PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Jika hal yang ingin dinilai adalah sistem pembelajaran, dan istilah yang tepat untuk
menilai sistem pembelajaran adalah evaluasi, bukan penilaian. Kalau evaluasi dan
penilaian bersifat kualitatif, maka pengukuran bersifat kuantitatif (skor/angka) yang
diperoleh dengan menggunakan suatu alat ukur atau instrumen yang standar (baku).
Dalam konteks hasil belajar, alat ukur atau instrumen tersebut dapat berbentuk tes atau
non-tes. Tes standar sering digunakan untuk menyeleksi calon mahasiswa PTN.
Model evaluasi merupakan desain atau rancangan evaluasi yang dikembangkan ahli
evaluasi ataupun evaluator dalam melaksanakan evaluasi suatu program. Dalam ilmu
evaluasi program pendidikan ada banyak model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi
suatu program. Meskipun antara satu dengan lainnya berbeda, namun maksudnya sama
yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan
objek yang dievaluasi, yang tujuannya untuk menemukan tindak lanjut suatu program.2
Menurut Kaufman dan Thomas membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu:
Ada juga model evaluasi yang dikelompokkan Nana Sudjana dan R. Ibrahim
(2007:234) yang membagi model evaluasi menjadi empat model utama, yaitu
“measurement, congruence, educational system, dan ilumination”. Berikut pembahasan
mengenai Model CIPP Evaluation Model yang dikembangkan oleh Stufflebeam.3
Model evaluasi ini merupakan yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para
eveluator. Model CIPP ini dikembangkan oleh Stuffleneam,dkk. (1967) di Ohio State
University. CIPP yang merupakan sebuah dari huruf awal empat buah kata, yaitu:
1
Zainal Arifin.2016.Evaluasi Pembelajaran.Bandung:Remaja Rosdakarya.Hal 2
2
Shodiq Abdullah.2012.Evaluasi Pembelajaran.Semarang:Pustaka Rizki Putra.Hal 153.
3
Zainal Arifin.2016.Evaluasi Pembelajaran.Bandung:Remaja Rosdakarya.Hal 73-74.
Context evaluation: evaluasi terhadap konteks
Input evaluation: evaluasi terhadap masukan
Process evaluation: evaluasi terhadp proses
Product evaluation: evaluation terhadap hasil
Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran
evaluasi yang tidak lain adalah komponen dan proses sebuah program kegiatan. Dengan
kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi
sebagai sebuah sistem. Dengan sebagai, jika tim evaluator sudah menentukan model
CIPP sebagai model yang akan digunakan untuk mengevaluasi program yang ditugaskan
maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program tersebut berdasarkan
komponen-komponennya.
Model CIPP hanya berhenti pada mengukur output (Product), sedangkan CIPP
sampai pada implementasi dari product. Sebagai Contoh, jika Product berhenti pada
lulusan, sedangkan outcome (s) sampai pada bagaimana kiprah lulusan tersebut di
masyarakat atau di pendidikan lanjutannya, atau untuk product pabrik, bukan hanya
mengandalkan kualitas barang, tetapi kepuasan pemakai atau konsumen.4
a. Evaluasi Konteks
4
Suharismi Arikunto dan Cepi Safruddin.2008.Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara. Hal 45-46.
5
Farida Yusuf.2000.Evaluasi Program.Jakarta:Rineka Cipta. Hal 14.
3) Tujuan pengembangan manakah yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan.
4) Tujuan manakah yang paling mudah dicapai.6
b. Evaluasi Masukan
Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi masukan. Maksud dari evaluasi
masukan adalah kemampuan awal siswa dan sekolah dalam menunjang PMTAS, antara
lain kemampuan sekolah dalam menyediakan petugas yang tepat, pengatur menu yang
andal, ahli kesehantan yang berkualitas, dan sebagainya.7
1) Apakah makanan yang diberikan kepada siswa berdampak jelas pada perkembangan
siswa?
2) Berapa orang siswa yang menerima dengan senang hati atas makanan tambahan itu?
3) Bagaimana reaksi siswa terhadap pelajaran setelah menerima makanan tambahan?
