Anda di halaman 1dari 7

MACAM-MACAM MODEL EVALUASI PROGRAM

Oleh : Nurhayati / 17101156110025


Pendidikan Teknik Informatika
Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan
Universitas Putra Indonesia “yptk” Padang

PENDAHULUAN
Evaluasi program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi yang merealisasi atau mengimplementasi dari suatu kebijakan,
berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi
yang melibatkan sekelompok orang guna pengambilan keputusan. Evaluasi program
bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan.
Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan
tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan keputusan berikutnya. Evaluasi  sama
artinya dengan kegiatan supervisi. Kegiatan evaluasi/supervisi dimaksudkan
untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program yang telah
dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian program, merevisi
program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program
Dalam evaluasi program, pelaksana (evaluator) ingin mengetahui seberapa tinggi
mutu atau kondisi sesuatu hal sebagai hasil pelaksanaan program setelah data terkumpul
dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu. Dalam evaluasi program, pelaksana
(evaluator) ingin mengatahui tingkat ketercapaian program, dan apabila tujuan belum
tercapai pelaksana (evaluator) ingin mengetahui letak kekurangan dan sebabnya. Hasilnya
digunakan untuk menentukan tindak lanjut atau keputusan yang akan diambil. Dalam
kegiatan evaluasi program, indikator merupakan petunjuk untuk mengetahui keberhasilan
atau ketidakberhasilan suatu kegiatan.
Evaluator program harus orang-orang yang memiliki kompetensi, di antaranya mampu
melaksanakan, cermat, objektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan bertanggung jawab.
Evaluator dapat berasal dari kalangan internal (evaluator dan pelaksana program) dan
kalangan eksternal (orang di luar pelaksana program tetapi orang yang terkait dengan
kebijakan dan implementasi program). Model evaluasi merupakan suatu desain yang
dibuat oleh para ahli atau pakar evaluasi. Dalam melakukan evaluasi, perlu
dipertimbangkan model evaluasi yang akan dibuat. Biasanya model evaluasi ini dibuat
berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga atau instansi yang ingin mengetahui apakah
program yang telah dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan.

PEMBAHASAN
Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Kata tersebut diserap kedalam
pembendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata asliya
dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi”.
Menurut Suchman dan Worthen serta Sandhes evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu
yang berharga tentang sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari
informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur,
serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Stufflebeam evaluasi adalah proses penggambaran, pencarian, dan pemberian
informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif
keputusan.
Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan pengertian untuk istilah “program”, yaitu pengertian secara secara umum,
program dapat diartikan sebagai “rencana”.
Setelah dijabarkan tentang pengertian evaluasi dan program dapat disimpulkan bahwa
evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada
pengambil keputusan.
Model evaluasi merupakan desain atau rancangan evaluasi yang dikembangkan ahli
evaluasi ataupun evaluator dalam melaksanakan suatu program. Dalam ilmu evaluasi
program pendidikan ada banyak model yang bisa digunakan unuk mengevaluasi suatu
program. Meskipun antara satu dengan lainnya berbeda, namun maksudnya sama yaitu
melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang
dievaluasi, yang tujuannya untuk menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam
menentukan tindak lanjut suatu program.
Model-model Evaluasi Program
1. Evaluasi Model Kickpatrick
Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kickpatrick telah mengalami beberapa
penyempurnaan, terakhir diperbarui pada 1998 dalam bukunya Kickpatrick yang disebut
dengan”Evaluating Training Programs : The four Levels”. Kickpatrick four levels
evaluation model sekarang menjadi rujukan dan standar bagi berbagai perusahaan besar
dalam program training bagi pengembang sumberdaya manusia seperti Kemper National
Insurance Compaines, Motorola Corporation, Intel Corporation, Midwest Electric,
InArthur Andersen and Company dan sebagainya model evaluasi yang dikembangkan oleh
Kickpatrick dikenal dengan Evaluating Training Programs: The Four Levels atau
Kickpatrick evaluation model. Evaluasi terhadap program training mencakup empat level
evaluasi yaitu: reaction, learning, behavior, result.
a. Evaluasi Reaksi
Evaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan peserta. Program
training dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan
bagi peserta training sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih.
Dengan kata lain pesrta training akan termotivasi apabila proses training berjalan secara
memuaskan bagi peserta training yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari
peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses
training yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti training
lebih lanjut. Menurut Center Partner dalam artikelnya yang berjudul Implementing the
Kickpatrick Evaluation Model Plus mengatakan “ Bahwa keberhasilan training tidak
terlepas dari minat, perhatian, dan motivasi peserta training dalam mengikuti jalannya
kegiatan training. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif
terhadap lingkungan belajar.
Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang
diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh
instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian
konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam
bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.
Dalam menyusun instrumen untuk mengukur reaksi tranee Kickpatrick (1998:26)
menyampaikan prinsip “The ideal form provide the maximum amount of information and
requires the minimum amount of time”. Dengan demikian instrumen yang disusun
diharapkan mampu mengungkap informasi sebanyak mungkin, tetapi dalam pengisian
instrumen tersebut diharapkan membutuhkan waktu yang sedikit mungkin. Sedangkan
mengenai jumlah item dalam instrumen Center Partners merekomendasikan “ Include no
more than 15-25 question, designed to obtain both qualitative abd quantitative data”.
Dengan jumlah 25 pertanyaan maupun pernyataan kiranya cukup untuk mengungkap
informasi yang dibutuhkan terkait dengan reaksi trainee dengan waktu pengisian yang
tidak terlalu lama. Karena evaluasi pada level 1 ini difokuskan pada reaksi peserta yang
terjadi pada saat kegiatan training dilakukan, maka evaluasi pada level ini dapat disebut
sebagai evaluasi terhadap proses training.
b. Learning Evaluation
Menurut Kickpatrick learning can be defined as the extend to wich participant change
attitudes, improving knowledge, and or increase skill as a result of attending the program.
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, dan atau
kenaikan ketrampilan peserta setelah selesai mengikuti program. Peserta training dikatakan
telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, peningkatan
pengetahuan, maupun peningkatan ketrampilan. Oleh karena itu, untuk mengukur
efektivitas program training maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Mengukur
hasil belajar lebih sulit dan memakan waktu dibandingkan dengan mengukur reaksi.
c.Behavior Evaluation
Evaluasi perilaku ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap. Penilaian tingkah laku
difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat kerja. Evaluasi
perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku sebelum dan setelah mengikuti
training maupun dengan mengadakan survei dan atau interview dengan pelatih, atasan
maupun bawahan peserta training setelah kembali ke tempat kerja.
d.Result Evaluation
Evaluasi hasil level ke-4 ini difokuskan pada hasil akhir yang terjadi karena peserta
telah mengikuti program. Termasuk dalam hasil akhir dari suatu program training
diantaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan
kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover dan kenaikan keuntungan.
Evaluasi hasil akhir ini dapat dilakukan dengan membandigkan kelompok kontrol
kelompok peserta training, mengukur kinerja sebelum dan setelah melakukan training, dll.

2. Model Evaluasi Stufflebeam


Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh
para evaluator. Konsep evaluasi model CIPP pertama kali ditawarkan oleh Stufflebeam
pada 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA ( the Elementary and Secondary
Education Act). Konsep tersebut ditawarkan dengan pandangan bahwa tujuan penting
evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki.
Stufflebeam membagi evaluasi ini menjadi empat:
a.) Contect evaluation. Kontek evaluasi ini membantu merencanakan keputusan,
menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program.
Evaluasi kontek dilakukan untuk menjawa pertanyaan.
b.) Input evaluation. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-
sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai
kebutuhan, bagaimana prosedur kerja untuk mecapainya.
c.) Process evaluation. Evaluasi proses digunakan untuk tiga tujuan yaitu: mendeteksi atau
memprediksi rancangan prosedur atau rancangan impelemntasu selama tahap
implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau
rsip prosedur yang telah terjadi.
d.) Product Evaluation. Dari hasil evaluasi proses diharapkan dapat membantu pimpinan
proyek atau guru untuk keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir maupun
modifikasi program.

