satuan antara variabel ekspor CPO dengan variabel lain menyebabkan estimasi model
dilakukan dalam bentuk logaritma natural (ln). Oleh karena itu, model persamaan rekusif
dimana,
Akibat spesifikasi model dengan bentuk logaritma natural (ln), nilai masing-masing
koefisien (β) variabel bebas menjelaskan besarnya elastisitas, yaitu besar persentase
perubahan variabel terikat akibat kenaikan satu persen nilai variabel bebas. Kedua
persamaan struktural pada model persamaan rekursif ini diestimasi dengan metode Two
Stages Least Squares (2SLS) yang dilakukan secara terpisah atau persamaan tunggal
(limited information method). Hal ini bertujuan agar apabila terjadi masalah atau
Estimasi persamaan faktor determinan ekspor CPO Indonesia dengan metode Two
Stages Least Squares (2SLS) secara terpisah menunjukkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5.1
Uji t-statistik
menunjukkan bahwa pada tingkat keyakinan 90% setiap variabel bebas secara individu
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
probabilita t-statistik (p-value) pada setiap variabel bebas yang berada di bawah nilai α ,
yaitu 0.1. Itu berarti, baik variabel pungutan ekspor, nilai tukar, dan harga CPO di pasar
Setiap terjadi 1% kenaikan pada harga CPO di pasar dunia, maka volume ekspor
CPO Indonesia akan bertambah sebesar 1.892455% (peningkatan volume ekspor ini
ditunjukkan dengan nilai koefisien yang positif). Perubahan ini searah dengan teori yang
penawaran yang terefleksikan dari volume ekspor. Di samping itu, pengaruh yang searah
juga ditunjukkan oleh hubungan antara nilai tukar dan volume ekspor ini, di mana
volume ekspor CPO Indonesia sebesar 1.536737%. Peningkatan nilai tukar rupiah
menunjukkan kondisi rupiah yang terdepresiasi terhadap dolar. Harga-harga barang ekspor
Indonesia di pasar dunia menjadi relatif lebih murah dan akibatnya permintaan akan ekspor
CPO pun meningkat. Hasil penelitian terhadap kedua variabel ini menunjukkan hasil yang
serupa dengan model penelitian Lordkipanidze, Epperson, dan Ames (1996) di mana kedua
variabel, yaitu variabel harga minyak kanola dan nilai tukar dolar Amerika Serikat-Kanada
juga berpengaruh secara signifikan terhadap impor minyak kanola di Amerika Serikat.
Di lain pihak, pengaruh pungutan ekspor terhadap ekspor CPO di Indonesia ternyata
tidak sesuai dengan teori yang telah dikemukakan. Seharusnya, kenaikan pungutan ekspor
akan menyebabkan berkurangnya volume ekspor CPO. Namun, dalam hasil estimasi ini
Kondisi ini diperkirakan terjadi karena adanya respon dari eksportir CPO yang tidak
sesuai dengan teori yang ada. Pada dasarnya kebijakan pungutan ekspor merupakan
disinsentif bagi ekspor CPO. Peningkatan pungutan ekspor akan menambah biaya ekspor
sehingga harga komoditas itu sendiri menjadi tidak kompetitif di pasar dunia. Sesuai
dengan tujuan kebijakan, para eksportir pun kemudian mengalihkan supplynya ke pasar
domestik. Dalam jangka pendek, kondisi tersebut mengakibatkan harga di pasar domestik
menurun karena adanya oversupply (pasar domestik tidak mampu menyerap seluruh supply
yang ada). Di sisi lain, harga CPO di pasar dunia yang cenderung mengalami peningkatan
nilai pungutan ekspor yang harus ditanggung juga bertambah, tetapi pertambahan beban ini
diperkirakan tidak lebih besar dari keuntungan yang mereka dapatkan dengan terus
melakukan ekspor.
Kedua kondisi itulah yang menyebabkan eskportir terus melakukan ekspor CPO
meskipun nilai pungutan ekspor meningkat. Terlebih lagi, secara tidak langsung justru
petani sawitlah yang seolah-olah menanggung beban ini. Peningkatan pungutan ekspor
berdampak pada penurunan daya saing CPO Indonesia di pasar dunia. Untuk
penekanan harga. Hal ini dilakukan dengan cara menekan harga tandan buah segar yang
dibeli dari tingkat petani. Karenanya, eksportir seakan menanggung beban yang lebih kecil
atas peningkatan pungutan ekspor ini. Kondisi ini pula yang dikritisi oleh Larson dalam
namun pajak ekspor justru akan berdampak negatif terhadap transfer pendapatan para
Dengan mengacu pada hipotesa yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, hasil
berpengaruh terhadap variabel terikat secara signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
determinan ekspor CPO seperti nilai tukar, pungutan ekspor, dan harga CPO Indonesia
model mampu menjelaskan sampai dengan 60.6988 persen faktor yang mempengaruhi
variabel terikatnya. Sehingga, faktor-faktor determinan ekspor CPO dalam model ini
seperti nilai tukar, pungutan ekspor, dan harga CPO di pasar dunia mampu menjelaskan
pengaruhnya terhadap volume ekspor CPO Indonesia sebesar 60.6988 persen; sedangkan
sisanya (39.9012 persen) menjelaskan bahwa masih terdapat faktor lain yang juga
mempengaruhi besarnya volume ekspor CPO Indonesia namun tidak disertakan dalam
model ini.
Multikolinieritas (Multicollinearity)
di bawah ini menunjukkan bahwa antar faktor-faktor determinan ekspor CPO Indonesia
tidak terdapat hubungan linear. Hal itu terlihat dari besaran koefisien antar variabel bebas
cukup besar yaitu 0.606988 dan nilai probabilitas-t masing-masing variabel bebas yang
signifikan (seluruh p-value < α ). Itu berarti tidak ada indikasi masalah multikolinearitas
Tabel 5.2
Autokorelasi (Autocorrelation)
Hasil estimasi menunjukkan bahwa DW-stat bernilai 1.780106 atau mendekati 2. Hal
ini mengindikasikan tidak adanya serial correlation pada model tersebut. Akan tetapi,
perlu dibuktikan lebih lanjut mengenai masalah autokorelasi ini. Untuk itu, dilakukan
diketahui bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared (p-value) adalah sebesar 0.441162 atau
lebih besar dari α (10%). Sehingga, hipotesa nol yang menyatakan adanya masalah
Kenyataan akan tidak adanya masalah autokorelasi pada model juga diperkuat
autocorrelation ataupun partial correlation yang melebihi garis batas pada grafik batang.
Dan itu berarti, persamaan model faktor determinan ekspor CPO Indonesia tidak
Karena jumlah variabel bebas dalam persamaan faktor-faktor determinan ekspor CPO
menggunakan uji White Heteroskedasticity – cross term (ada interaksi antar variabel
adalah sebesar 0.164071 atau lebih besar dari α (0.1). Itu berarti model tersebut tidak
ini pun dilakukan dalam bentuk logaritma natural (ln) dengan menggunakan metode
Two Stages Least Squares (2SLS) secara terpisah. Berikut adalah hasil estimasinya:
Tabel 5.3
Hasil Estimasi Persamaan Faktor Harga CPO di Pasar Dunia
Prob(F-statistic) 0.000000
− 0.038393LnP_PET
5.2.1. Pengujian Kriteria Ekonometri Persamaan Faktor Harga CPO di Pasar Dunia
Autokorelasi (Autocorrelation)
Hasil estimasi terhadap model harga CPO di pasar dunia ini menunjukkan nilai DW-
stat yang sangat kecil, yaitu 0.794712. Hal ini tentunya mengindikasikan adanya serial
correlation pada model tersebut. Oleh karena itu, perlu dibuktikan lebih lanjut dengan
bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared (p-value) adalah sebesar 0.000001 atau lebih kecil
dari α (10%). Sehingga, hipotesa nol diterima, dan itu berarti memang ada masalah
Kenyataan akan adanya masalah autokorelasi pada model juga diperkuat dengan
ataupun partial correlation yang melebihi garis batas. Ini terjadi pada ordo pertama bagi
keduanya. Dan itu berarti, model faktor harga CPO di pasar dunia ini dipengaruhi oleh
Karena itu, diperlukan penanganan (treatment) agar masalah autokorelasi ini bisa
teratasi. Dari grafik batang Colleogram-Q-Statistics terlihat bahwa pelanggaran garis batas
terjadi pada ordo pertama (satu) Autocorrelation dan Partial Correlation. Itu berarti
penanganan masalah ini dilakukan dengan menambahkan nilai masa lalu variabel harga
CPO tepatnya satu tahun sebelumnya atau AR(1), dan juga menambahkan nilai masa lalu
Tabel 5.4
variabel nilai masa lalu variabel harga CPO dan nilai residual masa lalunya, menunjukkan
bahwa masalah tersebut berhasil diatasi. Hal ini terlihat dari nilai DW-Stat yang mendekati
2, dan juga nilai R2 yang semakin besar, yaitu 94.2455%. Artinya, dengan penambahan
kedua variabel tersebut, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel harga CPO di
Teratasinya masalah ini juga dapat dibuktikan dengan kembali melakukan pengujian
Sehingga, hipotesa nol ditolak dan itu berarti tidak ada lagi masalah autokorelasi pada
persamaan model ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam model persamaan ini,
harga CPO di pasar dunia tidah saja dipengaruhi oleh komoditas substitusinya, tetapi juga
dipengaruhi oleh harga CPO di bulan sebelumnya dan juga nilai residual bulan
sebelumnya.
Multikolinieritas (Multicollinearity)
linear antara variabel bebas yang mempengaruhi harga CPO. Hal itu terlihat dari besar nilai
koefisien korelasi antara variabel harga minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari
yang melebihi 0.8 (yaitu 0.859184). Akan tetapi, melihat indikasi lainnya berupa
signifikansi t-statistik yang baik 23 , nilai R2 yang semakin besar yaitu 94.2455%, dan juga
adanya teori yang memang menjelaskan adanya hubungan substitusi antara variabel bebas
Tabel 5.5
23
Kedua variabel bebas itu memiliki pengaruh yang signifikan pada perubahan harga CPO, sebab p-value minyak
kedelai dan minyak biji bunga matahari masing-masing adalah sebesar 0.0000 dan 0.0037 atau lebih kecil dari α .
Mengingat jumlah variabel bebas dalam persamaan faktor harga CPO tidak banyak,
Heteroskedasticity – cross term (ada interaksi antar variabel bebas). Hasil pengujian
atau lebih kecil dari α . Itu berarti dalam model tersebut terdapat masalah
heteroskedastisitas.
5.2.2. Pengujian Kriteria Statistik Persamaan Faktor Harga CPO di Pasar Dunia
Uji t-statistik
barulah model ini dapat diuji signifikansinya secara statistik. Dengan menggunakan tingkat
signifikansi ( α ) sebesar 10%, hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat
keyakinan 90%, baik variabel harga minyak kedelai ataupun variabel harga minyak biji
bunga matahari secara individu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan
harga CPO di pasar dunia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilita t-statistik (p-value)
pada variabel harga minyak kedelai ataupun harga minyak biji bunga matahari yang
Setiap terjadi kenaikan harga minyak kedelai sebesar 1%, maka harga CPO di pasar
dunia pun bertambah sebesar 0.527320% (kenaikan harga CPO ini ditunjukkan dengan
nilai koefisien yang positif). Perubahan ini searah dengan teori yang menjelaskan bahwa
akan berdampak pada peningkatan harga barang substitusi tersebut. Dalam hal ini,
kenaikan harga minyak kedelai menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan akan CPO
di pasar dunia, yang kemudian berdampak pada terdongkraknya harga CPO. Hal tersebut
juga tergambar pada gambar perbandingan harga CPO, harga minyak kedelai dan minyak
biji bunga matahari berikut ini, di mana pergerakan harga komoditas itu memiliki tren yang
sama.
Gambar 5.1
Perbandingan Harga CPO, Harga Soybean Oil dan Harga Sunflowerseed Oil
per Bulan di Pasar Dunia
Harga Soybean Oil, Harga
Harga CPO (CIF
Sunflow erseed Oil (CIF
Rotterdam )
Rotterdam )
800 800
700 700
600 600
500 500
400 400
300 300
200 200
100 100
0 0
Jul 01
Jul 02
Jul 03
Jul 04
Jul 05
Jul 06
Jan 01
Apr 01
Jan 02
Apr 02
Jan 03
Apr 03
Jan 04
Apr 04
Jan 05
Apr 05
Jan 06
Apr 06
Okt
Okt
Okt
Okt
Okt
Okt
Bulan
Hal yang sama terjadi pada komoditas minyak biji bunga matahari yang juga
memiliki hubungan substitusi dengan CPO sebagai salah satu jenis minyak nabati.
Kenaikan 1% harga minyak biji bunga matahari berdampak pada pelonjakan harga CPO di
pasar dunia sebesar 0.413163%. Meskipun demikian, pengaruh perubahan harga minyak
biji bunga matahari terhadap harga CPO tidaklah sebesar pengaruh perubahan harga
CPO, baik sebagai pemenuh kebutuhan minyak nabati, maupun sebagai salah satu sumber
Di sisi lain, hasil estimasi menunjukkan bahwa harga minyak bumi tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan harga CPO di pasar dunia. Hal ini dibuktikan
dengan nilai probabilita t-statistik (p-value) yang berada di atas nilai α , yaitu 0.7907.
Meskipun CPO merupakan sumber energi alternatif bagi minyak bumi, namun penyebab
utama terjadinya ketidaksignifikanan ini adalah karena minyak bumi bukanlah faktor
utama yang mempengaruhi perubahan harga CPO di pasar dunia. Terlebih lagi, ada
ketidaksamaan arah dalam perubahan tren pada kedua data variabel tersebut pada saat
memasuki periode pertengahan tahun 2005 hingga akhir tahun 2006, di mana pada saat
harga minyak bumi meningkat tajam, harga CPO di pasar dunia justru mengalami
penurunan, dan sebaliknya. Tren pergerakan harga ini dapat diamati pada gambar berikut.
Gambar 5.2
Perbandingan Harga CPO dan Harga Minyak Bumi per Bulan di Pasar Dunia
Harga Minyak Bumi
Harga CPO (US$/ ton)
(US$/Barrel)
600 80,00
70,00
500
60,00
400
50,00
300 40,00
30,00
200
20,00
100
10,00
0 -
Bulan
O 1
O 2
O 3
O 4
O 5
O 6
Ap 1
Ap 2
Ap 3
Ap 4
Ap 5
Ap 6
1
6
Ja 1
Ja 2
Ja 3
Ja 4
Ja 5
06
0
0
l0
l0
l0
l0
l0
l0
r0
r0
r0
r0
r0
r0
0
0
n
n
kt
kt
kt
kt
kt
kt
Ju
Ju
Ju
Ju
Ju
Ju
Ja
Sumber: Reuters, dikeluarkan oleh Kantor Pemasaran Bersama PTPN dan International Monetary Fund,
www.imf.org/external/np/res/commod/index.asp
terpengaruh oleh harga CPO dan nilai residual satu bulan sebelumnya. Dengan nilai
probabilita t-statistik (p-value) yang masing-masing berada di bawah nilai α , yaitu 0.0010
dan 0.0014, maka kedua variabel ini dikatakan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap perubahan harga CPO. Di mana setiap terdapat kenaikan 1% harga CPO dan
residual di bulan sebelumnya, maka harga CPO di pasar dunia saat itu akan meningkat
sebesar masing-masing 0.495915 persen dan 0.477513 persen akibat pengaruh kedua
Uji F-statistik
signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilita F-statistik yang lebih kecil dari α
(p-value = 0.000000). Itu berarti dengan tingkat keyakinan 90%, secara bersama-sama
variabel-variabel bebas seperti harga minyak kedelai, minyak biji bunga matahari, minyak
bumi, harga CPO di bulan sebelumnya, dan juga nilai residual bulan sebelumnya
Penanganan masalah ekonometri menghasilkan nilai R2 yang lebih baik dari estimasi
awal, yaitu dari nilai R2 sebesar 0.914193 menjadi 0.942455. Kenaikan nilai R2
CPO (minyak kedelai, minyak biji bunga matahari dan minyak bumi) yang ternyata turut
berpengaruh terhadap harga CPO di pasar dunia dan tidak terjelaskan pada estimasi
persamaan awal. Variabel-variabel tersebut adalah harga CPO di bulan sebelumnya dan
juga nilai residual bulan sebelumnya. Sehingga, diperoleh kesimpulan bahwa seluruh
persen faktor yang mempengaruhi harga CPO di pasar dunia; sedangkan sisanya (5.7545
persen) menjelaskan bahwa masih terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi besarnya