diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling yang diampu:
Dadang Sudrajat, M.Pd.
disusun Oleh :
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Bimbingan dan Konseling tentang
urgensi bimbingan dan konseling dalam praktik pendidikan. Tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada pembaca di bidang bimbingan dan
konseling, khususnya dalam mengetahui urgensi diadakannya bimbingan dan konseling
dalam praktik pendidikan. Di samping itu, makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Bimbingan dan Konseling.
Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna harus sadar
akan keberadaan dirinya, tidak takut untuk mengubah kehidupannya untuk menjadi lebih
baik, dan tidak berhenti untuk terus menimba ilmu dalam kehidupan guna keluar dari
kebodohan imannya dan menuju peningkatan nilai dan kecerdasan takwa dirinya kepada
Sang Maha Pencipta. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
ini. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran. Tak ada gading
yang tak retak, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata. Semoga makalah ini
menjadi pelita bagi individu yang ingin mengembangkan kepribadian dirinya. Amin
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan yang bermutu mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya dengan sinergi. Salah
satunya adalah bidang pembinaan siswa atau lebih akrab di kenal sebagai Bimbingan dan Konseling.
Bila hanya menjalakan dalam bidang administratif dan instrutuksional, pendidikan tentu akan
menciptakan individu yang pintar dan terampil dan aspek akademik, tetapi kurang memiliki
kemampuan atau kematangan dalam aspek psikososiospiritual.
Bidang pembinaan siswa atau bimbingan dan konseling terkait dengan pemberian layanan bantuan
kepada peserta didik dalam upaya mencapai perkembangan yang optimal, melalui interaksi yang
sehat dengan lingkungannya.
5. Mengapa perlu bimbingan dan konseling di sekolah ditinjau dari sisi perkembangan IPTEK?
6. Apa perlunya bimbingan dan konseling dilihat dari peserta didik yang berkebutuhan khusus?
7. Bagaimana sejarah perkembangan bimbingan dan konseling dalam tataran pendidikan formal?
6. Mengetahui perlunya bimbingan dan konseling dilihat dari perserta didik yang berkebutuhan
khusus.
7. Mengetahui sejarah perkembangan bimbingan dan konseling dalam tataran pendidikan formal.
BAB II
Shertzer dan Stone (1971:40) mengartikan bimbingan dan konseling sebagai proses pemberian
bantuan kepada individu untuk mencapai perkembangan optimal. Sedangkan, menurut Rochman
Natawidjaja (1987:3) mengartikannya sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia
sanggup mengarahkan dirinya dan bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan
lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya.
Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu peserta didik agar dapat mencapai tujuan-
tujuan perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial individu, aspek akademik, dan aspek
karir.
Menurut Yusuf dan Nurihsan (2014:26) dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling
berikut adalah cara-cara untuk mewujudkannya:
1. Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa.
2. Pengembangan kemandirian emosional
3. Pengembangan kemampuan individual
4. Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang positif atau ketrampilan belajar yang efektif
5. Pengembangan perilaku sosial yang bertanggung jawab
6. Pengembangan upaya pencapaian peran sosial sebagai pria atau wanita
7. Pengembangan sikap penerimaan diri secara objektif
8. Pengembangan sikap dan kemampuan untuk mencapai kemandirian ekonomi
9. Pengembangan sikap dan kemampuan mempersiapkan karir di masa depan
10. Pengembangan upaya pencapaian hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
11. Pengembangan sikap positif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga
2.1.4 Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Bimbingan dan Konseling adalah salah satu unsur penting dalam lembaga pendidikan. Tanpa
adanya bimbingan dan konseling, lembaga pendidikan tidak dapat mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh peserta didik. Tidak hanya itu, lembaga pendidikan tidak dapat mengetahui konflik dan
motif yang menyebabkannya perilaku yang menyimpang atau mengganggu masyarakat sekolah dan
kegiatan belajarnya.
