Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

URGENSI BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN

diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling yang diampu:
Dadang Sudrajat, M.Pd.

disusun Oleh :

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2019
KATA PENGANTAR

Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang menjalankan tiga aspek


utamanya dengan sinergis, salah satunya adalah aspek bimbingan dan konseling. Tanpa
adanya aspek bimbingan dan konseling, lembaga pendidikan mungkin hanya
menghasilkan individu yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang
memiliki kemampuan dan terampil dalam aspek psikososiospiritual.

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Bimbingan dan Konseling tentang
urgensi bimbingan dan konseling dalam praktik pendidikan. Tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada pembaca di bidang bimbingan dan
konseling, khususnya dalam mengetahui urgensi diadakannya bimbingan dan konseling
dalam praktik pendidikan. Di samping itu, makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Bimbingan dan Konseling.

Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna harus sadar
akan keberadaan dirinya, tidak takut untuk mengubah kehidupannya untuk menjadi lebih
baik, dan tidak berhenti untuk terus menimba ilmu dalam kehidupan guna keluar dari
kebodohan imannya dan menuju peningkatan nilai dan kecerdasan takwa dirinya kepada
Sang Maha Pencipta. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
ini. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran. Tak ada gading
yang tak retak, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata. Semoga makalah ini
menjadi pelita bagi individu yang ingin mengembangkan kepribadian dirinya. Amin

Bandung, 28 Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan yang bermutu mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya dengan sinergi. Salah
satunya adalah bidang pembinaan siswa atau lebih akrab di kenal sebagai Bimbingan dan Konseling.
Bila hanya menjalakan dalam bidang administratif dan instrutuksional, pendidikan tentu akan
menciptakan individu yang pintar dan terampil dan aspek akademik, tetapi kurang memiliki
kemampuan atau kematangan dalam aspek psikososiospiritual.
Bidang pembinaan siswa atau bimbingan dan konseling terkait dengan pemberian layanan bantuan
kepada peserta didik dalam upaya mencapai perkembangan yang optimal, melalui interaksi yang
sehat dengan lingkungannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah?

2. Apa landasan psikologis perlunya bimbingan dan konseling di sekolah?

3. Apa landasan sosiologis perlunya bimbingan dan konseling di sekolah?

4. Apa perlunya bimbingan dan konseling dari sisi keagamaan?

5. Mengapa perlu bimbingan dan konseling di sekolah ditinjau dari sisi perkembangan IPTEK?

6. Apa perlunya bimbingan dan konseling dilihat dari peserta didik yang berkebutuhan khusus?

7. Bagaimana sejarah perkembangan bimbingan dan konseling dalam tataran pendidikan formal?

1.3 Tujuan Makalah

1. Mengetahui latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah.

2. Mengetahui landasan psikologis perlunya bimbingan dan konseling di sekolah.

3. Mengetahui landasan sosiologis perlunya bimbingan dan konseling di sekolah.

4. Mengetahui perlunya bimbingan dan konseling dari sisi keagamaan.


5. Mengetahui perlunya bimbingan dan konseling di sekolah ditinjau dari sisi perkembangan
IPTEK.

6. Mengetahui perlunya bimbingan dan konseling dilihat dari perserta didik yang berkebutuhan
khusus.

7. Mengetahui sejarah perkembangan bimbingan dan konseling dalam tataran pendidikan formal.
BAB II

URGENSI BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN

2.1 Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah

2.1.1 Hakekat Bimbingan dan Konseling

Shertzer dan Stone (1971:40) mengartikan bimbingan dan konseling sebagai proses pemberian
bantuan kepada individu untuk mencapai perkembangan optimal. Sedangkan, menurut Rochman
Natawidjaja (1987:3) mengartikannya sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia
sanggup mengarahkan dirinya dan bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan
lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya.

2.1.2 Tujuan Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu peserta didik agar dapat mencapai tujuan-
tujuan perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial individu, aspek akademik, dan aspek
karir.

