Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak lahir, bahkan sejak di dalam kandungan ibunya, manusia

merupakan kesatuan psikofisis atau psikomatis yang terus mengalami

pertumbuhan dan perkembangan serta harus mendapatkan perhatian secara

seksama. Istilah pertumbuhan dapat diartikan sebagai perkembangan.

Menurut Syamsu Yusuf, di dalam bukunya dijelaskan bahwa

perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami individu dan

organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation)

yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik

menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) (Syamsu Yusuf,

2007 : 15).

Sedangkan istilah pertumbuhan itu sendiri digunakan untuk

menyatakan perubahan-perubahan kuantitatif mengenai fisik atau biologis.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berpendapat bahwa dalam

penggunaan istilah petumbuhan dipokok bahasan perkembangan peserta didik

sudah tercakup dalam istilah perkembangan. Namun keduanya masih dapat

dibedakan.

Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu yang terjadi secara

teratur. Setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari

tahap sebelumnya, yang merupakan prasyarat bagi perkembangan

1
2

selanjutnya. Dimana, perkembangan didahului dengan pertumbuhan.

Sehingga perkembangan terjadi pada tempo dan fase perkembangan yang

berlainan.

Pengertian fase perkembangan menurut Syamsu Yusuf diartikan

sebagai penahapan atau pembabakan rentang perjalanan kehidupan individu

yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah laku tertentu.

(Syamsu Yusuf, 2007 : 20).

Berdasarkan hal tersebut, penulis menyebutkan bahwa dalam fase

perkembangan individu terdapat 4 fase yang berkaitan dengan proses belajar

mengajar (pendidikan) yang memiliki ciri-ciri khusus atau pola-pola tingkah

laku tertentu. Diantaranya adalah sebagai berikut : Masa usia pra sekolah

yaitu 0,0 – 6,0 tahun, masa usia sekolah dasar yaitu 6,0 – 12,0 tahun, masa

usia sekolah menengah yaitu 12,0 – 18,0 tahun, dan masa usia mahasiswa

yaitu 18,0 – 25,0 tahun. Namun, setiap fase perkembangan peserta didik

(individu) terdapat aspek-aspek yang mempengaruhinya. Diantaranya aspek

fisik dan aspek psikis. Dimana dalam aspek psikis juga terdapat beberapa

aspek, diantaranya aspek emosi, aspek intelegensi, aspek sosial, aspek moral,

aspek kepribadian, aspek agama dan aspek bahasa. Aspek-aspek tersebut

terdapat hubungan atau korelasi dan satu sama lainnya saling mempengaruhi

bagi perkembangan peserta didik (individu).

Pada makalah ini penulis akan membahas tentang perkembangan

peserta didik fase usia sekolah menengah pertama pada aspek intelegensi.

Makna intelegensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan yang


3

dimaksudkan dalam istilah intelek, yang menggambarkan kemampuan

seseorang dalam berpikir dan bertindak. Masyarakat umum mengenal

intelegensi sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran

ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi.

Menurut Spearman dan Jones disebutkan dalam buku karangan

Saifuddin Azwar bahwa intelegensi merupakan kekuatan atau kemampuan

untuk melakukan sesuatu (Saifuddin Azwar, 1996 : 02).

Sehingga berdasarkan hal itu, penulis berpendapat bahwa

perkembangan intelegensi pada masa anak fase usia sekolah menengah

pertama, terjadi secara maksimal. Karena peserta didik mulai dapat

memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak. Kemampuan tersebut menunjukkan

perhatian seseorang terhadap kejadian dan peristiwa yang tidak konkrit.

Misalnya pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, pilihan pasangan

hidup dan lain sebagainya. Selain itu, peserta didik juga bisa berpikir tentang

ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap suatu masalah,

sehingga peserta didik mampu mengabstraksikan permasalahan-permasalahan

yang nyata dan sesuai dengan sebagaimana mestinya menurut pemikirannya

sendiri.

