Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

GUILLAIN-BARRE SYNDROME

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik


Departemen Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto

Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Dini Adriani, Sp.S

Disusun Oleh:
Tri Handini 1102014269

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SYARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I R.SAID SUKANTO
PERIODE 07 JUNI 2021 – 25 JUNI 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Referat:

“GUILLAIN-BARRE SYNDROME”

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik


Departemen Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Bhayangkara Tk I R. Said Sukanto

Disusun Oleh:
Tri Handini
1102014269

Telah disetujui pada tanggal…………………………… oleh:

Pembimbing,

(dr. Dini Adriani, Sp.S)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-
Nya sehingga laporan kasus ini berhasil diselesaikan. Referat yang berjudul “GUILLAIN-
BARRE SYNDROME” yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan
klinik Departemen Ilmu Penyakit Syaraf di RS Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto Jakarta.
Bukan suatu hal yang mudah bagi penulis untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Karena itu,
dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:

1 dr. Joko Nafianto, Sp.S selaku KSMF Departemen Ilmu Penyakit Syaraf di RS
Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto Jakarta
2 dr. Dini Adriani, Sp.S selaku pembimbing referat kasus yang telah membimbing dan
memberikan ilmu kepada penulis
3 Para perawat dan pegawai SMF Departemen Ilmu Penyakit Syaraf di RS Bhayangkara Tk.
I R. Said Sukanto Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam kegiatan klinik
sehari-hari.
4 Teman-teman sejawat rekan kepaniteraan Ilmu kesehatan Anak yang telah memberikan
bantuan dan dukungan dalam penyusunan referat ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu, penulis
mengharapkan kritikan serta saran yang bersifat membangun sehingga penulisan tulisan ini
dapat lebih baik lagi. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis yang sedang
menempuh pendidikan profesi dokter serta bagi para pembaca.

Jakarta, Juni 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sindrom Guillain Barre adalah inflamasi polineuropati akut yang mengalami


demielinasi. Pada sebagain besar pasien dengan Sindrom Guillain Barre , sindrom ini
berikaitan dengan proses infeksi yang terjadi sebelumnya. Terdapat keterlibatan motoric yang
lebih dominan, seringkali melibatkan otot pernapasan dan bulbar.1

Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh menyerang bagian dari sistem
saraf tepi. Sindrom ini dapat mempengaruhi saraf yang mengontrol gerakan otot serta saraf
yang mengirimkan rasa sakit, suhu, dan sensasi sentuhan. Hal ini dapat mengakibatkan
kelemahan otot dan hilangnya sensasi pada kaki dan lengan atau diantaranya.2
Insidensi GBS di Amerika Serikat meningkat sepanjang tahun antara 1 sampai 4 kasus
per 100.000 per tahunnya, dengan 5000-6000 kasus dapat terjadi per tahun.3 GBS lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita dan insidennya meningkat seiring bertambahnya usia,
meskipun semua kelompok umur dapat terkena. Keterlibatan sistem saraf otonom ini
berkontribusi terhadap kematian, yang diperkirakan 3-10% untuk pasien dengan GBS bahkan
dengan perawatan medis terbaik yang tersedia.4

Insiden GBS di seluruh dunia berkisar antara 0,6 hingga 4,0 : 100.000 orang. Epidemiologi
insiden keseluruhan GBS menjadi 1,1 hingga 1,8 : 100.000 namun lebih rendah pada anak-
anak dari 0,34 hingga 1,34 : 100.000. Dibandingkan dengan kasus yang lebih muda, insiden
GBS meningkat setelah usia 50 tahun dari 1,7 : 100.000 menjadi 3,3 : 100.000. Dua pertiga
kasus GBS berhubungan dengan infeksi sebelumnya.5

Sehingga dengan adanya insiden GBS yang masih terjadi di seluruh dunia dan
meningkatnya insiden GBS seiring bertambahnya usia, serta berkaitan dengan infeksi
sebelumnya maka penulis ingin mengetahui berbagai gejala yang dapat ditimbulkan, cara
melakukan diagnosis yang tepat, tatalaksana serta harapan prognosis dari kejadian GBS
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 NEURON

Neuron adalah sel yang dapat dirangsang secara elektrik dan mengirimkan sinyalnya
ke seluruh tubuh. Neuron menggunakan komponen listrik dan kimia dalam transmisi
penyampaian informasi. Neuron terhubung ke neuron lain di sinapsis dan terhubung ke organ
efektor atau sel di persimpangan neuroeffector. Sebuah neuron multipolar khas terdiri dari
soma atau badan sel, akson, dan dendrit. Akson dianggap sebagai bagian yang mentransmisikan
sinyal eferen, sedangkan dendrit menerima sinyal aferen dari sekitarnya. 6

Gambar 1: Dua neuron yang terhubung. Neuron memiliki soma yang berisi nukleus, akson dan
pohon dendritik. Sinapsis tunggal (lingkaran merah) terbentuk pada titik di mana akson dari
satu neuron (hitam) terhubung ke dendrit/beberapa/akson lainnya (biru). 6

Potensial aksi bergerak cepat dengan kecepatan hingga 100 meter per detik. Pada
manusia, panjang akson mungkin lebih dari satu meter namun hanya dibutuhkan beberapa
milidetik untuk melakukan potensial aksi. Sebuah potensial aksi berasal dari akson hillock, lalu
diteruskan ke akson dan badan sel secara aktif dihantarkan ke dalam terminal akson, cabang-
cabang kecil akson yang membentuk sinapsis atau koneksi dengan sel-sel lain. Satu akson di
sistem saraf pusat dapat bersinaps dengan banyak neuron dan menginduksi respons secara
bersamaan. 7
Neuron memiliki banyak dendrit yang memanjang keluar dari badan sel dan
terspesialisasi untuk menerima sinyal kimia dari ujung akson neuron lain. Dendrit mengubah
sinyal-sinyal ini menjadi impuls listrik kecil dan mengirimkannya ke dalam badan sel. Badan
sel saraf juga dapat membentuk sinapsis dan menerima sinyal tersebut khususnya di sistem
saraf pusat. Neuron memiliki dendrit yang sangat panjang dengan cabang yang kompleks, hal
ini memungkinkan untuk membentuk sinapsis dan menerima sinyal dari sejumlah besar neuron
lain. 7

