DIDIK
December 9, 2013Uncategorized
MAKALAH
TENTANG
DISUSUN OLEH
PAUSIL : 409.054
DOSEN PEMBIMBING:
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Problematika ialah sekumpulan masalah yang terjadi pada seseorang, baik secara
individual maupun sekelompok orang. Masalah adalah suatu hal yang melekat dalam
sebuah kehidupan. Masalah ialah suatu yang menghambat, merintangi, mempersulit
bagi orang dalam usahanya mencapai sesuatu. Bentuk konkrit dari hambatan/rintangan
itu dapat bermacam-macam, misalnya godaan, gangguan dari dalam atau dari luar,
tantangan yang ditimbulkan oleh situasi hidup.
Peserta didik atau anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari
seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan
pendidikan.[1] Problematika peserta didik ialah berbagai macam masalah yang tengah
dihadapi oleh peserta didik dalam ruang lingkup pendidikan atau proses belajar
mengajar. Guru adalah subjek yang memilik peran yang sangat penting dalam
memberikan solusi terhadap masalah-masalah tersebut. Karena guru merupakan orang
tua bagi anak didik di sekolah. Sebagai orang tua, guru harus menganggapnya sebagai
anak didik, bukan menganggapnya sebagai peserta didik.[2]
Siswa di sekolah sebagai manusia (individu) dapat dipastikan memiliki masalah, tetapi
kompleksitas masalah-masalah yang dihadapi oleh individu yang satu dengan yang
lainnya tentulah berbeda-beda. Masalah-masalah yang dihadapi oleh anak didik
sangatlah banyak. Guru harus bisa memahami karakteristik masing-masing individu
anak didik.
Berdasarkan uraian singkat di atas, pemakalah ingin mengupas lebih jauh dalam
makalah ini dengan tema Problematika Peserta Didik. Peserta didik yang
pemakalah maksud adalah peserta didik dan dunia pendidikan. Secara umum ada lima
problematika peserta didik di sekolah, yaitu: masalah individu yang berhubungan
dengan Tuhannya, masalah individu yang berhubungan dengan dirinya sendiri,
masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan keluarga, masalah individu
yang berhubungan dengan lingkungan kerja, dan masalah individu yang berhubungan
dengan lingkungan sosial.
Adapun tujuan yang diharapkan dari makalah ini ialah sebagai berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Tohirin (2007: 111) siswa di sekolah dan madrasah sebagai manusia (individu)
dapat dipastikan memiliki masalah, akan tetapi kompleksitas masalah-masalah yang
dihadapi oleh individu yang satu dengan yang lainnya tentulah berbeda-beda. Masalah-
masalah yang dialami siswa di sekolah berkenaan dengan:
1. Perkembangan individu
Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa hereditas tertentu. Hal ini berarti
bahwa karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan dari pihak orang tuanya.
Karakteristik tersebut menyangkut fisik dan psikis atau sifat-sifat mental.
Perkembangan dapat berhasil dengan baik, jika factor-faktor tersebut bisa saling
melengkapi. Untuk mencapai perkembangan yang baik harus ada asuhan terarah.
Asuhan dalam perkambangan dengan melalui proses belajar sering disebut pendidikan.
a. Perbedaan biologis
Di dunia ini tidak ada seorang pun yang memiliki jasmani yang persis sama, meskipun
dalam satu keturunan. Aspek biologis tidak bisa dianggap sebagai aspek yang tidak
penting. Perbedaan biologis akan mempengaruhi peserta didik dalam berinteraksi dan
menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Perbedaan warna kulit misalnya, seorang
peserta didik yang berkulit hitam akan menjadi perbandingan bagi teman-teman yang
lainnya. Bahkan akan menjadi bahan ejekan bagia sebagian anak didik.
b. Perbedaan intelektual
Inteligensi merupakan salah satu aspek yang selalu aktual untuk dibicarakan dalam
dunia pendidikan. Keaktualan itu dikarenakan inteligensi adalah unsur yang ikut
mempengaruhi keberhasilan belajar anak didik. Inteligensi adalah kemampuan untuk
memahami dan beradaptasi dengan situasi yang baru dengan cepat dan efektif,
kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, dan kemampuan
untuk memahami hubungan dan mempelajarinya dengan cepat.
c. Perbedaan Psikologis
Di sekolah perbedaan aspek psikologis ini tak dapat dihindari, disebabkan pembawaan
dan lingkungan anak didik yang berlainan antara yang satu dengan yang lainnya.
Dalam pengelolaan pengajaran, aspek psikologis sering menjadi ajang persoalan,
terutama yang menyangkut masalah minat dan perhatian anak didik terhadap bahan
pelajaran yang diberikan.
Kegiatan atau tingkah merupakan laku individu pada hakikatnya merupakan cara
pemenuhan kebutuhan. Banyak cara yang dapat ditempuh individu untuk memenuhi
kebutuhannya, baik secara yang wajar maupun yang tidak wajar, cara yang disadari
maupun cara yang tidak disadari. Yang penting untuk dapat memenuhi kebutuhan ini,
indiviidu harus dapat menyesuaikan antar kebutuhan dengan segala kemungkinan yang
ada dalam lingkungan, disebut sebagai proses penyesuaian diri. Individu harus dapat
menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan baik lingkungan sekolah, rumah
maupum masyararakat.