2.1.3 Implementasi Bimbingan dan Konseling

Menurut Yusuf dan Nurihsan (2014:26) dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling
berikut adalah cara-cara untuk mewujudkannya:
1. Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa.
2. Pengembangan kemandirian emosional
3. Pengembangan kemampuan individual
4. Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang positif atau ketrampilan belajar yang efektif
5. Pengembangan perilaku sosial yang bertanggung jawab
6. Pengembangan upaya pencapaian peran sosial sebagai pria atau wanita
7. Pengembangan sikap penerimaan diri secara objektif
8. Pengembangan sikap dan kemampuan untuk mencapai kemandirian ekonomi
9. Pengembangan sikap dan kemampuan mempersiapkan karir di masa depan
10. Pengembangan upaya pencapaian hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
11. Pengembangan sikap positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga
2.1.4 Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Bimbingan dan Konseling adalah salah satu unsur penting dalam lembaga pendidikan. Tanpa
adanya bimbingan dan konseling, lembaga pendidikan tidak dapat mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh peserta didik. Tidak hanya itu, lembaga pendidikan tidak dapat mengetahui konflik dan
motif yang menyebabkannya perilaku yang menyimpang atau mengganggu masyarakat sekolah dan
kegiatan belajarnya.
Selain itu guru bimbingan dan konseling juga bertugas untuk memperkuat dan mengembangkan
motif positif yang dimiliki oleh seorang peserta didik dan membuka wawasannya terhadap motif
negatif. Mereka juga harus dapat membimbing peserta didik yang menghadapi dan mengambil
keputusan dalam konflik karena dua motif positif sama kuat atai dua motif negatif yang sama kuat.

2.2 Landasan Psikologi Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Agar perkembangan pribadi peserta didik berlangsung baik dan terhindar dari masalah
psikologis, maka butuh bantuan yang bersifat psikologis. Bantuan yang memfasilitasi adalah
bimbingan dan konseling.
2.2.1 Motif
Setiap tingkah laku individu pasti memiliki motif. Konselor perlu memahami motif klien dalam
bertingkah laku, agar dapat mengukur motif peserta didik, mengembangkan motif perserta didik yang
tepat, dan mendeteksi alasan atau latar belakang tingkah laku klien.
2.2.1.1 Pengertian
Menurut Sartain, motif adalah suatu keadaan yang komplek dalam organisme yang
mengarahkan perilakunya kepada satu tujuan atau insentif.
J.P Chaplin berkata, motif adalah satu kekuatan dalam diri individu yang melahirkan,
memelihara dan mengarahkan perilaku kepada suatu tujuan.
2.2.1.2 Pengelompokan
Ada beberapa macam pengelompokan yang dikemukakan oleh para ahli.
PERTAMA, pengelompokan motif primer dan sekunder.
1) Motif Primer
Motif yang menunjukkan kepada motif yang tidak dipelajari dan bersifat naluriah.
2) Motif Sekunder
Motif yang berkembang karena dipelajari. Biasanya dipengaruhi oleh tingkat peradaban, adat
istiadat, dan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat.
KEDUA, motif menurut Woodwort dan Marquis.
1) Motif kebutuhan organis : Kebutuhan untuk makan, minum, bernapas, seksual,
beristirahat, dan bergerak.
2) Motif darurat : Motif untuk menyelamatkan diri, membalas, berburu, berusaha, dan
menyerang.
3) Motif Objektif : Melakukan eksplorasi, memanipulasi, dan memusatkan perhatian pada
suatu objek yang banyak bersangkutan dengan diri individu.
KETIGA, motif yang berdasarkan atas jalarannya.
1) Motif Intrinsik : Motif yang tidak dirangsang dari luar.
2) Motif Ekstrinsik : Motif yang disebabkan oleh pengaruh rangsangan dari luar.
KEEMPAT, motif berdasarkan isi atau persangkut pautannya.
1) Motif Jasmaniah
2) Motif Rohaniah
KELIMA, motif menurut Abraham H. Maslow.
1) Kebutuhan biologis
2) Kebutuhan rasa aman
3) Kebutuhan sosial/afiliasi
4) Kebutuhan akan pemuasan harga diri
5) Kebutuhan aktualisasi diri
2.2.1.3 Pengukuran
Dalam mengukur motif seorang individu terdapat beberapa indikator.
1) Durasi kegiatannya
2) Frekuensi kegiatannya
3) Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan
4) Persistensinya
5) Ketabahan, keuletan, dan kemauannya dalam menghadapi rintangan
6) Tingkatan aspirasinya
7) Tingkat kualifikasi dari prestasinya
8) Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan
2.2.1.4 Beberapa Usaha untuk Membangkitkan Motif
1) Menciptakan situasi kompetisi yang sehat
2) Adakan pacemaking
3) Menginformasikan tujuan yang jelas
4) Memberikan ganjaran
5) Memberi kesempatan untuk sukses

