihan teknik desensitisasi sistematis adalah
 Mengurangi maladaptive kecemasan yang dipelajari lewat conditioning
(seperti phobia) tapi juga dapat diterapkan pada masalah lain
 Dapat melemahkan atau mengurangi perilaku negativenya tanpa
menghilangkannya.
 Konseli mampu mengaplikasikan teknik ini dalam kehidupan sehari-hari
tanpa harus ada konselor yang memandu.
 Menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negative dan
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan
dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak
dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap.

2.3.2 Kekurangan Teknik Desensitisasi


Wolpe (dalam Gantina 2011 : 211) mencatat ada tiga penyebab kegagalan
dalam pelaksanaan desensitisasi sistematis yaitu :
 Kesulitan-kesulitan dalam relaksasi, yang bias jadi menunjuk pada
kesulitan-kesulitan dalam komunikasi antara konselor dengan klien atau
kepada keterhambatan ekstern yang dialami oleh klien.
 Tingkatan-Tingkatan yang menyesatkan atau tidak relevan, yang ada
kemungkinan melibatkan penanganan tingkatan yang keliru.

8
2.3 Prosedur Self Desentizization
Menurut Wolpe, 1961; Wolpe dan Lazarus, 1966, (dalam W.M. Roam,
1980: 61) menyatakan tiga bagian dalam pelaksanaan desensitisasi, yaitu
menyusun hierarki masalah yang mencemaskan, latihan relaksasi, dan
desensitisasi. Penyataan tersebut menjelaskan bahwa dalam pemberian
treatment kepada konseli yang mengalami masalah kecemasan, seorang
konselor perlu menyusun susunan atau hierarki yang menyebabkan
kecemasan, dimulai dari yang ringan sampai yang berat, setelah penyusunan
hierarki selesai, barulah konseli melakukan peregangan otot karena cemas dan
latihan secara riil.
Pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa prosedur desensitisasi yang
dilakukan oleh konseli yaitu menyusun hierarki kecemasan, dari situasi atau
keadaan yang paling membuat individu cemas sampai pada keadaan atau
situasi yang membuat individu nyaman, dalam sebuah skala kecemasan.
Selanjutnya konseli melakukan relaksasi, melaksanakan tiap tahap dalam
hierarki, dengan membayangkan situasi tersebut sampai konseli merasa
nyaman dan saat dihadapkan pada situasi atau keadaan yang membuatnya
cemas, secara nyata, konseli tidak mengalami ketakutan lagi.
Pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa prosedur
desensitisasi yaitu:
 Konseli menyusun hierarki kecemasan, merupakan penyusunan
hierarki kecemasan dimulai dari situasi yang tidak menimbulkan
kecemasan sampai pada situasi yang paling menimbulkan kecemasan;
 Melakukan relaksasi, merupakan membayangkan dirinya pada saat
dihadapkan dengan situasi yang menimbulkan kecemasan sesuai
dengan hierarki yang telah disusun, sampai klien benar-benar merasa
nyaman atau tenang, bisa menggunakan alat bantu berupa instruksi
tertulis atau menggunakan music; dan

9
 Menghadapkan konseli pada objek atau situasi yang ditakuti secara riil
atau nyata, tujuannya adalah klien mampu menghadapi objek secara
riil tanpa ada perasaan takut atau cemas lagi.
Setelah dipaparkan mengenai pengertian dari teknik desensitisasi diri,
tujuan, manfaat, dan prosedur yang diterapkan dalam teknik desensitisasi diri,
selanjutnya dijelaskan tentang salah satu gangguan perilaku individu yang
dapat diatasi dengan menggunakan teknik desensitisasi diri, yaitu kecemasan
sosial.
Menurut Mubarok (2009) berpendapat bahwa terdapat empat tahap
utama dalam teknik desensitisasi sistematik yaitu:
Pertama, konselor dan klien mendata situasi apa saja yang
menyebabkan klien diserang perasaan cemas dan kemudian menyusunnya
secara hierarki mulai dari yang paling ringan (di atas) sampai yang paling
berat (di bawah). Kedua, konselor melatih klien untuk mencapai keadaan
rileks atau santai, hal ini dilakukan melalui prosedur khusus yang disebut
rileksasi. Ketiga, konselor melatih klien untuk membentuk respon-respon
antagonis yang dapat menghambat perasaan cemas. Ini dapat dilakukan
melalui prosedur imageri yaitu melatih klien untuk membayangkan situasi
lain yang menyenangkan, pada saat konselor menyajikan situasi yang
menimbulkan kecemasan. Keempat, pelaksanaan intervensi pada tahap ini
konselor mula-mula mengarahkan klien agar dapat mencapai keadaan rileks.
Setelah klien mencapai keadaan rileks, konselor menyajikan secara berurutan
dari atas ke bawah situasi yang menimbulkan perasaan cemas sebagaimana
tersusun dalam hierarki dan meminta klien membayangkannya. Jika klien
dapat membayangkan situasi tersebut tanpa mengalami kecemasan, konselor
menyajikan situasi berikutnya dan ini terus dilakukan dengan cara yang sama
sehingga seluruh situasi dalam hierarki yang telah disajikan dan kecemasan
bisa dihilangkan.

