BRONKIOLITIS
• Studi epidemiologi
• Kumpulan tanda dan
mengungkapkan bahwa tingkat
gejala klinis termasuk rata-rata tahunan rawat inap
virus prodromal terkait RSV adalah 32 per
1.000 bayi di AS
pernafasan atas, diikuti • 95% kasus terjadi pada anak
peningkatan wheezing usia <2tahun.
• Prevalensi infeksi adenovirus
dan usaha bernafas dari pada anak dengan bronchiolitis
anak-anak kurang dari 2 berkisar antara 1% hingga 9%.
tahun. • Rhinovirus juga ditemukan
terlibat sebagai patogen virus
dalam 8% -29% bayi dengan
bronchiolitis.
Carroll KN, et.all. increasing burden and risk factor for bronchiolitis. Related medical visits in infants enrolled in a state health
care insurance plan. Pediatrics 2008; 122; 58-64.
BRONKIOLITIS
FAKTOR RESIKO ETIOLOGI
• Riwayat prematuritas • Bronkiolitis 60–90%
• Displasia bronkopulmonalis / disebabkan oleh
penyakit paru kronis Respiratory Syncitial Virus
• Immunodeficiency (RSV),
• Tidak diberi ASI • Tipe 1,2, dan 3 virus
• Young infants (misalnya, Parainfluenzae
kurang dari 3 bulan) • Influenzae B,
• Jenis Kelamin (Pria) • Tipe 1,2, dan 5
• Rawat inap sebelumnya Adenovirus, atau
• Sindrom Down • Mycoplasma.
• Keluarga Merokok
Fretzayas, A. and Moustaki, M. (2017). Etiology and clinical features of viral Orenstein DM, Bronchiolitic. Dalam Nelson WE, Editor Nelson, Textbook of
bronchiolitis in infancy. World Journal of Pediatrics, 13(4), pp.293-299 Pediatric, 15th edition, Philadelphia, 1996, hal : 1484-85.
BRONKIOLITIS
Klasifikasi Manifestasi Klinis
Rahajoe, Nastiti N., dkk, 2010, Bronkiolitis, dalam Buku Ajar Respirologi, Badan
Penerbit IDAI, Jakarta, hal. 333-347.
Pemeriksaan Penunjang
• Analisis gas darah (AGD)
diperlukan untuk anak dengan
sakit berat, khususnya yang
membutuhkan ventilator
mekanik.
• Pada foto rontgen thoraks
gambaran hiperinflasi dan
infiltrat (patchy infiltrates)
• Dapat pula ditemukan
gambaran atelektasis, air
trapping, diagfragma datar,
dan peningkatan diameter
antero-posterior.
• ELISA, atau polymerase chain
reaction (PCR), dan pengukuran Chest radiograph thorax dengan hiperinflasi paru dengan diafragma datar dan
titer antibodi pada fase akut dan atelektasis bilateral di apikal kanan dan daerah basal kiri pada bayi 16 hari dengan
bronkiolitis berat.
konvalenses menemukan
RSV.
Rahajoe, Nastiti N., dkk, 2010, Bronkiolitis, dalam Buku Ajar Respirologi, Badan
Penerbit IDAI, Jakarta, hal. 333-347.
Respiratory Distress Assessment Instrument
(RDAI)
• Untuk menilai kegawatan penderita dapat
dipakai skor RDAI
• Digunakan untuk menilai distres napas
berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu
wheezing dan retraksi.
• Bila skor > 15 kategori berat
• Bila skor < 3 kategori ringan
• Pulse oximetry merupakan alat yang
tidak invasif dan berguna untuk menilai
derajat keparahan penderita.
• Saturasi oksigen < 95% merupakan
tanda terjadinya hipoksia dan
merupakan indikasi untuk rawat inap.
Carroll KN, et.all. increasing burden and risk factor for bronchiolitis. Related medical visits in
infants enrolled in a state health care insurance plan. Pediatrics 2008; 122; 58-64.
Diagnosis Banding Tatalaksana
• Sebagian besar
tatalaksana bronkiolitis
pada bayi bersifat
suportif yaitu:
• Pemberian oksigen
• Cairan intravena, dan
kecukupan cairan,
• Penyesuaian suhu
lingkungan agar konsumsi
oksigen minimal,
• Tunjangan respirasi bila
perlu, dan
• Nutrisi.