2.2 DEFINISI

Sindrom Guillain Barre adalah inflamasi polineuropati akut yang mengalami


demielinasi. Pada sebagain besar pasien dengan Sindrom Guillain Barre , sindrom ini
berikaitan dengan proses infeksi yang terjadi sebelumnya. Terdapat keterlibatan motoric yang
lebih dominan, seringkali melibatkan otot pernapasan dan bulbar.1

Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh menyerang bagian dari sistem
saraf tepi. Sindrom ini dapat mempengaruhi saraf yang mengontrol gerakan otot serta saraf
yang mengirimkan rasa sakit, suhu, dan sensasi sentuhan. Hal ini dapat mengakibatkan
kelemahan otot dan hilangnya sensasi pada kaki dan lengan atau diantaranya.2

2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidensi GBS di Amerika Serikat meningkat sepanjang tahun antara 1 sampai 4 kasus
per 100.000 per tahunnya, dengan 5000-6000 kasus dapat terjadi per tahun.3 GBS lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita dan insidennya meningkat seiring bertambahnya usia,
meskipun semua kelompok umur dapat terkena. Keterlibatan sistem saraf otonom ini
berkontribusi terhadap kematian, yang diperkirakan 3-10% untuk pasien dengan GBS bahkan
dengan perawatan medis terbaik yang tersedia.4

Insiden GBS di seluruh dunia berkisar antara 0,6 hingga 4,0 : 100.000 orang.
Epidemiologi insiden keseluruhan GBS menjadi 1,1 hingga 1,8 : 100.000 namun lebih rendah
pada anak-anak dari 0,34 hingga 1,34 : 100.000. Dibandingkan dengan kasus yang lebih muda,
insiden GBS meningkat setelah usia 50 tahun dari 1,7 : 100.000 menjadi 3,3 : 100.000. Dua
pertiga kasus GBS berhubungan dengan infeksi sebelumnya. Sebagian besar kasus bersifat
sporadis meskipun epidemi musim panas di Cina Utara dari varian aksonal dengan infeksi
Campylobacter Jejuni (C. Jejuni) dilaporkan. Sementara 5% dari GBS di Amerika Utara dan
Eropa disebabkan oleh GBS aksonal, varian ini jauh lebih umum di Cina Utara, Jepang dan
seluruh Amerika.5

2.3 ETIOLOGI

Penyebab Sindrom Guillain Barre belum diketahui secara pasti, namun mekanisme
patogenesisnya mencakup demielinasi inflamasi dengan berbagai kerusakan pada akson pada
sistem saraf perifer. Sebagian besar kasus didahului : 1
- Virus : Sitomegalovirus, Virus Epstein-Barr dan HIV
- Bakteri : Mycoplasma pneumoniae, Campylobacter jejuni
- Vaksinasi
- Keadaan lain seperti pembedahan, kanker, kehamilan dan penyakit autoimun.8

2.4 PATOGENESIS
Patogenesis yang terkait dengan Guillain Barre Syndrome berkaitan dengan proses
imunitas humoral dan seluler yang berperan pada kerusakan jaringan Accute Inflamation
Demielynasi Polineurophati (AIDP). Guillain Barre Syndrome dikaitkan dengan respon
kekebalan terhadap non-self antigen melalui mekanisme kemiripan epitop atau mimikri
molekuler. Target respon tersebut kemungkinan adalah glikokonjugat, khususnya gangliosida.
Dimana gangliosida merupakan kompleks glikosfingolipid yang mengandung satu atau lebih
residu asam sialat dan gangliosida yang juga berperan dalam interaksi antar sel (termasuk
antara akson dan glia) , modulasi resptor dan regulasi pertumbuhan serta sebagian besar berada
dalam jumlah besar di jaringan saraf dan di nodus Ranvier. 3

Antibodi antigangliosida (Anti – GM1) sering ditemukan pada Guillain Barre


Syndrome sekitar 20-50% kasus terutama pada varian AMAN dan AMSAN yang didahului
oleh infeksi Campylobacter Jejuni. C Jejuni memiliki residu asam yang dapat memicu aktivasi
sel dendritik melalui toll-like receptor (TLR4) dimana akan terjadi diferensiasi sel B dan
memperkuat autoimunitas humoral. 3
Gambar.2 Imunopatogenesis yang dipostulasikan dari sindrom Guillain-Barré (GBS) terkait
dengan infeksi Campylobacter jejuni. 3