Sesuai dengan perkembangan intelegensi pada anak usia sekolah

menengah pertama yaitu bahwasannya pada fase ini peserta didik telah dapat

berpikir kritis dan ilmiah. Seperti yang terjadi pada Sigiet Wibisono siswa

SMPK Tulungagung yang mendapatkan gelar juara I dalam olimpiade

matematika tingkat SMP / MTs se Jawa Timur, yang diselenggarakan


4

di STKIP PGRI Tulungagung. Sebelumnya, Sigiet dibimbing oleh gurunya

(Sudjarno) dengan materi setingkat SMP dan SMA. Menurut Sigiet awalnya

susah, namun dia terus mencoba dan ternyata bisa. Padahal selama ini

matematika dianggap sebagai pelajaran yang paling sulit dan tidak disukai

oleh siswa. Hal ini berbeda dengan Sigiet, matematika merupakan pelajaran

yang paling disenangi dan dia bisa menyelesaikan soal yang diberikan

padanya dengan cepat (Jawapos, Kamis 3 April 2008).

Perkembangan individu ditentukan oleh 2 faktor diantaranya yaitu

faktor pembawaan atau keturunan (hereditas) dan faktor lingkungan

(lingkungan informal, formal, non formal). Dimana keduanya saling

berpengaruh satu sama lain bagi hasil perkembangan peserta didik.

Berdasarkan hal di atas maka penulis menganalisis kasus Sigiet

Wibisono tersebut dalam judul makalah “ANALISIS PERKEMBANGAN

PESERTA DIDIK FASE ANAK USIA SEKOLAH MENENGAH

PERTAMA (SMP)”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana deskripsi umum perkembangan peserta didik

fase anak usia sekolah menengah pertama?

1.2.2 Bagaimana analisis kasus tentang seorang anak usia

sekolah menengah pertama yang bernama Sigiet Wibisono?

1.2.3 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan

aspek intelegensi Sigiet Wibisono?


5

1.2.4 Bagaimana dampak dari hasil perkembangan Sigiet

Wibisono dari faktor-faktor yang mempengaruhinya?

1.3 Tujuan Masalah

1.3.1 Untuk mengetahui deskripsi umum mengenai

perkembangan peserta didik fase anak usia sekolah menengah

pertama.

1.3.2 Untuk mengetahui analisis kasus mengenai anak usia

sekolah menengah pertama yang bernama Sigiet Wibisono.

1.3.3 Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi perkembangan aspek intelegensi pada Sigiet

Wibisono.

1.3.4 Untuk mengetahui dampak dari hasil perkembangan Sigiet

Wibisono dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.


6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi Umum Perkembangan Peserta Didik Fase Anak Usia Sekolah

Menengah Pertama

Pada fase anak usia sekolah menengah pertama dapat dikatakan

sebagai awal masa remaja. Karena awal masa remaja berlangsung kira-kira

dari usia 13,0 – 16,0 tahun. Sehingga awal masa remaja biasanya disebut

sebagai “usia belasan”.

Menurut Elizabeth B. Hurlock secara psikologis, masa remaja adalah

usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, terjadi

perubahan intelektual yang mencolok dan transformasi intelektual yang khas

dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi

dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri

khas yang umum dari periode perkembangan ini (Elizabeth B. Hurtlock,

1946 : 206).

Sehingga masa remaja merupakan masa yang penting, masa peralihan,

masa perubahan, masa mencari identitas, masa yang bermasalah, masa yang

menimbulkan ketakutan. Dalam hal ini, perkembangan fisik dan psikisnya

sangat cepat.

Dalam buku karangan Suharto dijelaskan bahwa perubahan fisik

sepanjang masa remaja merupakan gejala primer, dimana menyangkut

bertambahnya ukuran tubuh dan berubahnya proporsi tubuh, perubahan ciri-

6
7

ciri kelamin primer dan sekunder baik pada remaja laki-laki maupun

perempuan mengikuti urut-urutan tertentu (Sunarto, 1999 : 94).