10
2.4 Asesmen Self Desentizization
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh
konseli pada saat ini. Dalam tahap ini konselor melakukan:
 Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini
Dalam tahap ini konselor menganalisis perilaku bermasalah yang
Nampa atau terjadi saat ini yaitu, pada proses mental siswa yang
mengalami kecemasan sering tidak fokus, sulit mengingat fakta secara
tepat, mlupakan hal-hal yang penting yang juga berakibat pada segi fisik
yaitu, pada tangan dan kaki mudah berkeringat, gemetaran, jantung
berdetak kencang.
 Analisis situasi yang didalamnya masalah konseli terjadi
Dalam tahap ini konselor menganalisis penyebab terjadinya
kecemasan yang berlebihan atau kecemasan yang tinggi adalah
menghadapi ulangan yang membuat siswa menunjukan tingkah laku yang
telah dianalisis pada langkah sebelumnya.
 Analisis motivasional
Dalam tahap ini konselor memberikan motivasi untuk konseli
dengan menganalisis hal-hal yang menarik dalam kehidupan siswa,
seperti: prestasi siswa yang diraih baik dalam bidang akademik, maupun
dalam bidang non-akademik.
 Analisis self control
Yaitu tingkatan control diri konseli terhadap tingkah laku
bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana control itu dilatih dan atas
dasar kejadian-kejadian yang menentukan keberhasilan. Dalam tahap ini
konselor menganalisis sejauh mana koseli kita mengontrol dirinya
terhadap masalah yang dihadapinya.
 Analisis hubungan social
Yaitu orang lain yang dekat dengan kehidupan konseli,
didentifikasikan juga hubungannya dengan orang tersebut dengan konseli.
Dalam tahap ini konselor menganalisis orang terdekat siswa, seperti

11
hubungannya dengan orang tua, dengan sahabat disekolah maupun
bekerja sama dengan guru BK yang ada disekolah guna untuk
menganalisis data pribadi siswa disekolah.
 Menganalisis lingkungan fisik-sosial budaya
Dalam tahap ini konselor menganalisis lingkungan fisik-sosial
budaya siswa terhadap lingkungan sekitar yang merupakan penyebab
kecemasan yang tinggi pada siswa ketika menghadapi ulangan.

Desentization adalah perawatan atau proses yang mengurangi respon


emosional terhadap suatu perangsang atau stimulus yang negatif, aversif atau
positif setelah paparan berulang kali. Desensitisiasi merupakan proses yang
digunakan terutama untuk membantu individu dalam menghilangkan fobia
dan kecemasan. Kecemasan sama dengan kebingungan atau kekhawatiran
pada sesuatu yang akan terjadi atau belum tentu terjadi dengan penyebab yang
tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak
berdaya. Menurut Hildegard Peplau (1925), ada 4 tingkat kecemasan yang
dialami seseorang sebagaiberikut:
 Kecemasan Ringan
Sering dihubungkan dengan kecemasan yang terjadi sehari-hari.
Kecemasan ringan dapat memotivasi seseorang untuk belajar dan mampu
memecahkan masalah secara benar, member peningkatan hasil, serta
menumbuhkan kreativitas. Contohnya, saat seseorang menghadapi ujian akhir
semester, ia akan merasa cemas terhadap hasil ujian semester. Karena itu, ia
memilih untuk belajar dengan rajin agar mendapatkan hasil yang baik.
 Kecemasan Sedang
Terjadi ketika seseorang hanya terfokus dengan permasalahan yang
menjadi pusat perhatiannya. Seseorang akan melihat suatu hal dari satu sudut
pandang saja sehingga merasa cemas. Namun, ia masih dapat melakukan
sesuatu dengan arahan orang lain. Contohnya, saat seorang siswa mengalami
konflik di sekolah, seperti belum membayar SPP dan dipanggil oleh kepala

