GUILLAIN-BARRE SYNDROME
Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Dini Adriani, Sp.S
Disusun Oleh:
Tri Handini 1102014269
Referat:
“GUILLAIN-BARRE SYNDROME”
Disusun Oleh:
Tri Handini
1102014269
Pembimbing,
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-
Nya sehingga laporan kasus ini berhasil diselesaikan. Referat yang berjudul “GUILLAIN-
BARRE SYNDROME” yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan
klinik Departemen Ilmu Penyakit Syaraf di RS Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto Jakarta.
Bukan suatu hal yang mudah bagi penulis untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Karena itu,
dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1 dr. Joko Nafianto, Sp.S selaku KSMF Departemen Ilmu Penyakit Syaraf di RS
Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto Jakarta
2 dr. Dini Adriani, Sp.S selaku pembimbing referat kasus yang telah membimbing dan
memberikan ilmu kepada penulis
3 Para perawat dan pegawai SMF Departemen Ilmu Penyakit Syaraf di RS Bhayangkara Tk.
I R. Said Sukanto Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam kegiatan klinik
sehari-hari.
4 Teman-teman sejawat rekan kepaniteraan Ilmu kesehatan Anak yang telah memberikan
bantuan dan dukungan dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu, penulis
mengharapkan kritikan serta saran yang bersifat membangun sehingga penulisan tulisan ini
dapat lebih baik lagi. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis yang sedang
menempuh pendidikan profesi dokter serta bagi para pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh menyerang bagian dari sistem
saraf tepi. Sindrom ini dapat mempengaruhi saraf yang mengontrol gerakan otot serta saraf
yang mengirimkan rasa sakit, suhu, dan sensasi sentuhan. Hal ini dapat mengakibatkan
kelemahan otot dan hilangnya sensasi pada kaki dan lengan atau diantaranya.2
Insidensi GBS di Amerika Serikat meningkat sepanjang tahun antara 1 sampai 4 kasus
per 100.000 per tahunnya, dengan 5000-6000 kasus dapat terjadi per tahun.3 GBS lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita dan insidennya meningkat seiring bertambahnya usia,
meskipun semua kelompok umur dapat terkena. Keterlibatan sistem saraf otonom ini
berkontribusi terhadap kematian, yang diperkirakan 3-10% untuk pasien dengan GBS bahkan
dengan perawatan medis terbaik yang tersedia.4
Insiden GBS di seluruh dunia berkisar antara 0,6 hingga 4,0 : 100.000 orang. Epidemiologi
insiden keseluruhan GBS menjadi 1,1 hingga 1,8 : 100.000 namun lebih rendah pada anak-
anak dari 0,34 hingga 1,34 : 100.000. Dibandingkan dengan kasus yang lebih muda, insiden
GBS meningkat setelah usia 50 tahun dari 1,7 : 100.000 menjadi 3,3 : 100.000. Dua pertiga
kasus GBS berhubungan dengan infeksi sebelumnya.5
Sehingga dengan adanya insiden GBS yang masih terjadi di seluruh dunia dan
meningkatnya insiden GBS seiring bertambahnya usia, serta berkaitan dengan infeksi
sebelumnya maka penulis ingin mengetahui berbagai gejala yang dapat ditimbulkan, cara
melakukan diagnosis yang tepat, tatalaksana serta harapan prognosis dari kejadian GBS
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 NEURON
Neuron adalah sel yang dapat dirangsang secara elektrik dan mengirimkan sinyalnya
ke seluruh tubuh. Neuron menggunakan komponen listrik dan kimia dalam transmisi
penyampaian informasi. Neuron terhubung ke neuron lain di sinapsis dan terhubung ke organ
efektor atau sel di persimpangan neuroeffector. Sebuah neuron multipolar khas terdiri dari
soma atau badan sel, akson, dan dendrit. Akson dianggap sebagai bagian yang mentransmisikan
sinyal eferen, sedangkan dendrit menerima sinyal aferen dari sekitarnya. 6
Gambar 1: Dua neuron yang terhubung. Neuron memiliki soma yang berisi nukleus, akson dan