Berdasarkan hal itu perkembangan fisik remaja ditandai dengan :

1. Proporsi tubuh yang mencapai proporsi tubuh orang dewasa.

2. Matangnya organ-organ seksual yang membuat remaja mampu untuk

bereproduksi. Hal ini ditandai dengan mimpi basah pada remaja laki-laki

dan menstruasi pada remaja perempuan.

3. Terjadi perubahan pada bagian tubuh tertentu (ciri-ciri seks sekunder).

Misalnya :

a. Pada perempuan

1. Payudara membesar

2. Tumbuh bulu-bulu halus disekitar kemaluan dan ketiak

3. Membesarnya pinggul

b. Pada laki-laki

1. Tumbuh kumis dan jenggot

2. Tumbuh jakun

3. Tumbuh bulu dada, bulu ketiak dan bulu sekitar alat kelamin

4. Terjadi perubahan suara menjadi semakin membesar

5. Testis membesar

Perkembangan psikis pada masa awal remaja dimulai dengan

bertambahnya kemampuan / skill dalam struktur dan fungsi tubuh yang

kompleks dengan pola teratur serta dapat diprediksi sebagai hasil dari proses

pematangan. Perkembangan psikis menyangkut adanya proses diferensiasi


8

dari sel-sel tubuh, jaringan-jaringan tubuh, organ-organ tubuh dan sistem

organ yang berkembang sedemikian rupa. Sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya, termasuk perkembangan intelektual, sosial, emosi,

bahasa, moral dan agama.

1. Perkembangan Intelektual

Perkembangan intelektual merupakan salah satu perkembangan

psikis. Makna intelektual sama dengan intelegensi yaitu merupakan

kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir yang diperoleh melalui

keturunan. Namun, lingkungan juga berpengaruh dalam pembentukan

kemampuan intelegensi individu.

Intelegensi dibagi menjadi 7 jenis diantaranya :

1. Logical Mathematika yaitu kepekaan dan kemampuan untuk

mengamati pola-pola logis dan numerik (bilangan) serta kemampuan

untuk berpikir rasional / logis.

2. Linguistic yaitu kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata

dan keseragaman fungsi-fungsi bahasa.

3. Musical yaitu kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasikan

ritme, nada (warna nada) dan bentuk-bentuk ekspresi musik.

4. Spatial yaitu kemampuan mempersepsi dunia ruang visual secara

akurat dan melakukan transformasi persepsi tersebut.

5. Bodily Kinesthetic yaitu kemampuan untuk mengontrol gerakan

tubuh dan menangani objek-objek secara optimal.


9

6. Interpersonal yaitu kemampuan untuk mengamati dan merespon

suasana hati, temperamen dan motivasi orang lain.

7. Intrapersonal yaitu kemampuan untuk memahami perasaan, kekuatan

dan kelemahan serta intelegensi sendiri.

Menurut Piaget dalam buku karangan Syamsu Yusuf dijelaskan

bahwa masa remaja sudah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan

yang abstrak, berpikir sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah

daripada berpikir konkret (Syamsu Yusuf, 2007 : 195).

Sehingga, berdasarkan hal tersebut maka penulis berpendapat

bahwa perkembangan individu pada aspek intelektual seorang remaja

dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak, mampu

membayangkan berbagai masalah yang kompleks dan abstrak, dapat

memecahkan masalah dengan pemikirannya sendiri.

2. Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan

antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup

manusia.

Menurut Syamsu Yusuf bahwa pada masa remaja berkembang

“social cognition” yaitu kemampuan untuk memahami orang lain sebagai

individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai

maupun perasaannya. Pemahamannya ini mendorong remaja untuk

menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama

teman sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan

(pacaran) (Syamsu Yusuf, 2007 : 198).