12
sekolah. Siswa tersebut merasa cemas karena orang tuanya belum mempunyai
uang untuk membayar. Namun, dengan arahan kepala sekolah, siswa tersebut
akhirnya mengajukan beasiswa.
 Kecemasan Berat
Dapat membuat pandangan seseorang terhadap suatu hal menjadi lebih
sempit dari pada sebelumnya. Pusat perhatian hanya tertuju pada
permasalahan yang sedang dialami sehingga ia tidak dapat berpikir untuk hal-
hal lainnya. Seseorang memerlukan banyak perintah untuk dapat fokus pada
hal lain. Contohnya seseorang yang mengalami kehilangan keluarga akibat
gempa bumi sehingga yang dipikirkan hanya hidup sebatang kara tanpa
tujuan.
 Panik
Merupakan peristiwa seseorang kehilangan kendali diri dan perhatian.
Ketika panik, seseorang akan kehilangan control sehingga tidak mampu
melakukan apa pun meski dengan perintah. Seseorang akan mengalami
peningkatan gerak, kurang sosialisasi, salah sudut pandang, dan hilangnya
akal sehat. Contoh panic adalah seseorang yang biasanya tidak pernah
menyontek kemudian memutuskan untuk menyontek ketika ujian karena
merasa tidak mampu menjawab soal yang diberikan oleh guru.

Penanganan Gangguan Kecemasan


Sigmund Freud menjelaskan mekanisme pertahanan diri yang
dilakukan seorang individu sebagai proses yang terjadi secara tidak sadar
untuk mengatasi kecemasan. Mekanisme pertahanan diri ini sering
ditunjukkan oleh remaja yang mengalami fase meunju kedewasaan. Berikut
ini beberapa contoh mekanisme pertahanan diri yang ditunjukkan seseorang
kala merasa cemas:
 Pembentukan Reaksi
Pada respon pembentukan reaksi seseorang akan menampilkan
respon yang berlawanan dengan yang dirasakan saat berada pada situasi

13
harus melindungi diri. Hal ini dilakukan sebagai upaya menenangkan diri
dari kecemasan yang sedang dirasakan. Contohnya seorang anak SMP
mengagumi teman sebangkunya, tetapi ia justru bersikap dingin agar
tidak ketahuan.
 Regresi
Pada respon regresi, seseorang menampilkan tingkah laku yang
sudah tidak ia laku kan sejak lama. Seperti tingkah laku kekanak-kanakan
merupakan upaya adaptasi dengan situasi yang membuat cemas.
Contohnya, seornag anak yang sudah dapat mandiri menjadi manja
setelah mempunya ia dikbaru karena merasa tidak diperhatikan lagi.
 Penyangkalan
Pada respon penyangkalan, seseorang menyangkal kenyataan dan
berasumsi bahwa hal tersebut tidaklah benar sebagai upaya untuk
melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan tidak hanya menipu orang lain,
tetapi juga menipu dirinnya sendiri. Contohnya seorang anak yang selalu
mengatakan nilainya selalu tuntas saat ujian namun pada kenyataannya
tidak pernah tuntas.
 Rasionalisasi
Pada respon rasionalisasi, seseorang mencoba mencari alasan
yang tepat dan dapat diterima oleh orang di sekitarnya untuk
membenarkan perilaku atau tindakan yang dilakukan. Contohnya seorang
anak beralasan terjebak macet saat terlambat sampai kesekolah, padahaal
anak tersebut sebenarnya bangun kesiangan.
 Proyeksi
Pada responproyeksi, seseorang berupaya untuk melemparkan
perasaan yang mereka rasakan seakan-akan dialami oleh orang lain
sebagai upaya untuk mengurangi kecemasan. Seorang anak marah kepada
temannya. Namun, mengatakan bahwa ia tidak marah, justru temannya
yang marah kepadanya.

