Anda di halaman 1dari 17

KARAKTERISTIK, MODEL, DAN PENDEKATAN EVALUASI PEMBELAJARAN

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penilaian Pendidikan IPA

Yang Diampu oleh Habidin, S.Pd, M.Pd, Ph.D  dan Dr. Yayuk Mulyati, S.Si, S.Pd, M.Si.

Disusun Oleh :

Kelompok 8
Diana Dahniar (190351620411)
Hesti Fajar Lestari (190351620473)
Natalie Pniel Dipa P. (190351620451)

Offering B Angkatan 2019

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

 PRODI S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Februari 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Evaluasi Pembelajaran” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penilaian Pendidikan IPA. Dalam
kesempatan ini tak lupa mengucapkan terimakasih kepada:

1. Yth Bapak Habidin, S.Pd, M.Pd, Ph.D dan Ibu Dr. Yayuk Mulyati, S.Si, S.Pd, M.Si.
selaku Dosen pengampu mata kuliah Penilaian Pendidikan IPA.
2. Orang tua penulis yang telah memberi dukungan dan bantuan sehingga makalah dapat
selesai tepat waktu.
3. Rekan-rekan kelompok 8 yang telah ikut serta dalam pengerjaan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna kesempurnaan penulisan ini.
Demikian semoga makalah ini bermanfaat.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Malang, 23 Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Evaluasi Pembelajaran................................................................................3
2.2 Model Evaluasi Pembelajaran...........................................................................................6
2.3 Pendekatan Evaluasi Pembelajaran.................................................................................11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Evaluasi dalam pendidikan merupakan salah satu komponen yang tak kalah
penting dengan proses pembelajaran. Ketika proses pembelajaran dipandang sebagai
proses perubahan tingkah laku siswa, peran evaluasi proses pembelajaran menjadi
sangat penting. Evaluasi merupakan suatu proses untuk mengumpulkan, menganalisa
dan menginterpretasi informasi untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan
pembelajaran oleh peseta didik. Sistem evaluasi yang baik akan mampu memberikan
gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu
membantu pengajar merencanakan strategi pembelajaran. Bagi peserta didik sendiri,
sistem evaluasi yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu
meningkatkan kemampuannya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga professional yang
bertugas merencanakan dan melak-sanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Dengan demikian, salah satu kompetensi yang harus dimiliki seorang pendidik
adalah kemampuan mengadakan evaluasi, baik dalam proses pembelajaran maupun
penilaian hasil belajar.Kemampuan melaksanakan evaluasi pembelajaran merupakan
kemampuan dasar yang mesti dikuasai oleh seorang pendidik maupun calon pendidik
sebagai salah satu kompetensi professionalnya.
Evaluasi pembelajaran merupakan satu kompetensi professional seorang
pendidik. Kompetensi tersebut sejalan dengan instrumen penilaian kemampuan guru,
yang salah satu indikatornya adalah melakukan evaluasi pembelajaran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja karakteristik evaluasi pembelajaran ?
2. Apa saja model dari evaluasi pembelajaran ?
3. Bagaimanakah pendekatan dari evaluasi pembelajaran?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik evaluasi pembelajaran
2. Untuk mengetahui model dari evaluasi pembelajaran
3. Untuk mengetahui pendekatan dari evaluasi pembelajaran

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Evaluasi Pembelajaran


Karakteristik dalam evaluasi pembelajaran merupakan sifat yang menunjukan bahwa di dalam
evaluasi pembelajaran ada apa saja. Nah, dalam karakteristik ini terdapat 3 poin yang harus
dipahami, yaitu :

a. Validitas
Validitas adalah suatu ketelitian dan ketepatan suatu alat pengukur yang bila
alat pengukur tersebut dipergunakan untuk mengukur akan memberikan hasil yang
sesuai dengan besar kecilnya gejala yang diukur. Dengan demikian, yang penting
dalam validitas adalah adanya ketepatan dan ketelitian dari suatu alat pengukur. Jika
dikaitkan dengan evaluasi pembelajaran, maka alat pengukur tersebut tentu saja adalah
instrumen yang digunakan dalam melakukan evaluasi. Instrumen dikatakan
mengandung validitas yang baik jika mampu secara tepat mengukur apa yang hendak
diukur, menilai apa yang hendak dinilai, mengevaluasi apa yang hendak dievaluasi.
Dengan instrumen yang valid akan menghasilkan data yang valid juga.