10

Berdasarkan hal itu, penulis berpendapat bahwa perkembangan

aspek sosial pada remaja menengah pertama yaitu memiliki kemampuan

untuk memahami orang lain sebagai individu yang unik, menyangkut

sifat-sifat pribadi, minat dan perasaan. Serta timbulnya suatu sikap

“conformity” yaitu merupakan kecenderungan untuk mengikuti pendapat,

nilai, opini, kebiasaan, kepribadian, kegemaran (hobby) atau keinginan

orang lain (terutama teman sebayanya).

3. Perkembangan Emosi

Emosi merupakan perbuatan atau perilaku sehari-hari yang pada

umumnya disertai oleh perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau

tidak senang. Masa remaja merupakan puncak emosionalitas yaitu masa

perkembangan emosi yang tinggi.

Menurut Gessel dkk (Elizabeth B. Hurlock, 1980, terjemahan

Istiwidayanti dan Soedjarwo, 1991) dalam buku karangan Syamsu Yusuf,

mengemukakan bahwa remaja empat belas tahun sering kali mudah

marah, mudah terangsang dan emosinya cenderung “meledak”, tidak

berusaha mengendalikan perasaannya (Syamsu Yusuf, 2007 : 197).

Jadi, berdasarkan itu penulis dapat mengatakan bahwa pada masa

remaja menengah pertama, perkembangan aspek emosinya merupakan

puncak emosionalitas, muncul dorongan-dorongan baru seperti perasaan

cinta, rindu, keinginan untuk berkenalan dengan lawan jenis. Pada masa

ini, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif

yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial,

emosinya cenderung bersifat negatif dan temperamental (mudah

tersinggung / marah, mudah sedih / murung).


11

4. Perkembangan Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh

seseorang dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain.

Menurut Sunarto, bahasa remaja adalah bahasa yang telah

berkembang (Sunarto, 1999 : 137).

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis mengemukakan bahwa

perkembangan aspek bahasa pada remaja menengah pertama sangat erat

kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Sehingga pada masa

ini, peserta didik telah dapat menggunakan bahasa lebih sempurna,

perbendaharaan kata lebih banyak, kemampuan menggunakan bahasa

ilmiah mulai tumbuh dan mampu untuk diajak berdialog seperti ilmuwan.

5. Perkembangan Moral

Moral merupakan kendali dalam bertingkah laku, dalam moral

diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan.

Menurut Purwadarminto dalam buku karangan Sunarto,

menerangkan bahwa moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan

dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya (Sunarto, 1999 : 169).

Berdasarkan pengertian tersebut, penulis mengemukakan bahwa

pada masa remaja menengah pertama, tingkat moralitas remaja sudah

lebih matang, lebih mengenal tentang nilai-nilai moral / konsep-konsep

moralitas seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Serta

muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat

dinilai baik oleh orang lain.


12

6. Perkembangan Agama

Pada masa remaja menengah pertama bisa mengalami

kegoncangan dalam beragama. Namun kadang-kadang keyakinannya

sangat kuat terhadap kepercayaan agamanya terhadap Tuhan.

Menurut Syamsu Yusuf, bahwa kemampuan berpikir abstrak

remaja memungkinkannya untuk dapat mentransformasikan keyakinan

beragamanya. Dia dapat mengapresiasikan keabstrakan Tuhan sebagai

yang Maha Adil, Maha Kasih Sayang. Berkembangnya kesadaran atau

keyakinan beragama, seiring dengan mulainya remaja menanyakan atau

mempermasalahkan sumber-sumber otoritas dalam kehidupan

(Syamsu Yusuf, 2007 : 204).

Jadi, berdasarkan penjelasan tersebut penulis mengemukakan

bahwa perkembangan intelektual mempengaruhi perkembangan terhadap

Tuhan atau agama. Karena pandangan terhadap Tuhan atau agama sangat

dipengaruhi oleh perkembangan berpikir, sehingga perkembangan aspek

agama yang terjadi pada fase remaja menengah pertama mencakup

berkembangnya kesadaran / keyakinan beragama, kemampuan berpikir

abstrak yang memungkinkan remaja untuk dapat mentranformasikan

keyakinan beragama, dapat mengapresiasi kualitas keabstrakan Tuhan

sebagai Maha Adil, Maha Besar.


