Nim: 2040200005
Pertemuan 3-4
Model Tyler adalah model yang paling dikenal bagi perkembangan kurikulum
dengan perhatian khusus pada fase perencanaan, dalam bukunya Basic Principles
of Curriculum and Instruction. The Tyler Rationale, suatu proses pemilihan tujuan
pendidikan, dikenal luas dan dipraktekkan dalam lingkungan kurikulum. Walaupun
Tyler mengajukan suatu model yang komprehensif bagi perkembangan kurikulum,
bagian pertarna dari model Tyler, pemilihan tujuan, mendapat banyak perhatian
dari pendidik lain.
Tyler menyarankan perencana kurikulurn (1) mengidentifikasi tujuan umurn dengan
mengumpulkan data dari tige sumber, yaitu pelajar, kehidupan diluar sekolah dan
mata pelajaran. Setelah mengidentifikasi beberapa tujuan umurn, perencana (2)
memperbaiki tujuan-tujuan ini dengan menyaring melalui dua saringan, yaitu filsalat
pendidikan dan filsafat sosial di sekolah, dan pembelajaran psikologis. (3) tujuan
umum yang lolos saringan menjadi tujuan-tujuan pengajaran.
Apabila rangkaian tujuan yang mungkin diterapkan telah ditentukan, diperlukan
proses penyaringan untuk rnenghilangkan tujuan yang tidak penting dan
bertentangan.
(a) Saringan Filsafat; Tyler menyarankan guru untuk membuat garis besar nilai yang
merupakan komitmen sekolah.
(b) Saringan Psikologis; untuk menerapkan saringan psikologis, guru harus
mengklarifikasi prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat. Psikologi pembelajaran
tidak hanya mencakup temuan-temuan khusus dan jelas tetapi juga melibatkan
rumusan dari teori pembelajaran yang membantu menggarisbawahi asal usul proses
pembelajaran, bagaimana proses itu terjadi, pada kondisi seperti apa, bagaimana
mekanismenya dan sebagainya.
b. Model Taba (Converter Model)
Taba menggunakan pendekatan akar rumput (grass-roots approach) bagi
perkembangan kurikulum. Taba percaya kurikulum harus dirancang oleh guru dan
bukan diberikan oleh pihak berwenang. Menurut Taba guru harus memulai proses
dengan menciptakan suatu unit belajar mengajar khusus bagi murid-murid mereka
disekolah dan bukan terlibat dalam rancangan suatu kurikulum umum. Karena itu
Taba menganut pendekatan induktif yang dimulai dengan hal khusus dan dibangun
menjadi suatu rancangan umum.
Menghindari penjelasan grafis dari modelnya, Taba mencantumkan lima langkah
urutan untuk mencapai perubahankurikulum, sebagai berikut :
a) Producing Pilot Units (membuat unit percontohan) yang mewakili peringkat kelas
atau mata pelajaran. Taba melihat langkah ini sebagai penghubung antara teori
dan praktek.
1) Diagnosis of needs (diagnosa kebutuhan). Pengembang kurikulum memulai
dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa kepada siapa kurikulum
direncanakan.
2) Formulation of objectives (merumuskan tujuan). Setelah kebutuhan siswa
didiagnosa, perencana kurikulum memerinci tujuan – tujuan yang akan
dicapai.
3) Selection of content (pemilihan isi). Bahasan yang akan dipelajari berpangkal
langsung dari tujuan-tujuan.
4) Organization of content (organisasi isi). Setelah isi/bahasan dipilih, tugas
selanjutnya adalah menentukan pada tingkat dan urutan yang mana mata
pelajaran ditempatkan.
5) Selection of learning experiences (pemilihan pengalaman belajar). Metodologi
atau strategi yang dipergunakan dalam bahasan harus dipilih oleh perencana
kurikulum.
6) Organization of learning activities (organisasi kegiatan pembelajaran). Guru
memutuskan bagaimana mengemas kegiatan-kegiatan pembelajaran dan
dalam kombinasi atau urutan seperti apa kegiatan-kegiatan tersebut akan
digunakan.
7) Determination of what to evaluate and of the ways and means of doing it
(Penentuan tentang apa yang akan dievaluasi dan cara serta alat yang dipakai
untuk melakukan evaluasi). Perencana kurikulum harus memutuskan apakah
tujuan sudah tercapai.
b) Testing Experimental Units (menguji unit percobaan). Uji ini diperlukan untuk
mengecek validitas dan apakah materi tersebut dapat diajarkan dan untuk
menetapkan batas atas dan batas bawah dari kemampuan yang diharapkan.
c) Revising and Consolidating (revisi dan konsolidasi). Unit pembelajaran
dimodifikasi menyesuaikan dengan keragaman kebutuhan dan kemampuan
siswa, sumber daya yang tersedia dan berbagai gaya mengajar sehingga
kurikulum dapat sesuai dengan semua tipe kelas.
d) Developing a framework (pengembangan kerangka kerja). Setelah sejumlah unit
dirancang, perencana kurikulum harus memeriksa apakah ruang lingkup sudah
memadai dan urutannya sudah benar.
e) Installing and disseminating new units (memasang dan menyebarkan unit-unit
baru). Mengatur pelatihan sehingga guru-guru dapat secara efektif
mengoperasikan unit belajar mengajar di kelas mereka.
c. Model Wheeler
Pendakatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada
dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah(phase)nya merupakan
pengembangan secara logis terhadap model sebelumnya, di mana secara umum
langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah
diselesaikan.
