Disusun Oleh:
Ni Made Lisa Ratna Galih (1807521078)
Iyan Morin Putra Nikad (1807521082)
Gregorius Titan Ryuji Dewanto (1807521085)
I Made Arya Guna Mertha (1807521086)
Ni kadek dwi puspa valentina (1807521092)
Candra Nur Afida Putri (1807521108)
Tabel tersebut menunjukkan bahwa profil risiko ditentukan oleh dua hal :
1. Risiko Inheren
2. Sistem Pengendalian Risiko
Risiko inheren yang dihadapi perusahaan tersebut jika beroperasi di Irak, adalah
sangat besar. Mereka bisa kena serangan bom, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Karena itu risiko inheren perusahaan tersebut masuk dalam kolom high.
Sistem Pengendalian risiko : Sebagai perusahaan kontraktor yang tidak mempunyai
pengalaman dalam perang atau menghadapi serangan bersenjata, sistem pengendalian
risiko perusahaan tersebut bisa dikatakan lemah (baris pertama). Gabungan dari risiko
inheren tinggi dengan sistem pengendalian risiko rendah menghasilkan profil risiko yang
tinggi.
Jika memungkinkan, risiko yang tidak perlu, risiko yang bisa dihilangkan tanpa ada
pengaruh negatif terhadap pencapaian tujuan, bisa dihindari. Misalkan saja perusahaan
mempunyai dua pilihan untuk gudangnya ,satu daerah rawan banjir,yang lainnya di
daerah aman banjir. Jika segala sesuatu sama (misal harga sewanya sama),perusahaan
seharusnya memilih gudang yang di daerah aman banjir. Dalam kebanyakan situasi,risiko
tidak bisa dihindari.perusahaan secara sengaja melakukan aktivitas bisnis tertentu untuk
memperoleh keuntungan. Dalam melakukan aktivitas bisnis tersebut,perusahaan
menghadapi risiko yang berkaitan dengan aktivitas tersebut,karena itu resiko semacam itu
tidak bisa dihindari.
Alternatif lain dari manajemen risiko adalah perusahaan menanggung sendiri risiko
yang muncul (menahan risiko tersebut atau risk retention). Jika resiko benar-benar
terjadi,perusahaan tersebut harus menyediakan dana untuk menanggung resiko tersebut.
Contoh taksi PT Kelana pada bagian awal bab ini menunjukan bahwa PT Kelana memilih
untuk menahan risiko operasi kendaraanya. Dalam contoh tersebut PT Kelana secara
sadar merencanakan untuk menahan risiko tersebut.
Penahanan risiko bisa terjadi secara terencana dan tidak terencana. Jika
suatu perusahaan mengevaluasi resiko-resiko yang ada, kemudian memutuskan
untuk menahan sebagian atau seluruh resiko, maka perusahaan tersebut menahan
resiko dengan terencana. Pada situasi lain, perusahaan tidak sadar, akan adanya
resiko yang dihadapinya.
2.1.3.2 Pendanaan Resiko Yang Ditahan
Resiko yang ditahan bisa didanai dan bisa juga tidak didanai. Jika
perusahaan tidak menetapkan pendanaan yang khusus ditujukan untuk mendanai
resiko tertentu, jika risiko tersebut muncul,maka resiko tersebut tidak didanai.
Dalam beberapa situasi, alternative tersebut merupakan pilihan yang masuk akal.
a. Dana Cadangan
Secara umum jika risiko mempunyai frekuensi yang sering dengan severity yang rendah,
maka alternative risiko ditahan merupakan alternatif yang paling optimal. Jika risiko mempunyai
frekuensi yang kecil tetapi mempunyai severity yang besar, maka alternative ditransfer
merupakan alternatif yang optimal. Jika frekuensi dan severity tinggi, maka perusahaan bisa
berpikir untuk menghindari risiko tersebut.
Beberapa ilustrasi bisa diberikan di sini. Risiko kecelakaan mobil dari perspektif individu
mempunyai ciri frekuensi rendah, dengan tingkat severity yang tinggi. Untuk resiko semacam
itu, alternative ditransfer merupakan alternatif yang optimal. Karena itu akan lebih jika individu
membeli asuransi kecelakaan mobil dibandingkan menahan risiko tersebut. Risiko kebakaran
atau terkena serangan badai mempunyai ciri frekuensi rendah dengan severity yang tinggi. Untuk
jenis risiko tersebut, alternatife transfer risiko merupakan alternatif yang optimal.
Tentunya besar kecil severity dan frekuensi bersifat relatif, tergantung dari sudut pandang
tertentu. Sebagai contoh, kerugian sebesar sebesar Rp 1 miliar bagi perusahaan kecil akan
terlihat sangat besar, tetapi bagi perusahaan besar, angka tersebut merupakan angka yang kecil.
