“Self Desentizization”
Diajukan untuk mememuhi salah satu tugas mata kuliah Modifikasi Perilaku dengan
Dosen Pengampu:
Dr. Juhanaini, M. Ed. dan Drs. Sunaryo, M. Pd.
Disusun Oleh:
Fernanda Kirana (2010182)
Geifira Kusumaningrum (2000412)
Galuh Aura Utami (2008528)
Suci Aulia Febriyuda (2010359)
Tantri Logika Akhlaqul Jamiil (2006198)
Umi Pitaloka (2001378)
KELAS 2A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Self Desensitization” dengan tepat waktu.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah Modifikasi Perilaku. Selain itu makalah ini disusun bertujuan untuk
menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca khususnya mengenai model dan
bentuk pelayanan bagian anak berkebutuhan khusus.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada ibu Dr.
Juhanaini, M.Ed. selaku dosen Mata Kuliah Modifikasi Perilaku yang telah
memberikan tugas ini sehingga penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan
sesuai dengan mata kuliah yang penulis tekuni. Penulis menyadari dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan kemampuan penulis.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. 2 Rumusan Masalah
a. Apa itu self desentizization?
b. Apa manfaat self desentizization?
c. Apa kelebihan dan kekurangan self desentizization?
d. Bagaimana prosedur self desentizization?
e. Bagaimana asesmen self desentizization?
f. Bagaimana hasil pelaksanaan teknik self desentizization?
4
1. 3 Tujuan
a. Untuk mengetahui self desentizization
b. Untuk mengetahui manfaat self desentizization
c. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan self desentizization
d. Untuk mengetahui prosedur self desentizization
e. Untuk mengetahui asesmen self desentizization
f. Untuk mengetahui hasil pelaksanaan teknik self desentizization
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
baik dan rasional. Fidelis E. Waruwu (2004 : 8) menyatakan bahwa
desensitisasi dapat menghilangkan kecemasan dan stress yang diakibatkan
oleh kejadian-kejadian negatif. Pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa
desensitisasi dapat digunakan untuk menghilangkan, meredakan dan
mengurangi ketegangan individu terhadap suatu peristiwa dan
menggantikannya dengan perilaku baru yang lebih adaptif dan rasional.
Pada H. Koestoer Partowisastro (1984 :115), menjelaskan bahwa
desensitisasi memiliki manfaat untuk menghilangkan, meredakan, mengurangi
ketegangan sehari-hari. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa desensitisasi
dapat menghilangkan kecemasan konseli terhadap suatu objek atau situasi
tertentu yang bersifat menyakitkan atau merugikan individu dan menimbulkan
stress sebagai akibat dari adanya kecemasan yang meningkat. Gede Tresna
(2011:97) menyatakan bahwa manfaat desensitisasi dapat mengurangi atau
melemahkan perilaku negatifnya tanpa menghilangkan. Maksud penjelasan
tersebut adalah teknik desensitisasi dapat menurunkan tingkat kecemasan
yang tidak memberdayakan kemampuan individu dalam menghadapi suatu
keadaan atau situasi secara rasional, dan dapat mengurangi sendiri kecemasan
yang dialami
Menurut Lutfi Fauzan manfaat desensitisasi diri selain mengurangi
dan melemahkan perilaku maladaptive melalui conditioning yaitu agar konseli
mampu menerapkan teknik desensitisasi tanpa bantuan dari konselor atau
orang ahli. Jadi sebagai contoh manfaat teknik desensitisasi diri pada
mahasiswa yang mengalami kecemasan komunikasi ketika presentasi adalah
untuk menurunkan sensitivitas emosional yang berkaitan dengan kecemasan
pada diri mahasiswa, dimulai dari memberikan respon yang berlawanan
dengan penyebab timbulnya kecemasan melalui teknik relaksasi secara
bertahap dari kondisi penyebab kecemasan yang paling rendah hingga kepada
penyebab kecemasan yang paling tinggi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat dari
teknik desensitisasi diri adalah konseli yang mampu mengurangi kecemasan
7
yang ditimbulkan sebagai akibat dari pandangan yang tidak rasional terhadap
suatu objek atau situasi yang ditakutinya sehingga menimbulkan stress yang
berlebihan dalam diri individu.
8
2.3 Prosedur Self Desentizization
Menurut Wolpe, 1961; Wolpe dan Lazarus, 1966, (dalam W.M. Roam,
1980: 61) menyatakan tiga bagian dalam pelaksanaan desensitisasi, yaitu
menyusun hierarki masalah yang mencemaskan, latihan relaksasi, dan
desensitisasi. Penyataan tersebut menjelaskan bahwa dalam pemberian
treatment kepada konseli yang mengalami masalah kecemasan, seorang
konselor perlu menyusun susunan atau hierarki yang menyebabkan
kecemasan, dimulai dari yang ringan sampai yang berat, setelah penyusunan
hierarki selesai, barulah konseli melakukan peregangan otot karena cemas dan
latihan secara riil.
Pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa prosedur desensitisasi yang
dilakukan oleh konseli yaitu menyusun hierarki kecemasan, dari situasi atau
keadaan yang paling membuat individu cemas sampai pada keadaan atau
situasi yang membuat individu nyaman, dalam sebuah skala kecemasan.
Selanjutnya konseli melakukan relaksasi, melaksanakan tiap tahap dalam
hierarki, dengan membayangkan situasi tersebut sampai konseli merasa
nyaman dan saat dihadapkan pada situasi atau keadaan yang membuatnya
cemas, secara nyata, konseli tidak mengalami ketakutan lagi.
Pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa prosedur
desensitisasi yaitu:
Konseli menyusun hierarki kecemasan, merupakan penyusunan
hierarki kecemasan dimulai dari situasi yang tidak menimbulkan
kecemasan sampai pada situasi yang paling menimbulkan kecemasan;
Melakukan relaksasi, merupakan membayangkan dirinya pada saat
dihadapkan dengan situasi yang menimbulkan kecemasan sesuai
dengan hierarki yang telah disusun, sampai klien benar-benar merasa
nyaman atau tenang, bisa menggunakan alat bantu berupa instruksi
tertulis atau menggunakan music; dan
9
Menghadapkan konseli pada objek atau situasi yang ditakuti secara riil
atau nyata, tujuannya adalah klien mampu menghadapi objek secara
riil tanpa ada perasaan takut atau cemas lagi.
Setelah dipaparkan mengenai pengertian dari teknik desensitisasi diri,
tujuan, manfaat, dan prosedur yang diterapkan dalam teknik desensitisasi diri,
selanjutnya dijelaskan tentang salah satu gangguan perilaku individu yang
dapat diatasi dengan menggunakan teknik desensitisasi diri, yaitu kecemasan
sosial.
Menurut Mubarok (2009) berpendapat bahwa terdapat empat tahap
utama dalam teknik desensitisasi sistematik yaitu:
Pertama, konselor dan klien mendata situasi apa saja yang
menyebabkan klien diserang perasaan cemas dan kemudian menyusunnya
secara hierarki mulai dari yang paling ringan (di atas) sampai yang paling
berat (di bawah). Kedua, konselor melatih klien untuk mencapai keadaan
rileks atau santai, hal ini dilakukan melalui prosedur khusus yang disebut
rileksasi. Ketiga, konselor melatih klien untuk membentuk respon-respon
antagonis yang dapat menghambat perasaan cemas. Ini dapat dilakukan
melalui prosedur imageri yaitu melatih klien untuk membayangkan situasi
lain yang menyenangkan, pada saat konselor menyajikan situasi yang
menimbulkan kecemasan. Keempat, pelaksanaan intervensi pada tahap ini
konselor mula-mula mengarahkan klien agar dapat mencapai keadaan rileks.
Setelah klien mencapai keadaan rileks, konselor menyajikan secara berurutan
dari atas ke bawah situasi yang menimbulkan perasaan cemas sebagaimana
tersusun dalam hierarki dan meminta klien membayangkannya. Jika klien
dapat membayangkan situasi tersebut tanpa mengalami kecemasan, konselor
menyajikan situasi berikutnya dan ini terus dilakukan dengan cara yang sama
sehingga seluruh situasi dalam hierarki yang telah disajikan dan kecemasan
bisa dihilangkan.
10
2.4 Asesmen Self Desentizization
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh
konseli pada saat ini. Dalam tahap ini konselor melakukan:
Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini
Dalam tahap ini konselor menganalisis perilaku bermasalah yang
Nampa atau terjadi saat ini yaitu, pada proses mental siswa yang
mengalami kecemasan sering tidak fokus, sulit mengingat fakta secara
tepat, mlupakan hal-hal yang penting yang juga berakibat pada segi fisik
yaitu, pada tangan dan kaki mudah berkeringat, gemetaran, jantung
berdetak kencang.
Analisis situasi yang didalamnya masalah konseli terjadi
Dalam tahap ini konselor menganalisis penyebab terjadinya
kecemasan yang berlebihan atau kecemasan yang tinggi adalah
menghadapi ulangan yang membuat siswa menunjukan tingkah laku yang
telah dianalisis pada langkah sebelumnya.