4) Seberapa tinggi kenaikan nilai siswa setelah menerima makanan tambahan?9
c. Evaluasi Proses
6
Shodiq Abdullah.2012.Evaluasi Pembelajaran.Semarang:Pustaka Rizki Putra.Hal 160.
7
Suharismi Arikunto dan Cepi Safruddin.2008.Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara. Hal 46.
8
Shodiq Abdullah.2012.Evaluasi Pembelajaran.Semarang:Pustaka Rizki Putra.Hal 161.
9
Suharismi Arikunto dan Cepi Safruddin.2008.Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara. Hal 47.
proses meliputi koleksi dan penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik
pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh
mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki.10
Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” ?(what) kegiatan yang
dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab
program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai. Oleh Stufflebeam diusulkan pertanyaan
–pertanyaan sesuai sesuai dengan jadwal?
Evaluasi produk atau hasil diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang
terjadi pada masukan mentah, dalam contoh PMTAS adalah siswa yang menerima
makanan tambahan. Evaluasi produk merupakan tahap akhir dari serangkaian evaluasi
program. Dalam program PMTAS, pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan, antara
lain:
10
Shodiq Abdullah.2012.Evaluasi Pembelajaran.Semarang:Pustaka Rizki Putra.Hal 161.
11
Suharismi Arikunto dan Cepi Safruddin.2008.Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara. Hal 47.
12
Shodiq Abdullah.2012.Evaluasi Pembelajaran.Semarang:Pustaka Rizki Putra.Hal 162.
1) Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?
2) Pernyataan-pernyataan apakah yang mungkin dirumuskan berkaitan antara rincian
proses dengan pencapaian tujuan?
3) Dalam hal-hal apakah berbagai kebuuhan siswa sudah dapat dipenuhi selama proses
pemberian makanan tambahan (misalnya variasi makanan, banyaknya ukuran
makanan, dan ketepatan waktu pemberian)?
4) Apakah dampak yang diperoleh siswa dalam waktu yang relatif panjang dengan
adanya program makanan tambahan ini?13
Daniel L. Stufflebeam
Model context input process product merupakan hasil kerja para tim peneliti yang
tergabung dalam suatu organisasi komite Phi Kappsa USA, yang ketika itu diketuai oleh
Daniel Stuffle-Beam. Model CIPP ini juga termasuk model yang tidak terlalu
menekankan pada tujuan suatu program. Model CIPP, pada prinsipnya konsisten dengan
definisi evaluasi program pendidikan yang diajukan oleh komite tentang “Tingkatkan
untuk mengambarkan pencapaian dan penyediakan informasi guna pengambilan
keputusan alternatif”.14
Konsep evaluasi model CIPP ( context, input, process and product) pertama kali
ditawarkan oleh stufflebeam pada 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA ( the
Elementary and Secondary Education Act). Konsep tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam
dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi
untuk memperbaiki.15
Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan
oleh para evaluator. Oleh karena itu, uraian yang diberkan relatif panjang dibandingkan
13
Suharismi Arikunto dan Cepi Safruddin.2008.Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara. Hal 47-48.
14
Sukardi, 2011. Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara: hal 62-63
15
Abdullah, 2012. Evaluasi Pembelajaran. Semarang. IKAPI: hal,159-160
dengan model-model lainnya. Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk.
1997 di Ohio state university. CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal
emapat buah kata, yaitu
Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran
evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan dengan
kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi
sebagai sebuah sistem. Dengan kata demikian, jika tim evaluator sudah menentukan
model CIPP sebagai model yang akan digunakan untuk mengevaluasi program yang
ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program tersebut
16
berdasarkan komponen-komponennya.
16
Jabar, 2008. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta. PT Bumi Aksara: hal 45
2. Input evaluation, structuring decision. Evaluasi ini menolong , mengatur keputusan,
menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan
strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya?
3. Process evaluation, to serve implementaing decision. Evaluasi proses untuk membantu
mengimplementasikan keputusan sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa
yang harus direvisi? Begitu pertanyaan tersebut terjawab prosedur dapat dimonitor dan
diperbaiki.
4. Product evaluation, to serve recycling decision. Evaluasi produk untuk menolong
keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah
program berjalan? Huruf pertama dari konteks evalasi dijadikan ringkasan CIPP, model
17
ini terkenal dengan model CIPP oleh Stufflebeam.