Selain itu guru bimbingan dan konseling juga bertugas untuk memperkuat dan mengembangkan
motif positif yang dimiliki oleh seorang peserta didik dan membuka wawasannya terhadap motif
negatif. Mereka juga harus dapat membimbing peserta didik yang menghadapi dan mengambil
keputusan dalam konflik karena dua motif positif sama kuat atai dua motif negatif yang sama kuat.
2.2.3 Sikap
Konselor perlu memahami tentang konsep sikap, karena sikap sangat mewarnai perilaku
individu, atau dapat dikatakan bahwa perilaku individu merupakan perwujudan dari sikapnya.
Konselor perlu menyadari bahwa perubahan sikap merupakan salah satu tujuan dari bimbingan dan
konseling.
2.2.3.1 Pengertian
Menurut Thurstone, sikap merupakan suatu tingkatan afeksi. Baik bersifat positif maupun
negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis.
Menurut Howard Kendler, sikap merupakan kecenderungan untuk mendekati atau menjauhi,
atau melakukan sesuatu, baik secara positif maupun negatif terhadap suatu lembaga, peristiwa,
gagasan atau konsep.
2.2.3.2 Unsur Sikap
1) Unsur Kognisi : Keyakinan atau pemahaman individu terhadap objek-objek tertentu.
2) Unsur Afeksi : Menunjukkan perasaan yang menyertai sikap individu terhadap suatu
objek.
3) Unsur Kecenderungan Bertindak : Kesediaan individu untuk bertindak atau mereaksi
terhadap objek tertentu.
2.2.3.3 Ciri-ciri Sikap
Dalam sikap, selalu terhadap suatu hubungan antara subjek dan objek. Sikap tidak hanya
dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman. Sikap tidak
mudah menghilang walaupun kebutuhan sudah terpenuhi.
2.2.3.4 Pembentukan Sikap
Menurut Sartain, dkk., ada empat faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap.
1) Faktor Pengalaman Khusus : Sikap terhadap suatu objek itu terbentuk melalui
pengalaman khusus.
2) Faktor Komunikasi dengan Orang Lain : Sikap individu yang terbentuk disebabkan oleh
adanya komunikasi dengan orang lain.
3) Faktor Model : Sikap terbentuk terhadap sesuatu itu dengan melalui jalan mengimitasi
suatu tingkah laku yang memadai model dirinya
4) Faktor Lembaga Sosial : Suatu lembaga dapat menjadi sumber yang mempengaruhi
terbentuknya sikap.
2.2.3.5 Perubahan Sikap
Perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
McGuire mengatakan tentang teorinya mengenai perubahan sikap tersebut.
1) Learning Theory Approach : Perubahan sikap disebabkan proses belajar atau materi yang
dipelajari.
2) Perceptual Theory Approach : Sikap seseorang berubah apabila persepsinya tentang objek
itu berubah
3) Consistency Theory Approach : Setiap orang akan berusaha untuk memelihara
keharmonisan
4) Functional Theory Approach : Sikap seseorang itu akan berubah bergantung pada
hubungan fungsional objek itu bagi dirinya.
Kegiatan atau tingkah laku individu pada hakikatnya merupakan cara pemenuhan kebutuhan.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan ini, individu harus dapat menyesuaikan antar kebutuhan dengan
segala kemungkinan yang ada dalam lingkungan, disebut dengan proses penyesuaian diri.
1) Penyesuaian Normal : Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang normal, yang
baik (well adjustment) apabila ada mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya
secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama.
2) Penyesuaian Menyimpang : Penyesuaian diri yang menyimpang atau tidak normal merupakan
proses pemenuhan kebutuhan atau upaya pemecahan masalah dengan cara-cara yang tidak wajar
atau bertentangan dengan norma yang dijunjung tinggi di masyarakat.
sensitif pada suara, irama dan arti kata-kata serta keinginan yang kuat untuk
secara deduktif dan induktif serta ketajaman dalam membuat pola-pola dan
kemampuan untuk menyatukan tubuh dan pikiran ke dalam penampilan fisik yang
sempurna.
berpikir musikal yang tidak tergantung pada bentuk inteligensi lainnya, yang
menggunakan tiga komponen utama, yaitu nada, ritma, dan timbre atau kualitas
suara.
beiklah hubungan dunia dalam dengan dunia luarnya. Dengan demikian seseorang
lainnya.
