Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS KEBIJAKAN TERKAIT UU SISDIKNAS TAHUN 2022

Moch Khoirul Aris


UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Jawa Timur, Indonesia
arieskhoirul12@gmail.com

PENDAHULUAN
Pemerataan pendidikan di Indonesia menjadi tantangan pekerjaan rumah yang besar
untuk pemerintah dari berbagai periode kepemimpinanan. Penduduk yang multi budaya
wilayah yang luas, dan perbedaan bentang alam menjadi tantangan yang berat untuk tugas
tersebut. Dalam upaya mencapai pemerataan akses pendidikan, dirumuskanlah Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang dituangkan dalam sebuah undang-undang. Selain itu,
Sisdiknas bertujuan untuk menjamin kualitas dan mutu pendidikan secara merata di
seluruh bagian wilayah Indonesia sehingga tidak terjadi kesenjangan penyelenggaraan
pendidikan, serta menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang sesuai dengan tuntutan
perubahan yang berkembang saat ini tanpa mengabaikan budaya dan sikap yang sesuai
dengan norma dan nilai yang berlaku di Indonesia.1 Sehingga perlu adanya peraturan yang
sesuai, fleksibel dan tidak merugikan dari berbagai pihak.

Saat ini ada tiga buah UU yang mengatur tentang sistem pendidikan di Indonesia yaitu
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,
dan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Terdapat tumpang tindih peraturan
pada ketiga Undang-Undang tersebut sehingga dirumuskan RUU Sisdiknas Tahun 2022
untuk menyatukan peraturan perundangan bagi bidang pendidikan. Perbaikan UU
Sisdiknas diutamakan pada perbaikan dalam tataran pengelolaan SDM guru, perbaikan
pada regulasi melalui omnibus law dan keberpihakan pada anggaran pendidikan.2 RUU ini
diharapkan bisa memperbaiki berbagai problem yang terjadi pada dunia pendidikan di
Indonesia.

Dalam RUU sisdiknas 2022, banyak pasal dan ayat pada UU sisdiknas 2003 yang
mengalami perubahan. Salah satunya adalah terkait pendidikan profesi. Pada RUU
Sisdiknas Pasal 56 ayat 5, pendidikan profesi diselenggarakan melalui kerjasama antara
asosiasi profesi dengan perguruan tinggi. Saat ini pendidikan profesi untuk guru ditempuh
melalui Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Program tersebut dikembangkan oleh
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dengan mengacu kepada Standar
Pendidikan Guru (Standar DikGu) yang mencakup standar pendidikan, standar penelitian,
dan standar pengabdian kepada masyarakat. 3

1 “Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI,” Retrieved from RUU tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2020,
https://pusatpuu.dpr.go.id/simas-puu/detail-ruu/id/112.
2 Setjen DPR RI, “Revisi UU Sisdiknas Bertujuan Sinkronkan UU yang Berpotensi Tumpang-tindih,”

March 10, 2021, http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/32068.


3 IPTEKDIKTI, Pedoman Penyelenggaraan Profesi Guru (Jakarta: RISTEKDIKTI, 2017).
Pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) PPG menempati level ke-7.4
Berdasarkan kajian secara kritis terhadap implikasi RUU Sisdiknas, pola penyelenggaraan
PPG harus diubah sesuai peraturan yang berlaku yaitu melalui kerjasama dengan
asosiasi profesi. Karena terdapat beberapa persoalan yang dihadapi terkait kerjasama
antara perguruan tinggi dan asosiasi guru dalam menyelenggarakan pendidikan profesi. 5
Selain banyak permasalahan dalam PPG, RUU Sisdiknas tahun 2022 juga diajukan untuk
menyelesaikan persoalan lain dalam pendidikan.