Stufflebeam, dalam bukunya Education Evaluation and Decision Making,
menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi yaitu context, input, process, and
product, serta mengajukan suatu model yang merupakan singkatan dari keempat dimensi
diatas. 18
Pengertian keempat masing-masing dimensi diatas adalah:
(1) context yaitu situasi atau latar belakang yang memengaruhi jenis-jenis tujuan dan
strategi pendidikan, misalnya keadaan ekonomi negara, pandangan hidup masyarakat dan
sebagainya.
(2) input yaitu sasaran/modal/bahan dan rencana strategi untuk mencapai tujuan.
(3) proccess yaitu pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/ modal/ bahan di
lapangan.
(4) product yaitu hasil yang dicapai selama dan akhir pengembangan sistem pendidikan
yang bersangkutan. 19
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Stufflebeam, bahkan menambahkan
satu dimensi lagi dalam evaluasi yaitu dimensi context yang belum sepenuhnya tercakup
dalam dimensi yang diajukan oleh stake. Dengan kata lain, menurut Stufflebeam, sistem
17
Tayibnapis, 2000. Evaluasi Program. Jakarta. Rineka Cipta: hal 14.
18
Daryanto, 2012. Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta: hal 88.
19
Purwanto, 2014. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta. Pustaka Pelajar: hal 29
pendidikan itu hendaknya dinilai dari segi latar belakangnya, sarana/ rencana
kegiatannya, proses pelaksanaannya dan hasil yang dicapainya, agar dapat diperoleh
informasi yang luas. 20
Evaluasi yang diajarkan oleh seorang guru mungkin berjalan dengan baik. Tetapi
mungkin hasil penilaian yang mereka lakukan itu buruk mutunya. Sehubungan dengan
itu, maka untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan evaluasi yang baik perlu
sebelumnya ditentukan unsur-unsur apa dalam situasi belajar yang dianggap penting.
20
Daryanto, 2012. Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta: hal 89
21
Elis Ratna Wulan dan Rusdiana, Evaluasi Pembelajaran (Bandung: Pustaka Setia,2013) hal 30
Bahkan aspek terpenting dalam segala macam belajar, ialah tujuan pelajar itu sendiri,
belajar itu dimulai karena adanya dorongan keperluan (need) atau karena adanya suatu
persoalan yang dirasakan memaksa oleh pelajar atau karena adanya suatu situasi
pengalaman yang hendak dikuasai. 22
Evaluasi dilaksanakan untuk meneliti hasil dan proses belajar siswa, untuk
mengetahui kesulitan-kesulitan yang melekat pada proses belajar itu. Evaluasi tidak
mungkin dipisahkan dari belajar, maka harus diberikan secara wajar agar tidak
merugikan. Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas dapat dilihat dari sejauh mana
penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh seluruh siswa di kelas itu. Pada
dasarnya hasil belajar siswa dapat dinyatakan dalam tiga aspek yang biasa disebut dengan
domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
22
Asrul dan Rusydi dan Rosnita, Evaluasi Pembelajaran (Medan: Perdana Mulya Sarana, 2014) hal 11
23
Elis Ratna Wulan dan Rusdiana, Evaluasi Pembelajaran (Bandung: Pustaka Setia,2013) hal 55
mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Dalam proses pembelajaran, tes merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui
tercapai atau tidaknya suatu standar kompetensi yang telah dipelajari oleh siswa di setiap
pemnelajaran. Hal tesebut senada dengan pendapat ahli yang mengatakan bahwa tes
merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu
dalam susasa, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.24
24
Elis Ratna Wulan dan Rusdiana, Evaluasi Pembelajaran (Bandung: Pustaka Setia,2013) hal 95
pembelajaran, tidak dapat dipisahkan dari komponen lain yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor sebagai berikut: tujuan pembelajaran, materi ajar, peserta didik/siswa, fasilitas,
waktu dan guru3. Selanjutnya yakni langkah ketiga dalam penerapan Evaluasi Model
CIPP adalah penilaian atas implementasi pembelajaran dan permasalahan yang ada.