14
 Fantasi
Pada respon fantasi, seseorang mencoba untuk berimajinasi dan
mengkreasikan kenyataan buruk menjadi lebih menarik sebagai upaya
untuk menenangkan diri dari kenyataan sebenarnya. Contohnya seseorang
yang berputus asa menjalani hidup berimajinasi akan kesuksesan pada
masa mendatang.

2.5 Hasil Pelaksanaan Metode Self Desentizization


Hasil pelaksanaan kegiatan pada sebuah penelitian biasanya sesuai
dengan tujuan dari penelitian tersebut. Hasil dari teknik Desensitisasi
Sistematis lebih mengedepankan rasa, akal dan usia remaja yang sudah
mampu untuk menerima relaksasi yang diberikan oleh peneliti.Hasil-hasil
temuan pada saat melakukan penelitian akan menjadi dasar yang kuat untuk
menentukan sebuah dugaan sementara atau hipotesis. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa, “hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara
terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus di uji secara
emperis” (Suryabrata, 2006:69). Sebab, hipotensis masih bersifat dugaan,
belum merupakan pembenaran atas jawaban masalah penelitian. Justru
penelitian dilakukan untuk mencari jawaban yang sebenarnya atas hipotesis
yang di munculkan peneliti. Dalam buku Metode Penelitian diuraikan bahwa
pada spectrum penelitian tampak adanya 2 jalur yang menuju ke hipotesis.
“Jalur pertama adalah membaca dan menelaah ulang (review) teori maupun
konsep-konsen yang membahas mengenai variable-variabel penelitian dan
hubungan dengan proses berfikir dedukatif. Jalur kedua adalah membaca dan
menelaah ulang temuan-temuan penelitian terdahulu yang relevan dengan
permasalahan penelitian lewat proses berpikir indukatif”(Azwar, 2003:32).
Terdapat penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukan
keberhasilan menurunkan tingkat kecemasan setelah diberikan treatment
menggunakan teknik desensitisasi sistematis, yaitu:

15
 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rani Azmarina dalam jurnal
yang berjudul Desensitisasi Sitematis dengan Dzikir Tasbih untuk
Menurunkan Simtom Kecemasan pada Gangguan Fobia Spesifik Vol
12 No 2 November 2016. Mengungkapkan bahwa terdapat intervensi
antara desensitisasi sistematis dengan dzikir tasbih dapat menurunkan
simtom kecemasan pada gangguan fobia spesifik.
 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hegar Ayu Utami dalam Thesis
yang diterbitkan di Depok pada bulan November 2012 yang berjudul
Penerapan In Vivo Desensitization untuk Meningkatkan Perilaku
Bersekolah pada Anak dengan School Revusal Behavior (SRB). Hasil
penelitian ini menunjukkan di akhir sesi anak berhasil kembali masuk
ke sekolah dan mengikuti seluruh pelajaran termasuk pelajaran yang
ditakuti. Hal ini terlihat pula penurunan masalah perilaku di pagi hari
sebelum berangkat sekolah.
 Hasil penelitian yang dilakukan Indriyana Rachmawati dalam Skripsi
yang di upload pada bulan Juli 2012 dengan judul Teknik
Desensitisasi Diri (Self Desensitization) Untuk Mengatasi Kecemasan
Sosial Siswa Kelas VIII-D SMP Negeri 11 Surakarta. Menyatakan
bahwa teknik desensitisasi diri ini sangat efektif untuk mengatasi
kecemasan sosial siswa kelas VIII D Negeri 11 Surakarta
Pelaksanaan penelitian menggunakan teknik desensitisasi diri
dalam mengurangi tingkat kecemasan. Faktor-faktor kecemasan juga ikut
memberikan andil dalam meningkatkan rasa takut yang memepngaruhi
hasil dari pelaksanaan suatu penelitian, adapun faktor tersebut biasanya
meliputi:
 Faktor keturunan, dimana orangtua tidak mengajarkan anak-anaknya
untuk membiasakan diri dalam hal yang ditakuti tersebut.
 Faktor lingkungan, lingkungan tempat tinggal yang cenderung kurang
aktif dan membiarkan seseorang tersebut menjadi pribadi yang
tertutup dan tidak memiliki rasa keingintahuan.