Langkah-langkah atau phases Wheeler (Wheeler’s phases) adalah: Selection of
aims, goals, and objectives (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya). Selection of
learning exprerinces to help achieve these aims, goals and objectives (seleksi
pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.)
1) Selection of content through which certain types of experiences may be
offered (Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungking
ditawarkan).
2) Organization and intergration of learning exprinces and content with respect
to the teaching learning process (organisasi dan intergrasi pengalaman
belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar dan mengajar)
3) Evalution of esch phase and the problem of goals (evaluasi setiap fase dan
masalah-masalah tujuan)
Kelebihan dari model adalah :
Memasukan berbagi kematangan yang berhubungan dengan
objectives
Struktur logis kurikulum yang dikembangkannya
Menerapkan situasiasional analisys sebagai titik permulaan
Kekurangan dari model ini:
Wajahnya yang bersifat logis
Pengimplementasinya
d. Model Nicholis
Wheeller dengan menekan pada kurikulum proses yang bersiklus atau bentuk
lingkaran, dan ini dilakuakan demi langkah awal, yaitu analisis situasi (situasional
analysis). Kedua penulis ini mengukapkan bahwa sebelum elemen-elemen tersebut
diambil atau dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan situasi di mana keputusan
kurikulum itu harus dibuat harus diperrtimbangkan dengan secara mendetail dan
serius.
Dengan demikian, analisis situasi menjadi langkah pertama (preliminary stage) yang
membuat para pengembang kurikulum memahami faktor-faktor yang akan mereka
kembangkan.Terdapat lima langkah atau tahap (stage) yang diperlukan dalam proses
pengembangan secara kontinu (continue curriculum process).
Langkah-langkah terbut menurut Nicholls adalah;
1) Situsional analysis (analisis situasional)
2) Selection of objectives (seleksi tujuan)
3) Selection ang organization of content (seleksi dan organisasi isi)
4) Selction and organization of methods (seleksi dan organisasi metode)
5) Evaluation (evaluasi)
Masuknya fase analisis situasi (situasioanal analysis) merupakan suatu yang
disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih reposintif terhadap
lingkungan dan secara khusus dengan kebutuhan anak didik, kedua penulis ini
menekankan perlunya memakai pendekatan yang lebih komprehensif untuk
mendiagnosis semua faktor menyangkut semua situasi dengan diikuti
penggunaan pengetahuan dan pengertian yang berasal dari analisis tersebut
dalam perencanaan kurikulum.
e. Model Skillbek
Skilbeck mengingatkan bahwa agar tidak terjurumus pada perangkap (trap). Skilbeck
mengingatkan bahwa pengembangan kuriulum (curriculum development) perlu
mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langakah (stage)
tersebut secara bersamaan. Pengertian model di atas sangat sangat
membingungkan, karena sebenarnya model tersebut mendukung pendekang
rasional daripada pengembangan kurikulum.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa alat ini tidak mengisyaratkan suatu
alat. Tujuananya adlah menganalisis secara keseluruhan; tetapi secara simbol telah
mendorong teams atau groups dari pengembang kurikulum untuk lebih
memperhatikan perbedaan-perbedaan elemen dan aspek-aspek proses
pengembangan kurikulum, agar lebih bisa melihat proses bekerja dengan cara
sistematik dan moderat.
f. Model Saylor
Model ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan menentukan
atau menetapkan tujuan sasaran pendidikan yang khusus dan utama yang akan
mereka capai. Saylor, Alexander dan Lewis, mengklasifikasi serangkaian tujuan ke
dalam empat (4) bidang kegiatan dimana pembelajaran terjadi, yaitu :
perkembangan pribadi, kompetensi social, ketrampilan yang berkelanjutan dan
spesialisasi. Setelah tujuan dan sasarn serta bidang kegiatan ditetapkan, perencana
memulai proses merancang kurikulum. Diputuskan kesempatan belajar yang tepat
bagi masing-masing bidang kegiatan dan bagaimana serta kapan kesempatan ini
akan disediakan.