Penilaian merupakan bagian yang terpenting dalam kegiatan pembelajaran, sehinggga
perlu diperhatikan pula hal-hal yang berkaitan dengan penilaian dalam pembelajaran
tersebut. Penilaian digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa serta keberhasilan
siswa dalam pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran4. Dan langkah yang terakhir adalah
penentuan akan hasil dari pencapaian siswa. Apakah siswa tersebut telah berhasil
memnuhi tujuan yang diharapkan ataukah belum berhasil.
Dibandingkan dengan model- model evaluasi yang lain, model CIPP memiliki
beberapa kelebihan antara lain : lebih komprehensif, karena objek evaluasi tidak hanya
pada hasil semata tetapi juga mencakup konteksm masukan (input), proses maupun hasil.
Selain memiliki kelebihan model CIPP juga memiliki keterbatasan, antara lain penerapan
model ini dalam bidang program pemeblajaran di kelas mempunyai tingkat
keterlaksanaan yang kurang tinggi jika tanpa adanya modifikasi. Hal ini dapat terjadi
karena untuk mengukur konteks, masukan maupun hasil dalam arti yang luas akan
melibatkan banyak pihak yang membutuhkan waktu dan biaya yang lebih.25
25
Eko putro Widoyoko.2009.Evaluasi Program Pembelajaran.Yogyakarta:Pustaka Belajar.Hal 184.
E. Lebih komperehensif dari model lainnya.
Kelebihan dan Kelemahan Model CIPP Meskipun diakui bahwa evaluasi model
CIPP dianggap lebih universal dan relatif lebih lengkap untuk mengevaluasi kegiatan
program-program pembangunan, namun demikian masih memiliki beberapa kelemahan
dan kelebihan dibandingkan dengan model-model evaluasi yang lain.
Beberapa kelemahan yang ada ada adalah: 1) pandangan evaluator mungkin tidak sejalan
dengan pengambilan keputusan, 2) fokus evaluasi menekankan pada hasil program, 3)
tidak terlalu mementingkan bagaimana proses seharusnya daripada kenyataan yang
sedang berlangsung, 4) cenderung fokus pada rational management daripada mengakui
realita yang ada, 5) terkesan top down dengan sifat manajerial dalam pendekatannya, dan
6) bila diterapkan secara terpisah (partial) akan melemahkan ide dasar.
26
Nurjannah Nonchi.2017. Implementasi Gernas Kakao. Makassar.Cv Sah Media.Hal 43-44).
perbaikan selama program berjalan maupun dapat memberikan informasi final, dan 7)
lebih komprehensif dari model lainnya.27
27
Utsman.(Tanpa Tahun). Evaluasi Program Pembangunan Masyarakat dengan Model CIPP. Journal
Unnes. Semarang:Unnes.Hal 8.
28
Utsman.(Tanpa Tahun). Evaluasi Program Pembangunan Masyarakat dengan Model CIPP. Journal Unnes.
Semarang:Unnes.Hal 2
pengimplementasian suatu program. Salah satu teknik dalam evaluasi ialah model
evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product). 29
Evaluasi ini difokuskan pada pembelajaran yang menunjuk pada proses kegiatan
belajar mengajar pada PAUD Inklusi. Pembelajaran merupakan suatu proses
penyelenggaraan interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar (Abdul Majid, 2006, h. 15). Tujuan evaluasi pembelajaran adalah
untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik yang menyangkut
tentang tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem
penilaian itu sendiri (Zainal Arifin, 2013, h. 16).31
29
Utsman.(Tanpa Tahun). Evaluasi Program Pembangunan Masyarakat dengan Model CIPP. Journal Unnes.
Semarang:Unnes.Hal 2-3.
30
Subar junanto dan Nur Arini. 2018. Evaluasi Program Pembelajaran di PAUD Inklusi dengan Model Context,
Input, Process, Product (CIPP).Journal Of Disability Studies, Vol 5 No. 2.IAIN Surakarta.Hal 183-184.
31
Subar junanto dan Nur Arini. 2018. Evaluasi Program Pembelajaran di PAUD Inklusi dengan Model Context,
Input, Process, Product (CIPP).Journal Of Disability Studies, Vol 5 No. 2.IAIN Surakarta.Hal 184.