Rahajoe, Nastiti N., dkk, 2010, Bronkiolitis, dalam Buku Ajar Respirologi, Badan Zain, Magdalena sidhartani.Bronkiolitis. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi
Penerbit IDAI, Jakarta, hal. 333-347. pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. Hal. 334-343
Tatalaksana
• Setelah itu barulah digunakan: • Pemberian cairan dan kalori yang
• Bronkodilator, cukup
• Anti inflamasi seperti kortikosteroid, • Jumlah cairan disesuaikan dengan
• Antiviral seperti ribavirin, dan berat badan, kenaikan suhu dan
• Pencegahan dengan vaksin RSV. status hidrasi.
• Terapi oksigen • Cairan intravena diberikan bila
• Harus diberikan kepada semua pasien muntah dan tidak dapat
penderita (kecuali untuk kasus-kasus minum, panas, distress napas
yang sangat ringan.) untuk mencegah terjadinya
• Oksigen dapat diberikan melalui : dehidrasi.
• nasal prongs (2 liter/menit) , • Dapat dibenarkan pemberian
• masker (minimum 4 liter/menit). retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan
• Terapi oksigen dihentikan bila pemeriksaan rumatan, untuk mencegah edema
saturasi oksigen dengan pulse oximetry paru dan edema otak.
(SaO2) pada suhu ruangan stabil > 94%.
• Selanjutnya perlu dilakukan koreksi
terhadap kelainan asam basa dan
elektrolit yang mungkin timbul.
Zain, Magdalena sidhartani.Bronkiolitis. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. Hal. 334-343
Antibiotik Antvirus
• Apabila terdapat perubahan pada • Ribavirin purin nucleoside
kondisi umum penderita, peningkatan derivate guanosine sintetik, bekerja
leukosit atau pergeseran hitung jenis, mempengaruhi pengeluaran
atau tersangka sepsis diperiksa
messenger RNA (mRNA).
• Ribavirin menghambat translasi mRNA
kultur darah, urine, feses dan cairan virus kedalam protein virus dan
serebrospinal menekan aktivitas polymerase RNA.
• Dapat diberikan AB spektrum luas • Titer RSV bisa meningkat dalam tiga
hari setelah gejala timbul atau sepuluh
• Keterlambatan dalam mengetahui virus hari setelah terkena virus.
RSV atau virus lain sebagai penyebab • Karena mekanisme ribavirin
bronkiolitis dan menyadari bahwa infeksi menghambat replikasi virus selama
fase replikasi aktif, maka pemberian
virus merupakan predisposisi ribavirin lebih bermanfaat pada fase
terjadinya infeksi sekunder dapat awal infeksi.
menjadi alasan diberikan antibiotika. • Penggunaan ribavirin sebagai
tatalaksana pada RSV yaitu melalui
• Namun, pada Penelitian Randomized oral dengan dosis 15-20mg/kg/hari
Controlled Trial mengatakan yang dibagi menjadi 3 dosis dan
pemberian antibiotik secara rutin tidak diberikan dalam 7-10 hari.
menunjukkan adanya keuntungan
pada pasien dengan bronkiolitis
Ralston SL, Lieberthal AS, Meissner HC, et al. Clinical Practice Guideline: The
Zain, Magdalena sidhartani.Bronkiolitis. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi pertama. Diagnosis, Management, and Prevention of Bronchiolitis. Pediatrics.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. Hal. 334-343 2014;134(5):e1474-e1502, 2015
Bronkodilator &
Kortikosteroid
• Farmakologis yang paling sering
diberikan untuk pengobatan bronkiolitis
adalah bronkodilator dan kortikosteroid.
• Dapat diberikan nebulasi β agonis
(salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6
x/hari) diencerkan dengan salin normal
memperbaiki kebersihan mukosilier.
• Kortikosteroid yang digunakan adalah
prednison, metilprednisolon,
hidrokortison, dan deksametason.
• Rata-rata dosis per hari berkisar antara
0,6-6,3 mg/kgBB/hari. Cara pemberian
adalah secara oral, intramuskular, dan
intravena.