Disusun oleh:
Puti Marisya Eive Rulianty
1765050154
Pembimbing:
dr. Christine, SpA
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
BAB I
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada ke hadirat Allah SWT karena penulis telah
diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas case report yang berjudul Kejang Demam
Kompleks. Adapun tujuan penulisan tugas case report ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan mahasiswa mengenai Kejang Demam Kompleks. Pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Christine, Sp.A selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan yang
baik selama penulisan tugas case report ini maupun selama penulis mengikuti
kepaniteraan klinik di Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Universitas
Kristen Indonesia.
2. Para dokter spesialis anak, dokter asisten, staf, dan perawat Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas case report ini.
3. Keluarga dan teman-teman yang telah memberikan dukungan serta doa kepada
penulis sehingga penulisan tugas case report ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tugas case report ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.
Penulis
4
BAB I
LAPORAN KASUS
Agama : Islam
Orang Tua/Wali
Ayah
Nama : Tn. H
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana 1
Penghasilan : ± Rp 7.000.000,-
5
Ibu
Nama : Ny.S
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana 1
Penyulit : disangkal
6
Keadaan Bayi
Bayi laki-laki lahir dengan BBL 3.600 kg, PBL 49 cm, LK (ibu pasien tidak ingat) saat
lahir bayi langsung menangis, tidak pucat/biru/ikretik/kejang. Ibu pasien tidak mengingat
nilai APGAR. Tidak ada kelainan bawaan.
Psikomotor
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berbicara : 12 bulan (dapat mengatakan 1/2 kata seperti “mama” / “papa”)
Menulis : - tahun
Membaca : - tahun
7
2.5 Riwayat Imunisasi
BCG 1 Bulan - - - - -
Campak 9 bulan - - - -
MMR - - - - - -
TIPA - - - - - -
Waktu 0-6 bulan 6-9 bulan 9-12 bulan 12-24 bulan 24 bulan-sekarang
Pagi ASI ASI setiap 3 jam ASI 3x/hari Nasi dengan 1 Nasi dengan 1
(06:00- eksklusif selama ± 10-15 selama ± 10-15 potong kecil potong kecil
11:00 setiap 2 menit, hisapan menit, hisapan ikan/daging ikan/daging
jam kuat bergantian ayam/telur 1 ayam/telur 1
kuat bergantian
selama ± payudara kanan mangkok anak mangkok anak penuh
15-20 payudara kanan dan kiri + bubur penuh + ¼ gelas + 1 potong kecil
menit, dan kiri nasi + potongan sayur sebanyak + tempe/tahu + ¼ gelas
hisapan bubur susu ½ ayam/ikan susu formula 1 sayur sebanyak +
kuat mangkok anak+ dicincang ¾ botol (120 cc) susu formula 1 botol
bergantian ½ potong pisang mangkok anak + (120 cc)
payudara sebagai selingan
kanan dan
kiri
ASI setiap 5 jam
selama ± 10-15 ASI selama ± 10- Nasi dengan 1 Nasi dengan 1
15 menit, hisapan potong kecil potong kecil
Siang menit, hisapan kuat bergantian ikan/daging ikan/daging
(12:00- kuat bergantian payudara kanan ayam/telur sebanyak ayam/telur 1
17:00) payudara kanan dan kiri + bubur 1 mangkok anak + mangkok anak penuh
dan kiri + Bubur nasi + potongan ¼ gelas sayur penuh + 1 potong kecil
susu ½ ayam/ikan + 1 keping biscuit tempe/tahu + ¼ gelas
mangkok kecil dicincang ¾ sayur
mangkok anak +
+ ½ potong
susu formula 1
pisang botol kecil (50 cc)
3
Malam susu formula 1 Susu formula 1 Nasi + 1 potong Nasi dengan 1
(18:00- botol kecil (50 botol (90-120 cc) kecil ikan/daging potong kecil
24:00) cc) + Bubur + bubur nasi + ayam/telur sebanyak ikan/daging
susu ½ potongan 1 mangkok anak + ayam/telur 1
mangkok ayam/ikan susu formula 1 mangkok anak penuh
dicincang ¾ botol (120 cc) + 1 potong kecil
mangkok anak tempe/tahu + ¼ gelas
sayur sebanyak +
susu formula 1 botol
(120 cc)
Kesan: Kualitas dan kuantitas makanan cukup sesuai dengan pertumbuhan usia berdasarkan
Kementrian Kesehatan RI.