13

2.2 Analisis Kasus Tentang Seorang Anak Usia Sekolah Menengah Pertama

Yang Bernama Sigiet Wibisono

Masa remaja merupakan salah satu diantara dua masa rentang

kehidupan individu dimana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat besar,

sehingga perkembangan aspek psikisnya bisa terjadi sangat besar pula.

Menurut Sunarto, masa remaja adalah masa dimana individu mampu

mengembangkan kecerdasan intelektualnya secara maksimal. Pada masa ini

dalam menyelesaikan masalah, seorang remaja akan megawalinya dengan

pemikiran teoritik. Ia menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara

penyelesaian hipotesis yng mungkin (Sunarto, 1999 : 104).

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis berpendapat bahwa hal itu

termasuk dalam salah satu deskripsi umum fase menengah pertama pada

aspek intelektual yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan

pemikirannya sendiri. Seperti remaja pada umumnya, Sigiet Wibisono juga

mengalami hal yang sama. Di usianya yang tergolong remaja awal itu, dia

telah mampu mengembangkan kecerdasan intelektualnya yang termasuk

dalam Intelegensi Logical Mathematica (kemampuan untuk berpikir rasional /

logis serta kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-pola logis dan

numerik (bilangan)). Hal itu diwujudkan dengan mengikuti olimpiade

matematika tingkat SMP / MTs se-Jawa Timur yang diselenggarakan

di STKIP PGRI Tulungagung dan dia berhasil meraih juara I.

Bagi siswa yang tidak suka dengan pelajaran berhitung, bisa jadi

matematika adalah suatu hal yang menakutkan. Namun, bagi siswa kelas II
14

SMPK Tulungagung ini, pelajaran matematika merupakan pelajaran yang

paling disenangi. Sehingga, secara cepat dia bisa memutar otak untuk

menyelesaikan dan memecahkan soal yang diberikan kepadanya.

Anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Teguh Wibisono dan

Dewi Lina itu, menceritakan bahwa pada babak penyisihan dia

menyingkirkan 40 siswa se-eks Karesidenan Kediri. Pada even yang

diselenggarakan di STKIP PGRI Tulungagung, Sigiet telah berhasil masuk

lima besar. Kemudian ia diadu dengan 20 siswa yang merupakan pemenang

dari beberapa rayon lainnya. Pada semi final, Sigiet kembali masuk lima

besar. Dalam final yang diikuti oleh 5 pelajar itu, dia harus menjawab 10 soal

yang diajukan panitia hanya dalam waktu 20 menit. Dia mengatakan bahwa

dia dapat mengerjakan soal-soal tersebut, karena sebelumnya ia telah

mendapatkan bimbingan dari gurunya (Sudjarno), tidak hanya materi

setingkat SMP tetapi juga tingkat SMA. Selain itu, Sigiet juga selalu rajin

belajar dan berusaha untuk terus mencoba. Dari semua materi yang

dikuasainya, dia mengaku paling senang dengan aljabar. Menurutnya, materi

tersebut penuh dengan tantangan karena rumit, tetapi bila sudah tahu

rumusnya akan tetap mudah dikerjakan dan dipecahkan. Dia akan ke

Universitas Cendrawasih, Papua untuk bertarung diajang final se-Indonesia,

karena ia telah berhasil meraih juara I Olimpiade Matematika tingkat SMP /

MTs se-Jawa Timur. Namun, Sigiet tetap mempersiapkan diri untuk

mengasah kemampuannya memecahkan soal.


15

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis berpendapat bahwa Sigiet

memiliki karakteristik yang sesuai dengan deskripsi umum perkembangan

aspek intelektual fase remaja menengah pertama.