Akhirnya perencana kurikulum dan guru terlibat dalam evaluasi. Mereka harus
memilih teknik evaluasi yang akan digunakan. Saylor dan Alexander mengajukan
suatu rancangan yang mengijinkan : (1) evaluasi dari seluruh program pendidikan
sekolah, termasuk tujuan, subtujuan, dan sasaran; keefektifan pengajaran akan
pencapaian siswa dalam bagian tertentu dari program, juga (2) evaluasi dari
program evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi memungkinkan perencana kurikulum
menetapkan apakah tujuan sekolah dan tujuan pengajaran telah tercapa
2. Pendekatan pengembangan kurikulum
a) Pendekatan Subjek Akademis
Kurikulum disajikan dalam bagian- bagian ilmu pengetahuan, mata
pelajaran yang di integrasikan, ciri- ciri ini berhubungan dengan maksud,
metode, organisasi dan evaluasi.Pendekatan subjek akademis dalam
menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada
sistematis disiplin ilmu masing-masing. Para ahli akademis terus
mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan melengkapi
peserta didik untuk masuk kedunia pengetahuan, dengan konsep dasar
dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesame, analisis data,
dan penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis
dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran atau
mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik yang diperlukan
untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
b) Pendekatan Humanistik
Pendekatan Humanistik dalam pengembangan kurikulum bertolak dari
ide “Memanusiakan manusia“, penciptaan konteks yang akan memberi
peluang manusia untuk menjadi lebih humanis, untuk mempertinggi
harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan
dasar pengembangan program pendidikan.Kurikulum humanistik
dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik, kurikulum ini
berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Dewey. Aliran
ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Kurikulum
humanistik ini, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional
yang baik dengan peserta didiknya.
Dalam pendekatan humanistic ini, peserta didik diajar untuk
membedakan hasil berdasarkan maknanya. Kurikulum ini melihat
kegiatan sebagai sebuah manfaat untuk peserta dimasa depan. Sesuai
dengan prinsip yang dianut, kurikulum ini menekankan integritas yaitu
kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga
emosional dan tindakan.
c) Pendekatan Rekontruksi Sosial
Pendekatan kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum
dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi.
Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada
berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan.Permasalahan yang
muncul tidak harus pengetahuan sosial saja, tetapi disetiap disiplin ilmu
termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain- lain.Kurikulum ini
bersumber pada aliran pendidikan interaksional, menurut mereka
pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama. Melalui
interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema- problema yang
dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang
lebih baik.Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi
sosial harus memilih tiga kriteria berikut yaitu : nyata, membutuhkan
tindakan dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum
rekonstruksi sosial mencakup spektrum yang luas, yaitu kemampuan
peseta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan
pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan
kemauan mengambil tindakan.
d) Pendekatan berbasis kompetensi
Diartikan sebagai suatu kurikulum yang menekankan pada
pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas
dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan
oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat
kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan
pengetahuan pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta
didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran,
ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. KBK
menurut guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan
kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun
demikian konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan sebagai resep
untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberi
sumbangan yang cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan.
3. Pengertian dan peranan evaluasi kurikulum
Pengertian
Evaluasi adalah suatu proses mengukur dan menilai sebagai upaya
tindak lanjut untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses
pembelajaran atau dapat pula diartikan penilaian atau penafsiran
terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta didik kearah tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Evalusai kurikulum
dimaksudkan sebagai suatu proses mempertimbangkan untuk memberi
nilai dan arti terhadap suatu kurikulum tertentu. Hal yang dimaksud
dengan kurikulum di sini adalah rencana yang mengatur tentang isi dan
tujuan pendidikan tertentu. Dalam kata lain dalam konteks ini kurikulum
sebagai sebuah dokumen atau kurikulum tertulis.
Peranan evaluasi kurikulum
Peran evaluasi kurikulum dalam pendidikan berkenaan dengan tiga hal,
yaitu sebagai berikut.
a.
b. Konsep sebagai moral judgement
Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari suatu
nilai berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tndakan
selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian yaitu:
Evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut
suatu objek evaluasi daoat dinilai
Evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis yang berdasarkan
criteria-kriteria tersebutsuatu hasil dapat dinilai
c. Evaluasi dan penentuan keputusan
Beberapa hasil evaluasi menjadi bahan pertimbangan dalam
menentukan keputusan. Pihak pengambilan keputusan dalam
pelaksanaan pendidikan dan kurikulum adalah guru, murid, orang
tua, kepala sekolah, para inspektur, pengembangan kurikulum dan
sebagainya.
d. Evaluasi dan konsesus nilai
Kesatuan penilaian dapat dicapai melalui suatu konsensus. Kosensus
tersebut berupa kerangka kerja penelitian yang dipusatkan pada
tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar behavioral,
analisis statistik dari prestasi tes dan post tes. Ada dua dua kriteria
dalam penilaian kurikulum:
Kriteria berdasarkan tujuan yang telah ditentukan atau sering
disebut criteria patokan
Kriteria berdasarkan norma-norma atau standar yang ingin dicapai
senagaimana adanya.