Pada sindrom Guillain-Barré (GBS) terkait dengan infeksi Campylobacter jejuni


dimana Sel B mengenali glikokonjugat pada C. jejuni (Cj) yang bereaksi silang dengan
gangliosida yang ada pada permukaan sel Schwann dan di mielin pada saraf perifer. Beberapa
sel B akan teraktifasi melalui mekanisme sel T-independen, mengeluarkan mediator terutama
IgM (tidak ditampilkan). Sel B lainnya (atas sisi kiri) diaktifkan melalui rute yang bergantung
pada sel T sebagian dan terutama mensekresi IgG; Bantuan sel T disediakan oleh sel CD4 yang
diaktifkan secara lokal oleh fragmen protein Cj yang disajikan pada permukaan sel penyaji
antigen (APC). Peristiwa penting dalam pengembangan GBS adalah pelepasan sel B yang
teraktivasi dari patch Peyer ke kelenjar getah bening regional. Sel T yang teraktivasi juga
berfungsi untuk membuka gate penghalang darah-saraf dan memfasilitasi penetrasi
autoantibodi patogen. Perubahan paling awal pada mielin (kanan) terdiri dari edema antara
myelin lamellae dan gangguan vesikular (ditunjukkan sebagai blebs melingkar) dari lapisan
mielin terluar. Efek ini terkait dengan aktivasi kompleks serangan membran C5b-C9 dan
mungkin dimediasi oleh masuknya kalsium; ada kemungkinan bahwa TNF juga ikut berperan
dalam kerusakan mielin.3
Ketika infeksi mendahului timbulnya GBS, tanda-tanda infeksi akan mereda sebelum
kelainan pada neurologis muncul. Faktor pencetus lain yang mungkin termasuk operasi,
vaksinasi rabies atau flu babi, penyakit yang disebabkan oleh virus, penyakit Hodgkin atau
keganasan dan lupus eritematosus sistemik. Tanda kelainan neurologis utama yang terjadi
biasanya kelemahan otot yang muncul pada kaki dan ascending yang meluas ke lengan serta
saraf wajah.9

Perjalanan klinis GBS dibagi menjadi tiga fase, yaitu :9

a. Fase awal atau progresif


Dimulai ketika munculnya gejala dan berakhir satu sampai tiga minggu kemudian, bila
tidak ada kerusakan lebih lanjut.
b. Fase Plateu
Berlangsung beberapa hari hingga dua minggu.
c. Fase Pemulihan
Pada fase pemulihan dikaitkan dengan remielinisasi dan proses perkembangan aksonal
Fase ini berlangsung selama empat sampai enam bulan namun pada pasien dengan
gejala yang cukup parah dapat memakan waktu hingga dua tahun untuk proses
pemulihan dan pemulihannya kemungkinan tidak cukup baik.

Gambar 3. Waktu Perjalanan Guillain-Barre Syndrome10


Perkembangan kelemahan otot yang terjadi secara akut seringkali dibarengi dengan
keterlibatan saraf sensorik dan kranial 1-2 minggu setelah terjadi stimulasi dari proses imun,
berlanjut ke defisit klinis puncaknya 2–4 minggu. Gejala memuncak dalam 4 minggu, diikuti
oleh periode pemulihan yang dapat berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun.10

2.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi sub-tipe Guillain Barre Syndrome
Subtipe Fitur Elektrodiagnosis Patologi

Orang dewasa lebih


Acute Serangan pertama di permukaan
banyak daripada anak-
inflammatory sel Schwann; kerusakan mielin
anak; 90% kasus di
demyelinating Demielinasi yang meluas, aktivasi makrofag,
Barat; pemulihan
polyneuropathy dan infiltrasi limfositik; variabel
cepat; antibodi anti-
(AIDP) kerusakan aksonal sekunder
GM1 (<50%)

Anak-anak dan dewasa


Serangan pertama di node motor
Acute motor muda; sering di Cina
Ranvier; aktivasi makrofag,
axonal dan Meksiko;
Axonal limfosit sedikit, makrofag
neuropathy musiman; pemulihan
periaxonal; tingkat kerusakan
(AMAN) cepat; antibodi anti-
aksonal sangat bervariasi
GD1a

Kebanyakan orang
dewasa; jarang terjadi;
Acute motor pemulihan Sama seperti AMAN, tetapi juga
sensory axonal mempengaruhi saraf dan akar
lambat, seringkali Axonal
neuropathy sensorik; kerusakan aksonal
(AMSAN) tidak tuntas; biasanya parah
berhubungan dengan
AMAN

Orang dewasa dan


anak-anak;
Miller Fisher
oftalmoplegia, ataksia, Axonal atau Hanya beberapa kasus;
syndrome
dan arefleksia; Demielinasi menyerupai AIDP
(MFS)
antibodi anti-GQ1b
(90%)

Tabel 1. Subtipe Guillain-Barre Syndrome3


Chronic Idiopatic Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP)
Pada sebagian 5% pasien dengan GBS, dapat mengalami remisi atau kekambuhan
klinis yang berulang berulang dan proses penyakit yang lebih kronis maka diagnosis dakan
berubah menjadi CIDP onset akut. CIDP remisi akut biasanya hadir dengan tiga atau lebih
gejala klinis dan dapat mengalami perburukan 8 minggu setelah onset penyakit.4

Penyebab pasti demielinasi kronis pada CIDP masih belum diketahui secara pasti tetapi
ada bukti yang berkembang bahwa mekanisme imunitas humoral dan seluler mungkin terlibat.
Prevalensi CIDP diperkirakan berkisar antara 1,0 - 7,7 kasus per 100.000 orang. Namun ini
kemungkinan merupakan perkiraan yang terlalu rendah terkait dengan penetuan kriteria
diagnostik dan kasus yang tidak dilaporkan. CIDP secara proporsional mempengaruhi pria
yang berusia lebih dari 50 tahun.11

CIDP dapat hadir dalam perkembangan bertahap pada periode plateu, perjalanan yang terus
menurun atau perjalanan dengan episode berulang. Kebanyakan pasien awalnya memiliki
gejala motorik yang dominan, meskipun pemeriksaan biasanya menunjukkan tanda-tanda
motorik dan sensorik. Kelemahan dimulai secara fokal tetapi biasanya menjadi bilateral dan
multifokal dalam beberapa bulan setelah setelah onset. Seperti GBS, CIDP terjadi secara
simetris dimana otot proksimal dan distal terpengaruh. Neuropati kranial dan kelemahan otot
pernapasan jarang terjadi pada CIDP. 11

