Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi yang tidak terkontrol dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada struktur myokardium, vaskularisasi
koroner, dan sistem konduksi jantung. Perubahan ini dapat mengakibatkan
pembesaran ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, berbagai kelainan sistem
konduksi, dan kelainan sistolik-diastolik dari myokard, yang akan bermanifestasi
klnik sebagai angina atau myokard infark, congestif heart failure (CHF) dan
aritmia (terutama fibrilasi atrium).1
Penyakit jantung hipertensi adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
tidak terkontrolnya tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama, yang ditandai
adanya hipertrofi ventrikel kiri (HVK) sebagai akibat langsung dari peningkatan
bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang
mempengaruhi proses terjadinya hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan
lamanya peningkatan tekanan diastolik. Fungsi pompa ventrikel kiri selama
hipertensi juga berhubungan erat dengan hipertropi ventrikel kiri. Hipertrofi
ventrikel kiri pada penyakit jantung hipertensi juga dipengaruhi oleh faktor
neurohormonal.2
Hipertensi sering berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular yang
lain, dan risiko itu akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya faktor
risiko yang lain. Jika oleh suatu sebab, jantung tidak dapat mencukupi jumlah
darah yang dibutuhkan, bebarapa mekanisme kompensasi akan bekerja sehingga
jantung dapat mencukupi kebutuhan jaringan. Bila jantung harus melakukan kerja
yang lebih berat maka mekanisme kompensasi ini tidak cukup lagi. Maka akan
timbul gagal jantung /heart failure (HF) atau disebut dekompensasi cordis.
Meskipun terapi antihipertensi sudah terbukti dapat menurunkan resiko dari
penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal, namun masih sangat banyak populasi
dengan hipertensi yang tidak mendapatkan terapi atau mendapat terapi yang tidak
adekuat.3

1
2

Pada penelitian di Amerika, risiko berkembangnya gagal jantung adalah 20%


untuk usia ≥ 40 tahun, dengan kejadian > 650.000 kasus baru yang didiagnosis
gagal jantung selama beberapa dekade terakhir. Kejadian gagal jantung meningkat
dengan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk gagal jantung sekitar 50%
dalam waktu 5 tahun.4 Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal
jantung di Indonesia sebesar 0,3%.5
Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif terhadap klinis gagal jantung
agar dapat memberikan pelayanan yang tepat terhadap pasien. Oleh karena itu
penulis merasa perlu membahas kasus ini secara tuntas dari tanda dan gejala klinis
sampai dengan penatalaksanaannya, guna bekal ilmu sebagai lulusan dokter yang
diharapkan berkompeten.

Anda mungkin juga menyukai