Akan tetapi, Badan Legislasi (Baleg) DPR telah memutuskan tidak memasukkan
Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam program
legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2022. Keputusan tersebut tidak lepas dari
berbagai pasal kontroversial yang tercantum di dalam RUU Sisdiknas. Keputusan Baleg
DPR ini mendapat disetujui berbagai pihak seperti dari organisasi kemasyarakatan (ormas)
pendidikan, pengamat dan penggiat pendidikan. Dengan alasan draf RUU Sisdiknas yang
merupakan gabungan dari tiga UU, yakni UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi dan UU
Sisdiknas tidak mengakomodir pasal-pasal krusial. Salah satu kontroversi yakni, terkait
tunjangan profesi guru yang tidak dicantumkan dalam pasal RUU Sisdiknas yang dirancang
oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayan, Riset dan Pendidikan Tinggi
(Kemendikbudristek). Dari pernyataan diatas penulis menganalisis kelebihan dan
kekurangan RUU SISDIKNAS tahun 2022 sehingga tidak masuk dalam Prolegnas Prioritas
tahun 2022.

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan


kualitataif. Sebagaimana menurut Azmar Saifuddin, kualitatif adalah penekanan analisis
pada proses penyimpulan komparasi serta pada analisis terhadap dinamika hubungan
fenomena yang diamati menggunakan logika ilmiah. Data yang dihasilkan bersifat
deskriptif.6

Adapun teknik analisis yang digunakan adalah model analisis Interaktif Miles &
Huberman, yaitu analisis data pada waktu peneliti berada di lapangan maupun setelah
kembali dari lapangan baru dilakukan analisis. Pada penelitian ini analisis data telah
dilaksanakan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Alur analisis mengikuti model
analisis interaktif sebagaimana diungkapkan Miles dan Huberman. Proses analisis dalam
penelitian ini dilakukan dengan empat tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. 7

4 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, “Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia: Kajian Tentang
Implikasi Dan Kajian Strategi Implementasi KKNI,” Kementerian Pendidikan Nasional RI, 2011.
5 Yusi Riksa Yustiana et al., “STUDI PENDIDIKAN PROFESI GURU IPA DI INDONESIA: ANALISIS KRITIS

RUU SISDIKNAS 2022,” Vidya Karya 37, no. 1 (April 30, 2022): 23–32,
https://doi.org/10.20527/jvk.v37i1.13173.
6 Saifuddin Azmar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001).
7 Muhammad Fatoni, “Analisis Data Kualitatif Miles Dan Hubermen - Kompasiana.Com,” accessed

December 6, 2022, https://www.kompasiana.com/meykurniawan/556c450057937332048b456c/analisis-


data-kualitatif-miles-dan-hubermen.
PEMBAHASAN

A. UU SISDIKNAS tahun 2022

Rancangan Undang-undang Sisdiknas 2022 adalah Rancangan Undang-


Undnag tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2022. RUU Sisdiknas 2022 dibentuk
pemerintah dalam rangka mengintegrasikan dan mencabut tiga Undang-Undang
terkait pendidikan di Indonesia.

Untuk diketahui, saat ini, Indonesia menjalankan satu sistem pendidikan


namun diatur dalam tiga Undang-Undang, yaitu UU 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru
dan Dosen), dan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti), sehingga
memunculkan ketidakselarasan.

Oleh karena itu, pembentukan RUU Sisdiknas 2022 dibentuk dengan latar
belakang perbaikan yang telah diusulkan sebagaimana disebutkan dalam draf RUU
Sisdiknas 2022 antara lain sebagai berikut:

• Integrasi UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU Dikti dalam satu UU untuk
melaksanakan amanah UUD 1945 tentang satu sistem pendidikan, dan agar
pengaturan di tingkat UU tidak tumpang tindih.
• Untuk merespon perkembangan yang cepat, undang-undang ini disusun lebih
fleksibel, tidak terlalu rinci.
• RUU Sisdiknas yang sedang direncanakan sudah mengakomodasi semua putusan
Mahkamah Konstitusi terkait tiga UU yang diintegrasikan.
• Prinsip-prinsip Merdeka Belajar yang menekankan kualitas belajar mengajar serta
memperluas ruang inovasi dalam sistem pendidikan perlu terkandung dalam RUU
Sisdiknas ke depannya.
RUU Sisdiknas yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas
Perubahan Tahun 2022, mengusung beberapa poin perubahan bagi siswa, guru PAUD,
SD, SMP, SMA dan sederajat mulai dari waktu belajar, mapel wajib, dan mengatur
pondok pesantren. Kemudian, perubahan lain untuk jenjang PAUD, SD, SMP, SMA
sederajat adalah penyesuaian nomenklatur satuan pendidikan, mobilitas pelajar
pesantren formal dengan satuan pendidikan. Untuk memahami pasal-pasal yang
diajukan dalam RUU Sisdiknas, berikut poin-poin perubahan dilansir dari laman
Direktorat SMP Kemendikbudristek.
1. Perluasan program wajib belajar
Melalui RUU Sisdiknas terjadi perluasan program wajib belajar. Bila dalam UU
Sisdiknas yang berlaku saat ini adalah pendidikan dasar 9 tahun, maka dalam RUU
Sisdiknas program wajib belajar menjadi 13 tahun. Dimulai dari 10 tahun
pendidikan dasar (prasekolah dan kelas 1-9) dan 3 tahun pendidikan menengah.
Perluasan ke pendidikan menengah dilakukan secara bertahap pada daerah yang
kualitas pendidikan dasarnya telah memenuhi standar. Pemerintah pusat akan
membantu daerah yang paling membutuhkan.
2. Pendanaan wajib belajar
Terkait pendanaan wajib belajar kini menjadi semakin jelas. Bila sebelumnya
satuan pendidikan negeri sering menghadapi masalah jika masyarakat ingin
berkontribusi sukarela, maka dalam RUU Sisdiknas dijelaskan bahwa pemerintah
mendanai penyelenggaraan wajib belajar. Satuan pendidikan negeri atau sekolah
negeri tidak memungut biaya, namun masyarakat boleh berkontribusi secara
sukarela, tanpa paksaan, dan tidak mengikat.
3. Nomenklatur satuan pendidikan dapat disesuaikan
Sebelumnya penamaan satuan pendidikan ada di dalam UU Sisdiknas, sehingga
nomenklatur tidak bisa diubah. Hal ini tentu membuat nomenklatur agak sulit
disesuaikan. Lewat RUU Sisdiknas, sekolah, madrasah, pesantren, dan satuan
pendidikan keagamaan tingkat dasar dan menengah diatur sebagai bentuk satuan
pendidikan tingkat dasar dan menengah dalam batang tubuh RUU. Nomenklatur
sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah
tsanawiyah, dan sebagainya menjadi contoh dalam penjelasan, sehingga
pemerintah dapat menyesuaikan nomenklatur tersebut jika diperlukan.
4. Mobilitas pelajar pesantren formal dengan satuan pendidikan
Poin yang juga diatur dalam RUU Sisdiknas adalah terkait mobilitas pelajar
pesantren formal dan satuan pendidikan lain yang menjadi semakin mudah.
Sebelumnya pesantren diatur secara terpisah dari sistem pendidikan nasional.
Sehingga lulusan pesantren formal kerap kesulitan jika ingin pindah ke satuan
pendidikan lain di luar pesantren. Oleh sebab itu dalam RUU Sisdiknas terbaru,
Standar Nasional Pendidikan berlaku pada seluruh jalur pendidikan formal
termasuk pesantren formal. Lulusan pesantren formal bisa lebih mudah pindah ke
sekolah, madrasah, maupun universitas dan begitupun sebaliknya.
5. Mapel wajib pendidikan pancasila
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara berperan membentuk cara pandang,
sikap, dan karakter generasi penerus bangsa dengan menjadikannya muatan dan
mata pelajaran wajib kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Oleh sebab itu,
Pendidikan Pancasila menjadi mata pelajaran wajib bersama Pendidikan Agama
dan Bahasa Indonesia. Selain mata pelajaran tersebut, juga ada muatan wajib
matematika, IPS, IPA, seni budaya, pendidikan jasmani dan olahraga,
keterampilan/kecakapan hidup, dan muatan lokal. Selain kelima poin di atas, RUU
Sisdiknas juga mengatur terkait pendidik dan tenaga kependidikan, dan jenjang
pendidikan tinggi. 8
Selain kelima poin di atas, RUU Sisdiknas juga mengatur terkait pendidik dan
tenaga kependidikan, dan jenjang pendidikan tinggi sebagai berikut:
1. Tak Ada Aturan Tunjangan Profesi Guru