3. Evaluasi Model Brinkerhoff


Brinkerhoff dan Cs (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun
berdasar penggabungan elemen-elemen dalam komposisi dan versi sebagai berikut :
1). Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi yang tetap (fixed) ditentukan dan direncanakan secara sistematik
sebelum implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan berdasarkan tujuan program
disertai seperangkat pertanyaan yang akan dijawab dengan informasi yang akan diperoleh
dari sumber-sumber tertentu. Rencana analisis dibuat sebelumnya dimana si pemakai akan
menerima informasi seperti yang telah ditentukan dalam tujuan. Walaupun desain fixed ini
lebih terstruktur dari pada desain emergent, desain fixed juga dapat disesuaikan dengan
kebutuhan yang mungkin berubah. Kebanyakan evaluasi formal yang dibuat secara
individu dibuat berdasarkan desain fixed, karena tujuan program telah ditentukan dengan
jelas sebelumnya, dibiayai dan melalui usulan atau proposal evaluasi.
2). Formative vs Sumatife Evaluation
Evaluasi forrmatif digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat membantu
memperbaiki program. Evaluasi formatif dilaksanakan pada saat implementasi program
sedang berjalan. Focus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan
atau orang-orang program. Evaluator sering merupakan bagian dari pada program dan
kerja sama dengan orang-orang program. Strategi pengumpulan informasi mungkin juga
dipakai, tetapi penekanan pada usaha memberikan informasi yang berguna secepatnya
bagi perbaikan program.
3). Experimental and Quasi Experimental Design vs Naural/ Unotrusive
Beberapa evaluasi memakai metodologi penelitian klasik. Dalam hal seperti ini subjek
penelitian diacak, perlakuan diberikan dan pengukuran dampak dilakukan. Tujuan dari
penelitian untuk menilai manfaat suatu program yang dicobakan. Apabila siswa atau
program dipilih secara acak, maka generalisasi dibuat pada populasi yang agak lebih luas
dalam beberapa hal intervensi tidak mungkin dilakukan atau tidak dikehendaki, apabila
proses sudah diperbaiki, evaluator harus melihat dokumen-dokumen, seperti mempelajari
nilai tes atau menganalisis penelitian yang dilakukan dan sebagainya. Strategi
pengumpulan data terutama menggunakan instrument formal seperti tes, survey, kuesioner
serta memakai metode penelitian yang standar.

4. Evaluasi Model Profus (Discrepancy Model)


Kata discrepancy adalah istilah Bahasa inggris, yang diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia menjadi “kesenjangan”. Model ini yang dikembangkan oleh Malcolm Provus ini
merupakan model evaluasi yang berangkat dari asumsi bahwa untuk mengetahui
kelayakan suatu program, evaluator dapat membandingkan antara apa yang seharusnya dan
diharapkan terjadi (standard) dengan apa yang sebenarnya terjadi (performance) sehingga
dapat diketahui ada tidaknya kesenjangan (discrepancy) antara keduanya yaitu standar
yang ditetapkan dengan kinerja sesungguhnya (Madaus,1993:79-99; Kauman,1980:127-
128). Model evaluasi Provus yang bertujuan untuk menganalisis suatu program sehingga
dapat ditentukan apakah suatu pogram layak diteruskan, ditingkatkan atau sebaiknya
dihentikan mementingkan terdefinisikannya standard, performance, dan discrepancy
secara rinci dan terukur. Evaluasi program yang dilaksanakan oleh evaluator mengukur
besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen program. Dengan terjabarkannya
kesenjangan di setiap komponen program maka langkah-langkah perbaikan dapat
dilakukan.

5. Evaluasi Model Stake (Countenance Model)


Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan
jugement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan, yaitu antecedent
(context), transaction (process) dan outcomes. Stake mengatakan bahwa apabila kita
menilai suatu program pendidikan, kita melakukan perbandingan yang relative antara
program dengan program lain, atau perbandingan yang absolute yaitu membandingkan
suatu program dengan standar tertentu.
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini adalah bahwa evaluator
yang membuat penilaian tentang program yang di evaluasi. Stake mengatakan bahwa
description di satu pihak berbeda dengan judgement di lain pihak. Dalam model ini
antecendent (masukan) transaction (proses) dan outcomes (hasil) data dibandingkan tidak
hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan keadaan yang
sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolute untuk menilai manfaat
program.

6. Model Beebe
Beebe menyajikan model evaluasi atas pelatihan yang dilakukan dalam suatu program
dengan menggunakan model roda. Model evaluasi ini berbentuk roda karena
menggambarkan usaha evaluasi yang berkaitan dan berkelanjutan dan satu proses ke
proses selanjutnya. Model ini digunakan untuk mengetahui apakah pelatihan yang
dilakukan telah berhasil, untuk itu diperlukan suatu alat untuk mengevaluasinya.
Secara singkat, model wheel ini mempunyai tiga tahap utama. Model tiga tahap yang
berbentuk roda contohnya adalah model evaluasi berkesinambungan : 1) pembentukan
tujuan pembelajaran. 2) pengukuran outcome pembelajaran, dan 3) penginterpretasian
hasil pengukuran dan penilaian.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Shodiq. Evaluasi Pembelajaran. Semarang : PUSTAKA RIZKI PUTRA. 2012
Arikunto Suharsimi. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara. 2008
Tayibnapis Farida Yusuf. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi. Jakarta : PT
RINEKA CIPTA. 2008
Widyoko Eko Putro. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta : PUSTAKA
PELAJAR. 2011

Anda mungkin juga menyukai