Analisis motivasional
Dalam tahap ini konselor memberikan motivasi untuk konseli
dengan menganalisis hal-hal yang menarik dalam kehidupan siswa,
seperti: prestasi siswa yang diraih baik dalam bidang akademik, maupun
dalam bidang non-akademik.
Analisis self control
Yaitu tingkatan control diri konseli terhadap tingkah laku
bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana control itu dilatih dan atas
dasar kejadian-kejadian yang menentukan keberhasilan. Dalam tahap ini
konselor menganalisis sejauh mana koseli kita mengontrol dirinya
terhadap masalah yang dihadapinya.
Analisis hubungan social
Yaitu orang lain yang dekat dengan kehidupan konseli,
didentifikasikan juga hubungannya dengan orang tersebut dengan konseli.
Dalam tahap ini konselor menganalisis orang terdekat siswa, seperti
11
hubungannya dengan orang tua, dengan sahabat disekolah maupun
bekerja sama dengan guru BK yang ada disekolah guna untuk
menganalisis data pribadi siswa disekolah.
Menganalisis lingkungan fisik-sosial budaya
Dalam tahap ini konselor menganalisis lingkungan fisik-sosial
budaya siswa terhadap lingkungan sekitar yang merupakan penyebab
kecemasan yang tinggi pada siswa ketika menghadapi ulangan.
12
sekolah. Siswa tersebut merasa cemas karena orang tuanya belum mempunyai
uang untuk membayar. Namun, dengan arahan kepala sekolah, siswa tersebut
akhirnya mengajukan beasiswa.
Kecemasan Berat
Dapat membuat pandangan seseorang terhadap suatu hal menjadi lebih
sempit dari pada sebelumnya. Pusat perhatian hanya tertuju pada
permasalahan yang sedang dialami sehingga ia tidak dapat berpikir untuk hal-
hal lainnya. Seseorang memerlukan banyak perintah untuk dapat fokus pada
hal lain. Contohnya seseorang yang mengalami kehilangan keluarga akibat
gempa bumi sehingga yang dipikirkan hanya hidup sebatang kara tanpa
tujuan.
Panik
Merupakan peristiwa seseorang kehilangan kendali diri dan perhatian.
Ketika panik, seseorang akan kehilangan control sehingga tidak mampu
melakukan apa pun meski dengan perintah. Seseorang akan mengalami
peningkatan gerak, kurang sosialisasi, salah sudut pandang, dan hilangnya
akal sehat. Contoh panic adalah seseorang yang biasanya tidak pernah
menyontek kemudian memutuskan untuk menyontek ketika ujian karena
merasa tidak mampu menjawab soal yang diberikan oleh guru.
13
harus melindungi diri. Hal ini dilakukan sebagai upaya menenangkan diri
dari kecemasan yang sedang dirasakan. Contohnya seorang anak SMP
mengagumi teman sebangkunya, tetapi ia justru bersikap dingin agar
tidak ketahuan.
Regresi
Pada respon regresi, seseorang menampilkan tingkah laku yang
sudah tidak ia laku kan sejak lama. Seperti tingkah laku kekanak-kanakan
merupakan upaya adaptasi dengan situasi yang membuat cemas.
Contohnya, seornag anak yang sudah dapat mandiri menjadi manja
setelah mempunya ia dikbaru karena merasa tidak diperhatikan lagi.
Penyangkalan
Pada respon penyangkalan, seseorang menyangkal kenyataan dan
berasumsi bahwa hal tersebut tidaklah benar sebagai upaya untuk
melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan tidak hanya menipu orang lain,
tetapi juga menipu dirinnya sendiri. Contohnya seorang anak yang selalu
mengatakan nilainya selalu tuntas saat ujian namun pada kenyataannya
tidak pernah tuntas.
Rasionalisasi
Pada respon rasionalisasi, seseorang mencoba mencari alasan
yang tepat dan dapat diterima oleh orang di sekitarnya untuk
membenarkan perilaku atau tindakan yang dilakukan. Contohnya seorang
anak beralasan terjebak macet saat terlambat sampai kesekolah, padahaal
anak tersebut sebenarnya bangun kesiangan.
Proyeksi
Pada responproyeksi, seseorang berupaya untuk melemparkan
perasaan yang mereka rasakan seakan-akan dialami oleh orang lain
sebagai upaya untuk mengurangi kecemasan. Seorang anak marah kepada
temannya. Namun, mengatakan bahwa ia tidak marah, justru temannya
yang marah kepadanya.
14
Fantasi
Pada respon fantasi, seseorang mencoba untuk berimajinasi dan
mengkreasikan kenyataan buruk menjadi lebih menarik sebagai upaya
untuk menenangkan diri dari kenyataan sebenarnya. Contohnya seseorang
yang berputus asa menjalani hidup berimajinasi akan kesuksesan pada
masa mendatang.
