Pagi yang cerah merambat masuk celah kamarku. Bersama sapaan segarnya udara
membuatku terbangun menyapa duniaku.
Aku adalah Nafisah Adiba Lathifa biasa dipanggil Nafisah. Umurku 14 tahun. Aku
duduk di bangku 6 SD yang sebentar lagi lulus sekolah.
Kriiing.. kriiing.. Suara alarm berbunyi. Nafisah, ayo bangun sayang. ucap Mamah
sedikit kesal.
Iya Mah, ini udah bangun! Mamah berisik banget sih. ucapnya dengan nada sedikit
keras.
Bukannya begitu Naf, kamu mau ketemuan sama Anisa kan?
Nafisah pun terdiam sejenak. Hah... Sekarang jam berapa mah? Kenapa Mamah gak
bangunin Nafisah? ucap Nafisah sambil mengobrak-abrik tempat tidurnya.
Tadi mamah udah bangunin kamu, kamunya aja yang susah dibangunin. Udah cepet
sekarang kamu mandi.
Iya, iya.. sambil beranjak dari tempat tidurnya.
Ruang tamu
Nafisah sini sebentar! ucap Ayah.
Iya, Yah. Ada apa?
Kamu mau kan kalau misalnya kamu ngelanjutin sekolahnya ke Pesantren?
Apa, Yah? Ke Pesantren?! Gak, gak aku gak mau Yah! Ngaji aja aku gak pernah
apalagi mesantren! Pasti aku jadi anak paling kudet. jawabnya kesal.
Tapi ayah sudah terlanjur mendaftarkan kamu!
Ayah, kenapa sih gak bilang dulu ke aku! Aku kan gak mau pesantren yah Ayah
selalu aja mikirin keinginan Ayah, gak pernah mikirin gimana perasaan aku.
Air matanya pun tidak bisa tidak bisa dibendung lagi, dia menangis dan berlari ke
kamarnya.
Nafisah, kamu kenapa Nak? ucap Mamah cemas.
Mah, Nafisah gak mau ke pesantren! Disana gak enak mah!
Kata siapa disana gak enak? Kamu bisa dapat teman yang banyak dan kamu juga
bisa sekolah sambil mengaji. Lagi pula apa kamu mau buat ayah sedih? Dia sudah bekerja
pagi, siang, malam hanya buatmu, sayang. Dia pengen kamu sekolah, jadi anak yang
pintar dan banggain orang tua! Kamu mau kan sayang?
Nafisah hanya bisa menangis, batinnya sangat tersiksa mendengar perkataan
mamahnya. Iya Mah, Nafisah mau!
Mamahnya pun tersenyum dan memeluknya. Ayah dan mamah sangat beruntung
memiliki kamu sayang.
Setelah selesai membersihkan kamarnya, Nafisah menemui ayahnya. Dia sangat
bersalah karena telah membentak ayahnya.
Yah, ucap Nafisah dengan nada sedikit rendah.
Iya Naf, kenapa? Ayah minta maaf ya, tadi udah maksa kamu buat pesantren.
Gak kok, Yah. Harusnya aku yang minta maaf tadi aku udah ngebentak ayah.
Gak apa-apa sayang. Ayah ngerti kamu pasti gak mau kalau ke pesantren.
Kata siapa aku gak mau? Aku mau kok, Yah! Senyumnya pun terlihat lebar dari
mulutnya.
Kamu beneran mau? tanya ayah penasaran.
Iya yah, aku beneran mau!
Ayahnya pun tersenyum bahagia. Ya sudah, sekarang kita mulai siapin peralatan
buat ke pesantren, karena satu minggu lagi kamu sudah ada di sana! ucap Ayah
semangat.
Ok, Yah
Its So Hard..
Nafisah sedang duduk di lantai 3 sekolahnya. Ia merasakan ketenangan di sana. Ia
tahu bahwa sekarang ia sedang mengalami kesulitan yang sangat besar.
Mah, Nafisah udah gak kuat lagi di sini Nafisah pengen pulang! Nafisah
menangis tersedu-sedu. Tidak lama kemudian dia melihat laki-laki yang sedang
membawa buku dan beberapa kitab kuning.
Siapa sih itu orang? dalam hati Nafisah bingung.
Hei!!! Turun!!! Kamu lagi ngapain di situ? teriak Raka dari bawah lantai sekolah.