2.2.2 Konflik dan Frustrasi


2.2.2.1 Konflik
1) Konflik mendekat-mendekat, kondisi psikis dimana individu menghadapi dua motif positif
yang sama kuat.
2) Konflik menjauh-menjauh, kondisi psikis dimana individu menghadapi dua motif negatif
yang sama kuat.
3) Konflik mendekat-menjauh, kondisi psikis menghadapi satu situasi mengandung motif
positif dan negatif yang kuat.
2.2.2.2 Frustrasi
Frustrasi dapat diartikan sebagai kekecewaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak
tercapainya keinginan.
1) Frustrasi Lingkungan : Timbul dari rintangan yang terdapat dalam lingkungan.
2) Frustrasi Pribadi : Timbul dari ketidakmampuan individu dalam mencapai tujuannya.
3) Frustrasi Konflik : Disebabkan oleh konflik dari berbagai motif dalam diri individu.
Reaksi individu terhadap frustrasi yang dialaminya berbeda-beda. Perbedaan reaksi individu
terhadap frustrasi itu, dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukannya. Adapun wujud dari cara-cara
individu dalam mereaksi frustrasi itu, diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Agresi Marah : Individu menjadi agresif, marah-marah, dan merusak, baik terhadap
dirinya sendiri maupun lingkungan.
2) Bertindak secara eksplosif : Melakukan perbuatan yang eksplosif, baik dengan perbuata
jasmaniah maupun dengan ucapan.
3) Dengan cara introversi : Menarik diri dari dunia nyata, dan masuk ke dunia khayal.
4) Perasaan tak berdaya : Menunjukkan sikap tak berdaya, patah hati, pasif, dan mungkin
juga menderita sakit.
5) Kemunduran : Kemunduran dalam tingkah laku
6) Fiksasi : Mengulang kembali sesuatu yang menyenangkan
7) Penekanan : Menekan pengalaman traumatis, keinginan, kekesalan, atau ketidaksenangan
ke alam tidak sadar.
8) Rasionalisasi : Mencari-cari dalih pada orang lain untuk menutupi kesalahan
9) Proyeksi : Melemparkan sebab kegagalannya kepada orang lain
10) Kompensasi : Berusaha untuk menutupi kekurangan atau kegagalannya dengan cara-cara
lain yang dianggapnya memadai
11) Sublimasi : Mengalihkan tujuan pada tujuan lain yang mempunyai nilai sosial atau etika
yang lebih tinggi.

2.2.3 Sikap
Konselor perlu memahami tentang konsep sikap, karena sikap sangat mewarnai perilaku
individu, atau dapat dikatakan bahwa perilaku individu merupakan perwujudan dari sikapnya.
Konselor perlu menyadari bahwa perubahan sikap merupakan salah satu tujuan dari bimbingan dan
konseling.
2.2.3.1 Pengertian
Menurut Thurstone, sikap merupakan suatu tingkatan afeksi. Baik bersifat positif maupun
negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis.
Menurut Howard Kendler, sikap merupakan kecenderungan untuk mendekati atau menjauhi,
atau melakukan sesuatu, baik secara positif maupun negatif terhadap suatu lembaga, peristiwa,
gagasan atau konsep.
2.2.3.2 Unsur Sikap
1) Unsur Kognisi : Keyakinan atau pemahaman individu terhadap objek-objek tertentu.
2) Unsur Afeksi : Menunjukkan perasaan yang menyertai sikap individu terhadap suatu
objek.
3) Unsur Kecenderungan Bertindak : Kesediaan individu untuk bertindak atau mereaksi
terhadap objek tertentu.
2.2.3.3 Ciri-ciri Sikap
Dalam sikap, selalu terhadap suatu hubungan antara subjek dan objek. Sikap tidak hanya
dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman. Sikap tidak
mudah menghilang walaupun kebutuhan sudah terpenuhi.
2.2.3.4 Pembentukan Sikap
Menurut Sartain, dkk., ada empat faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap.
1) Faktor Pengalaman Khusus : Sikap terhadap suatu objek itu terbentuk melalui
pengalaman khusus.
2) Faktor Komunikasi dengan Orang Lain : Sikap individu yang terbentuk disebabkan oleh
adanya komunikasi dengan orang lain.
3) Faktor Model : Sikap terbentuk terhadap sesuatu itu dengan melalui jalan mengimitasi
suatu tingkah laku yang memadai model dirinya
4) Faktor Lembaga Sosial : Suatu lembaga dapat menjadi sumber yang mempengaruhi
terbentuknya sikap.
2.2.3.5 Perubahan Sikap
Perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
McGuire mengatakan tentang teorinya mengenai perubahan sikap tersebut.
1) Learning Theory Approach : Perubahan sikap disebabkan proses belajar atau materi yang
dipelajari.
2) Perceptual Theory Approach : Sikap seseorang berubah apabila persepsinya tentang objek
itu berubah
3) Consistency Theory Approach : Setiap orang akan berusaha untuk memelihara
keharmonisan
4) Functional Theory Approach : Sikap seseorang itu akan berubah bergantung pada
hubungan fungsional objek itu bagi dirinya.