Ada dua unsur penting dalam validitas ini, yaitu: pertama, validitas
menunjukkan suatu derajat, ada yang sempurna, ada yang sedang, dan ada pula yang
rendah. Kedua, validitas selalu dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan yang
spesifik.
Suatu evaluasi atau tes dikatakan memiliki concurrent validity jika hasilnya
sesuai dengan kriteria yang sudah ada, dalam artian memiliki kesimultanan
dengan kriteria yang sudah ada. Kriteria yang sudah ada dapat berupa
instrumen lain yang mengukur hal yang sama, tetapi sudah diakui validitasnya,
misalnya dengan tes terstandar, namun kriteria dapat juga didapatkan dengan
catatan-catatan di lapangan. 

3
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrumen.
Reliabilitas tes berkenaan dengan pertanyaan, apakah suatu tes itu sudah teliti dan
dapat dipercaya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Suatu tes dapat dikatakan
reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama bila diujikan pada kelompok yang
sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda.325 Dengan demikian, reliabilitas ini
lebih berkaitan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai
taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.
Namun, untuk bisa memperoleh gambaran yang ajeg memang sulit, karena unsur
kejiwaan manusia itu sendiri tidak ajeg, seperti dalam hal kemampuan, sikap, dan
sebagainya yang memang berubah-ubah sepanjang waktu.
Dengan demikian, reliabilitas yang tinggi menunjukkan adanya kesalahan
varian yang minim. Jika sebuah tes mempunyai reliabilitas tinggi, maka pengaruh
kesalahan pengukuran telah berkurang. Kesalahan pengukuran memengaruhi skor
dalam tampilan secara acak yang ditunjukkan dengan beberapa skor yang mungkin
bertambah saat yang lainnya berkurang secara tidak beraturan. Kesalahan itu sendiri
mungkin disebabkan karena beberapa faktor, diantara karakteristik tes evaluasi itu
sendiri, kondisi pelaksanaan tes yang tidak mengikuti aturan baku, tes item yang
meragukan dan anak didik langsung mengikutinya, status peserta didik yang mengikuti
tes, dan semacamnya.
Reliabilitas sendiri bisa diukur dengan menggunakan tiga kriteria, yaitu stabilitas,
dependabilitas, dan prediktabilitas. Stabilitas menunjukkan keajegan suatu tes dalam
mengukur gejala yang sama pada waktu yang berbeda. Dependabilitas menunjukkan
kemantapan suatu tes atau seberapa jauh tes dapat diandalkan. Sedangkan
prediktabilitas menunjukkan kemampuan tes untuk meramalkan hasil pada pengukuran
gejala selanjutnya.

Reliabilitas sendiri dapat dicari dengan menggunakan dua cara, yaitu: 


1) Mencari korelasi antara pengujian yang pertama dengan pengujian kedua
dengan menggunakan tes yang sama. 

4
2) Membagi sebuah tes menjadi dua bagian, yang kemudian bagian yang satu
dicari korelasinya dengan bagian yang lain.

c. Objektivitas
Objektivitas adalah hal yang sangat penting agar bisa mendapatkan hasil
evaluasi yang benar-benar objektif, tidak pilih kasih, sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan aktual anak didik, dan mampu memberikan gambaran yang valid tentang
progresivitas anak didik. Lawan dari objektivitas adalah subjektivitas, di mana unsur
pribadi masuk ke dalam berbagai aspek penilaian yang bisa mempengaruhi hasil dari
penilaian itu sendiri. Ada dua faktor yang bisa mempengaruhi subjektivitas terhadap
hasil dari evaluasi pembelajaran ini, yaitu bentuk tes itu sendiri dan evaluatornya. 

Agar tidak terjadi subjektivisme dalam proses evaluasi hasil pembelajaran ini, ada tiga
hal yang patut diperhatikan. 
1. Evaluasi harus dilakukan secara berkelanjutan agar bisa diketahui tingkat
kemajuan anak didik dalam proses pembelajaran secara objektif dan
tersistematisasi. Karena pada setiap evaluasi, kondisi anak tentu akan berbeda-
beda yang akan membuat hasil evaluasi juga akan berbeda. 
2. Penilaian itu harus dilakukan secara komprehensif dan holistik. Dengan
demikian, evaluasi harus memasukkan semua materi yang telah dipelajari,
melibatkan berbagai aspek berpikir baik dari sisi ingatan, pemahaman, analisis,
aplikasi, dan sebagainya. Selain itu, evaluasi juga harus dilakukan dengan
berbagai cara dan metode, mulai dari tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan,
pengamatan, dan sebagainya. 
3. Evaluasi atau penilaian itu harus bisa dipraktekkan dengan baik baik dari segi
penggunaannya maupun pengaturannya. Inilah yang dinamakan dengan
praktikabilitas. Kepraktisan di sini memiliki makna bahwa suatu evaluasi itu
bersifat mudah, baik dalam mempersiapkan, menggunakan, mengolah, dan
menafsirkan, maupun dalam mengadministrasikannya. Praktikabilitas atau
kepraktisan dalam hal evaluasi ini sangat penting dan menjadi syarat bahwa
suatu evaluasi itu menjadi terstandarkan. Kebanyakan orang membuat tes hanya

5
untuk kepentingan dirinya sendiri dan tidak berpikir untuk orang lain yang
mengerjakannya. Akibatnya, saat tes tersebut digunakan orang lain, orang
tersebut tidak mampu untuk menganalisis, memahami, dan menalar soal tes
tersebut dengan baik.
Dari tiga hal yang diatas agar sebuah evaluasi bisa berjalan dengan baik
memang pada dasarnya evaluasi itu adalah bertujuan ingin mengukur sampai
sejauh mana daya serap, daya nalar, dan daya tangkap siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Karena itulah, hasil data evaluasi yang valid, objektif, dan
mampu memberikan ruang yang lebih besar bagi siswa untuk bereksplorasi
menjadi hal yang baik untuk dilakukan dalam mengadministrasi suatu
instrumen tes. Dengan evaluasi yang dilakukan secara terstruktur, terencana,
dan administrasi yang baik, diharapkan tingkat perkembangan pembelajaran
siswa bisa tergambarkan dengan baik. 

2.2 Model Evaluasi Pembelajaran

1. Goal Oriented Evaluation

Model Goal Oriented Evaluation merupakan model yang muncul paling awal.
Yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang
yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara
berkesinambungan, terus menerus, mengecek seberapa jauh tujuan tersebut sudah
terlaksana di dalam proses pelaksanaan program. Model ini dikembangkan oleh
Tyler. Di samping itu, Sukardi juga mengatakan bahwa model ini secara konsep
menekankan adanya proses evaluasi secara langsung didasarkan atas tujuan
instruksional yang telah ditetapkan bersamaan dengan persiapan mengajar, ketika
seorang guru berinteraksi dengan para siswanya menjadi sasaran pokok dalam proses
pembelajaran. proses pembelajaran dikatakan berhasil menurut para pendukung
model yang dikembngkan tyler ini, apabila para siswa yang mengalami proses
pembelajaran dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam proses belajar
mengajar.  Tujuan sebagai pedoman untuk dievaluasi secara konsep diajukan oleh
Tyler dalam Basic Principles of curriculum and Instruction, Ia menyatakan bahwa

6
proses evaluasi esensinya adalah suatu proses dan kegiatan yang dilakukan oleh
seorang evaluator untuk menentukan pada kondisi apa tujuan bisa dicapai. Usaha
memahami tujuan hidup seorang siswa dalam proses belajar tidaklah mudah. Hal ini
karena pada prinsipnya akan selalu terjadi perubahan, seiring dengan umur, hasil
belajar dan tingkat pengalaman hidup seorang anak manusia. Dalam proses
pembelajaran, tujuan perlu direncanakan oleh seorang guru, dengan prinsip bahwa
untuk menentukan hasil perubahan yang diinginkan dalam bentuk perilaku siswa,
seorang guru perlu melakukan evaluasi. Dengan evaluasi ini diharapkan seorang guru
dapat menentukan derajat atau tingkat perubahan perilaku siswa yang terjadi, sebagai
akibat perencanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru kepada
para siswa. Jika dibandingkan dengan beberapa macam model pendekatan lain,
pendekatan Tyler ini memiliki model yang berbeda. Pendekatan Tyler ini pada
prinsipnya menekankan perlunya suatu tujuan dalam proses belajar mengajar.
Pendekatan ini merupakan pendekatan sistematis, elegan, akurat, dan secara internal
memiliki rasional yang logis. Dibandingkan dengan model evaluasi lainnya
kesederhanaan model Tyler juga merupakan kelebihan tersendiri dan merupakan
kekuatan konstruk yang elegan serta mencakup evaluasi kontingensi.

Dalam implementasinya, model Tyler ini juga menggunakan unsur


pengukuran dengan usaha secara konstan, paralel, dengan inquiry ilmiah dan
melengkapi legitimasi untuk mengangkat pemahaman tentang evaluasi. Pada model
Tyler ini sangat membedakan antara konsep pengukuran dan evaluasi. Menurut Tyler,
pengetahuan pengukuran dan pengetahuan evaluasi terpisah dan merupakan proses di
mana pengukuran hanya salah satu dari beberapa cara dalam mendukung tercapainya
evaluasi. Fokus model Tyler pada prinsipnya adalah lebih menekankan perhatian
pada sebelum dan sesudah perencanaan kurikulum. Di samping itu, model Tyler juga
menekan bahwa perilaku yang diperlukan diukur minimal dua kali, yaitu sebelum dan
sesudah perlakuan (treatment) dicapai oleh pengembang kurikulum.

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa Goal


Oriented Evaluation Model adalah Model evaluasi yang dikembangkan oleh Tyler
yang berorintasi pada tujuan suatu program yang akan dilakukan, dengan dilakukan

7
model evaluasi ini, diharapkan bisa mengetahui sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan tersebut sudah terlaksana atau tercapai.

2. Goal Free Evaluation

Menurut mechael scriven, dalam melaksanakan evaluasi program evaluator


tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu
diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program, dengan
jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi baik hal positif (hal yang
diharapkan) maupun hal negatif (memang tidak diharapkan). Alasan mengapa tujuan
program tidak perlu diperhatikan karna ada kemungkinan evaluator terlalu rinci
mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus tercapai,
artinya terpenuhi dalam penampilan, tetapi evaluator lupa memperhatikan sejauh
mana masing-masing penampilan tersebut mendukung penampilan terakhir yang
diharapkan oleh tujuan umum maka akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak
banyak bermanfaat. Dari uraian ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
“evaluasi lepas dari tujuan” dalam model ini bukannya lepas sama sekali dari tujuan
tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan tujuan
umum yang akan dicapai oleh program, bukan secara rinci perkomponen.

Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa Goal Free Evaluation
Model (model evaluasi lepas dari tujuan). Model evaluasi ini dikembang oleh
Michael Scriven. Model ini berlawanan dengan pertama di atas yang orientasinya
pada Tujuan, Sementara Model yang kedua ini adalah model evaluasi yang lepas dari
tujuan. Namun, penekanannya di sini bahwa lepas dari tujuan maksudnya adalah
lepas dari tujuan khusus, bukan dari tujuan umum. model ini masih tetap
mempertimbangkan tujuan umum dari sebuah program.

3. Model CIPP (Context, Input, Process, Product)

Evaluasi konteks (context) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah, asset


dan peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas.
Serta membantu kelompok pengguna lainya untuk mengetahui tujuan, peluang dan

8
hasinya. Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternative
pendekatan, rencana tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program
dalam memenuhi kebutuhan kelompok sasarna serta mencapai tujuan yang
ditetapkan. Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan,
bentuk pembiayaan, alokasi sumber daya, pelaksana dan jadual kegiatan yang sesuai
bagi kelangsungan program. Evalusi proses (process) ditujukan untuk menilai
implementasi dari rencana yang telah ditetapkan guna membantu para pelaksana
dalam menjalankan kegiatan dan kemudian akan dapat membantu kelompok
pengguna lainnya untuk mengetahui program kerja dan memperkirakan hasilnya.
Evaluasi hasil (product) dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menilai
hasil yang dicapaiyang diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka
panjang, baik bagi pelaksana kegiatan agar dapat memfokuskan diri dalam mencapai
sasaran program maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun upaya untuk
memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Evaluasi hasil ini dapat dibagi kedalam
penilaian terhadap dampak, efektivitas, keberlanjutan, dan daya adaptasi. 

4. Model Kesenjangan

Evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) menurut provus (dalam


Fernandes, 1984) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara baku (standard)
yang sudah ditentukan dalam program dengan kinerja (performance) sesungguhnya
dari program tersebut. Baku adalah criteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah
hasil pelaksanaan program. Sedangkan kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam
program pendidikan meliputi:

a. Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program;


b. Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan yang
benar-benar direalisasikan;
c. Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang
ditentukan;
d. Kesenjangan tujuan;
e. Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat diubah;
f. Kesenjangan dalam system yang tidak konsisten.
9
Oleh karena itu model evaluasi ini memeiliki lima tahap yaitu desain, instalasi,
proses, produk dan membandingkan .

5. Model Evaluasi Formatif

Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk mengadakan penyesuaian didalam


kegiatan pendidikan begitu muncul kebutuhan, entah penyesuaian tersebut berkaitan
dengan personal, materi, fasilitas atau berkaitan dengan objektif pembelajaran, atau
bahkan dengan sikap diri sendiri. Lingkup evaluasi formatif pada umumnya dibatasi
oleh luas serta jangka waktu suatu pengalaman belajar. Misalnya dikelas atau saat
lokakarya tetapi harus cukup rinci memasukkan sebanyak mungkin aspek
pengalaman belajar sementara pembelajaran berjalan. Perilaku peserta didik, perilaku
pengajar, interaksi pengajar peserta didik, tanggapan peserta didik terhadap materi,
dan metode pengajaran serta karakteristik lingkungan, semuanya merupakan aspek
dari pengalaman belajar di dalam lingkup evaluasi formatif . Sedangkan menurut
Sukardi, Evaluasi formatif bertujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan
oleh seorang evaluator tentang siswa guna menentukan tingkat perkembangan siswa
dalam satuan unit proses belajar mengajar. Fungsi evaluasi formatif merupakan
evaluasi yang dilakukan evaluator untuk memperbaiki proses pembelajaran yang
telah diterapkan

6. Model Evaluasi Sumatif

Tujuan dari evaluasi sumatif adalah menentukan efek atau hasil dari upaya
pengajaran. Tujuannya adalah menjumlahkan apa yang terjadi sebagai hasil dari
pendidikan . Evaluasi sumatif (hasil) mengukur perubahan yang terjadi akibat dari
pembelajaran dan pengajaran. Lingkup evaluasi hasil sebagian tergantung pada
perubahan yang akan di ukur yang pada gilirannya bergantung pada objektif yang
sudah ditetapkan bagi kegiatan pendidikan itu. Evaluasi sumatif (hasil) berfokus pada
jangka waktu yang lebih panjang. Evaluasi sumatif (hasil) lebih banyak
membutuhkan keahlian untuk mengembangkan strategi pengukuran dan
pengumpulan data, lebih banyak waktu untuk melakukan evaluasi, memerlukan

10
pengetahuan tentang penyusunan data dasar dan kemampuan untuk melakukan
perbandingan data yang dapat dipercaya dan valid setelah pengalaman belajar terjadi.

Evaluasi sumatif ini banyak dilakukan dilembaga pendidikan formal maupun


pendidikan dan latihan (Diklat) yang dibiayai oleh sponsor. Fungsi evaluasi sumatif
adalah sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan proses pembelajaran.
Evaluasi yang diperoleh dari hasil evaluasi sumatif , oleh para evaluator, kemudian
secepatnya dianalisis guna menentukan posisi siswa dalam materi penguasaan materi
pembelajarannya.

2.3 Pendekatan Evaluasi Pembelajaran

Pendekatan merupakan suatu cara atau sudut pandang seseorang dalam


mempelajari sesuatu. Jadi, pendekatan evaluasi berarti sudut pandang seseorang dalam
menelaah atau mempelajari evaluasi. Menurut Zaenal Arifin (2009), pendekatan
evaluasi terbagi menjadi dua, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan sistem. Jika
dilihat dari penafsiran hasil evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu criterion-referenced
evaluation dan norm-referenced evaluation.

Berikut ini penjelasan mengenai berbagai macam pendekatan tersebut :

1) Pendekatan Tradisional

Pendekatan tradisional merupakan pendekatan yang lebih mengedepankan


komponen evaluasi produk daripada komponen proses. Dalam pendekatan ini, peserta
didik lebih dituntut untuk menguasai suatu jenis keahlian (mengedepankan aspek
kognitif) dan mengabaikan aspek-aspek keterampilan dan pengembangan sikap yang
merupakan cerminan dari aspek afektif dan psikomotorik.