Apa dia manggil aku? Ah, masa sih? Gak mungkin! Tapi perasaan di sini Cuma ada
aku aja!
Ayo cepet turun!!!
Iya, iya ini aku turun.
Setelah beberapa saat kemudian akhirnya Nafisah turun, dia hanya bisa diam melihat
seorang laki-laki yang ada di depannya. Dia tinggi, berkulit putih, matanya berwarna
coklat bening. Dia benar-benar tampan. Meskipun jaraknya agak jauh.
Hai, kenalin nama aku Raka Al-Faro.
Hai juga, nama aku Nafisah, ucapnya gugup, pipinya pun mulai memerah.
Kamu lagi ngapain di atas?
Oh, nggak cuma nyari udara dingin aja!
Hmm, aku duluan ya. Takut ada yang ngeliat. Assalamualaikum.
Waalaikumsalam, sambil terus melihat ke arah Raka. Nafisah pun berlari menuju
asrama dan segera menemui Rouna.
Rouna teriak Nafisah keras.
Iya, iya! Ada apa sih Naf? Kamu berisik banget!
Aku ketemu sama cowok namanya Raka dan dia ganteng banget!
Kok bisa sih? ucap Rouna bingung.
Pokoknya ceritanya panjang, yang penting sekarang aku bahagia banget!
Apaan sih kamu? Awas aja kalau misalnya nilai kamu jadi jelek gara-gara cowok
itu!
Gak lah! Gak mungkin!
Awas aja kalau misalnya nilai kamu jelek, aku gak segan-segan buat jauhin kamu!
Iya, iya. Nafisah pun terdiam.
Naf, kamu tahu kan kalau misalnya dua bulan lagi kita ujian?
Hmm, ya aku tahu!
Aku pengen kita dipanggil ke depan panggung!
Emang mau ngapain?
Ya buat dipanggil jadi juaralah. Kamu tuh gimana sih! menjitak kepala Nafisah.
Aww, sakit tau! meringis kesakitan.
Kamu sih mikirin terus Raka jadi aja gak fokus!
Hmm, ya.. ya..
Nafisah dan Rouna pun pergi ke kantin dan ternyata di sana ada Raka yang sedang
piket di area kantin.
Ayo, Naf!
Iya sebentar, sambil melihat ke arah Raka.
Kamu lagi apa sih?
Oh iya, kamu duluan aja, Na! Aku mau ke asrama dulu, tadi ada yang ketinggalan.
Iya.
Nafisah ucap Raka, kebetulan di sana hanya ada Nafisah dan Raka.
Hai, Raka.
Akhirnya kita bisa ketemu juga, Naf. Oh iya, aku pengen ngomong sesuatu ke
kamu.
Ngomong apa? Nafisah pun mulai bingung dan hatinya pun bertanya-tanya.
Emm kamu mau gak jadi pacar aku?
Hah? Jadi pacar kamu? Nafisah terdiam, dia tidak tahu apa yang harus dia katakan
sekarang.
Gimana kamu mau gak?
Iya, aku mau jadi pacar kamu!
Kamu beneran kan, Naf?
Iya aku mau, tapi kamu jangan bocorin rahasia kalau misalnya kita pacaran!
Ok, aku janji! Udah sekarang mending kamu ke asrama.
Iya, bye jaga diri kamu baik-baik ya.
Setelah beberapa minggu kemudian makin hari nilai-nilai Nafisah terus menurun. Ia
makin kebingungan dengan semua nilai-nilai yang dia dapatkan.
Nafisah! Kenapa IPA kamu dapet 20? Terus Inggris sama Matematika dapet 1, 5!
Kamu kenapa sih, Naf? Akhir-akhir ini kamu sering gak ada di asrama, terus suka
senyum-senyum sendiri. ucap Rouna sedikit marah.
Aku juga gak tahu, Na. Semenjak aku pacaran aku jadi sering gak fokus! Nafisah
tidak menyadari ia telah memberi tahu semua rahasianya kepada Rouna. Hah, kamu
pacaran?
Emm, maksud aku
Naf, aku gak nyangka ya kamu bisa ngelakuin ini semua! Kamu berani-beraninya
pacaran di pesantren dan aku gak nyangka kamu bisa ngekhianatin janji kita!