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Penyakit ini ditandai dengan kelemahan yang mempengaruhi tungkai bawah terlebih
dahulu dan dengan cepat berkembang secara ascending. Pasien umumnya melihat kelemahan
di kaki mereka, bermanifestasi sebagai "rubbery legs" atau kaki yang cenderung melengkung
disertai mati rasa atau kesemutan. Kelemahan berkembang pada tungkai bawah akan
berkembang ke atas dan biasanya terjadi dalam beberapa jam hingga berhari-hari, lalu dapat
mempengaruhi lengan dan otot wajah. Seringkali menyebabkan terganggunya saraf kranial
yang menyebabkan kelemahan pada bulbar (disfagia orofaringeal, yang meliputi: sulit
menelan, mengeluarkan air liur atau kesulitan mempertahankan jalan napas terbuka) hingga
kesulitan bernapas.9

Sebagian besar pasien memerlukan rawat inap dan sekitar 30% memerlukan bantuan
ventilasi. Kehilangan sensorik berkaitan dengan hilangnya proprioception (posisi rasa) dan
arefleksia (kehilangan total refleks tendon dalam) pada pasien GBS serta kehilangan rasa sakit
dan sensasi. 9

Gambar 4. Pola gejala dalam varian sindrom Guillain-Barré. 4

Representasi grafis dari pola gejala biasanya diamati dalam varian klinis yang berbeda
dari sindrom Guillain-Barré (GBS). Gejala dapat berupa motorik murni, sensorik murni
(jarang) atau kombinasi motorik dan sensorik. Ataksia dapat hadir pada pasien dengan Miller
Sindrom Fisher dan penurunan kesadaran serta ataksia dapat terjadi p ada pasien dengan batang
otak Bickerstaff radang otak. Gejala dapat dilokalisasi ke bagian tubuh tertentu, dan pola
gejalanya berbeda – beda antara varian GBS.4

Manifestasi klinis pada Sindrom Guillain Barre:12


- Perkembangan gejala selama berhari-hari atau bahkan dapat berlangsung selama
berminggu-minggu
- Kelemahan flaccid bilateral (dan kemudian pengecilan) otot tungkai proksimal dan
distal
- Hilangnya refleks tendon
- Perkembangan kelemahan dalam beberapa kasus mempengaruhi pernapasan dan otot
bulbar (kesulitan dalam berbicara dan menelan).
- Rasa sakit terbakar dan mati rasa tetapi sering tanpa adanya tanda-tanda sensorik

2.7 DIAGNOSIS

Pada sindrom Guillain-Barré yang khas, progresif cepat kelemahan bilateral adalah
gejala utama yang muncul di sebagian besar pasien. Kelemahan terjadi secara ascending
dimulai di bagian bawah distal ekstremitas tetapi dapat mulai lebih proksimal di kaki. Beberapa
pasien datang dengan keluahan paraparesis yang dapat menetap selama sakit serta adanya
kemungkinan keterlibatan saraf kranial yang mengakibatkan wajah, okulomotor, atau bulbar
mengalamai kelemahan, contohnya pada sindrom Miller Fisher yang mungkin kemudian
meluas untuk melibatkan anggota tubuh lainnya. Selain kelemahan, pasien juga dapat
mengalami tanda-tanda sensorik, seperti ataksia dan disfungsi otonom. Nyeri otot atau nyeri
radicular sering terjadi namun tidak selalu dirasakan di daerah tulang belakang, Sebagian besar
pasien mengalami kurangnya refleks pada tendon anggota tubuh yang terkena.10

Menurut berbagai kriteria diagnostik untuk Guillain-Barré sindrom, pasien dapat


mengalami perkembangan kelemahan dalam waktu 4 minggu. Umumnya mencapai titik nadir
dalam waktu 2 minggu dan gejala dapat bertahan hingga 6 minggu setelahnya onset (sindrom
Guillain-Barré subakut) pada beberapa kasus yang jarang terjadi kasus. Selama fase progresif,
20-30% pasien mengalami gagal napas dan membutuhkan ventilasi pada unit perawatan
intensif (ICU). 10

Kriteria diagnostik untuk sindrom Guillain-Barré yang dikembangkan oleh Institut


Nasional Gangguan Neurologis dan Stroke (NINDS) 4

Fitur yang diperlukan untuk diagnosis :


 Kelemahan bilateral progresif pada lengan dan tungkai (awalnya hanya tungkai yang
mungkin terlibat)
 Tidak ada atau menurunnya refleks tendon pada tungkai yang terkena (pada titik
tertentu dalam perjalanan klinis)
Fitur yang sangat mendukung diagnosis :
 Fase progresif berlangsung dari beberap hari hari sampai 4 minggu (biasanya <2
minggu)
 Gejala dan tanda yang relatif simetris
 Gejala dan tanda sensorik yang relatif ringan (tidak ada pada varian motorik murni)
 Keterlibatan saraf kranial terutama kelumpuhan wajah bilateral
 Disfungsi otonom
 Nyeri punggung atau tungkai otot bersifat radikuler
 Peningkatan kadar protein dalam cairan serebrospinal (CSF); kadar protein normal
tidak mengesampingkan diagnosis
 Gambaran elektrodiagnostik neuropati motorik atau sensorimotor (normal
elektrofisiologi pada tahap awal tidak mengesampingkan diagnosis)
Fitur Keterangan

Dibutuhkan untuk diagnosis

Gejala bilateral Biasanya dimulai dari tungkai bawah

Refleks otot menurun Arefleksia komplit sering terjadi pada tungkai yang
bergejala.

Ketiadaan/ penurunan refleks Puncak gejala mulai pada 2 minggu pada 50% kasus, dan 3
atau kelemahan minggu pada 80% kasus.