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Individu


a. Hereditas
Totalitas karakteristik individu yang diwariskan orangtua kepada anak, atau segala potensi,
baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak
orangtua melalui gen-gen.
Penurunan sifat melalui prinsip berikut ;
1) Reproduksi
2) Konformitas
3) Variasi
4) Regresi Filial
b. Lingkungan
Segala hal yang mempengaruhi individu, sehingga individu itu terlibat/terpengaruh
karenanya.
Lapisan lingkungan menurut Urie Brenfrenbrenner :
1) Microsystem
2) Mesosystem
3) Exosystem
4) Macrosystem
Pengaruh lingkungan keluarga : Keberfungsian keluarga, pola hubungan orangtua-anak, kelas
sosial dan status ekonomi
Pengaruh lingkungan sekolah : Pencapaian tugas perkembangan melalui kelompok teman sebaya
di sekolah, mencapai perkembangan kemandirian pribadi, pengembangan filsafat hidup,
pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang mahaEsa.
Teman sebaya : Social Cognition dan Konformitas

2.2.5 Masalah Perkembangan Individu


Perkembangan dapat berhasil dengan baik, jika faktor-faktor tersebut bisa saling melengkapi.
Untuk mencapai perkembangan yang baik harus ada asuhan terarah. Asuhan dalam perkembangan
dengan melalui proses belajar sering disebut pendidikan.
Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku atau ketrampilan, yang dimiliki
oleh individu, sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. Setiap kelompok buday mengharapkan
para anggotanya menguasai ketrampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang
disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang kehidupan.

2.2.6 Masalah Perbedaan Individu


Mengingat bahwa yang menjadi tujuan pendidikan adalah perkembangan yang optimal dari
setiap individu, maka masalah perbedaan individu ini perlu mendapat perhatian dalam pelayanan
pendidikan. Sekolah hendaknya memberikan bantuan kepada siswa dalam menghadapi masalah-
masalah sehubungan dengan perbedaan individu. Dengan kata lain, sekolah hendaknya memberikan
pelayanan kepada para siswa secara individual sesuai dengan keunikan masing-masing.

2.2.7 Masalah Kebutuhan Individu


Kebutuhan Biologis, berfungsi untuk mempertahankan hidupnya secara fisik.
Kebutuhan Rasa Aman, kebebasan untuk berekspresi atau berperilaku.
Kebutuhan akan Pengakuan dan Kasih Sayang, seseorang mencari pengakuan dan curahan kasih
sayang dari orang lain.
Kebutuhan akan Penghargaan, jika seseorang telah merasa diakui maka dia akan mengembangkan
kebutuhan dan perasaan berharga.
Kebutuhan Kognitif, hasrat ingin memperoleh pemahaman tentang sesuatu.
Kebutuhan Estetik, manusia dapat mengembangkan kreativitasnya dalam bidang seni, dll.
Kebutuhan Aktualisasi Diri, perwujudan potensi dan kapabilitas secara penuh.

2.2.8 Masalah Penyeselain Diri dan Kesehatan Mental

Kegiatan atau tingkah laku individu pada hakikatnya merupakan cara pemenuhan kebutuhan.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan ini, individu harus dapat menyesuaikan antar kebutuhan dengan
segala kemungkinan yang ada dalam lingkungan, disebut dengan proses penyesuaian diri.

1) Penyesuaian Normal : Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal, yang
baik (well adjustment) apabila ada mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya
secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama.
2) Penyesuaian Menyimpang : Penyesuaian diri yang menyimpang atau tidak normal merupakan
proses pemenuhan kebutuhan atau upaya pemecahan masalah dengan cara-cara yang tidak wajar
atau bertentangan dengan norma yang dijunjung tinggi di masyarakat.