2.2.13 Kreativitas
Kreativitas merupakan kemampuan untuk mencipta suatu produk baru, atau kemampuan
untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas
meliputi ciri kognitif, seperti kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi dan pemaknaan kembali
sedangkan ciri non-kognitif yaitu motivasi, sikap, rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan dan
selalu ingin mencari pengalaman baru.
2.3 Landasan Sosiologi (Sosial Budaya) tentang Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah
Masalah timbul dari individu yang terlibat dalam masyarakat yang dihadapinya. Semakin rumit
masyarakatnya, maka semakin rumit juga masalah yang dihadapinya. Jadi kebutuhan akan bimbingan
itu muncul karena terdapat faktor yang menambah rumitnya keadaan di masyarakat.
2.3.1 Perubahan Konstelasi Keluarga
Keluarga yang fungsional adalah keluarga yang ditandai dengan ciri-ciri berikut ini :
1. Saling memperhatikan dan mencintai.
2. Bersikap terbuka dan jujur
3. Orang tua mau mendengarkan anak, menerima perasaannya dan mengakui pengalamannya
4. Ada sharing masalah diantara anggota keluarga
5. Mampu berjuang mengatasi masalah kehidupannya
6. Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi
7. Orang tua mengayomi atau melindungi anak
8. Komunikasi antar anggota keluarga berlangsung dengan baik
9. Keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai-nilai budaya
10. Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
Sementara keluarga yang disfungsional ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Adanya pengekangan dorongan dan penindasan perasaan
2. Mengalami kematian emosional, dingin dalam pergaulan, kurang adanya kehangatan dan
persahabatan, penuh kemuraman dan kesedihan.
3. Kurang bisa beradaptasi dengan keadaan yang berubah
4. Tidak berfungsinya struktur keluarga
2.3.2 Perkembangan Pendidikan
Perkembangan pendidikan tampak dalam tiga arah.
Arah Meninggi, menimbulkan kebutuhan bimbingan bagi murid-murid untuk lebih memilih
kelanjutan sekolah yang paling tepat.
Arah Meluas, menimbulkan kebutuhan akan bimbingan untuk memilih jurusan yang khusus dan
memilih bidang studi yang tepat bagi setiap murid.
Arah Mendalam, menimbulkan akibat bahwa setiap murid memerlukan perhatian yang bersifat
individual dan khusus.
2.3.3 Dunia Kerja
1. Semakin berkurangnya kebutuhan terhadap pekerja yang tidak memiliki ketrampilan
2. Meningkatnya kebutuhan terhadap pekerja yang professional
3. Berkembangnya berbagai jenis pekerjaan
4. Berkembanganya perindustrian di berbagai daerah
5. Berbagai jenis pekerjaan baru yang membutuhkan cara pelayanan baru
6. Semakin bertambahnya jumlah pekerja yang masih berusia muda
terhindar dari godaan setan, maka manusia harus beragama, atau bertakwa kepada
orang lain.
3) Memelihara Aksi : Hendaknya manusia mensyukuri nikmat yang telah diberi Allah
Prayitno dan Erman Amti mengemukakkan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai
berikut.
2.6 Perlunya Bimbingan dan Konseling dari Sisi Anak Berkebutuhan Khusus
Tujuan layanan dasar bimbingan dan konseling adalah membantu seluruh siswa
mengembangkan keterampilan dasar untuk kehidupan, termasuk siswa dengan berkebutuhan khusus
(ABK). Pengajaran dalam layanan dasar bimbingan dan konseling ini diawali sejak pengalaman
pertama siswa siswa ABK masuk sekolah, dengan materi yang diselaraskan dengan usia dan tahapan
perkembangan siswa ABK tersebut.