Berikut ini adalah hasil analisis penulis terhadap Sigiet Wibisono

sebagai siswa Sekolah Menengah Pertama (remaja awal), mengenai

perkembangan aspek inteletual yang termasuk dalam jenis Intelegensi Logical

Mathematica, diantaranya sebagai berikut :

No Deskripsi Fakta Hasil

1. Dapat berpikir logis Sigiet dapat mengerjakan soal-soal Sesuai


tentang berbagai Matematika dengan menggunakan
gagasan yang abstrak. rumus dalam Olimpiade Matematika
se-Jawa Timur.

2. Mampu membayangkan Dalam final, Sigiet menjawab 10 Sesuai


berbagai masalah soal yang diajukan panitia dalam
yang kompleks dan waktu 20 menit, dimana soalnya
abstrak. berupa tes tulis dan tes kecerdikan.

3. Kemampuan Meskipun soal-soal tentang aljabar Sesuai


memecahkan masalah sulit, ruwet dan penuh tantangan,
dengan pemikirannya Sigiet bisa memecahkan dan
sendiri. mengerjakannya dengan cara tahu
rumusnya.

Berdasarkan analisis di atas penulis menyebutkan bahwa antara

deskripsi umum dengan fakta tentang kasus Sigiet Wibisono ada kesamaan /

hasilnya sesuai dengan perkembangan remaja menengah pertama pada aspek

intelektual.
16

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Aspek Intelegensi

Sigiet Wibisosno

Pada dasarnya terdapat 2 faktor penting yang mempengaruhi

perkembangan individu. Faktor-faktor tersebut adalah faktor pembawaan /

keturunan (hereditas) dan faktor lingkungan (lingkungan informal, formal,

nonformal). Begitu pula yang dialami oleh Sigiet Wibisono, kemampuan dan

prestasinya yang membanggakan itu tidak lepas dari faktor-faktor yang

mempengaruhinya, antara lain :

1. Faktor Pembawaan / Keturunan (Hereditas)

Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi

perkembangan individu. Dalam hal ini yaitu mengenai aspek psikis

(intelegensi) yang ada pada Sigiet Wibisono.

Menurut Syamsu Yusuf, hereditas diartikan sebagai “totalitas

karakteristik individu” yang diwariskan orang tua kepada anaknya, atau

segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa

konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak

orang tua melalui gen-gen. (Syamsu Yusuf, 2007 : 31)

Berdasarkan pengertian tersebut, penulis berpendapat bahwa yang

diwariskan orang tua kepada anak adalah sifat strukturnya, bukan tingkah

laku (hasil belajar). Sehingga dapat dikatakan bahwa Sigiet mempunyai

pembawaan yang sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan usahanya yang

selalu gigih dalam belajar, tidak pernah menyerah bila menemui soal

matematika yang sulit. Serta semangat belajarnya yang tinggi untuk

selalu mencoba soal-soal matematika dan menggunakan waktunya untuk

belajar.
17

2. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor kedua yang mempengaruhi

perkembangan individu. Terdapat 3 lingkungan yaitu lingkungan

informal (keluarga), formal (sekolah), nonformal (teman sebaya /

masyarakat). Dimana ketiga lingkungan tersebut mempengaruhi

perkembangan aspek psikis (intelegensi) Sigiet Wibisono.

Menurut Joe Kathena (1992 : 58) yang dituangkan dalam buku

karangan Syamsu Yusuf, bahwa lingkungan merupakan segala sesuatu

yang berada di luar individu yang meliputi fisik dan sosial budaya.