8 Kompas Cyber Media, “RUU Sisdiknas, Daftar Aturan Baru Jenjang PAUD, SD, SMP, SMA Sederajat
Halaman all,” KOMPAS.com, September 9, 2022,
https://www.kompas.com/edu/read/2022/09/09/102254571/ruu-sisdiknas-daftar-aturan-baru-jenjang-
paud-sd-smp-sma-sederajat.
Dalam RUU Sisdiknas naskah Agustus 2022, aturan tentang tunjangan profesi guru
tidak tercantum secara eksplisit. Dalam Pasal 105 RUU Sisdiknas hanya mengatur
terkait upah, jaminan sosial, dan penghargaan sesuai dengan prestasi kerja. Terkait
dengan pasal tersebut, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen
GTK) Iwan Syahril mengatakan bahwa untu mendapatkan kesejahteraan
penghasilan guru harus memiliki sertifikat pendidik. Namun, dalam RUU Sisdiknas,
guru yang belum mempunyai sertifikat pendidik juga mendapat tunjangan. Dengan
demikian, guru ASN yang belum mendapat tunjangan profesi akan otomatis
mendapat kenaikan pendapatan melalui tunjangan yang diatur dalam UU ASN,
tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi yang panjang.
2. Calon Guru Wajib Lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG)
Dalam RUU Sisdiknas Pasal 109 ayat 1 menjelaskan bahwa setiap orang yang akan
menjadi guru wajib dari Pendidikan Profesi Guru (PPG). Namun, bagi guru yang
sudah mengajar saat Undang-Undang ini terbit tetapi belum mengikuti atau lulus
PPG, tetap bisa mengajar. Nantinya, pemerintah pusat akan memenuhi ketersediaan
daya tampung PPG untuk pemenuhan kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.
3. PAUD Jadi Jenjang Tersendiri
Pemerintah juga mengusulkan agar PAUD dipisah sebagai jenjang tersendiri dalam
pengaturan tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dalam sistem pendidikan
nasional. Dalam hal ini PAUD dilakukan melalui jalur formal dan non-formal dengan
pengaturan kategori usia dan layanan yang jelas. Pada Pasal 24 disebutkan PAUD
formal diselenggarakan untuk usia tiga sampai lima tahun dengan janis layanan
berupa taman anak. Sedangkan Pasal 49 menyatakan PAUD non-formal
diselenggarakan untuk usia 0 sampai lima tahun dalam bentuk layanan
pengasuhan.
4. Tridarma Perguruan Tinggi
Dalam Pasal 37 RUU Sisdiknas menyebutkan bahwa setiap kampus wajib
melaksanakan tridarma perguruan tinggi yang terdiri atas pendidikan, penelitian,
dan pengabdian masyarakat. Meski demikian, penerapan tridarma perguruan tinggi
tidak diterapkan secara seragam pada semua kampus seperti sebelumnya. Adapun
masing-masing perguruan tinggi dapat menentukan proporsi pelaksanaan tridarma
sesuai visi, misi, dan mandat perguruan tinggi yang bersangkutan. 9

B. Analis Kelebihan dan Kekurangan RUU SISDIKNAS tahun 2022


1. Kelebihan
a. Tidak Tumpang Tindih dan Mengikuti Perkembangan Zaman
Poin penting yang mendasari pembahasan RUU Sisdiknas, menurut Kepala Badan
Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan Anindito
Aditomo, karena adanya mandat UUD 1945 untuk merancang penyelenggaraan
satu sistem pendidikan nasional. UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen serta UU
Pendidikan Tinggi, dalam praktiknya mengatur materi yang sama, sehingga saling
tumpang tindih dan memunculkan potensi ketidakselarasan. Sebagai contoh UU