Pendukung Diagnosis

Pemeriksaan Klinis

Keterlibatan system otonom Aritmia, ortostatik, instabilitas tekanan darah, retensi urin,
melambatnya motilitas gastrointestinal (dapat juga tidak
ditemukan pada beberapa tipe GBS)

Keterlibatan nervus kranialis Kelemahan wajah (pada 30 – 50 % kasus)

Keterlibatan sensorik Biasanya ringan

Pemeriksaan Cairan Serebrospinal

Peningkatan level protein Awal kasus masih normal, namun meningkat pada akhir
minggu ke-2 pada 90% kasus.

Kadar WBC Kurang dari 10 per mm3 ( 10 x 106 per L)

Tabel 2. Fitur Diagnostik Evaluasi Guillain-Barre Syndrome13

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditentukan oleh diagnosis banding pada masing-masing
pasien, tetapi secara umum semua pasien dengan dugaan GBS akan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap dan tes darah untuk glukosa, elektrolit, fungsi ginjal dan enzim hati. Hasil tes
ini dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab lain dari kelumpuhan flaccid yang bersifat
akut, seperti infeksi atau disfungsi metabolik atau elektrolit. Tes spesifik lebih lanjut dapat
dilakukan dengan tujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding serta penyakit lain yang
menyerupai GBS.
Pemeriksaan untuk mengukur kadar serum antibodi antigangliosida dapat dilakukan
pula dengan hasil tes yang positif dapat membantu menegakkan diagnosis yang diragukan,
tetapi hasil tes negatif tidak mengesampingkan GBS53 dimana Antibodi anti-GQ1b ditemukan
hingga 90% pasien dengan MFS17,54 diduga pasien dengan MFS. Pasien yang dicurigai
dengan GBS dapat dilakukan tes antibodi sebelum memulai terapi.4

Pemeriksaan cairan serebrospinal


Pemeriksaan CSF terutama digunakan untuk menyingkirkan penyebab kelemahan
selain dikarenakan oleh GBS dan harus dilakukan pada awal evaluasi pasien. Temuan klasik
pada GBS adalah kombinasi dari peningkatan CSF tingkat protein dan jumlah sel CSF yang
normal (dikenal sebagai disosiasi albumino-sitologis). Didapatkan kadar protein normal pada
30-50% pasien di minggu pertama setelah onset penyakit dan 10-30% pasien pada minggu
kedua. Oleh karena itu, kadar protein CSF yang normal tidak dapat menyingkirkan diagnosis
GBS. 4
Pleositosis (>50 sel/μl) menunjukkan patologi lain, seperti keganasan leptomeningeal
atau infeksi atau penyakit radang sumsum tulang belakang atau akar saraf. Pleositosis ringan
(10–50 sel/μl), meskipun kompatibel dengan GBS, namun dokter untuk tetap
mempertimbangkan diagnosis alternatif, seperti penyebab infeksi, poliradikulitis. 4

Elektrodiagnostik

Elektrodiagnostik tidak diperlukan untuk mendiagnosis GBS namun dapat


direkomendasikan untuk dilakukan guna membantu dalam menegakkan diagnosis, terutama
pada pasien dengan presentasi atipikal. Secara umum, pemeriksaan elektrofisiologi pada pasien
GBS akan mengungkapkan sensorimotor polyradiculoneuropathy atau polineuropati yang
ditunjukkan oleh berkurangnya kecepatan konduksi, berkurangnya amplitudo yang
dibangkitkan sensorik dan motorik, temporal yang dispersi abnormal dan atau adanya blok
konduksi motor parsial. Sesuatu yang khas untuk GBS adalah 'sural sparing pattern' di mana
potensial aksi saraf sensorik sural normal, sedangkan potensial aksi saraf sensorik median dan
ulnaris adalah abnormal atau bahkan tidak ada. Namun, pengukuran elektrofisiologis mungkin
normal saat dilakukan pada awal perjalanan penyakit (dalam 1 minggu gejala) atau pada pasien
dengan keluhan awal kelemahan proksimal. Penyakit yang ringan, perkembangan lambat atau
varian klinis pada pasien ini dibutuhkan elektrodiagnostik berulang 2-3 minggu kemudian.
Pada pasien dengan MFS, hasil studi elektrodiagnostik biasanya normal atau hanya
menunjukkan penurunan amplitudo saraf sensorik potensial aksi.
Gambar 5 | Pendekatan sepuluh langkah untuk diagnosis dan pengelolaan sindrom Guillain-
Barré. 4

Manifestasi klinis pada pasien gagal napas Marker pada pemeriksaan Respirasi
1. Adanya Trias 1. saturasi oksigen kurang dari 92%; pCO2 >
 kelemahan yang cepat dan 45 mmHg pada pasien tanpa penyakit paru-
substansial, terjadi selama beberapa paru kronis
hari, ketidakmampuan untuk 2. Upaya inspirasi (IF) (kekuatan yang
mengangkat siku atau kepala dihasilkan oleh inhalasi maksimal) kurang
 kelemahan wajah dari 15 cm H2O. Nilai > 25 biasanya aman;
 bulbar palsy (kesulitan menelan, 3. Penurunan kapasitas vital (VC) (diukur
dengan tersedak, batuk atau air liur, sebagai ekspirasi penuh setelah inspirasi
dalam), < 15-20 ml/kg
refleks muntah tidak ada atau bicara 4. Penurunan cepat, misalnya > 30%, dari IF
cadel atau lemah atau VC dalam 24 jam;
2. Napas dangkal atau cepat 5. Pada pasien yang lelah bahkan penurunan
3. Pidato staccato (hanya mampu VC hingga 18 ml/kg mungkin sudah cukup
mengucapkan beberapa kata dalam sekali untuk ventilasi
nafas) 8. nilai VC atau IF yang tidak konsisten atau
4. ketidakstabilan otonom turun pada satu sesi pengujian.
5. takikardia, keringat pada dahi akibat stres
yang diinduksi adrenergik dan
6. Pernapasan paradoks, yaitu gerakan perut
ke dalam otot selama inspirasi,
mencerminkan kelelahan diafragma; atau
penggunaan otot bantu pernapasan secara
episodik

