Anda di halaman 1dari 10

Between Dream and Love

oleh Devi Yulianti Wafiah

Pagi yang cerah merambat masuk celah kamarku. Bersama sapaan segarnya udara
membuatku terbangun menyapa duniaku.
Aku adalah Nafisah Adiba Lathifa biasa dipanggil Nafisah. Umurku 14 tahun. Aku
duduk di bangku 6 SD yang sebentar lagi lulus sekolah.
Kriiing.. kriiing.. Suara alarm berbunyi. Nafisah, ayo bangun sayang. ucap Mamah
sedikit kesal.
Iya Mah, ini udah bangun! Mamah berisik banget sih. ucapnya dengan nada sedikit
keras.
Bukannya begitu Naf, kamu mau ketemuan sama Anisa kan?
Nafisah pun terdiam sejenak. Hah... Sekarang jam berapa mah? Kenapa Mamah gak
bangunin Nafisah? ucap Nafisah sambil mengobrak-abrik tempat tidurnya.
Tadi mamah udah bangunin kamu, kamunya aja yang susah dibangunin. Udah cepet
sekarang kamu mandi.
Iya, iya.. sambil beranjak dari tempat tidurnya.

Ruang tamu
Nafisah sini sebentar! ucap Ayah.
Iya, Yah. Ada apa?
Kamu mau kan kalau misalnya kamu ngelanjutin sekolahnya ke Pesantren?
Apa, Yah? Ke Pesantren?! Gak, gak aku gak mau Yah! Ngaji aja aku gak pernah
apalagi mesantren! Pasti aku jadi anak paling kudet. jawabnya kesal.
Tapi ayah sudah terlanjur mendaftarkan kamu!
Ayah, kenapa sih gak bilang dulu ke aku! Aku kan gak mau pesantren yah Ayah
selalu aja mikirin keinginan Ayah, gak pernah mikirin gimana perasaan aku.
Air matanya pun tidak bisa tidak bisa dibendung lagi, dia menangis dan berlari ke
kamarnya.
Nafisah, kamu kenapa Nak? ucap Mamah cemas.
Mah, Nafisah gak mau ke pesantren! Disana gak enak mah!
Kata siapa disana gak enak? Kamu bisa dapat teman yang banyak dan kamu juga
bisa sekolah sambil mengaji. Lagi pula apa kamu mau buat ayah sedih? Dia sudah bekerja
pagi, siang, malam hanya buatmu, sayang. Dia pengen kamu sekolah, jadi anak yang
pintar dan banggain orang tua! Kamu mau kan sayang?
Nafisah hanya bisa menangis, batinnya sangat tersiksa mendengar perkataan
mamahnya. Iya Mah, Nafisah mau!
Mamahnya pun tersenyum dan memeluknya. Ayah dan mamah sangat beruntung
memiliki kamu sayang.
Setelah selesai membersihkan kamarnya, Nafisah menemui ayahnya. Dia sangat
bersalah karena telah membentak ayahnya.
Yah, ucap Nafisah dengan nada sedikit rendah.
Iya Naf, kenapa? Ayah minta maaf ya, tadi udah maksa kamu buat pesantren.
Gak kok, Yah. Harusnya aku yang minta maaf tadi aku udah ngebentak ayah.
Gak apa-apa sayang. Ayah ngerti kamu pasti gak mau kalau ke pesantren.
Kata siapa aku gak mau? Aku mau kok, Yah! Senyumnya pun terlihat lebar dari
mulutnya.
Kamu beneran mau? tanya ayah penasaran.
Iya yah, aku beneran mau!
Ayahnya pun tersenyum bahagia. Ya sudah, sekarang kita mulai siapin peralatan
buat ke pesantren, karena satu minggu lagi kamu sudah ada di sana! ucap Ayah
semangat.
Ok, Yah