2.2.9 Masalah Belajar


Dalam kegiatan belajar dapat timbul berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri maupun
pengajar. Misalnya bagaimana memilih metode dan alat-alat sesuai dengan jenis dan situasi belajar,
pengaturan waktu belajar, menggunakan buku-buku pelajaran dan sebagainya. Keberhasilan belajar
siswa itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.
1) Faktor Internal : Faktor internal masalah belajar meliputi fisik dan psikis. Yang termasuk faktor
fisik, di antaranya: nutrisi, kesehatan dan keberfungsian fisik. Sementara faktor psikis di
antaranya adalah kecerdasan, motivasi, minat, sikap dan kebiasaan belajar, dan suasana emosi.
2) Faktor Eksternal : Faktor eksternal meliputi aspek-aspek nonsosial dan sosial. Yang termasuk
faktor nonsosial adalah: keadaan suhu udara, waktu, suasana lingkungan, keadaan tempat, dan
fasilitas belajar. Sedangkan faktor sosial yaitu faktor manusia baik yang hadir secara langsung
maupun tidak langsung.

2.2.10 Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence)


Setiap manusia memiliki delapan jenis inteligensi, namun yang menonjol hanya satu atau dua
inteligensi saja, meskipun ada yang memiliki tingkat jenis inteligensi yang hampir semuanya tinggi.
Secara rinci, delapan jenis kecerdasan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1) Inteligensi Linguistik : Kecerdasan linguistik merupakan kemampuan yang sangat

sensitif pada suara, irama dan arti kata-kata serta keinginan yang kuat untuk

mengekspresikan dalam bentuk tulisan.

2) Inteligensi Logika Matematika : Kecerdasan logika matematika merupakan

kemampuan menjumlahkan secara matematis, berpikir secara logis, mampu berpikir

secara deduktif dan induktif serta ketajaman dalam membuat pola-pola dan

hubungan-hubungan yang logis.


3) Inteligensi Kinestetika Tubuh : Kecerdasan kinestetika tubuh merupakan

kemampuan untuk menyatukan tubuh dan pikiran ke dalam penampilan fisik yang

sempurna.

4) Inteligensi Visual Ruang : Kecerdasan visual ruang merupakan sekumpulan

kemampuan yang berhubungan dengan pemilihan, pemahaman, proyeksi visual,

imajinasi mental, pemahaman ruang, manipulasi imajinasi serta penggandaan

imajinasi nyata maupun abstrak.

5) Inteligensi Musikal : Kecerdasan musikal merupakan pola musik tertentu struktur

berpikir musikal yang tidak tergantung pada bentuk inteligensi lainnya, yang

menggunakan tiga komponen utama, yaitu nada, ritma, dan timbre atau kualitas

suara.

6) Inteligensi Interpersonal : Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan untuk

memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, dengan mampu membedakan

suasana hati, temperamen, motivasi keterampilan-keterampilan orang lain.

7) Inteligensi Intrapersonal : Kecerdasan intrapersonal merupakan pemikiran dan

perasaan individu. Makin seseorang membawanya ke alam sadarnya, maka makin

beiklah hubungan dunia dalam dengan dunia luarnya. Dengan demikian seseorang

akan memahami tujuan, keinginan dan alam emosinya.

8) Inteligensi Naturalis : Kecerdasan naturalis merupakan kemampuan mengenali dan

mengklasifikasi species di lingkungan sekitar atau kepekaan terhadap fenomena alam

lainnya.

2.2.11 Kecerdasan Emosional


Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosional merupakan faktor yang paling dominan
mempengaruhi kesuksesan hidup seseorang. Kecerdasan emosional ini merujuk kepada kemampuan-
kemampuan memahami diri, mengelola emosi, memanfaatkan emosi secara produktif, empati dan
membina hubungan. Unsur-unsur kecerdasan emosional yaitu, kesadaran diri, mengelola emosi,
memanfaatkan emosi secraa produktif, empati dan membina hubungan.

2.2.12 Kecerdasan Spiritual


Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk mengenal dan memecahkan masalah-
masalah yang terkait dengan makna dan nilai. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi
biasanya ditandai oleh beberapa indikator, yaitu bersifat fleksibel, memiliki kesadaran, memiliki
kemampuan untuk menghadapi penderitaan dan mengambil hikmahnya, memiliki kualitas hidup
yang diilhami oleh visi dan nilai, cenderung untuk bertanya “mengapa” atau “apa” dan mencari
jawaban-jawaban yang fundamental.

2.2.13 Kreativitas
Kreativitas merupakan kemampuan untuk mencipta suatu produk baru, atau kemampuan
untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas
meliputi ciri kognitif, seperti kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi dan pemaknaan kembali
sedangkan ciri non-kognitif yaitu motivasi, sikap, rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan dan
selalu ingin mencari pengalaman baru.

2.2.14 Stres dan Pengelolaannya


Stres merupakan fenomena psikofisik. Stres yaitu reaksi fisik terhadap permasalahan
kehidupan yang dialaminya. Gejala-gejala pada stres dibagi menjadi gejala fisik dan gejala psikis.
Gejala fisik contohnya yaitu sakit kepala, hipertensi, keluar keringat dingin dan lainnya. Sedangkan
gejala psikis yaitu gelisah atau cemas, tidak bisa berkonsentrasi,sikap apatis, pesimis, sering
melamun, dan lainnya.
Faktor-faktor pemicu stres yang berasal dari diri organisme itu sendiri yaitu faktor biologis
dan psikologis. Sedangkan yang berasal dari luar adalah faktor lingkungan.

2.3 Landasan Sosiologi (Sosial Budaya) tentang Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah
Masalah timbul dari individu yang terlibat dalam masyarakat yang dihadapinya. Semakin rumit
masyarakatnya, maka semakin rumit juga masalah yang dihadapinya. Jadi kebutuhan akan bimbingan
itu muncul karena terdapat faktor yang menambah rumitnya keadaan di masyarakat.
2.3.1 Perubahan Konstelasi Keluarga
Keluarga yang fungsional adalah keluarga yang ditandai dengan ciri-ciri berikut ini :
1. Saling memperhatikan dan mencintai.
2. Bersikap terbuka dan jujur
3. Orang tua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya dan mengakui pengalamannya
4. Ada sharing masalah diantara anggota keluarga
5. Mampu berjuang mengatasi masalah kehidupannya
6. Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi
7. Orang tua mengayomi atau melindungi anak
8. Komunikasi antar anggota keluarga berlangsung dengan baik
9. Keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai-nilai budaya
10. Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
Sementara keluarga yang disfungsional ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Adanya pengekangan dorongan dan penindasan perasaan
2. Mengalami kematian emosional, dingin dalam pergaulan, kurang adanya kehangatan dan
persahabatan, penuh kemuraman dan kesedihan.
3. Kurang bisa beradaptasi dengan keadaan yang berubah
4. Tidak berfungsinya struktur keluarga
2.3.2 Perkembangan Pendidikan
Perkembangan pendidikan tampak dalam tiga arah.
Arah Meninggi, menimbulkan kebutuhan bimbingan bagi murid-murid untuk lebih memilih
kelanjutan sekolah yang paling tepat.
Arah Meluas, menimbulkan kebutuhan akan bimbingan untuk memilih jurusan yang khusus dan
memilih bidang studi yang tepat bagi setiap murid.
Arah Mendalam, menimbulkan akibat bahwa setiap murid memerlukan perhatian yang bersifat
individual dan khusus.
2.3.3 Dunia Kerja
1. Semakin berkurangnya kebutuhan terhadap pekerja yang tidak memiliki ketrampilan
2. Meningkatnya kebutuhan terhadap pekerja yang professional
3. Berkembangnya berbagai jenis pekerjaan
4. Berkembanganya perindustrian di berbagai daerah
5. Berbagai jenis pekerjaan baru yang membutuhkan cara pelayanan baru
6. Semakin bertambahnya jumlah pekerja yang masih berusia muda

2.3.4 Perkembangan Kota Metropolitan


Saeful Dullah mengemukakan dampak sosial yang buruk dari pertumbuhan kota abad-21, yaitu
sebagai berikut.
1. Umumnya motivasi orang desa bermigrasi ke kota adalah “mengadu nasib” melainkan “memenuhi
permintaan kebutuhan pekerjaan”
2. Masalah pengangguran diproyeksikan akan semakin menjadi masalah serius.
3. Keadaan semakin serius karena banyaknya tenaga kerja dengan tingkat pendidikan dan
ketrampilan yang kurang di kota.
4. Menjamurnya pendirian rumah gubuk yang ilegal
5. Terbatasnya kemampuan penyediaan air bersih
6. Bank Dunia memprediksikan bahwa pada tahun 2000, kurang dari 5 juta anak akan meninggal
karena lingkungan yang semakin buruk.

2.3.5 Perkembangan Komunikasi


Televisi sudah menjadi konsumsi sehari-hari manusai dari berbagai rentang usia. Iklan di TV
juga mempropagandakan sikap konsumerisme di kalangan masyarakat. Dewasa ini banyak sekali
acara TV yang tidak mendidik karena banyak adegan kekerasan dan amoral. Peran bimbingan dalam
kasus ini adalah dapat membantu anak untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

2.3.6 Seksisme dan Rasisme


Seksisme adalah paham yang mengunggulkan salah satu jenis kelamin dari jenis kelamin yang
lainnya. Sedangkan rasisme adalah paham yang menggulkan ras satu dari ras yang lainnya.
Berdasarkan paham berikut, maka program bimbingan membantu orang dewasa atau orang tua untuk
memahami bahwa anak perempuan dapat memiliki peluang pekerjaan yang disukainya yang sama
dengan laki-laki, begitupun dengan masalah ras.