pohon dendritik. Sinapsis tunggal (lingkaran merah) terbentuk pada titik di mana akson dari
satu neuron (hitam) terhubung ke dendrit/beberapa/akson lainnya (biru). 6
Potensial aksi bergerak cepat dengan kecepatan hingga 100 meter per detik. Pada
manusia, panjang akson mungkin lebih dari satu meter namun hanya dibutuhkan beberapa
milidetik untuk melakukan potensial aksi. Sebuah potensial aksi berasal dari akson hillock, lalu
diteruskan ke akson dan badan sel secara aktif dihantarkan ke dalam terminal akson, cabang-
cabang kecil akson yang membentuk sinapsis atau koneksi dengan sel-sel lain. Satu akson di
sistem saraf pusat dapat bersinaps dengan banyak neuron dan menginduksi respons secara
bersamaan. 7
Neuron memiliki banyak dendrit yang memanjang keluar dari badan sel dan
terspesialisasi untuk menerima sinyal kimia dari ujung akson neuron lain. Dendrit mengubah
sinyal-sinyal ini menjadi impuls listrik kecil dan mengirimkannya ke dalam badan sel. Badan
sel saraf juga dapat membentuk sinapsis dan menerima sinyal tersebut khususnya di sistem
saraf pusat. Neuron memiliki dendrit yang sangat panjang dengan cabang yang kompleks, hal
ini memungkinkan untuk membentuk sinapsis dan menerima sinyal dari sejumlah besar neuron
lain. 7
2.2 DEFINISI
Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh menyerang bagian dari sistem
saraf tepi. Sindrom ini dapat mempengaruhi saraf yang mengontrol gerakan otot serta saraf
yang mengirimkan rasa sakit, suhu, dan sensasi sentuhan. Hal ini dapat mengakibatkan
kelemahan otot dan hilangnya sensasi pada kaki dan lengan atau diantaranya.2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidensi GBS di Amerika Serikat meningkat sepanjang tahun antara 1 sampai 4 kasus
per 100.000 per tahunnya, dengan 5000-6000 kasus dapat terjadi per tahun.3 GBS lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita dan insidennya meningkat seiring bertambahnya usia,
meskipun semua kelompok umur dapat terkena. Keterlibatan sistem saraf otonom ini
berkontribusi terhadap kematian, yang diperkirakan 3-10% untuk pasien dengan GBS bahkan
dengan perawatan medis terbaik yang tersedia.4
Insiden GBS di seluruh dunia berkisar antara 0,6 hingga 4,0 : 100.000 orang.
Epidemiologi insiden keseluruhan GBS menjadi 1,1 hingga 1,8 : 100.000 namun lebih rendah
pada anak-anak dari 0,34 hingga 1,34 : 100.000. Dibandingkan dengan kasus yang lebih muda,
insiden GBS meningkat setelah usia 50 tahun dari 1,7 : 100.000 menjadi 3,3 : 100.000. Dua
pertiga kasus GBS berhubungan dengan infeksi sebelumnya. Sebagian besar kasus bersifat
sporadis meskipun epidemi musim panas di Cina Utara dari varian aksonal dengan infeksi
Campylobacter Jejuni (C. Jejuni) dilaporkan. Sementara 5% dari GBS di Amerika Utara dan
Eropa disebabkan oleh GBS aksonal, varian ini jauh lebih umum di Cina Utara, Jepang dan
seluruh Amerika.5
2.3 ETIOLOGI
Penyebab Sindrom Guillain Barre belum diketahui secara pasti, namun mekanisme
patogenesisnya mencakup demielinasi inflamasi dengan berbagai kerusakan pada akson pada
sistem saraf perifer. Sebagian besar kasus didahului : 1
- Virus : Sitomegalovirus, Virus Epstein-Barr dan HIV
- Bakteri : Mycoplasma pneumoniae, Campylobacter jejuni
- Vaksinasi
- Keadaan lain seperti pembedahan, kanker, kehamilan dan penyakit autoimun.8
2.4 PATOGENESIS
Patogenesis yang terkait dengan Guillain Barre Syndrome berkaitan dengan proses
imunitas humoral dan seluler yang berperan pada kerusakan jaringan Accute Inflamation
Demielynasi Polineurophati (AIDP). Guillain Barre Syndrome dikaitkan dengan respon
kekebalan terhadap non-self antigen melalui mekanisme kemiripan epitop atau mimikri
molekuler. Target respon tersebut kemungkinan adalah glikokonjugat, khususnya gangliosida.
Dimana gangliosida merupakan kompleks glikosfingolipid yang mengandung satu atau lebih
residu asam sialat dan gangliosida yang juga berperan dalam interaksi antar sel (termasuk
antara akson dan glia) , modulasi resptor dan regulasi pertumbuhan serta sebagian besar berada
dalam jumlah besar di jaringan saraf dan di nodus Ranvier. 3
2.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi sub-tipe Guillain Barre Syndrome
Subtipe Fitur Elektrodiagnosis Patologi
Kebanyakan orang
dewasa; jarang terjadi;
Acute motor pemulihan Sama seperti AMAN, tetapi juga
sensory axonal mempengaruhi saraf dan akar
lambat, seringkali Axonal
neuropathy sensorik; kerusakan aksonal
(AMSAN) tidak tuntas; biasanya parah
berhubungan dengan
AMAN
Penyebab pasti demielinasi kronis pada CIDP masih belum diketahui secara pasti tetapi
ada bukti yang berkembang bahwa mekanisme imunitas humoral dan seluler mungkin terlibat.
Prevalensi CIDP diperkirakan berkisar antara 1,0 - 7,7 kasus per 100.000 orang. Namun ini
kemungkinan merupakan perkiraan yang terlalu rendah terkait dengan penetuan kriteria
diagnostik dan kasus yang tidak dilaporkan. CIDP secara proporsional mempengaruhi pria
yang berusia lebih dari 50 tahun.11
CIDP dapat hadir dalam perkembangan bertahap pada periode plateu, perjalanan yang terus
menurun atau perjalanan dengan episode berulang. Kebanyakan pasien awalnya memiliki
gejala motorik yang dominan, meskipun pemeriksaan biasanya menunjukkan tanda-tanda
motorik dan sensorik. Kelemahan dimulai secara fokal tetapi biasanya menjadi bilateral dan
multifokal dalam beberapa bulan setelah setelah onset. Seperti GBS, CIDP terjadi secara
simetris dimana otot proksimal dan distal terpengaruh. Neuropati kranial dan kelemahan otot
pernapasan jarang terjadi pada CIDP. 11
Sebagian besar pasien memerlukan rawat inap dan sekitar 30% memerlukan bantuan
ventilasi. Kehilangan sensorik berkaitan dengan hilangnya proprioception (posisi rasa) dan
arefleksia (kehilangan total refleks tendon dalam) pada pasien GBS serta kehilangan rasa sakit
dan sensasi. 9
Representasi grafis dari pola gejala biasanya diamati dalam varian klinis yang berbeda
dari sindrom Guillain-Barré (GBS). Gejala dapat berupa motorik murni, sensorik murni
(jarang) atau kombinasi motorik dan sensorik. Ataksia dapat hadir pada pasien dengan Miller
Sindrom Fisher dan penurunan kesadaran serta ataksia dapat terjadi p ada pasien dengan batang
otak Bickerstaff radang otak. Gejala dapat dilokalisasi ke bagian tubuh tertentu, dan pola
gejalanya berbeda – beda antara varian GBS.4
2.7 DIAGNOSIS
Pada sindrom Guillain-Barré yang khas, progresif cepat kelemahan bilateral adalah
gejala utama yang muncul di sebagian besar pasien. Kelemahan terjadi secara ascending
dimulai di bagian bawah distal ekstremitas tetapi dapat mulai lebih proksimal di kaki. Beberapa
pasien datang dengan keluahan paraparesis yang dapat menetap selama sakit serta adanya
kemungkinan keterlibatan saraf kranial yang mengakibatkan wajah, okulomotor, atau bulbar
mengalamai kelemahan, contohnya pada sindrom Miller Fisher yang mungkin kemudian
meluas untuk melibatkan anggota tubuh lainnya. Selain kelemahan, pasien juga dapat
mengalami tanda-tanda sensorik, seperti ataksia dan disfungsi otonom. Nyeri otot atau nyeri
radicular sering terjadi namun tidak selalu dirasakan di daerah tulang belakang, Sebagian besar
pasien mengalami kurangnya refleks pada tendon anggota tubuh yang terkena.10
Refleks otot menurun Arefleksia komplit sering terjadi pada tungkai yang
bergejala.