9 “2208-Naskah-RUU-Sisdiknas.Pdf,” n.d.
Sisdiknas dan UU Pendidikan Tinggi sama-sama mengatur Standar Nasional
Pendidikan (SNP). Meskipun UU Pendidikan Tinggi fokus pada standar nasional
pendidikan tinggi, tapi ada tumpang tindih yang cukup besar. Urgensi lain dari
perubahan undang-undang tersebut, karena banyak ketentuan yang sudah tidak
relevan lagi untuk diimplementasikan. Misalnya, terkait adanya kewajiban guru
mengajar 24 jam tatap muka per minggu. Kebijakan itu sudah tidak relevan untuk
kondisi saat ini, karena pandemi telah mengubah tatap muka menjadi
pembelajaran jarak jauh. Selain itu, kewajiban guru tatap muka tidak bisa
disamakan antara guru di daerah dengan di kota-kota besar. Aturan atau
ketentuan tersebut saat ini dikunci dalam undang-undang, sehingga tidak
fleksibel. Akibatnya, ketika ada perkembangan zaman dan teknologi, atau
kejadian tidak terduga, seperti pandemi, hal teknis tidak bisa segera disesuaikan
di lapangan, padahal perlu disesuaikan.
b. Diminta Tidak Tergesa-gesa
Keinginan pubik untuk ikut terlibat dalam penyusunan RUU Sisdiknas telah
mendorong munculnya berbagai masukan, pendapat hingga kritik terhadap
proses persiapan RUU Sisdiknas yang diinisasi pemerintah itu. Desakan agar
tidak tergesa-gesa merevisi RUU Sisdiknas tanpa keterbukaan dan uji publik
secara lebih luas, terus mengemuka. Aliansi Penyelenggaraan Pendidikan
Berbasis Masyarakat, yang terdiri dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
PP Muhammadiyah, LP Maarif NU PBNU, Majelis Pendidikan Kristen, Majelis
Nasional Pendidikan Katolik, Perguruan Taman Siswa dan Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI), meminta agar pembahasan Rancangan Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional ditunda karena adanya ketergesaan dan
tidak transparan. Aliansi menyatakan revisi UU Sisdiknas memang diperlukan,
namun revisi ini memerlukan kajian yang mendalam, naskah akademik yang
komprehensif, keterlibatan publik yang luas, dan berbagai macam perundangan
yang beririsan. Pemerhati pendidikan dari Vox Populi Institute Indonesia Indra
Charismiadji meminta agar perancangan RUU Sisdiknas melibatkan publik sejak
awal dan transparan.
c. Proses Penggodokan Masih Tahap Awal
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Sisdiknas masih pada tahap awal
perencanaan dan tidak dilakukan tergesa-gesa, sebab akan ada pelibatan publik
yang lebih luas lagi. Namun harus dilaksanakan secara bermakna, bukan sekadar
formalitas. Artinya memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
melakukan kajian naskah akademik tentang RUU Sisdiknas. Uji publik terbatas
sudah dilakukan beberapa kali untuk meminta masukan dari berbagai perwakilan
organisasi pemangku kepentingan pendidikan maupun individu untuk
menyempurnakan draf naskah akademik dan RUU. Setelah serangkaian uji publik
terbatas pada tahap pertama, saat ini tim sedang memproses masukan dari
puluhan organisasi dan individu. RUU masih draf pertama untuk menghasilkan
draf kedua.
d. Terjadi Pemerataan Pendidikan
RUU Sisdiknas menawarkan sejumlah perubahan untuk memperkuat dan
mempertegas definisi prinsip-prinsip penyelengaraan yang sudah baik dalam UU
Sisidiknas saat ini. Yaitu prinsip demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif,
dielaborasi maknanya, sehingga tidak ambigu. Selain itu, karena
mengintegrasikan UU Pendidikan Tinggi, dimasukkan prinsip yang belum muncul
di UU Sisidiknas, yaitu menjunjung tinggi kebenaran ilmiah. UU ini juga
mengubah prinsip pembelajaran dengan berorientasi pada pelajar serta memberi
ruang untuk memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas. Sistem pendidikan
nasional diharapkan mampu menjamin pemerataan akses pendidikan kepada
semua warga negara, menjamin mutu dan kualitas pendidikan secara merata di
seluruh Indonesia sehingga tidak terjadi kesenjangan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Selain itu tujuan dari Rancangan UU Sisdiknas untuk memenuhi
amanat pasal 31 ayat 1 UUD 45 untuk mewujudkan satu sistem pendidikan
nasional.10