Lingkungan ini merupakan sumber seluruh informasi yang diterima

individu melalui alat inderanya : penglihatan, penciuman, pendengaran

dan rasa. (Syamsu Yusuf, 2007 : 35)

Berdasarkan pengertian di atas, penulis mengatakan bahwa

lingkungan perkembangan siswa adalah keseluruhan fenomena

(peristiwa, situasi atau kondisi) fisik atau sosial yang mempengaruhi atau

dipengaruhi oleh perkembangan siswa yaitu menyangkut lingkungan

keluarga (informal), sekolah (formal), teman sebaya / masyarakat

(non formal).

a. Lingkungan Keluarga (Informal)

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya

mengembangkan pribadi anak. Dalam hal ini, perawatan orang tua

yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai

kehidupan, baik agama, maupun sosial budaya, dan merupakan


18

faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi

yang mandiri dan anggota masyarakat yang sehat.

Dalam kasus ini, penulis mengemukakan bahwa keluarga

Sigiet sangat mendukung keberhasilannya dan selalu memberikan

motivasi agar selalu rajin belajar.

b. Lingkungan Sekolah (Formal)

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara

sistematis melaksanakan program berupa pengajaran-pengajaran dan

latihan, dalam rangka membantu peserta didik agar mampu

mengembangkan psikisnya, baik menyangkut aspek intelektualnya,

moral, spiritual, emosional dan sosial.

Menurut Hurlock (1986 : 322) dalam buku karangan Syamsu

Yusuf mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu

bagi perkembangan kepribadian anak (siswa) baik dalam cara

berpikir, bersikap maupun cara berperilaku. Sekolah berperan

sebagai subtitusi keluarga dan guru subtitusi orang tua.

(Syamsu Yusuf, 2007 : 54)

Sehingga berdasarkan pengertian tersebut, penulis

mengemukakan bahwa sekolah mempunyai peranan / tanggung

jawab yang sangat penting dalam membantu para siswa mencapai

masa perkembangannya. Hal ini terjadi pada Sigiet, dimana

lingkungan formalnya mendukung keberhasilan dia dalam

mengembangkan kemampuan intelektualnya, yang ditunjukkan


19

dengan cara membimbing Sigiet dengan memberikan materi tingkat

SMP maupun SMA yang dilakukan oleh gurunya yang bernama

Sudjarno.

c. Lingkungan Teman Sebaya / Masyarakat (Non Formal)

Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi

remaja, mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan

kepribadiannya dan memberikan kontribusi positif. Namun ada juga

yang berperilaku menyimpang akibat pengaruh teman sebaya.

Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Hans Sebald

(Sigelman dan Shaffer, 1995 : 397) dalam buku karangan Syamsu

Yusuf, bahwa teman sebaya lebih memberikan pengaruh dalam

memilih cara berpakaian, hobi, perkumpulan (club) dan kegiatan-

kegiatan sosial lainnya. (Syamsu Yusuf, 2007 : 60)

Sesuai hal tersebut, penulis mengemukakan bahwa peranan

kelompok teman sebaya bagi remaja adalah memberikan kesempatan

belajar tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain,

mengontrol tingkah laku sosial, mengembangkan keterampilan dan

minat yang relevan dengan usianya, serta saling bertukar perasaan

dan masalah. Hal ini dialami oleh Sigiet, yaitu bersama 8 temannya

di sekolah dia berinteraksi lewat bimbingan gurunya dalam

menerima materi matematika yang dipersiapkan untuk olimpiade.

Sehingga dia selalu termotivasi untuk terus belajar.


20

Tabel dibawah ini merupakan hubungan antara pembawaan

dan lingkungan dengan hasil perkembangan pada aspek intelektual

yang diperoleh Sigiet Wibisono :

Pembawaan Lingkungan Hasil Perkembangan

+ + +

Dalam kasus yang dialami oleh Sigiet Wibisono, dapat

diketahui bahwa hasil perkembangannya positif yang berupa

penghargaan yang diperoleh dalam meraih juara I Olimpiade

Matematika tingkat SMP / MTs se-Jawa Timur. Hal ini karena ada

faktor yang mempengaruhinya yaitu pembawaan yang positif berupa

usaha kerasnya dan ketekunan belajar serta lingkungan keluarga

dengan adanya motivasi dari orang tua yang positif, lingkungan

sekolahnya positif yang ditunjukkan dengan bimbingan gurunya

(Sudjarno) dalam mempersiapkan Olimpiade Matematika,

sedangkan lingkungan teman sebayanya juga positif yaitu adanya

interaksi yang baik saat mengikuti bimbingan bersama dengan 8

temannya di sekolah.