Table 3. Prediktor pasien GBS dengan komplikasi pada pernapasan.14

Pasien Guillain Barre Syndrome dengan perawatan Intensive Care Unir (ICU)
Alasan untuk memasukkan pasien ke unit perawatan intensif (ICU) meliputi adanya
gangguan pernapasan yang berkembang dengan insufisiensi pernapasan, disfungsi
kardiovaskular otonom (misalnya, aritmia atau variasi tekanan darah yang nyata), disfungsi
menelan yang parah atau refleks batuk yang berkurang dan perkembangan kelemahan yang
progresif cepat. Sebuah keadaan Insufisiensi pernapasan segera didefinisikan sebagai tanda-
tanda klinis gangguan pernapasan, termasuk sesak napas pada istirahat atau selama berbicara,
ketidakmampuan untuk menghitung sampai 15 dalam satu nafas, penggunaan otot pernafasan
tambahan, peningkatan pernapasan atau detak jantung, kapasitas vital <15–20ml/kg atau <1 l,
atau gas darah arteri abnormal serta hasil pengukuran oksimetri yang abnormal. Sebesar 22%
pasien dengan GBS membutuhkan ventilasi dalam minggu pertama masuk rumah sakit guna
identifikasi risiko gagal napas mungkin mungkin.4

Erasmus Guillain-Barré syndrome (GBS) Respiratory Insufficiency Score (EGRIS)


Dapat digunakan untuk menghitung probabilitas bahwa pasien dengan GBS akan memerlukan
ventilasi mekanis dalam waktu 1 minggu dan dinilai berdasarkan skor tiap kategori. Setiap
pengukuran dikategorikan dan diberi skor dimana jumlah skor akan ditotalkan dan memberikan
skor EGRIS pada pasien (antara 0 dan 7). EGRIS 0–2 menunjukkan risiko intervensi rendah
(4%), 3-4 menunjukkan risiko intervensi menengah (24%) dan ≥ 5 menunjukkan risiko
intervensi mekanis tinggi (65%). 4

Gambar 6. Erasmus Guillain-Barré syndrome (GBS) Respiratory Insufficiency Score


(EGRIS). 4

Medical Research Council (MRC) adalah jumlah skor pada skala MRC digunkana
untuk mengukur kelemahan otot abduksi bahu bilateral, fleksi siku, ekstensi pergelangan
tangan, fleksi pinggul, ekstensi lutut dan dorsofleksi pergelangan kaki. Skor jumlah MRC yang
lebih tinggi menunjukkan peningkatan disabilitas dengan skor maksimum yaitu 60. 4

2.8 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding dari sindrom Guillain-Barré sangat tergantung pada gambaran klinis
dari masing-masing gejala yang dirasakan pasien. Adapun beberapa kemungkinan mengenai
diagnosis banding yang dikategorikan berdasarkan lokasinya di sistem saraf.4

Sistem Saraf Pusat


 Peradangan atau infeksi batang otak (sarkoidosis,Sindrom Sjögren, neuromyelitis
optica atau myelin oligodendrosit gangguan terkait antibodi glikoprotein)
 Peradangan atau infeksi pada sumsum tulang belakang (sarkoidosis, sindrom Sjögren
atau mielitis transversa akut)
 Keganasan (metastasis leptomeningeal atau neurolimfomatosis)
 Kompresi batang otak atau sumsum tulang belakang
 Stroke batang otak
 Kekurangan vitamin (ensefalopati Wernickeke yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin B1, atau degenerasi gabungan subakut dari sumsum tulang belakang, yang
disebabkan oleh kekurangan vitamin B12)

Sel Tanduk Anterior


 Mielitis flaccid akut (akibat polio, enterovirus D68 atau A71, virus West Nile, virus
ensefalitis Jepang atau rabies virus)

Nerve Roots
 Infeksi (penyakit Lyme, cytomegalovirus, HIV, Epstein–virus Barr atau virus varicella
zoster)
 Kompresi
 Keganasan leptomeningeal

Saraf Perifer
 Chronic inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)
 Gangguan metabolisme atau elektrolit (hipoglikemia, hipotiroidisme, porfiria atau
defisiensi tembaga)
 Kekurangan vitamin ( kekurangan vitamin B1, B12 atau E)
 Toxin (obat-obatan, alkohol, vitamin B6, timbal, talium, arsenik, organofosfat, etilen
glikol, dietilen glikol, metanol atau N-heksana)
 Polineuropati
 Amyotrofi neuralgik
 Vaskulitis
 Infeksi (difteri atau HIV)

Neuromuscullar Juntion
 Myasthenia gravis
 Sindrom miastenia Lambert–Eaton
 Neurotoksin (botulisme, tetanus)
 Keracunan organofosfat
Otot
 Gangguan metabolisme atau elektrolit (hipokalemia, paralisis periodik hipokalemia
tirotoksik, hipomagnesemia atau hipofosfatemia)
 Miositis inflamasi
 Rhabdomyolisis akut
 Miopati toksik yang diinduksi obat (misalnya, diinduksi oleh kolkisin, klorokuin,
emetin atau statin)
 Penyakit mitokondria