2. Kekurangan
a. Kurang Partisipasi Publik
RUU Sisdiknas dinilai kurang melibatkan partisipasi publik, dan dianggap tidak
mengedepankan asas keterbukaan. Menurut Ketua Dewan Pengarah Aliansi
Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) Doni Koesoema Albertus, dalam
penyusunan draf RUU, pemerintah dan DPR harus mendengarkan masukan dari
para pemangku kepentingan di sektor pendidikan. Seperti yang dikatakan
menteri pendidikan dan kebudayaan sebelumnya bahwa RUU akan terbuka
untuk pendapat para pemangku kepentingan sektor pendidikan, akan tetapi
dalam kenyataannya tidak sesuai.
b. Pembahasan RUU Sisdiknas tergesa-gesa
Upaya pemerintah mengusulkan RUU Sisdiknas dalam program legislasi prioritas
perubahan tahun 2022 DPR RI mendapat penolakan dari sejumlah elemen
pendidikan. Mereka menilai hal ini tergesa-gesa. Pengurus Besar Persatuan Guru
Republik Indonesia atau PGRI meminta agar pembahasan RUU Sisdiknas itu tidak
terburu-buru. Terlebih RUU itu bersifat omnibus law yang menggabungkan tiga
Undang-Undang menjadi satu. Beliau juga mengatakan bahwa sebaiknya RUU
Sisdiknas ditunda dan tidak dipaksakan dibahas dalam Prolegnas Prioritas tahun
2022.
c. Tunjangan profesi guru dihapuskan
Dalam draf RUU Sisdiknas per 22 Agustus 2022 disebutkan pembebasan
tunjangan profesi guru. Hal ini dianggap telah melukai rasa keadilan para
pendidik. Karena sebagian besar pendidik, khususnya dari lembaga swasta hanya
mendapatkan honor dari tunjangan profesi guru saja.
d. Nama madrasah dihilangkan
Salah satu polemik dalam draf RUU Sisdiknas kata madrasah dihilangkan
bersama dengan nama satuan pendidikan formal lainnya. Istilah itu diganti
dengan nama pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
keagamaan. Hal itu terjadi karena pada dasarnya RUU Sisdiknas 2022 bersifat

10 Kemendikbudristek, “Apa Saja Sisi Positif RUU Sisdiknas? | Rancangan Undang-Undang Tentang
Sistem Pendidikan Nasional,” accessed December 6, 2022, https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/apa-saja-sisi-
positif-ruu-sisdiknas/.
omnibus law, hukum yang banyak untuk semua di bidang pendidikan. Sebab,
dalam RUU itu tak memunculkan nama madrasah, bahkan SD, SMP dan SMA.
Mengutip laman Kementerian Agama, dalam skema RUU Sisdiknas 2022 jalur
pendidikan dibagi menjadi tiga, yaitu pendidikan formal, nonformal, dan
informal.11 Hal ini menjadi permasalahan yang paling mandasar dalam dunia
pendidikan islam karena kualitas pendidikan islam di Indonesia masih terbilang
rendah meskipun mayoritas penduduknya adalah islam. Prof. Dr. Muhaimin dan
Prof. Dr. Sutiah dalam bukanya mengatakan bahwa rendahnya kualitas
pendidikan Islam akan berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya
manusia (SDM) yang mampu berkompetisi di dunia global, dan sekaligus akan
berdampak pula pada rendahnya produktivitas (termasuk di dalamnya
produktivitas iptek) dan pendapatan para warga negaranya. Pengembangan iptek
di dunia Islam pada era globalisasi juga merupakan kebutuhan vital untuk
menjembatani kesenjangan yang mencolok antara idealitas ajaran dan nilai-nilai
Islam (sebagaimana terkandung dalam Al- Qur'an dan Al-Sunah) dengan realitas
pesatnya kemajuan iptek dan akselerasi perubahan sosial-budaya yang notabene
digagas dan didominasi oleh para ilmuwan dan teknologi nonmuslim. 12 Demikian
hal ini teramsuk dalam kelemahan RUU SISDIKNAS tahun 2022.