Ketiadaan/ penurunan refleks Puncak gejala mulai pada 2 minggu pada 50% kasus, dan 3
atau kelemahan minggu pada 80% kasus.
Pendukung Diagnosis
Pemeriksaan Klinis
Keterlibatan system otonom Aritmia, ortostatik, instabilitas tekanan darah, retensi urin,
melambatnya motilitas gastrointestinal (dapat juga tidak
ditemukan pada beberapa tipe GBS)
Peningkatan level protein Awal kasus masih normal, namun meningkat pada akhir
minggu ke-2 pada 90% kasus.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditentukan oleh diagnosis banding pada masing-masing
pasien, tetapi secara umum semua pasien dengan dugaan GBS akan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap dan tes darah untuk glukosa, elektrolit, fungsi ginjal dan enzim hati. Hasil tes
ini dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab lain dari kelumpuhan flaccid yang bersifat
akut, seperti infeksi atau disfungsi metabolik atau elektrolit. Tes spesifik lebih lanjut dapat
dilakukan dengan tujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding serta penyakit lain yang
menyerupai GBS.
Pemeriksaan untuk mengukur kadar serum antibodi antigangliosida dapat dilakukan
pula dengan hasil tes yang positif dapat membantu menegakkan diagnosis yang diragukan,
tetapi hasil tes negatif tidak mengesampingkan GBS53 dimana Antibodi anti-GQ1b ditemukan
hingga 90% pasien dengan MFS17,54 diduga pasien dengan MFS. Pasien yang dicurigai
dengan GBS dapat dilakukan tes antibodi sebelum memulai terapi.4
Elektrodiagnostik
Manifestasi klinis pada pasien gagal napas Marker pada pemeriksaan Respirasi
1. Adanya Trias 1. saturasi oksigen kurang dari 92%; pCO2 >
kelemahan yang cepat dan 45 mmHg pada pasien tanpa penyakit paru-
substansial, terjadi selama beberapa paru kronis
hari, ketidakmampuan untuk 2. Upaya inspirasi (IF) (kekuatan yang
mengangkat siku atau kepala dihasilkan oleh inhalasi maksimal) kurang
kelemahan wajah dari 15 cm H2O. Nilai > 25 biasanya aman;
bulbar palsy (kesulitan menelan, 3. Penurunan kapasitas vital (VC) (diukur
dengan tersedak, batuk atau air liur, sebagai ekspirasi penuh setelah inspirasi
dalam), < 15-20 ml/kg
refleks muntah tidak ada atau bicara 4. Penurunan cepat, misalnya > 30%, dari IF
cadel atau lemah atau VC dalam 24 jam;
2. Napas dangkal atau cepat 5. Pada pasien yang lelah bahkan penurunan
3. Pidato staccato (hanya mampu VC hingga 18 ml/kg mungkin sudah cukup
mengucapkan beberapa kata dalam sekali untuk ventilasi
nafas) 8. nilai VC atau IF yang tidak konsisten atau
4. ketidakstabilan otonom turun pada satu sesi pengujian.