2.9 TATALAKSANA
Sindrom Guillain-Barré berpotensi mengancam jiwa maka diperlukan perawatan
medis umum dan terapi imunologis dimana terapi suportif juga diperlukan untuk mencegah
atau mengtasi adanya komplikasi serta pemantauan fungsi pernapasan dengan sering mengukur
kapasitas vital dan hasil klinis lainnya serta melakukan transfer tepat waktu ke ICU bila
diperlukan. Untuk membantu pengambilan keputusan ini Respiratory Insufficiency Score
(EGRIS) dapat digunakan pada saat masuk rumah sakit karena hal tersebut dapat menentukan
kemungkinan pasien akan membutuhkan ventilasi.10

Tujuan dari rencana perawatan adalah untuk mengurangi keparahan penyakit dan
untuk membantu pemulihan pasien. Pengobatan GBS dapat dibagi menjadi beberapa teknik
untuk mengatasi pasien kelumpuhan yang parah serta membutuhkan perawatan intensif,
dukungan dalam bantuan pernapasan, dan terapi khusus yang bertujuan untuk memperbaiki
serta memulihkan kerusakan saraf.9

Terapi sebagai berikut : 9


 Terapi imunoglobulin dosis tinggi
Pada Miller-Fisher sindrom melibatkan pemberian protein melalui suntikan intravena
dengan tujuan untuk menyerang organisme yang menginvasi
 Terapi fisik
Untuk meningkatkan kelenturan kekuatan otot
 Plasmapheresis
Sebuah proses di mana darah utuh dikeluarkan dari tubuh dan darah merah putih sel
dipisahkan dari plasma dan dikembalikan ke tubuh.
Farmakologi

Plasma Exchange

Pilihan pengobatan pertama yang efektif untuk GBS adalah plasmapheresis, atau
plasma exchange (PE). Terapi ini dengan cara mengeluarkan plasma dari darah dan
menggunakan centrifugal blood separators untuk menghilangkan kompleks imun dan
autoantibodi. Plasma kemudian disuntikkan kembali ke pasien bersama dengan larutan
albumin 5% untuk mengkompensasi hilangnya konsentrasi protein. Banyak penelitian telah
menemukan bahwa pengobatan ini melibatkan risiko tinggi dan efek samping yang substansial
untuk pasien yang tidak stabil secara hemodinamik. Perburukan gejala pasca perawatan juga
terlihat pada 10% pasien dalam beberapa penelitian. Risiko dan hasil seperti ini memulai
pencarian perawatan yang lebih efektif dan lebih aman. Nilai pertukaran plasma telah
didapatkan dalam enam studi acak yang ditinjau oleh kelompok Cochrane dan cecara
keseluruhan, 649 pasien yang menerima plasma pexcchange dan hasilnya dibandingkan
dengan pengobatan suportif saja tanpa PE, karena PE adalah yang terapi utama terbukti efektif
pada GBS. 9

Intravenous immunoglobulin

Imunoglobulin IV (IVIg) merupakan salah satu terapi untuk GBS. Antibodi yang
digunakan untuk memodulasi respon humoral dalam kemampuan mereka untuk menghambat
autoantibodi dan menekan produksi autoantibodi. Dengan menghambat autoantibodi,
kerusakan yang dimediasi oleh komplemen dapat dilemahkan. IVIgs juga memblokir
pengikatan reseptor Fc (gamma) untuk mencegah kerusakan fagositosis oleh makrofag.
Penelitian telah menunjukkan bahwa jumlah IVIg yang optimal adalah 400 mg/kg diberikan
selama enam hari. 9

Perawatan suportif dengan pemantauan semua fungsi vital adalah landasan


keberhasilan manajemen pada pasien GBS akut. Kekhawatiran terbesar adalah gagal napas
yang disebabkan kelumpuhan diafragma. Intubasi juga dini harus dipertimbangkan pada setiap
pasien dengan volume kapasitas vital (VC) < 20 ml/kg, kekuatan inspirasi negatif (NIF) < –25
cm H2O, dimana terjadi lebih dari 30% penurunan baik VC atau NIF dalam 24 jam,
perkembangan penyakit yang cepat atau ketidakstabilan fungsi otonom. Setelah pasien stabil,
pengobatan harus dilakukan atas kondisi yang mendasarinya. IVIg dosis tinggi 400 mg/kg
selama 5 hari atau plasmapheresis dapat diberikan sebagaimana keduanya sama efektifnya dan
kombinasi keduanya tidak secara signifikan lebih baik dibandingkan diberikan secara tunggal.
Terapi tidak efektif ketika diberikan 2 minggu setelah gejala motoric pertama muncul sehingga
pengobatan harus segera mungkin dilakukan. Penggunaan IVIg dapat menyebabkan efek
samping berupa hepatitis atau pada kasus yang jarang terjadi dapat menyebabkan gagal ginjal.
9

Pada wanita hamail baik IVIg maupun Plasma Exchange pemberiannya


kontraindikasi selama kehamilan. Namun pada PE memerlukan pertimbangan tambahan serta
pemantauan dalam pemberiannya, IVIg mungkin lebih baik digunakan.4
Sedangkan pada Anak-anak tidak ada indikasi yang dapat mengesampingkan terapi
Plasma Exchange dan IVIg pada anak-anak terbatas karena bukti yang masih terbatas. Namun,
karena Plasme Exchange hanya tersedia di pusat-pusat maka penggunaannya menjadikan
ketidaknyamanan serta tingkat komplikasi yang lebih tinggi dibandingkan IVIg pada anak-
anak. IVIg merupakan terapi lini pertama untuk anak-anak dengan GBS dan beberapa pusat
pediatrik memberikan IVIg 2 g/kg (berat badan) selama 2 hari. 4