Forgetting About All


Satu minggu kemudian akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Nafisah dan
keluarga pergi menuju salah satu pesantren yang ada di Bandung.
Mah, masih lama gak sih?
Gak kok sayang sebentar lagi! Itu tuh yang ada gerbang besar! ucap mamah dengan
menunjuk ke arah gerbang.
Akhirnya kita sampai juga.
Kamu sudah siap kan sayang?
Iya Mah, aku yakin mungkin ini yang terbaik buatku!
Kamu harus percaya kalau kamu bisa bertahan di sini, kamu harus jadi wanita kuat
yang tidak mudah putus asa. Kamu ngertikan, sayang?
Iya Mah, Nafisah janji bakal banggain ayah dan mamah! Nafisah juga gak mau kalau
misalnya ngecewain kalian.
Setelah semua selesai dimasukkan ke dalam kamar asrama, ayah dan mamanya pun
bersiap-siap untuk kembali ke rumah.
Nafisah, ayah pergi dulu ya! Baik-baik ya kamu di sini. Ayah selalu doain kamu
terus.
Iya, Nafisah janji!
Sayang, mamah juga pamit pulang ya. Kamu jangan nakal di sini, jaga kesehatan
kamu. ucap mamah sambil memeluk Nafisah.
Iya Mah, Nafisah baik-baik aja kok.
Ya sudah, ayah sama mamah pergi dulu ya Assalamualaikum.
Waalaikum salam.
Mobil orangtuanya makin lama semakin menjauh dari Nafisah. Tak terasa air matanya
sudah jatuh membasahi pipinya. Tak lama kemudian datanglah gadis berkerudung hitam
dengan pita di kerudungnya. Gadis itu menghampirinya.
Hai!
Hai juga, Nafisah pun tersenyum.
Kenalin namaku Rauna! Nama kamu siapa?
Nama aku Nafisah! Kamu anak baru juga?
Iya, aku dari Jakarta. Gimana kalau misalnya kita ngobrol di asrama aja?
Ok.
Setelah berbincang-bincang dengan Rauna, Nafisah semakin nyaman berada di
Pesantren. Ia sudah mulai bisa beradaptasi dengan teman-temannya.
Naf, sekarang kita ngaji ya? ucap Rauna.
Oh, iya ya. Gimana dong aku kan gak bisa ngaji! Boro-boro ngaji, shalat aja jarang.
ucap Nafisah dengan wajah sedikit gelisah.
Kamu tuh gimana sih, kita kan ke sini buat bisa ngaji. Wajar dong kalau misalnya
gak bisa!
Iya juga sih. Aku ini gimana sih baru dapat tantangan segini aja udah nyerah.
Akhirnya mereka pun sampai di kelas. Assalamualaikum warohmatullahi
wabarokatuh santri-santri semua, ucap ibu ustad.
Waalaikumsalam.
Mungkin hari pertama ini kita akan bahas tentang materi pelajaran kita, yang pertama
kita akan belajar jurumiyyah/ ilmu nahwu.
Hah, jurumiyyah? Apa itu? ucap Roufa bingung.
Mungkin semacam matematika lagi!
Matematika? Hahahaha.. Mana mungkin matematika. Memangnya ini sekolah
umum! ucap Roufa tidak kuat menahan tawanya.
Hmm, aku kan gak tahu! Ya udahlah mendingan kita dengerin aja apa kata bu ustad!
Waktu berjalan dengan cepat. Nafisah mulai merasakan kelelahan. Karena kesibukan
dan padatnya waktu sekolah, diapun merasa bahwa dia sudah tidak kuat lagi berada di
pesantren.
Alhamdulillah, nilai IPA dan Matematikaku 100, ucap Nafisah senang.
Heh kamu, sombong banget sih baru dapat nilai segitu aja bangga! ucap Rafa.
Apaan sih, kak. Dateng-dateng kok marah-marah?
Kamu Nafisah kan? Murid baru yang KATANYA pinter itu?
Iya, aku emang Nafisah. Emang kenapa kalau katanya aku pintar? Kakak sirik?
Sirik? Hah? Gak lah ngapain sirik. Aku tuh Lebih pintar ya dari kamu dan kamu
pasti pintar gara-gara sering nyontek kan?
Ya Allah Kak, jangan sembarangan ngomong dong! Aku gak pernah nyontek di
sekolah!
Udahlah, gak usah banyak ngomong! Mubazir waktu ngomong sama orang kaya
kamu. Assalamualaikum, ucap Rafa dengan wajah sewot.
Kesel.. siapa sih tuh orang udah kayak nenek lampir aja!
Hei, Nafisah. Kamu kenapa marah-marah gitu? ucap Rauna.
Itu tuh, dia nyebelin banget ngatain aku sombonglah, nyonteklah, apalah, gak ada
kerjaan banget!
Ya udah, kamu sabar ya, Naf. Kalau gak salah doa kak Rafa. Emang kata orang lain
dia suka nyakitin hati orang!
Na, aku udah bener-bener gak kuat ada di sini! Aku cape, aku gak bisa ngikutin
pelajaran pesantren. Lagian orang-orangnya nyebelin semua!
Aku tahu, tapi kalau misalnya kamu ngeluh terus kaya gini gak akan ada hasilnya.
Bukannya kamu mau banggain ayah dan mamah kamu di rumah?
Kamu bener Na, aku ini egois terlalu ngikutin nafsu aku. Harusnya aku inget impian
aku. Bukan malah ngancurin semua impian aku, Nafisah pun hanya bisa menangis.
Perasaannya saat ini benar-benar hancur.
Aku janji, Naf. Aku akan selalu ada di sampingmu apapun yang terjadi, ucap Rouna
sambil memeluk Nafisah.