Sehingga antara faktor pembawaan yang positif dan

didukung dengan ketiga faktor lingkungan yang positif pula, maka

hasil dari perkembangan pada aspek intelegensi Sigiet Wibisono

juga positif.
21

2.4 Dampak Dari Hasil Perkembangan Sigiet Wibisono dari Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhinya

2.4.1 Dengan adanya faktor pembawaan yang baik pada diri Sigiet untuk

selalu rajin belajar dan berusaha untuk terus mencoba mengerjakan

soal-soal Matematika, sehingga saat mengikuti Olimpiade Matematika

tingkat SMP / MTs se-Jawa Timur, ia berhasil mendapatkan gelar

juara I dan akan bertarung diajang final se-Indonesia di Universitas

Cendrawasih, Papua.

2.4.2 Atas keberhasilan Sigiet meraih gelar juara I menjadikan Sigiet lebih

bersemangat untuk mengasah kemampuannya tersebut dan terus

belajar. Di samping itu, dia juga mendapatkan penghargaan dari orang

tua, guru-gurunya, teman-temannya dan orang-orang di sekitarnya.

2.4.3 Karena perkembangan intelektualnya yang baik, Sigiet mendapatkan

kepercayaan dari teman-teman maupun guru di sekolahnya dengan

diangkatnya Sigiet menjadi Sekretaris OSIS.


22

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang ada pada BAB II, maka penulis

dapat menyimpulkan sebagai berikut :

3.1.1 Pada fase anak usia sekolah menengah pertama,

pertumbuhan fisik dan psikisnya terjadi secara besar. Dimana pada

fase ini tugas-tugas perkembangannya semakin bertambah, serta

karakteristik pada aspek intelektualnya secara umum yaitu dapat

berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak, mampu

membayangkan berbagai masalah yang kompleks dan abstrak, dapat

memecahkan masalah dengan pemikirannya sendiri.

3.1.2 Karakteristik perkembangan aspek intelektual yang ada

pada diri Sigiet Wibisono sudah sesuai dengan karakteristik individu

fase anak usia sekolah menengah pertama secara umum.

3.1.3 Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi hasil perkembangan

intelegensi pada Sigiet Wibisono yaitu faktor pembawaan dan faktor

lingkungan yang terdiri dari lingkungan informal, formal, non formal.

3.1.4 Pembawaan Sigiet yang positif dan didukung dengan

lingkungan yang positif, membawa dampak yang positif pula terhadap

perkembangan intelegensi Sigiet Wibisono.

22
23

3.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan oleh penulis,

didapatkan saran sebagai berikut :

3.2.1 Diharapkan Sigiet dapat melakukan tugas-tugas

perkembangan dengan baik agar dapat melaksanakan fase selanjutnya,

yaitu dengan cara menggunakan fisik maupun psikisnya dengan baik

dan sebagaimana mestinya.

3.2.2 Hendaknya Sigiet meningkatkan kemampuannya

(intelektualnya) agar menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas,

terampil dan berkualitas di masa depan.

3.2.3 Bimbingan dan dukungan dari orang tua, guru dan teman

sebaya dipertahankan dan ditingkatkan. Agar hasil perkembangannya

bisa lebih baik lagi.

3.2.4 Diharapkan adanya interaksi yang selalu positif untuk

mendukung pembawaan yang positif. Sehingga dampak yang

ditimbulkan juga selalu positif.


24

DAFTAR PUSTAKA

- Sunarto. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

- Yusuf, Syamsu. 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.

Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai