Indonesia terdiri dari berbagai suku, budaya dan agama dan itu bagian dari
kekayaan negara kita, dengan adanya keberagaman tersebut, tidak jarang
memunculkan sikap etnosentrisme, prejudis, dan diskriminasi.
ETNOSENTRISME
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etnosentris diartikan sebagai bersifat
etnosentrisme atau sikap yang berlandaskan pada kelompok atau kebudayaannya sendiri.
Umumnya sikap etnosentris juga diikuti dengan sikap atau pandangan yang meremehkan
kelompok lainnya, karena menganggap kelompoknya jauh lebih baik.
Menurut Diana Ariswanti Triningtyas dalam buku Konseling Lintas Budaya (2019),
etnosentris atau etnosentrisme terjadi ketika seseorang melihat kebudayaan lain melalui
kebudayaan orang itu sendiri. Sehingga timbul perbandingan dan kesan merendahkan
kebudayaan lainnya.
Etnosentrisme sebenarnya tidak bisa selalu dipandang buruk atau memberi dampak negatif.
Karena ada kalanya sikap ini bisa membawa dampak positif pula.
• Dampak positif
1. Menguatkan suatu kelompok yang sama karena memiliki latar belakang sejarah
yang serupa.
2. Menumbuhkan semangat mencintai kebudayaan sendiri.
3. Menjaga keaslian dan keutuhan budaya.
4. Meningkatkan persatuan dan kesatuan dalam suatu kelompok.
• Dampak negatif
1. Sering menyebabkan konflik antar individu atau antarkelompok karena
memandang rendah kelompok lainnya.
2. Menghambat proses asimilasi atau peleburan kebudayaan.
3. Terjadinya diskriminasi pada bidang tertentu.
4. Bisa memunculkan aliran politik tertentu.
Contoh sikap etnosentrisme
PREJUDIS
Prasangka atau prejudice berasal dari kata latin prejudicium, yang artinya keputusan
diambil atas dasar pengalaman yang lalu. Prasangka (prejudice) diartikan suatu anggapan
terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih
dahulu. Baha arab menyebutnya “sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-
timbang lagi menganggap bahwa sesuatu itu buruk.
Prasangka ini sebagian besar sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak
berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan
langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang terlampau tergesa-
gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi
proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan
sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsur efektif yang kuat.
• Konflik antara dua kelompok penggemar klub olahraga tertentu. Bisa saja muncul
prasangka yang jelek antar kelompok meskipun sebenarnya tidak ada masalah apa-
apa yang terjadi di dalam kelompok tersebut.
• Perbedaan anggapan dari garis keturunan tertentu yang menyebabkan seseorang
memiliki prasangka tertentu dari keturunan seseorang yang dianggap lebih terhormat
atau terpandang.
• Orang yang lebih kaya tetapi jarang bergabung dalam kegiatan sosial mungkin akan
dinilai sebagai orang yang kikir dan sombong. Prasangka ini jelas saja bisa
menimbulkan situasi yang lebih negatif lagi.
DISKRIMINASI
Dampak diskriminasi tidak hanya dirasakan oleh korban, namun juga pelakunya.
Pertama, dari sudut pandang korban, diskriminasi akan membuat seseorang mengalami
pengurangan, penyimpangan, hingga penghapusan pengakuan, pelaksanaan, serta
pemenuhan hak-hak dasarnya sebagai manusia. Melihat kilas balik sejarah, diskriminasi
menghilangkan kemanusiaan seseorang. Namun, perlu digarisbawahi bahwa yang
kehilangan kemanusiaannya ini tidak hanya korban, namun juga pelaku diskriminasi.
• Rumah sakit yang tidak memberikan pelayanan kepada pasien yang miskin karena
tidak bisa membayar biaya pengobatan.
• Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang dijauhi masyarakat akibat penyakit yang
mereka idap. Padahal, penyakit yang mereka idap tersebut tidak akan menular
meskipun orang-orang ada di dekatnya.
• Perusahaan yang cenderung menerima lulusan Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
dibanding lulusan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
• Masih adanya anggapan bahwa orang yang pendiam adalah orang yang anti sosial,
tidak menyenangkan, dan bahkan dianggap aneh. Padahal, orang yang pendiam
sebetulnya sama dengan orang-orang pada umumnya. Hanya saja, cara
berkomunikasi dan berekspresinya saja yang berbeda.
Sumber referensi :