Menurut Purwanta (2005), ada beberapa karakteristik pendidikan inklusi yang dapat dijadikan
dasar layanan pendidikan bagi ABK diantaranya:
1. Pendidikan inklusi berusaha menempatkan anak dalam keterbatasan lingkungan seminimal
mungkin.
2. Pendidikan inklusi memandang anak bukan pada kecacatannya, tetapi melihat ABK
sebagai anak yang memiliki kebutuhan khusus untuk memperoleh perlakuan yang optimal.
3. Pendidikan inklusi lebih mementingkan pembauran bersama anak lain seumurnya dalam
sekolah reguler.
4. Pendidikan inklusi menuntut pembeljaran secara individual meski pembelajarannya
dilaksanakan secara klasikal.
Tujuan bimbingan bagi ABK secara umum meliputi:
1. Membantu peserta didik agar dapat melewati setiap masa transisi perkembangan dengan
baik.
2. Membantu peserta didik dalam mengatasi hambatan belajar dan hambatan perkembangan
atau permasalahan-permasalahan yang dihadapinya melalui pemenuhan kebutuhan khususnya.
3. Membantu menyiapkan perkembangan mental anak-anak untuk masuk ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
4. Membantu peserta didik dalam mencapai taraf kemandirian dan kebahagiaan hidup.
Menurut Sunardi (2005), layanan bimbingan bagi ABK harus didasarkan pada prinsip-prinsip
tertentu. Prinsip tersebut secara garisbesar berkenaan dengan 4 sasaran adalah:
1. Sasaran layanan bimbingan
a. Bimbingan ditujukan kepada semua individu yang berkelainan tanpa memandang umur, suku,
agama, dan status social ekonomi.
b. Bimbingan berurusan dengan pribadi berkelainan dan unik.
c. Bimbingan memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu yang
berkelainan.
d. Bimbingan memberikan perhatian utama kepada perbedaan individu yang berkelainan yang
menjadi pokok layanannya.
2. Permasalahan Individu Permasalahan yang dihadapi oleh individu adalah kompleks.
3. Program Layanan Bimbingan
a. Layanan bimbingan merupakan bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu.
b. Program bimbingan harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat dan
kondisi lembaga.
c. Program bimbingan disusun dari jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tertinggi.
d. Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan perlu ada kegiatan penilaian yang teratur dan
terarah.
4. Pelaksanaan Layanan Bimbingan
a. Bimbingan harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing
diri sendiri dalam menghadapi permasalahan.
b. Dalam proses bimbingan keputusan diambil oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu
sendiri, bukan atas kemauan atau desakan pembimbing.
c. Kerjasama antar pembimbing, guru, orang tua, dan tim ahli sangat menentukan hasil pelayanan
bimbingan.
d. Pengembangan program pelayanan bimbingan ditempuh melalui pemanfaatan secara maksimal
hasil asesmen.
e. Hasil pelaksanaan bimbingan hendaknya ditindaklanjuti dengan kegiatan evaluasi.
2.7 Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling dalam Tataran Pendidikan Formal
Secara formal bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya
kurikulum pada tahun1975, yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian
integral dalam pendidikan di sekolah. Didirikan Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) di
Malang.
Pada dekade 80-an, terjadi penyempurnaan kurikulum dari kurikulum 1975 ke 1984, yang di
dalamnya sudah terdapat bimbingan karir. Usaha memantapkan bimbingan dilanjutkan hingga
diberlakukannya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia menjadi semakin mantap dengan
terjadinya perubahan nama organisasi IPBI menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN) pada tahun 2001.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Syamsu, dan A. Juntika Nurihsan. 2009. Landasan Bimbingan Dan Konseling.
Bandung: Remaja Rosdakarya