Di samping itu, alternatif-alternatif tersebut tidak saling menghilang. Perusahaan bisa
menggunakan kombinasi alternative risiko. Sebagai contoh, perusahaan mengasuransikan
kerugian dari kebakaran di atas angka Rp1 miliar. Di bawah angka tersebut, perusahaan bersedia
menanggung (menahan) risiko tersebut. Perusahaan berarti menggunakan alternative menahan
dan sekaligus mentransfer risiko.
2.3.1.Teori Domino
Domino theory Heinrich merupakan teori yang menggambarkan terjadinya
kecelakaan kerja sebagai akibat dari jatuhnya domino-domino penyebab kecelakaan.
Prinsipnya, jika satu domino jatuh, maka selanjutnya akan menjatuhkan 4 domino di
depannya. Untuk mencegah keseluruh domino jatuh, maka salah satu domino harus
dicabut. Biasanya cara termudah dan dianggap paling efektif adalah menghilangkan
bagian tengah yang memiliki label “unsafe act or condition”. Teori ini dianggap cukup
jelas dan dianggap bisa diaplikasikan di lapangan. Teori ini biasa digunakan pada
aktivitas inspeksi dan investigasi insiden. Pada investigasi insiden, teori ini digunakan
untuk menilai 5 elemen yang dianggap menjadi penyebab terjadinya insiden. Sedangkan
pada aktivitas inspeksi, elemen elemen pada domino diidentifikasi jika ditemukan adanya
kekurangan dari 5 elemen tersebut akan menjadi temuan yang menghasilkan
rekomendasi-rekomendasi perbaikan.
Dalam Teori Domino ini, terdapat 5 elemen yang dapat menyebabkan kecelakaan
secara berurutan:
1. Social Environmental Ancestry (Warisan Lingkungan Sosial)
Urutan pertama domino ada di seputar kepribadian dari pekerja. Heinrich
menjelaskan bahwa kepribadian yang tidak diinginkan seperti keras kepala, rakus,
dan ceroboh dapat diwariskan dari leluhur atau berkembang dari lingkungan
sosial manusia, dan faktor kepribadian keturunan dan lingkungan ini berkontribusi
terhadap kesalahan dari manusia.
2. Fault of Person (Kesalahan Manusia)
Urutan kedua domino juga berada disekitar permasalahan kepribadian. Heinrich
menjelaskan bahwa ciri karakter yang diwariskan atau yang dibentuk seperti
temperamen, ketidakpatuhan dan kecerobohan bermanifestasi terhadap keputusan
yang diambil oleh seseorang apakah ia mengambil tindakan aman atau tidak
aman.
3. Unsafe Act/ Unsafe Condition (Tindakan Tidak Aman/Kondisi Tidak Aman)
Urutan ketiga domino terkait dengan penyebab langsung kecelakaan versi
Heinrich. Seperti telah disebutkan sebelumnya, Heinrich menjelaskan faktor
penyebab langsung seperti “menjalankan mesin tanpa peringatan dan ketiadaan
pelindung mesin”. Heinrich menganalisa bahwa perilaku dan kondisi tidak aman
merupakan faktor kunci untuk mencegah kecelakan, dalam hal ini, domino yang
paling mungkin untuk diangkat sehingga tidak muncul kecelakaan.
Heinrich menjelaskan 4 alasan mengapa orang melakukan tindak tidak aman
yaitu, sikap yang tidak pantas, pengetahuan dan kemampuan yang kurang, fisik
yang tidak memadai, lingkungan fisik serta mekanik.
Heinrich kemudian membagi lagi kategori ini menjadi penyebab langsung dan
penyebab tidak langsung. Misalnya, ada seorang pekerja yang selalu bekerja
secara tidak aman karena kurangnya pengawasan dari supervisor. Bekerja tidak
aman dikategorikan sebagai penyebab langsung sementara kurangnya
pengawasan dari supervisor merupakan penyebab tidak langsung.
4. Accident (Kecelakaan)
Heinrich menggambarkan kecelakaan sebagai “kejadian seperti jatuhnya orang,
tertimpanya orang dari objek jatuh merupakan contoh umum kecelakaan yang
dapat menyebabkan luka”
5. Injury (Luka)
Luka muncul dari kecelakaan dan beberapa jenis kecelakaan yang telah Heinrich
jelaskan dalam “Explanation of Factors” adalah seperti terpotong dan patahnya
tulang.
Dari kelima elemen ini, banyak para praktisi mengembangkan root cause analysis dalam
menjelaskan penyebab-penyebab kecelakaan yang terjadi.