Its So Hard..
Nafisah sedang duduk di lantai 3 sekolahnya. Ia merasakan ketenangan di sana. Ia
tahu bahwa sekarang ia sedang mengalami kesulitan yang sangat besar.
Mah, Nafisah udah gak kuat lagi di sini Nafisah pengen pulang! Nafisah
menangis tersedu-sedu. Tidak lama kemudian dia melihat laki-laki yang sedang
membawa buku dan beberapa kitab kuning.
Siapa sih itu orang? dalam hati Nafisah bingung.
Hei!!! Turun!!! Kamu lagi ngapain di situ? teriak Raka dari bawah lantai sekolah.
Apa dia manggil aku? Ah, masa sih? Gak mungkin! Tapi perasaan di sini Cuma ada
aku aja!
Ayo cepet turun!!!
Iya, iya ini aku turun.
Setelah beberapa saat kemudian akhirnya Nafisah turun, dia hanya bisa diam melihat
seorang laki-laki yang ada di depannya. Dia tinggi, berkulit putih, matanya berwarna
coklat bening. Dia benar-benar tampan. Meskipun jaraknya agak jauh.
Hai, kenalin nama aku Raka Al-Faro.
Hai juga, nama aku Nafisah, ucapnya gugup, pipinya pun mulai memerah.
Kamu lagi ngapain di atas?
Oh, nggak cuma nyari udara dingin aja!
Hmm, aku duluan ya. Takut ada yang ngeliat. Assalamualaikum.
Waalaikumsalam, sambil terus melihat ke arah Raka. Nafisah pun berlari menuju
asrama dan segera menemui Rouna.
Rouna teriak Nafisah keras.
Iya, iya! Ada apa sih Naf? Kamu berisik banget!
Aku ketemu sama cowok namanya Raka dan dia ganteng banget!
Kok bisa sih? ucap Rouna bingung.
Pokoknya ceritanya panjang, yang penting sekarang aku bahagia banget!
Apaan sih kamu? Awas aja kalau misalnya nilai kamu jadi jelek gara-gara cowok
itu!
Gak lah! Gak mungkin!
Awas aja kalau misalnya nilai kamu jelek, aku gak segan-segan buat jauhin kamu!
Iya, iya. Nafisah pun terdiam.
Naf, kamu tahu kan kalau misalnya dua bulan lagi kita ujian?
Hmm, ya aku tahu!
Aku pengen kita dipanggil ke depan panggung!
Emang mau ngapain?
Ya buat dipanggil jadi juaralah. Kamu tuh gimana sih! menjitak kepala Nafisah.
Aww, sakit tau! meringis kesakitan.
Kamu sih mikirin terus Raka jadi aja gak fokus!
Hmm, ya.. ya..
Nafisah dan Rouna pun pergi ke kantin dan ternyata di sana ada Raka yang sedang
piket di area kantin.
Ayo, Naf!
Iya sebentar, sambil melihat ke arah Raka.
Kamu lagi apa sih?
Oh iya, kamu duluan aja, Na! Aku mau ke asrama dulu, tadi ada yang ketinggalan.
Iya.
Nafisah ucap Raka, kebetulan di sana hanya ada Nafisah dan Raka.
Hai, Raka.
Akhirnya kita bisa ketemu juga, Naf. Oh iya, aku pengen ngomong sesuatu ke
kamu.
Ngomong apa? Nafisah pun mulai bingung dan hatinya pun bertanya-tanya.
Emm kamu mau gak jadi pacar aku?
Hah? Jadi pacar kamu? Nafisah terdiam, dia tidak tahu apa yang harus dia katakan
sekarang.
Gimana kamu mau gak?
Iya, aku mau jadi pacar kamu!
Kamu beneran kan, Naf?
Iya aku mau, tapi kamu jangan bocorin rahasia kalau misalnya kita pacaran!
Ok, aku janji! Udah sekarang mending kamu ke asrama.
Iya, bye jaga diri kamu baik-baik ya.
Setelah beberapa minggu kemudian makin hari nilai-nilai Nafisah terus menurun. Ia
makin kebingungan dengan semua nilai-nilai yang dia dapatkan.
Nafisah! Kenapa IPA kamu dapet 20? Terus Inggris sama Matematika dapet 1, 5!
Kamu kenapa sih, Naf? Akhir-akhir ini kamu sering gak ada di asrama, terus suka
senyum-senyum sendiri. ucap Rouna sedikit marah.
Aku juga gak tahu, Na. Semenjak aku pacaran aku jadi sering gak fokus! Nafisah
tidak menyadari ia telah memberi tahu semua rahasianya kepada Rouna. Hah, kamu
pacaran?
Emm, maksud aku
Naf, aku gak nyangka ya kamu bisa ngelakuin ini semua! Kamu berani-beraninya
pacaran di pesantren dan aku gak nyangka kamu bisa ngekhianatin janji kita!
Tapi Na
Udahlah Naf, aku gak kenal lagi sama kamu! Kamu berubah! Rouna pun pergi
meninggalkan Nafisah. Nafisah hanya bisa menangis, batinnya menjerit. Ia tahu bahwa
semua ini adalah salahnya. Di sisi lain, ternyata Rafa mendengar semua kejadian yang
telah terjadi kepada Nafisah dan Rouna. Ia pun langsung menghampiri Nafisah.
Heh, kamu! Aku gak nyangka kamu pacaran! Aku kira kamu beneran perempuan
baik-baik. Ternyata
Apa maksud Kakak? Ternyata apa? Nafisah menjawab dengan nada tinggi.
Perempuan MURAHAN.
Jaga ya mulut Kakak! Aku bukan perempuan kaya gitu!
Buktinya emang bener kan? Dengan gampangnya kamu nerima laki-laki dan lebih
mentingin pacar daripada sahabat kamu sendiri. Nyadar dong kamu ini bener-bener
jahat!
Cukup, Kak Cukup, Nafisah pun terjatuh dan menundukkan kepalanya. Ia benar-
benar sudah tidak kuat lagi mendengar semua perkataan Rafa. Rafa pun
meninggalkannya.
Ya Allah, kenapa semua jadi kaya gini
Setelah beberapa menit kemudian, Nafisah melihat ada wanita berpakaian biru yang
menghampiri. Nafisah, sudah kamu jangan menangis!
Kakak siapa? jawab Nafisah.
Nama kakak Zahra dan kakak tahu apa yang sedang kamu alami.
Dari mana kakak bisa tahu semua?
Kamu gak perlu tahu soal itu, yang penting sekarang kamu harus dengerin kakak.
Iya, Kak! Nafisah pun mengikuti perintah Zahra.
Nafisah. kamu harus tau satu hal. Kita ini dilahirkan berdasarkan takdir kita masing-
masing dan kita harus menerimanya. Kamu berada di sini adalah suatu yang indah.
Memang perjuangan, pengorbanan, rasa sakit dan penderitaan yang selama ini kamu
jalani adalah suatu rintangan. Tapi kamu harus yakin setelah kesusahan pasti ada
kemudahan.
Tapi aku sudah gagal, Kak!
Kamu masih punya kesempatan kedua dan kamu harus bisa manfaatin itu semua.
Jangan pikirin orang yang mau jatuhin, tapi kamu fokus satu tujuan! Kamu harus yakin,
Allah selalu bersamamu.
Kakak benar, aku belum terlambat. Mungkin Allah memperingati aku dengan
cobaan ini.
Oh iya, satu lagi. Kamu harus inget laki-laki itu penghancur masa depan kamu.
Belum saatnya kamu mikirin kaya gitu. Sekarang kamu pikirin belajar, belajar, dan
belajar.
Siap, Kak! Makasih ya Kak, atas semua nasehatnya.
Sama-sama, kalau misalnya kamu butuh bantuan kakak, temui aja di lantai dua
asrama ya.
Ok, jawab Nafisah sambil memeluk Zahra dengan erat.

About Think
Setelah kejadian kemarin, Nafisah lebih sibuk belajar dan mengaji. Ia sudah tidak
memikirkan apa yang terjadi kemarin. Sekarang ia fokus belajar untuk ujian kenaikan
kelas.
Yah.. ujian tinggal 2 hari lagi. Aku benar-benar takut ngelewatin semuanya.
Naf.. terdengar suara lirih dari Rouna.
Rouna, kamu ngapain ke sini?
Aku minta maaf Naf, kemarin aku sudah bentak-bentak kamu!
Gak kok, Na. Harusnya aku yang minta maaf. Aku udah bohong sama kamu.
Ya udah, sekarang mending kita lupain aja yang kemarin dan buka lembaran baru.
Makasih ya, Na. Kamu emang sahabat sejati aku.
Semangat sebentar lagi kita ujian.
Semangat! ucap Nafisah sambil mengangkat tangannya.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Nafisah, Rouna dan siswa-siswi yang
lain akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Naf, kamu harus percya kamu pasti bisa.
Ucap Rouna sambil menggenggam tangan Nafisah.
Aku yakin kita pasti bisa. Aku akan kasih hadiah untuk ayah dan mamah.
Gitu dong, Naf.. Semangat!
Bismillaahirrohmaanirrohim. Ujian pun dimulai. Selama beberapa hari, Nafisah
terus belajar. Ia tidak sabar untuk menunggu hasilnya.