2 - - −¿ - - - -
3 - - −¿ - - - -
4
2.9 Data Keluarga
Perkawinan ke 1 1
2.11 Anamnesis
Anamnesis dilakukan di Bangsal Anggrek RSU UKI pada hari Rabu tanggal 12 Mei 2019
secara aloanamnesis kepada ibu kandung pasien.
5
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh kedua orang tuanya ke IGD RSU UKI dengan keluhan
Demam sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Demam timbul mendadak, langsung panas.
Suhu pertama kali demam 38 C dan suhu tertinggi demam diukur dengan termometer digital
mencapai 39 C pada hari kedua demam pukul 10.00 . Selama dua hari, demam muncul terus-
menerus, demam dirasakan sepanjang hari, sudah diberikan paracetamol, demam menjadi hangat,
tetapi menjadi panas kembali. Siang hari esoknya pukul 12.00 pasien kejang. Orang tua pasien
mengatakan sebelumnya pasien sedang makan lalu muntah dan lalu kejang. Kejang terjadi di
kedua tangan kaki yaitu bergetar, tubuhnya kaku disetai mata yang mendelik ke samping kanan
atas. Kejang terjadi selama dua kali dengan seling waktu limabelas menit. Saat perjalanan dari
rumah ke IGD RSU UKI pasien masih kejang menurut kedua orangtua pasien. Setelah mendapat
Diazepam 10 mg Supp di IGD kejang berhenti, lalu selang 15 menit kemudian kejang lagi,
setelah itu pasien mendapatkan diazempam intravena. Durasi satu kali kejang kurang lebih
limabelas menit. Setelah kejang, anak sadar dan tidak menangis.
Orang tua pasien mengatakan ada mual dan muntah berisi makanan sebanyak 4 kali. Batuk pilek,
dan nyeri tenggorokan disangkal. BAB cair, ampas (+), darah (-), lendir (-) sejak 2 hari yang lalu
kurang lebih sebanyak 6 kali (dari malam hingga siang). BAK sering dan tidak ada nyeri, Tidak
ada penurunan nafsu makan. Pasien minum banyak air putih. Riwayat kecelakaan atau trauma
disangkal.
Pasien pernah mengalami keluhan sama sebelumnya sebanyak tiga kali. Pertama kali saat
usia 1,5 tahun, kedua saat 2,5 tahun dan ketiga saat 3,5 tahun.
Adik dari ibu pasien mempunyai riwayat yang sama dengan pasien
Riwayat Alergi
Ibu pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap obat, susu sapi, dan makanan pada pasien.
6
2.12 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum :Tampak Sakit Sedang, tampak lemas, tidak tampak kurus, sesak (-), sianosis
(-), status gizi lebih
Tanda Vital
Frekuensi nadi : 138 kali / menit (Regular, isi cukup, kuat angkat)
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Frekuensi nafas : 28 kali / menit (Regular, dalam)
Suhu : 38,4°C (axilla)
Data Antropometri
Berat Badan : 22 kg
7
2.14 Pemeriksaan Sistem
Kepala
Thoraks
Genitalia : Sekitar Genitalia eksterna tampak papul eritematosa (-), krusta merah
kehitaman (-).
8
Anggota gerak
Nervus Kranialis
Refleks Fisiologis : Refleks biceps ++/+, refleks triceps ++/+, refleks KPR ++/+, APR ++/+
Refleks Patologis : Babinski -/-, chaddock -/-, gordon-/-, schaffer -/-, oppeinheim -/-, klonus
lutut -/-, klonus kaki +/-, Rossalimo (-/-), Mandel Bachtrew (-/-)
Pemeriksaan darah perifer lengkap dan Elektrolit pada Minggu, 12/05/2019 pukul 13:15
Hematokrit 39 % 32 -52%
9
Trombosit 572 x 103/µL 150.000-400.000/ µL
Monosit 4% 3-7%
2.16 Resume
An. I usia 4 tahun 6 bulan mengalami kejang. Kejang terjadi 2x dalam waktu <24 jam.
Kejang berlangsung masing-masing 15 menit. Kejang diawali dengan demam, suhu badan
sebelum kejang 39 C. Gerakan saat pasien kejang kedua bola mata yang mendelik ke samping
kanan atas diikuti dengan kedua tangan dan kaki yang kaku dan bergetar. Setelah kejang
pasien tetap sadar. Riwayat kejang demam (+). Kejang demam pertama umur 1,5 tahun,
kejang kedua umur 2,5 tahun dan kejang ketiga umur 3,5 tahun. Pemeriksaan fisik didapatkan
Refleks Fisiologis: Refleks biceps ++/+, refleks triceps ++/+, refleks KPR ++/+, APR ++/+
(terdapat hiporefleks), klonus kaki +/-, tanda rangsang meningen (-), refleks patologis (-).
