Anda di halaman 1dari 7

Disusun Oleh: Kelompok 1

Saefy Nur Azizah 19211296


Shofiyah Nuha Amatullah 19211308
Tazkiyatul Fikria 19211335

KELAS IAT III E


PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
TAHUN AJARAN 2020/2021
Tafsir Maudhu’i ini adalah suatu metode yang merupakan pandangan kepada satu
tema tertentu, lalu mencari pandangan Al-Qur‟an tentang tema tersebut dengan jalan
menghimpun semua ayat yang membicarakannya, menganalisis, dan memahaminya ayat
demi ayat, lalu menghimpunnya dalam bentuk ayat yang bersifat umum dikaitkan dengan
yang khusus, yang Muthlaq digandengkan dengan yang Muqayad dan lain-lain, sambil
memperkaya uraian dengan hadist- hadist yang berkaitan untuk kemudian disimpulkan
dalam satu tulisan pandangan menyeluruh dan tuntas menyangkut tema yang dibahas itu.
Metode ini sudah lahir sejak kehadiran Nabi Muhammad SAW, dimana beliau sering kali menafsirkan ayat dengan ayat yang
lain, seperti ketika beliau menjelaskan arti dzulm dalam Q.S al-An‟am (6) : 82; ‫ِﯾن‬ َ ‫ٱﻟﱠذ‬ ۟ ‫َءا َﻣ ُﻧ‬
‫وا‬ ‫َو َﻟ ْم‬ ِ ‫َﯾ ْﻠ‬
‫ب‬
ٓ
‫ﺳ ُٓو ۟ا‬ ‫ِٕاﯾ ٰ َﻣ َﻧﮭُم‬ ُ ‫ِﺑ‬
‫ظ ْﻠ ٍم‬ َ ‫أ ُ ۟و ٰ َﻟﺋ‬
‫ِك‬ ‫َﻟ ُﮭ ُم‬ ُ‫ْٱﻻَٔﻣْن‬ ‫َوھُم‬ ‫ون‬َ ‫ﱡﻣ ْﮭ َﺗ ُد‬ ‘’orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Nabi menjelaskan bahwa dzulm yang
dimaksud adalah syirik sambil membaca firman Allah SWT dalam Q.S Luqman (31) :13 ‫ِٕانﱠ‬ ‫ٱﻟ ﱢﺷرْ َك‬ ُ ‫َﻟ‬
‫ظ ْﻠ ٌم‬ ‫ع‬
‫َظِ ﯾ ٌم‬ ‘’sesungguhnya syirik adalah dzulm (penganiayaan) yang besar.”

Benih penafsiran ayat dengan ayat ini tumbuh subur dan berkembang sehingga lahir kitab-kitab tafsir yang secara khusus mengarah
kepada tafsir ayat dengan ayat. Tafsir Ath-Thabari (839-923 M) dinilai sebagai kitab Tafsir pertama dalam bidang ini, lalu lahir lagi
kitab-kitab Tafsir yang tidak lagi secara khusus bercorak penafsiran ayat dengan ayat, tetapi lebih fokus pada penafsiran ayat-ayat
yang bertema hukum, seperti misalnya tafsir Ahkam al-Qur’an karya Abu Bakar Ahmad bin Ali ar-razy al-Jushashah (305-370 H).
tafsir Al-Jami’ Li Ahkam al- Qur’an karya Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurtuby (w.671 H).
Kendati kedua tafsir yang dicontohkan diatas membatasi diri atau fokus membahas ayat-ayat yang bertema hukum, namun
penafsiran mereka belum dimaksudkan secara khusus sebagai tafsir Maudhui yang berdiri sendiri, antara lain, karena belum
menggunakan metode yang kemudian diperkenalkan sebagai metode maudhu’i.Tafsir Maudhu’i mulai mengambil bentuknya melalui
Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Musa asy-syathiby (720-790 H). Ulama ini mengingatkan bahwa satu surah adalah satu kesatuan yang
utuh, akhirnya berhubungan dengan awalnya, demikian juga sebaliknya, kendati ayat-ayat itu sepintas terlihat berbicara tentang hal-
hal yang berbeda. Apa yang dimaksudnya itu diperagakan dengan menafsirkan surah al-Mu’minun. Jauh setelah Asy-Syathiby,
Muhammad Syaltut (1839-1963 M) menulis juga kitab Tafsir dengan metode yang sama. Setelah itu, lahir bentuk baru dari metode
ini yang tidak lagi terbatas bahasanya dalam satu surah tertentu, tetapi mengarahkan pandangan kepada tema tertentu yang
ditemukan ayat-ayat yang membahas tema itu pada seluruh lembaran Al-Qur’an, tidak terbatas pada satu surah tertentu, dan
bentuk itulah yang dikenal dewasa ini secara popular dengan Metode Maudhu’i.
Melihat perkembangan karya tafsir Maudhu’i yang ada, para ulama kemudian
mengklasifikasikan karya tafsir Maudhu’i tersebut dalam tiga kategori:

Tafsir
Maudhu’I Tafsir Maudhu’i yang Tafsir Maudhu’I
yang fokus fokus pada yang fokus pada
pada tema/topik dalam Al- surat tertentu dari
terminology Qur’an Al-Qur’an

Seorang mufassir akan menentukan sebuah tema Pada tipe ketiga ini seorang
Pada kategori ini, seorang mufassir
atau topik tertentu yang ada dalam al-Qur’an mufassir mengkaji ide-ide
akan menelusuri kata atau istilah
dalam berbagai cara pembahasan. Pada kategori pokok yang dibahas dalam
tertentu dalam al-Qur’an, kemudian
ini, mufassir akan menelusuri topik melalui surat surat tertentu, ide-ide yang
ia mengumpulkan semua ayat yang
al-Qur’an dan memilih ayat-ayat yang relevan. menjadi topik pembahasan
mencangkup istilah dan turunnya
Kemudian, setelah mengumpulkan ayat-ayat, (mihwar al-tafsir al-maudhu’i).
tersebut, kemudian dia mencoba
memahami makna dan mengulas ayat-ayat
menyimpulkan petunjuk (dalalat)
tertentu, ia kemudian menyimpulkan unsur topik
istilah dari prespektif al-Qur’an.
pembahasan dan mengaturnya, membaginya
dalam bab dan sub bab.
Dalam sistematika tematik ini, mufassir biasanya mengumpulkan seluruh kata kunci yang ada dalam Al-Qur’an yang dipandang terkait
dengan tema kajian yang dipilihnya. Dalam penerapan metode ini, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh mufassir. Seperti
yang dikemukakan oleh al-Farmawi dalam bukunya yang berjudul Metode Tafsir Maudhu’i dan cara penerapannya sebagai berikut:

1 Menetapakan masalah yang akan dibahas (topik).

2 Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan suatu masalah tertentu.

3 Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang asbab an-nuzul.

4 Memahami munasabah (korelasi) ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing

5 Menyusun kerangka pembahasan yang sempurna (outline)

6 Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relavan dengan pokok bahasan

7 Meneliti ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian sama, atau
mengkompromikan antara yang ‘am (umum) adan yang khash (khusus), mutlaq dan muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya
bertentangan sehingga semuannya bertemu dalamsatu muara tanpa perbedaan ataupun pemaksaan dalam penafsiran.
Dalam pandangan Prof. M. Quraish Shihab, susunan langkah-langkah
sistematis yang dirancang oleh al-Farmawi ini melahirkan dua bentuk dari
metode tafsir maudhu‘i. Bentuk pertama, ialah penafsiran menyangkut
satu surat dalam al-Qur’an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara
umum dan khusus, serta hubungan persoalan-persoalan yang beraneka
ragam dalam surat tersebut, sehingga kesemua persoalan saling terkait,
bagaikan satu persoalan saja. Kedua, menghimpun ayat-ayat al-Qur’an
yang membahas masalah tertentu dari berbagai surat al-Qur’an,
kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh ayat-ayat tersebut,
sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok pembahasannya.
Referensi
1. Aisyah "signifikasi tafsir maudhu'i dalam perkembangan penafsiran Al-Qur'an". Vol. 1, no. 1,
tahun 2013, hlm 26-28.
2. Fauzan, “Metode Tafsir Maudhu’i (Tematik):Kajian Ayat Ekologi”. Vol.13, No. 2, Desember 2019,
hlm.208
3. Izzan, Ahmad. Metodologi Ilmu Tafsir. Bandung: Humaniora. 2013.
4. Shihab, M Quraisy. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati. 2013.
5. Shihab, M Quraisy. Membumikan Al-Qur'an. Bandung: Mizan. 1992.
6. Rohman, Afzalfur. Muhammad Sebagai Pendidik. Bandung: Pelangi Mizan. 2009.
7. Rosihon, Anwar. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia. 2005.

Anda mungkin juga menyukai