2.3.7 Kesehatan Mental


Masalah kesehatan mental semakin marak terjadi di kalangan remaja dan orang dewasa. Tidak
hanya di Amerika, dewasa ini banyak masyarakat Indonesia yang mengalami masalah kesehatan
mental, tetapi masih banyak warga yang menganggap remeh masalah kesehatan mental. Bahkan tidak
sedikit yang mengolok-olok ketika seseorang melukai dirinya sendiri atau mencoba untuk bunuh diri.
Dalam masalah ini lembaga pendidikan dituntut untuk mengadakan program bimbingan dan
konseling untuk menciptakan dan mengembangkan mental yang sehat dan mencegah atau
menyembuhkan mental yang tidak sehat.
2.3.8 Perkembangan Teknologi
Teknologi yang maju menimbulkan dua masalah utama. Pekerjaan yang diambil alih oleh
teknologi dan lapangan kerja yang membutuhkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi. Hal ini membuat orang yang mencari kerja membutuhkan bimbingan untuk memecahkan
masalahnya.

2.3.9 Kondisi Moral dan Keagamaan


Kebebasan untuk menganut agama dan kepercayaannya membuat banyak individu yang
mempertanyakan kepercayaannya yang diwariskan dari orang tuanya. Dengan demikian, semakin
rumit ukuran penilaian keagamaan dan kepercayaan seseorang, semakin rumit masalah yang di derita
oleh seorang individu.

2.3.10 Kondisi Sosial Ekonomi


Kesimpangan ekonomi antara mereka yang tidak mampu dan mampu dapat menjadi masalah
yang besar. Kesenjangan ekonomi yang berjarak cukup jauh, dapat menimbulkan konflik dalam
sistem masyarakat yang bercampuran ini. Bimbingan tidak hanya diberi pada mereka yang tidak
mampu, tapi juga bagi mereka yang mampu.

2.4 Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah dari Sisi Keagamaan


2.4.1 Hakikat Manusia Menurut Agama
Kemampuan individu untuk dapat mengembangkan potensi “takwa” dan “fujur”-nya, tidak
terjadi secara otomatis. Melainkan membutuhkan bantuan orang lain, yaitu melalui pendidikan
agama, terutama dari orang tuanya.
Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan jati dirinya, identitas
dirinya, yang hakiki, yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Manusia yang diciptakan
Allah SWT. sebagai khalifah mempunyai kebebasan untuk mengembangkan diri.

2.4.2 Peranan Agama

1) Memelihara Fitrah : Agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsunya dan

terhindar dari godaan setan, maka manusia harus beragama, atau bertakwa kepada

Allah, yaitu beriman dan beramal sholeh.


2) Memelihara Jiwa : Agama mengharamkan atau melarang manusia melakukan

penganiayaan, penyiksaan atau pembunuhan, baik terhadap dirinya sendiri maupun

orang lain.

3) Memelihara Aksi : Hendaknya manusia mensyukuri nikmat yang telah diberi Allah

SWT dan menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak akal.

4) Memelihara Keturunan : Agama mengajarkan kepada manusia tentang cara

memelihara keturunan dengan sistem regenerasi yang suci.

2.4.3 Persyararan Konselor

Prayitno dan Erman Amti mengemukakkan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai

berikut.

1) Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik

keimanan dan ketakwaannya sesuai dengan agama yang dianutnya.

2) Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara

garis besar yang relevan dengan masalah klien.

2.5 Perlunya Bimbingan dan Konseling dari Sisi Perkembangan IPTEK


Di era ini ilmu pengetahuan, informasi dan teknologi berkembang sangat pesat, oleh karena itu
diperlukannya Bimbingan dan Konseling, agar individu dapat mengetahui dampak positif dan
negatifnya dari perkembangan tersebut. Lewat bimbingan dan Konseling, individu diarahkan kepada
dampak positif dari IPTEK yang lebih ditujukan pada penerapan teknologi yang harus dimilliki dan
dikuasai karena semakin kompleksnya jenis-jenis dan syarat pekerjaan serta persaingan antar
individu.