Pemeriksaan laboratorium didapatkan LED, leukosit dan limfosit meningkat, sedangkan
MCV dan MCH menurun.
10
2.17 Diagnosis Kerja
Status epileptikus
2.19 Penatalaksanaan
Diet : Lunak
Medikamentosa :
Mata: CA -/-, SI -/-, RCL +/ - Cek darah perifer lengkap, kalsium, SGOT
+, Mata cekung -/-
dan SGPT
12
2.21 Follow Up (14/05/2019)
13
Lampiran
14
TB/U : 0 SD sampai dengan 2 SD , Interpretasi : Normal
15
BB/TB : >3 , Interpretasi : Gemuk
16
BMI/U : >3 , Interpretasi : gemuk
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai
5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 C, dengan metode pengukuran
suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang
demam.
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang
sekali. National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan,
sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia
lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan
termasuk dalam kejang neonatus 1
Penelitian Lumbantobing, S.M., (1995) pada 297 bayi dan anak yang menderita kejang demam
menunjukkan bahwa 83,6% kejang demam pertama terjadi pada usia 1 bulan sampai 2 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Parmar, R.C., dkk (2001) di Department of
Paediatrics of A Tertiarycare Centre di kota Metropolitan, India menunjukkan bahwa penderita
kejang demam lebih banyak diderita oleh anak laki-laki 55% dan pada anak perempuan 45%.
III. Klasifikasi
Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. Kejang klonik
yaitu gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh.
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya melibatkan salah satu
bagian tubuh.
IV. Etiologi
19
Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada anak. Demam sering
disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, otitis media
akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi saluran kemih, trauma dan lain-lain. Setiap anak memiliki
ambang kejang yang berbeda. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C bahkan
kurang, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada
suhu 40°C bahkan lebih.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan energi yang didapat
dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa dan
melalui suatu proses oksidasi. Dalam proses oksidasi tersebut diperlukan oksigen yang disediakan
melalui perantaraan paru-paru. Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskular. Suatu sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu
membran yang terdiri dari membran permukaan dalam dan membran permukaan luar. Membran
permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan luar bersifat ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion Kalium (K +)
dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida
(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di
luar neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar neuron, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-
KATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran tadi dapat
berubah karena adanya : perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang
datang mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, dan
perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak usia 3
tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengubah
keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion
Natrium melalui membran tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik.
20
Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel lain yang ada didekatnya dengan perantaraan neurotransmitter sehingga terjadilah
kejang.4
VI. Diagnosis
Penegakan Diagnosis Dari kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuk
membuat diagnosis kejang demam, yaitu:
- Kejang berlangsung hanya satu kali/ lebih selama 24 jam, kurang/ lebih dari 5
menit
Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh karena infeksi. Pada anak-anak
infeksi yang sering menyertai kejang demam adalah tonsilitis, infeksi traktus respiratorius (38-
40% kasus), otitis media (15-23%), dan gastroenteritis (7-9%). Anak-anak yang terkena infeksi
dan disertai demam, bila dikombinasikan dengan ambang kejang yang rendah, maka anak
tersebut akan lebih mudah mendapatkan kejang. Berdasarkan data kepustakaan bahwa 11% anak
dengan kejang demam mengalami kejang pada suhu <37,9ºC, sedangkan 14-40% kejang terjadi
pada suhu antara 38°-38,9ºC, dan 40-56% pada suhu antara 39°C-39,9ºC. 1,3
21
Menurut kepustakaan, pada kejang demam pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan
secara rutin, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah. Pungsi lumbal untuk memeriksa cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-
6,7%. Pungsi lumbal menjadi pemeriksaan rutin pada kejang demam bila usia pasien kurang dari
18 bulan. Pemeriksaan pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang
demam untuk menyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial, perdarahan subaraknoid atau
gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun yang menderita kejang
demam.
Pemeriksaan neuoimaging (CT scan atau MRI kepala) dilakukan bila terdapat indikasi
seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus
kranialis.
VII. Tatalaksana
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena
adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma
kejang pada umumnya.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital) adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam
rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus.
22
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi
antikonvulsan profilaksis. Algoritma tatalaksana kejang dapat dilihat pada gambar no. 1.
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A). Meskipun demikian, dokter
neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen
5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
b. Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten Yang dimaksud dengan obat
antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat
demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor
risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5
mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan 12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama
demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
23
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang,
sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus
dikurangi dengan cara diantaranya:
4. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.1
24
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien datang diantar oleh kedua orang tuanya ke IGD RSU UKI dengan keluhan
Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam timbul mendadak, langsung panas.