Dua minggu kemudian


Ayah teriak Nafisah dari depan asrama.
Nafisah, sini sayang! jawab ayah.
Ayah Mamah Nafisah memeluk erat kedua orangtuanya.
Mamah sama ayah kangen banget sama kamu, sayang.
Aku juga kangen banget sama Ayah dan Mamah.
Mendingan kita ke lapangan sekolah aja yuk! Sebentar lagi pengumuman ujian akan
diumumkan, ucap Ayah.
Tapi Nafisah takut kalau misalnya nilainya jelek.
Kamu gak perlu takut sayang. Apapun hasilnya pasti itu yang terbaik.
Iya, Ayah.
Dan sekarang adalah saatnya untuk mengumumkan siapa yang menjadi juara ujian
kelas 7. Juara ke-3 adalah. Raisa Putri Maulana!
Oh, aku takut banget, Na. ucap Nafisah.
Belief in yourself! jawab Rouna.
Juara ke-2 adalah.. Rouna!
Alhamdulillah, ya Allah, ucap Rouna bahagia.
Dan juara pertama adalah Nafisah Adiba Lathifa!
Hah aku juara ke-1? ucap Nafisah kaget.
Iya, Naf! Kamu ke-1! ucap ayah dan mamah memeluk Nafisah.
Aku gak mimpi kan?
Kamu gak mimpi, Naf.
Ya Allah, aku seneng banget, Na. Nafisah dan Rouna saling berpelukan. Mereka
tidak menyangka bahwa mereka bisa mendapat juara. Pengorbanan dan perjuangan yang
telah Nafisah lewati sudah terbayar oleh keberhasilan yang telah didapatkan. Sekarang
Nafisah tahu bahwa kesuksesan itu butuh proses dan bukan berarti tidak ada rintangan
dalam setiap kesuksesan.
Apabila kita merencanakan kegagalan maka kegagalan itu akan terjadi dan
keberhasilan adalah kunci dari kesuksesan. Tetaplah istiqomah dalam menjalani satu
tujuan, karena jika kita tidak fokus pada satu tujuan maka keberhasilan itu akan hancur.
Teruslah berpikir optimis untuk menjalani semua rintangan yang ada.

******

Anda mungkin juga menyukai