5. Masalah belajar.
Belajar merupakan kegiatan inti. Pendidikan itu sendiri dapat diartikan sebagai bantuan
perkembang-an melalui kegiatan belajar. Secara psikologis belajar dapat diartikan
sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku (baik dalam kognitif, afektif,
maupun psikomotor) untuk memperoleh respons yang diperlukan dalam interaksi
dengan lingkungan secara efisien.
Kegitatan belajar dapat meniimbulkan berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri
maupun bagi pengajar. Misalnya bagaimana menciptakan knndisi yang baik agar
berhasil, memilih metode dan alat-alat sesuai dengan jonis dan situasi belajar,
membuat rencana belajar bagi siswa, menyesuaikan proses belajar dengan keunikan
siswa, penilaian hasil belajar, diagnosis kesulitan belajar, dan sebagainya. Bagi siswa
sendiri, masalah-masalah belajar yang mungkin timbul misalnya pengaturan waktu
belajar, memilih cara belajar, menggunakan buku-buku pelajaran, belajar berkelompok,
mempersiapkan ujian, memilih mata pelajaran yang cocok, dan sebagainya.
Sebagai makhluk manusia, anak didik memiliki karakteristik. Menurut Sutari Iman
Barnadib, Suwarno, dan Siti Mechati, anak didik memiliki karakteristik tertentu, yakni:[3]
1. Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik
atau guru
2. Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya sehingga masih menjadi
tanggung jawab pendidik
3. Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu yaitu
kebutuhan biologis, rohani, sosial, inteligensi, emosi, kemampuan berbicara, anggota
tubuh untuk bekerja (kaki, tangan, jari), latar belakang sosial, latar belakang biologis
(warna kulit, bentuk tubuh, dan lainnya), serta perbedaan individual.
Hubungan seseorang atau individu dengan Tuhannya adalah hubungan yang sangat
penting. Hubungan ini berkaitan dengan perasaan keberagamaan. Perasaan
keagamaan termasuk bentuk perasaan yang luhur dalam jiwa manusia, karena
perasaan keagamaan menggerakkan hati manusia agar ia lebih banyak melakukan
perbuatan yang baik.[5]
Menurut Tohirin ialah masalah individu yang berhubungan dengan Tuhannya berkaitan
dengan kegagalan individu melakukan hubungan secara vertikal dengan Tuhannya.
Seperti sulit menghadirkan rasa takut, memiliki rasa tidak bersalah atas dosa yang
dilakukan, sulit menghadirkan rasa taat, merasa bahwa Tuhan senantiasa mengawasi
perilakunya sehingga individu merasa tidak memiliki kebebasan. Dampak semuanya itu
adalah timbulnya rasa malas atau enggan melaksanakan ibadah dan sulit untuk
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Tuhan.
Kegagalan bersikap disiplin dan bersahabat dengan hati nurani yang selalu mengajak
atau menyeru dan membimbing kepada kebaikan dan kebenaran Tuhannya.
Dampaknya adalah muncul sikap was-was, ragu-ragu, berprasangka
buruk (Suuon), rendah motivasi, dan dalam banyak hal tidak mampu bersikap mandiri.
Salah satu aspek penting dalam hubungan orang tua dengan anak adalah gaya
pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Diana Baumrind (dalam Lerner & Hultsch,
1983) merekomendasikan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek
yang berbeda dalam tingkah laku sosial anak, yaitu otoriatif, otoriter, dan permisif.[6]
Peserta didik belajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya merupakan
suatu usaha untuk membangkitkan rasa sosial atau usaha memperoleh nilai-nilai sosial.
Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri peserta didik akan menghadapi permasalahan-
permasalahan sosial dalam hidupnya.
Zulkifli (2006, 61) mengatakan bahwa dalam kehidupan keluarga, anak laki-laki harus
diajari berperan sebagai laki-laki, anak perempuan harus diajari berperan sebagai
perempuan. Hal ini sesuai dengan tuntutan masyarakat tempat anak laki-laki berperan
sosial sebagai pria, anak perempuan berperan sosial sebagai wanita. Untuk menunjang
tugas perkembangan itu, guru hendaknya mengajarkan peran sosial yang sewajarnya,
masing-masing untuk murid laki-laki dan murid perempuan.
Semua masalah di atas harus diidentifikasi oleh guru pembimbing di sekolah dan
madrasah, sehingga bisa menetapkan skala prioritas masalah mana yang harus
dibicarakan terlebih dahulu dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Masalah-
masalah di atas juga harus menjadi pertimbangan bagi guru pembimbing di sekolah
dan madrasah dalam menyusun program bimbingan dan konseling.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemakalah menyadari, bahwa dalam makalah ini banyak terdapat kesalahan dan
kekhilafan, baik dari aspek penulisan maupun penggunaan bahasanya. Maka dari itu,
pemakalah sangat mengharapakan kritikan dan saran yang mendukung makalah ini.
Agar menjadi bahan pertimbangan dan pelajaran bagi pemakalah untuk selanjutnya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
PT Rineka Cipta
[1] Syaiful Bahri Djamarah. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2000. Hal 51