Suhu pertama kali demam 38 C dan suhu tertinggi demam diukur dengan termometer digital
mencapai 39 C pada hari ke 2 demam pukul 10.00. Selama 2 hari, Demam muncul terus-menerus,
demam dirasakan sepanjang hari, sudah diberikan paracetamol, demam menjadi hangat, tetapi
menjadi panas kembali. Siang hari ini pukul 12.00 pasien kejang. Kejang terjadi di kedua tangan
kaki yaitu bergetar, tubuhnya kaku disetai mata yang mendelik ke samping kanan atas. Kejang
terjadi selama 2 kali dengan seling waktu 15 menit, lama kejang kurang lebih 15 menit.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja
Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2016 yang menyebutkan Kejang demam
adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami
kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 C, dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak
disebabkan oleh proses intrakranial Penggolongan kejang demam menurut kriteria National
Collaborative Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama kejangnya kurang dari 15 menit,
umum dan tidak berulang pada satu episode demam. Kejang demam kompleks adalah kejang
demam yang lebih lama dari 15 menit baik bersifat fokal atau multipel. 1 Dan dimana kejang
demam :
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang
demam.
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang
sekali. National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan,
sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia
25
lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan
termasuk dalam kejang neonatus 1
Pada kasus diatas dikatakan bahwa pasien demam. Demam dalam kasus ini
memungkinkan terjadinya suatu infeksi yang akan berakibat kejang demam Penyebab mendasar
dari proses infeksi tidak menjadi faktor penentu timbulnya Kejang Demam. Infeksi saluran
pernafasan akut oleh viral, faringitis, otitis media, dan Shigella gastroenteritis adalah penyebab
penting dari kejang demam. Adanya gejala demam tentu saja penting, meskipun mekanisme yang
bisa menjelaskan hubungan antara demam dan timbulnya kejang tidak diketahui terdapat
beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam. Kejang demam paling sering terjadi
hari pertama demam, dan lebih banyak berkorelasi dengan suhu puncak dibandingkan dengan
kecepatan kenaikan suhu yang menimbulkan demam itu sendiri. 4,5
Dari pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu 38.4 C Aksila (demam) dan pada
pemeriksaan status generalis ditemukan dalam batas normal, serta pada pemeriksaan neurologis
juga ditemukan dalam batas normal.
Pada penatalaksanaan diberikan Diazepam supp (Stesolid). Hal ini sesuai dengan teori
yang mengatakan bahwa. Apabila saat pasien dalam keadaan kejang, tatalaksana pertama yang
harus dilakukan adalah pemberian Diazepam per-rektal untuk menghentikan kejang. Dosis
diazepam per rektal pada umumnya untuk anak dengan berat dibawah 10kg adalah 5 mg dan
untuk anak diatas 10 kg diberikan diazepam per-rektal dengan dosis 10 mg. Apabila setelah
pemberian 2 kali diazepam per-rektal kejang tidak juga berhenti, maka dapat dilanjutkan dengan
pemberian diazepam secara intravena di rumah sakit. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5
mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada
umumnya.
Lalu untuk tatalaksana selama perawatan di rawat inap rumah sakit diberikan Anti piretik
yaitu sanmol untuk menurunkan suhu demam pasien. Diberikan sesuai dosis dengan berat badan
pasien. Serta diberikan injeksi ranitidine sebagai antiemetic. Berdasarkan penatalaksanaan Kejang
Demam ikatan dokter anak indonesia 2016 yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten
adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Obat yang digunakan adalah
diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg
dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam
7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan
pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas,
serta sedasi.1
27
DAFTAR PUSTAKA
2. M., Setyo H. IDAI Rekomendasi : Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2016.
3. Alexander K.C.L., Kam L.H., Theresa N.H.L. Febrile seizures: an overview. Drugs in Context
2018; 7: 212536. DOI: 10.7573/dic.212536
4. Luis Felipe M.S. Febrile Seizures: Update on Diagnosis and Management. Rev Assoc Med
Bras 2010; 56(4): 489-92
8. Giuseppe C., Massimo M., Antonino R., Federico V. Recommendations for the
management of febrile seizures: Ad Hoc Task Force of LICE Guidelines.
Epilepsia.2009;50 (1):2-6.
10. Alexander K.C.L., Kam L.H., Theresa N.H.L. Febrile seizures: an overview. Drugs in
Context 2018; 7: 212536. DOI: 10.7573/dic.212536
28
Gambar 1. Algoritma tatalaksana kejang
29
30