16
 Faktor Reinforcement, seseorang harus mendapatkan kekuatan proses
belajar dalam mengembangkan dirinya untuk bisa mengeksplor segala
hal.
 Faktor penilaian, merasan diperhatikan dan dinilai oleh orang lain
turut menimbulkan kecemasan.
 Faktor kemampuan dan pengalaman, sedikit dan kurangnya
pengalaman akan mempengaruhi kemampuan seseorang.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari penjelasan di atas dikemukakan bahwa kecemasan dianggap
sebagai salah satu factor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu
kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi,
mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Keadaan ini
menjadikan seseorang mengalami perasaan gelisah, kekhawatiran atau cemas
yang bersifat subyektif dan adanya aktifitas system saraf otonom dalam
berespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik yang
dimanifestasikan oleh tingkah laku psikologi dan berbagai pola perilaku.
Oleh karena itu gangguan kecemasan ini dapat di reduksi dengan
proses edukasi untuk mengubah kognitif konseli melalui teknik desensitisasi
yang merupakan teknik konseling untuk membantuk konseli mengubah
gangguan kecemasan neurosis yang dialaminya menjadi kecemasan yang
wajar. Teknik yang dapat memberikan pengaruh terhadap pengurangan
tingkat kecemasan individu tanpa menghilangkannya.
Asumsi bahwa kecemasan, dapat dikurangi atau diperlemah dengan
suatu respona ntagonistik (yang berlawanan) terhadap kecemasan. Yang
berarti teknik desensitisasi diri merupakan suatu cara yang digunakan untuk
mengatasi kecemasan yang dialami individu dengan memberikan respon yang
berlawanan.Berdasarkan uraian tersebut terdapat hubungan erat antara
kecemasan dengan teknik disensitisasi.

3.2 Saran
Setelah kami mengkaji mengenai teknik desentisisasi ini kami
mendapat banyak pengetahuan tentang suatu teknik yang dapatditerapkan
untuk mengurangi rasa cemas pada setiap individu. Besar harapan kami agar
pembaca dapat mendapatkan ilmu dari paparan diatas, dan kami menyadari

18
bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena keterbatasan pengetahuan
dan referensi. Sehingga kami mengharapkan kritikan yang membangun dalam
penyusunan makalah kami kedepannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Umroh, L. (2019). Penerapan Teknik Modifikasi Perilaku Desentisisasi In Vivo


Untuk Mengatasi Fobia Terhadap Lem Kertas Pada Anak Usia 6-5 Tahun.
(Skripsi). Fakultas Tarbiyah dan Keguruan universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya.
Dewandari, B. A. (2020). Cari Tahu Tentang Gangguan Kecemasan (Y.
Nursetyawathie, M. Ed). Jakarta Pusat : PT. Mediantara Semesta.
Rachmawati, I. (2012). Teknik DesensitisasiDiri (Self-Desensitization) Untuk
Mengatasi Kecemasan Sosial Siswa Kelas VIII-D SMP Negeri 11
Surakarta.(Skripsi). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Novitasari, Erlyn. (2019). Pengaruh Teknik Desensitisasi Sistem untuk Pengurangan
Kecemasan Peserta Didik dalam Menghadapi Ujian Kelas VII di SMP Negeri
06 Kotabumi Lampung Utara Tahun Pelajaran 2019/2020. (Skripsi).
Fakuktas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan,
Surakarta. http://repository.radenintan.ac.id/9696/1/SKRIPSI%20II.pdf
(diakses 28 Februari 2021)
Irmawati, Y. (2020). Desensitisasi Diri dalam Mengurangi Tingkat Kecemasan
Berkomunikasi ketika Presentas iMahasiswa BKI IAIN PAREPARE. (Skripsi).
Fakultas Ushuluddin, Adabdan Dakwah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN),
Pare Pare.

20

Anda mungkin juga menyukai