KESIMPULAN
1. Rancangan Undang-undang Sisdiknas 2022 adalah Rancangan Undang-Undnag
tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2022. RUU Sisdiknas 2022 dibentuk
pemerintah dalam rangka mengintegrasikan dan mencabut tiga Undang-Undang
terkait pendidikan di Indonesia.
2. Pasal-pasal RUU Sisdiknas meliputi ; Perluasan program wajib belajar; Pendanaan
wajib belajar; Nomenklatur satuan pendidikan dapat disesuaikan; Mobilitas pelajar
pesantren formal dengan satuan pendidikan; Mapel wajib pendidikan pancasila; Tidak
Ada Aturan Tunjangan Profesi Guru; Calon Guru Wajib Lulus Pendidikan Profesi Guru
(PPG); PAUD Jadi Jenjang Tersendiri; dan Tridarma Perguruan Tinggi.
3. Kelebihan RUU Sisdiknas diantaranya: tidak tumpang tindih dan mengikuti
perkembangan zaman; diminta tidak tergesa-gesa; proses penggodokan masih tahap
awal; terjadi pemerataan pendidikan.
4. Kekurangan RUU Sisdiknas diantaranya: kurang partisipasi publik, pembahasan RUU
tergesa-gesa, tunjangan profesi guru dihapuskan; dan nama madrasah dihilangkan.

11 Bram Setiiawan, “4 Polemik RUU Sisdiknas, Minim Pelibatan Publik,” Agustus 2022,
https://nasional.tempo.co/read/1628061/4-polemik-ruu-sisdiknas-minim-pelibatan-publik.
12 Muhaimin, Prof. Dr. and Prof. Dr. Suti’ah, Manajemen Pendidikan (Aplikasinya dalam Penyusunan

Rencana Pengembangan Sekolah / Madrasah) (Jakarta: Prenada Media, 2009), 20.


DAFTAR PUSTAKA

“2208-Naskah-RUU-Sisdiknas.Pdf,” n.d.
Azmar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. “Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia: Kajian
Tentang Implikasi Dan Kajian Strategi Implementasi KKNI.” Kementerian Pendidikan
Nasional RI, 2011.
Fatoni, Muhammad. “Analisis Data Kualitatif Miles Dan Hubermen - Kompasiana.Com.”
Accessed December 6, 2022.
https://www.kompasiana.com/meykurniawan/556c450057937332048b456c/analisi
s-data-kualitatif-miles-dan-hubermen.
IPTEKDIKTI. Pedoman Penyelenggaraan Profesi Guru. Jakarta: RISTEKDIKTI, 2017.
Kemendikbudristek. “Apa Saja Sisi Positif RUU Sisdiknas? | Rancangan Undang-Undang
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.” Accessed December 6, 2022.
https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/apa-saja-sisi-positif-ruu-sisdiknas/.
Media, Kompas Cyber. “RUU Sisdiknas, Daftar Aturan Baru Jenjang PAUD, SD, SMP, SMA
Sederajat Halaman all.” KOMPAS.com, September 9, 2022.
https://www.kompas.com/edu/read/2022/09/09/102254571/ruu-sisdiknas-daftar-
aturan-baru-jenjang-paud-sd-smp-sma-sederajat.
Muhaimin, Prof. Dr., and Prof. Dr. Suti’ah. Manajemen Pendidikan (Aplikasinya dalam
Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah / Madrasah). Jakarta: Prenada Media,
2009.
Retrieved from RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. “Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR
RI,” 2020. https://pusatpuu.dpr.go.id/simas-puu/detail-ruu/id/112.
RI, Setjen DPR. “Revisi UU Sisdiknas Bertujuan Sinkronkan UU yang Berpotensi Tumpang-
tindih,” March 10, 2021. http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/32068.
Setiiawan, Bram. “4 Polemik RUU Sisdiknas, Minim Pelibatan Publik,” Agustus 2022.
https://nasional.tempo.co/read/1628061/4-polemik-ruu-sisdiknas-minim-pelibatan-
publik.
Yustiana, Yusi Riksa, Fitri Aryanti, Fitriah Khoirunnisa, Geterudis Kerans, and Marfuatun
Marfuatun. “STUDI PENDIDIKAN PROFESI GURU IPA DI INDONESIA: ANALISIS KRITIS
RUU SISDIKNAS 2022.” Vidya Karya 37, no. 1 (April 30, 2022): 23–32.
https://doi.org/10.20527/jvk.v37i1.13173.

Anda mungkin juga menyukai