2.6 Perlunya Bimbingan dan Konseling dari Sisi Anak Berkebutuhan Khusus
Tujuan layanan dasar bimbingan dan konseling adalah membantu seluruh siswa
mengembangkan keterampilan dasar untuk kehidupan, termasuk siswa dengan berkebutuhan khusus
(ABK). Pengajaran dalam layanan dasar bimbingan dan konseling ini diawali sejak pengalaman
pertama siswa siswa ABK masuk sekolah, dengan materi yang diselaraskan dengan usia dan tahapan
perkembangan siswa ABK tersebut.
Menurut Purwanta (2005), ada beberapa karakteristik pendidikan inklusi yang dapat dijadikan
dasar layanan pendidikan bagi ABK diantaranya:
1. Pendidikan inklusi berusaha menempatkan anak dalam keterbatasan lingkungan seminimal
mungkin.
2. Pendidikan inklusi memandang anak bukan pada kecacatannya, tetapi melihat ABK
sebagai anak yang memiliki kebutuhan khusus untuk memperoleh perlakuan yang optimal.
3. Pendidikan inklusi lebih mementingkan pembauran bersama anak lain seumurnya dalam
sekolah reguler.
4. Pendidikan inklusi menuntut pembeljaran secara individual meski pembelajarannya
dilaksanakan secara klasikal.
Tujuan bimbingan bagi ABK secara umum meliputi:
1. Membantu peserta didik agar dapat melewati setiap masa transisi perkembangan dengan
baik.
2. Membantu peserta didik dalam mengatasi hambatan belajar dan hambatan perkembangan
atau permasalahan-permasalahan yang dihadapinya melalui pemenuhan kebutuhan khususnya.
3. Membantu menyiapkan perkembangan mental anak-anak untuk masuk ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
4. Membantu peserta didik dalam mencapai taraf kemandirian dan kebahagiaan hidup.

Menurut Sunardi (2005), layanan bimbingan bagi ABK harus didasarkan pada prinsip-prinsip
tertentu. Prinsip tersebut secara garisbesar berkenaan dengan 4 sasaran adalah:
1. Sasaran layanan bimbingan
a. Bimbingan ditujukan kepada semua individu yang berkelainan tanpa memandang umur, suku,
agama, dan status social ekonomi.
b. Bimbingan berurusan dengan pribadi berkelainan dan unik.
c. Bimbingan memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu yang
berkelainan.
d. Bimbingan memberikan perhatian utama kepada perbedaan individu yang berkelainan yang
menjadi pokok layanannya.
2. Permasalahan Individu Permasalahan yang dihadapi oleh individu adalah kompleks.
3. Program Layanan Bimbingan
a. Layanan bimbingan merupakan bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu.
b. Program bimbingan harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat dan
kondisi lembaga.
c. Program bimbingan disusun dari jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tertinggi.
d. Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan perlu ada kegiatan penilaian yang teratur dan
terarah.
4. Pelaksanaan Layanan Bimbingan
a. Bimbingan harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing
diri sendiri dalam menghadapi permasalahan.
b. Dalam proses bimbingan keputusan diambil oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu
sendiri, bukan atas kemauan atau desakan pembimbing.
c. Kerjasama antar pembimbing, guru, orang tua, dan tim ahli sangat menentukan hasil pelayanan
bimbingan.
d. Pengembangan program pelayanan bimbingan ditempuh melalui pemanfaatan secara maksimal
hasil asesmen.
e. Hasil pelaksanaan bimbingan hendaknya ditindaklanjuti dengan kegiatan evaluasi.

2.7 Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling dalam Tataran Pendidikan Formal
Secara formal bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya
kurikulum pada tahun1975, yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian
integral dalam pendidikan di sekolah. Didirikan Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) di
Malang.
Pada dekade 80-an, terjadi penyempurnaan kurikulum dari kurikulum 1975 ke 1984, yang di
dalamnya sudah terdapat bimbingan karir. Usaha memantapkan bimbingan dilanjutkan hingga
diberlakukannya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia menjadi semakin mantap dengan
terjadinya perubahan nama organisasi IPBI menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) pada tahun 2001.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Syamsu, dan A. Juntika Nurihsan. 2009. Landasan Bimbingan Dan Konseling.
Bandung: Remaja Rosdakarya

< http://seminar.uad.ac.id/index.php/snbkuad/article/view/68 >


Badiah, Lutfi Isni. 2017. Urgensi Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) di Sekolah Inklusi. Universitas Ahmad Dahlan.

Anda mungkin juga menyukai