15
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rani Azmarina dalam jurnal
yang berjudul Desensitisasi Sitematis dengan Dzikir Tasbih untuk
Menurunkan Simtom Kecemasan pada Gangguan Fobia Spesifik Vol
12 No 2 November 2016. Mengungkapkan bahwa terdapat intervensi
antara desensitisasi sistematis dengan dzikir tasbih dapat menurunkan
simtom kecemasan pada gangguan fobia spesifik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hegar Ayu Utami dalam Thesis
yang diterbitkan di Depok pada bulan November 2012 yang berjudul
Penerapan In Vivo Desensitization untuk Meningkatkan Perilaku
Bersekolah pada Anak dengan School Revusal Behavior (SRB). Hasil
penelitian ini menunjukkan di akhir sesi anak berhasil kembali masuk
ke sekolah dan mengikuti seluruh pelajaran termasuk pelajaran yang
ditakuti. Hal ini terlihat pula penurunan masalah perilaku di pagi hari
sebelum berangkat sekolah.
Hasil penelitian yang dilakukan Indriyana Rachmawati dalam Skripsi
yang di upload pada bulan Juli 2012 dengan judul Teknik
Desensitisasi Diri (Self Desensitization) Untuk Mengatasi Kecemasan
Sosial Siswa Kelas VIII-D SMP Negeri 11 Surakarta. Menyatakan
bahwa teknik desensitisasi diri ini sangat efektif untuk mengatasi
kecemasan sosial siswa kelas VIII D Negeri 11 Surakarta
Pelaksanaan penelitian menggunakan teknik desensitisasi diri
dalam mengurangi tingkat kecemasan. Faktor-faktor kecemasan juga ikut
memberikan andil dalam meningkatkan rasa takut yang memepngaruhi
hasil dari pelaksanaan suatu penelitian, adapun faktor tersebut biasanya
meliputi:
Faktor keturunan, dimana orangtua tidak mengajarkan anak-anaknya
untuk membiasakan diri dalam hal yang ditakuti tersebut.
Faktor lingkungan, lingkungan tempat tinggal yang cenderung kurang
aktif dan membiarkan seseorang tersebut menjadi pribadi yang
tertutup dan tidak memiliki rasa keingintahuan.
16
Faktor Reinforcement, seseorang harus mendapatkan kekuatan proses
belajar dalam mengembangkan dirinya untuk bisa mengeksplor segala
hal.
Faktor penilaian, merasan diperhatikan dan dinilai oleh orang lain
turut menimbulkan kecemasan.
Faktor kemampuan dan pengalaman, sedikit dan kurangnya
pengalaman akan mempengaruhi kemampuan seseorang.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari penjelasan di atas dikemukakan bahwa kecemasan dianggap
sebagai salah satu factor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu
kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi,
mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Keadaan ini
menjadikan seseorang mengalami perasaan gelisah, kekhawatiran atau cemas
yang bersifat subyektif dan adanya aktifitas system saraf otonom dalam
berespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik yang
dimanifestasikan oleh tingkah laku psikologi dan berbagai pola perilaku.
Oleh karena itu gangguan kecemasan ini dapat di reduksi dengan
proses edukasi untuk mengubah kognitif konseli melalui teknik desensitisasi
yang merupakan teknik konseling untuk membantuk konseli mengubah
gangguan kecemasan neurosis yang dialaminya menjadi kecemasan yang
wajar. Teknik yang dapat memberikan pengaruh terhadap pengurangan
tingkat kecemasan individu tanpa menghilangkannya.
Asumsi bahwa kecemasan, dapat dikurangi atau diperlemah dengan
suatu respona ntagonistik (yang berlawanan) terhadap kecemasan. Yang
berarti teknik desensitisasi diri merupakan suatu cara yang digunakan untuk
mengatasi kecemasan yang dialami individu dengan memberikan respon yang
berlawanan.Berdasarkan uraian tersebut terdapat hubungan erat antara
kecemasan dengan teknik disensitisasi.
3.2 Saran
Setelah kami mengkaji mengenai teknik desentisisasi ini kami
mendapat banyak pengetahuan tentang suatu teknik yang dapatditerapkan
untuk mengurangi rasa cemas pada setiap individu. Besar harapan kami agar
pembaca dapat mendapatkan ilmu dari paparan diatas, dan kami menyadari
18
bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena keterbatasan pengetahuan
dan referensi. Sehingga kami mengharapkan kritikan yang membangun dalam
penyusunan makalah kami kedepannya.
19
DAFTAR PUSTAKA
20