Kortikosteroid
Meskipun kortikosteroid adalah terapi yang sangat efektif untuk polineuropati demielinasi
inflamasi kronis (CIDP) namun pada umumnya dihindari pada pasien GBS. Meta-analisis hasil
penelitian yang relevan telah menunjukkan tidak ada keuntungan dari penggunaan
metilprednisolon intravena jika disarankan pun perbaikan lebih terlihat pada pasien yang
diobati dengan kortikosteroid oral. Temuan ini tampaknya berlawanan dengan intuisi tetapi
mungkin karena efek negatif kortikosteroid pada otot yang mengalami denervasi, atau akibat
induksi kortikosteroid terjadi penghambatan proses perbaikan yang bergantung pada
makrofag.15

Non-Farmakologi

Setelah fase akut, pasien juga memerlukan rehabilitasi untuk mendapatkan kembali
fungsi yang hilang. Perawatan ini akan fokus pada peningkatan aktivitas sehari-hari, seperti
menyikat gigi, mencuci dan berpakaian. Tergantung pada perawatan kesehatan setempat
sistem, tim terapis dan perawat akan dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan pasien. Sebuah
pekerjaan terapis dapat menawarkan peralatan untuk membantu pasien mencapai kemandirian
ADL. Seorang fisioterapis dapat merencanakan program pelatihan progresif dan membimbing
pasien untuk mengoreksi, gerakan fungsional, menghindari kompensasi berbahaya yang
mungkin memiliki efek negatif dalam jangka panjang. Terapis bicara dan bahasa sangat penting
bagi pasien untuk mendapatkan kembali kemampuan berbicara. 9

2.10 KOMPLIKASI

Gambar 6. Komplikasi penting dari sindrom Guillain-Barré.4

Komplikasi penting dari sindrom Guillain-Barré (GBS). Sebagian besar komplikasi ini dapat
terjadi pada setiap pasien dengan GBS, kapan saja, namun pada kolom kedua menunjukkan
kapan mereka paling banyak mungkin terjadi dan atau kapan harus sangat diwaspadai. 4

2.11 PROGNOSIS

Prognosis dan Pemulihan Sekitar 85% pasien dengan GBS mencapai pemulihan
fungsional penuh dalam beberapa bulan hingga satu tahun, meskipun temuan kecil pada
pemeriksaan (seperti arefleksia) mungkin bertahan dan pasien sering mengeluh gejala lanjutan,
termasuk kelelahan. Tingkat kematian <5% dalam pengaturan yang optimal; kematian
biasanya disebabkan oleh komplikasi paru sekunder. Kerusakan aksonal tersebut dapat berupa
primer atau sekunder, tetapi dalam kedua kasus berhasil regenerasi. Faktor lain yang
memperburuk prospek pemulihan adalah usia lanjut, serangan fulminan atau tingkat keparahan,
serta penundaan pada awal pengobatan. Antara 5 dan 10% pasien dengan tipikal GBS memiliki
satu atau lebih kekambuhan yang terjadi terlambat; kasus tersebut kemudian diklasifikasikan
sebagai polineuropati demielinasi inflamasi kronis (CIDP).3
DAFTAR PUSTAKA

1. Ginsberg, Lionel. Neurologi. Penerbit Erlangga. Edisi Kedelapan. 2005. P192-195


2. Guillain-Barré Syndrome. Available at : https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/guillain-barr%C3%A9-syndrome [Accesed at 14 June 2021. 19:32 ]

3. KASPER, D., FAUCI, A., HAUSER, S., LONGO, D., & JAMESON, J. (2015).
Harrison's Principles of Internal Medicine. New York, McGraw-Hill Education.
P2694-2699

4. Leonhard Sonja E, ett all. Diagnosis and management of Guillain–Barré syndrome in


ten steps. Nature Reviews | Neurology. 2019; 15(11): 671–683. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6821638/ [Accesed at 14 June 2021.
20:16]
5. Mazen M. Dimachkie. Guillain-Barré Syndrome and Variants. Neurol Clin. 2013 May
; 31(2): 491–510. doi:10.1016/j.ncl.2013.01.005. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3939842/pdf/nihms549809.pdf
[Accesed at 14 June 2021. 20:44 ]
6. Ludwig, Parker E. Neuroanatomy Neurons. StatPearls. July 31, 2020. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441977/ [[Accesed at 14 June 2021. 21:08 ]

7. Molecular Cell Biology. 4th edition. Section 21.1Overview of Neuron Structure and
Function. Available at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK21535/

8. M Brust John. Current Diagnosis & Treatment Neurology. The McGraw Hill
Companies. Internation Edition 2012. P307-309
9. Pithadia, Anand. Guillain-Barré syndrome (GBS). Pharmacological Reports. 2010.
P220-232

10. Willison, H.J., Jacobs, B.C. and van Doorn, P.A. (2016). Guillain-Barré
syndrome. The Lancet, [online] 388(10045), pp.717–727. Available at:
https://www.thelancet.com/article/S0140-6736(16)00339-1/fulltext [Accessed 14
June. 2021. 21:36].

11. Brust, John. Current Diagnosis & Treatment : Neurology Second Edition. McGraw
Hill. International Edition 2012

12. Crash Course. Neurology. P150

13. Walling, A. and Dickson, G. (2020). Guillain-Barre Syndrome. American Family


Physician, [online] 87(3), pp.191–197. Available at:
https://www.aafp.org/afp/2013/0201/p191.html#sec-5 [Accessed 15 June. 2021
19:38].

14. GBS: An Acute Care Guide For Medical Professionals. GBS/CIDP Foundation
International 2012 Edition. P8-9
15. Harms, Matthew. Inpatient Management of Guillain-Barre´ Syndrome.. Department of
Neurology, Washington University School of Medicine, St Louis, MO, USA. The
Neurohospitalist 2011 1(2) 78-84

Anda mungkin juga menyukai