2) Pendekatan Sistem

Zaenal Arifin (2009), menyatakan bahwa; “Sistem adalah totalitas dari


berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling bergantung”. Pendekatan
sistem berarti evaluasi disini lebih mengedepankan kepada proses, sehingga
komponen yang termasuk dari proses harus dievaluasi, baik itu dari konteks, input,

11
proses, serta produk. Komponen-komponen inilah yang harus menjadi landasan
pertimbangan dalam evaluasi pembelajaran secara sistematis.

3) Pendekatan dalam Penafsiran Hasil Evaluasi

Dalam literatur modern tentang penilaian, terdapat dua pendekatan yang dapat
digunakan untuk menafsirkan hasil evaluasi, yaitu evaluasi acuan patokan (criterion-
referenced evaluation) dan evaluasi acuan norma (norm-referenced evaluation).

a. Pendekatan Criterion-Referenced Evaluation (Evaluasi Acuan Patokan)

Pendekatan ini digunakan jika ingin mengetahui keberhasilan peserta didik


dalam mencapai standar acuan patokan yang telah mutlak ditetapkan. EAP
merupakan suatu cara menentukan kelulusan siswa dengan menggunakan sejumlah
patokan (Sukiman, 2012). Bila siswa telah memenuhi patokan tersebut, siswa
tersebut dinyatakan berhasil. Sebaliknya, bila siswa belum memenuhi patokan, dia
dinyatakan gagal atau belum menguasai bahan pembelajaran yang diajarkan.

Dengan demikian, nilai atau hasil yang diperoleh siswa selalu dihubungkan
dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan yang dijadikan sebagai standar bagi
pencapaian tersebut. Dengan kata lain, hasil kinerja siswa akan menunjukkan
posisinya sendiri tanpa membandingkan dengan hasil penampilan siswa yang lain.
Interpretasinya pun dapat dibuat secara bervariasi tergantung pada evaluator dan
standar yang diinginkan (Sukardi, 2012 ).

b.     Pendekatan Norm-Referenced Evaluation (Evaluasi Acuan Norma)

Pendekatan ini membandingkan skor setiap peserta didik dengan skor peserta
didik lainnya. Dalam pemahaman lain, EAN adalah sebuah pendekatan yang
membandingkan skor setiap peserta didik dengan teman satu kelasnya. Zaenal
Arifin (2009) mengatakan bahwa makna nilai dalam bentuk angka atau kualifikasi
memiliki sifat relatif. Artinya, jika pedoman konversi skor sudah disusun untuk
suatu kelompok, maka pedoman itu hanya berlaku untuk kelompok itu saja dan

12
tidak berlaku untuk kelompok yang lain, karena distribusi skor peserta didik sudah
berbeda.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi
adalah suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan
menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk
memperoleh suatu kesimpulan. Sedangkan evaluasi pembelajaran adalah suatu proses
atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh dalam rangka
pengendalian, penjaminan, dan penetapan kualitas pembelajaran dan kriteria tertentu,
sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam melaksanakan pembelajaran.

Dalam evaluasi pembelajaran terdapat tiga karakteristik, yaitu validitas


(ketepatan dan ketelitian dari suatu alat pengukur), reliabilitas ( tingkat atau derajat
konsistensi dari suatu instrumen), dan objektivitas. Untuk model dalam evaluasi
pembelajaran, terdapat model Goal Oriented Evaluation, model Goal Free Evaluation,
model CIPP (Context, Input, Process,Product), model kesenjangan, model evaluasi
formatif, dan model evaluasi sumatif. Pendekatan yang dapat diketahui dalam
komponen evaluasi pembelajaran dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan tradisional dan
pendekatan sistem. Sedangkan Jika dilihat dari penafsiran hasil evaluasi dibagi menjadi
dua, yaitu criterion-referenced evaluation dan norm-referenced evaluation.

13
DAFTAR PUSTAKA

Afirin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.

Nofiyanti, L. et. al. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Surabaya:LAPIS-PGMI.

Sukardi.2008. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara

Sukiman. 2012. Pengenmbangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: Insan Madani

Widoyoko, Eko Putro. 2010. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

14

Anda mungkin juga menyukai