Tapi Na
Udahlah Naf, aku gak kenal lagi sama kamu! Kamu berubah! Rouna pun pergi
meninggalkan Nafisah. Nafisah hanya bisa menangis, batinnya menjerit. Ia tahu bahwa
semua ini adalah salahnya. Di sisi lain, ternyata Rafa mendengar semua kejadian yang
telah terjadi kepada Nafisah dan Rouna. Ia pun langsung menghampiri Nafisah.
Heh, kamu! Aku gak nyangka kamu pacaran! Aku kira kamu beneran perempuan
baik-baik. Ternyata
Apa maksud Kakak? Ternyata apa? Nafisah menjawab dengan nada tinggi.
Perempuan MURAHAN.
Jaga ya mulut Kakak! Aku bukan perempuan kaya gitu!
Buktinya emang bener kan? Dengan gampangnya kamu nerima laki-laki dan lebih
mentingin pacar daripada sahabat kamu sendiri. Nyadar dong kamu ini bener-bener
jahat!
Cukup, Kak Cukup, Nafisah pun terjatuh dan menundukkan kepalanya. Ia benar-
benar sudah tidak kuat lagi mendengar semua perkataan Rafa. Rafa pun
meninggalkannya.
Ya Allah, kenapa semua jadi kaya gini
Setelah beberapa menit kemudian, Nafisah melihat ada wanita berpakaian biru yang
menghampiri. Nafisah, sudah kamu jangan menangis!
Kakak siapa? jawab Nafisah.
Nama kakak Zahra dan kakak tahu apa yang sedang kamu alami.
Dari mana kakak bisa tahu semua?
Kamu gak perlu tahu soal itu, yang penting sekarang kamu harus dengerin kakak.
Iya, Kak! Nafisah pun mengikuti perintah Zahra.
Nafisah. kamu harus tau satu hal. Kita ini dilahirkan berdasarkan takdir kita masing-
masing dan kita harus menerimanya. Kamu berada di sini adalah suatu yang indah.
Memang perjuangan, pengorbanan, rasa sakit dan penderitaan yang selama ini kamu
jalani adalah suatu rintangan. Tapi kamu harus yakin setelah kesusahan pasti ada
kemudahan.
Tapi aku sudah gagal, Kak!
Kamu masih punya kesempatan kedua dan kamu harus bisa manfaatin itu semua.
Jangan pikirin orang yang mau jatuhin, tapi kamu fokus satu tujuan! Kamu harus yakin,
Allah selalu bersamamu.
Kakak benar, aku belum terlambat. Mungkin Allah memperingati aku dengan
cobaan ini.
Oh iya, satu lagi. Kamu harus inget laki-laki itu penghancur masa depan kamu.
Belum saatnya kamu mikirin kaya gitu. Sekarang kamu pikirin belajar, belajar, dan
belajar.
Siap, Kak! Makasih ya Kak, atas semua nasehatnya.
Sama-sama, kalau misalnya kamu butuh bantuan kakak, temui aja di lantai dua
asrama ya.
Ok, jawab Nafisah sambil memeluk Zahra dengan erat.
About Think
Setelah kejadian kemarin, Nafisah lebih sibuk belajar dan mengaji. Ia sudah tidak
memikirkan apa yang terjadi kemarin. Sekarang ia fokus belajar untuk ujian kenaikan
kelas.
Yah.. ujian tinggal 2 hari lagi. Aku benar-benar takut ngelewatin semuanya.
Naf.. terdengar suara lirih dari Rouna.
Rouna, kamu ngapain ke sini?
Aku minta maaf Naf, kemarin aku sudah bentak-bentak kamu!
Gak kok, Na. Harusnya aku yang minta maaf. Aku udah bohong sama kamu.
Ya udah, sekarang mending kita lupain aja yang kemarin dan buka lembaran baru.
Makasih ya, Na. Kamu emang sahabat sejati aku.
Semangat sebentar lagi kita ujian.
Semangat! ucap Nafisah sambil mengangkat tangannya.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Nafisah, Rouna dan siswa-siswi yang
lain akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Naf, kamu harus percya kamu pasti bisa.
Ucap Rouna sambil menggenggam tangan Nafisah.
Aku yakin kita pasti bisa. Aku akan kasih hadiah untuk ayah dan mamah.
Gitu dong, Naf.. Semangat!
Bismillaahirrohmaanirrohim. Ujian pun dimulai. Selama beberapa hari, Nafisah
terus belajar. Ia tidak sabar untuk menunggu hasilnya.
******