5. takikardia, keringat pada dahi akibat stres
yang diinduksi adrenergik dan
6. Pernapasan paradoks, yaitu gerakan perut
ke dalam otot selama inspirasi,
mencerminkan kelelahan diafragma; atau
penggunaan otot bantu pernapasan secara
episodik
Pasien Guillain Barre Syndrome dengan perawatan Intensive Care Unir (ICU)
Alasan untuk memasukkan pasien ke unit perawatan intensif (ICU) meliputi adanya
gangguan pernapasan yang berkembang dengan insufisiensi pernapasan, disfungsi
kardiovaskular otonom (misalnya, aritmia atau variasi tekanan darah yang nyata), disfungsi
menelan yang parah atau refleks batuk yang berkurang dan perkembangan kelemahan yang
progresif cepat. Sebuah keadaan Insufisiensi pernapasan segera didefinisikan sebagai tanda-
tanda klinis gangguan pernapasan, termasuk sesak napas pada istirahat atau selama berbicara,
ketidakmampuan untuk menghitung sampai 15 dalam satu nafas, penggunaan otot pernafasan
tambahan, peningkatan pernapasan atau detak jantung, kapasitas vital <15–20ml/kg atau <1 l,
atau gas darah arteri abnormal serta hasil pengukuran oksimetri yang abnormal. Sebesar 22%
pasien dengan GBS membutuhkan ventilasi dalam minggu pertama masuk rumah sakit guna
identifikasi risiko gagal napas mungkin mungkin.4
Medical Research Council (MRC) adalah jumlah skor pada skala MRC digunkana
untuk mengukur kelemahan otot abduksi bahu bilateral, fleksi siku, ekstensi pergelangan
tangan, fleksi pinggul, ekstensi lutut dan dorsofleksi pergelangan kaki. Skor jumlah MRC yang
lebih tinggi menunjukkan peningkatan disabilitas dengan skor maksimum yaitu 60. 4
Nerve Roots
Infeksi (penyakit Lyme, cytomegalovirus, HIV, Epstein–virus Barr atau virus varicella
zoster)
Kompresi
Keganasan leptomeningeal
Saraf Perifer
Chronic inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)
Gangguan metabolisme atau elektrolit (hipoglikemia, hipotiroidisme, porfiria atau
defisiensi tembaga)
Kekurangan vitamin ( kekurangan vitamin B1, B12 atau E)
Toxin (obat-obatan, alkohol, vitamin B6, timbal, talium, arsenik, organofosfat, etilen
glikol, dietilen glikol, metanol atau N-heksana)
Polineuropati
Amyotrofi neuralgik
Vaskulitis
Infeksi (difteri atau HIV)
Neuromuscullar Juntion
Myasthenia gravis
Sindrom miastenia Lambert–Eaton
Neurotoksin (botulisme, tetanus)
Keracunan organofosfat
Otot
Gangguan metabolisme atau elektrolit (hipokalemia, paralisis periodik hipokalemia
tirotoksik, hipomagnesemia atau hipofosfatemia)
Miositis inflamasi
Rhabdomyolisis akut
Miopati toksik yang diinduksi obat (misalnya, diinduksi oleh kolkisin, klorokuin,
emetin atau statin)
Penyakit mitokondria
2.9 TATALAKSANA
Sindrom Guillain-Barré berpotensi mengancam jiwa maka diperlukan perawatan
medis umum dan terapi imunologis dimana terapi suportif juga diperlukan untuk mencegah
atau mengtasi adanya komplikasi serta pemantauan fungsi pernapasan dengan sering mengukur
kapasitas vital dan hasil klinis lainnya serta melakukan transfer tepat waktu ke ICU bila
diperlukan. Untuk membantu pengambilan keputusan ini Respiratory Insufficiency Score
(EGRIS) dapat digunakan pada saat masuk rumah sakit karena hal tersebut dapat menentukan
kemungkinan pasien akan membutuhkan ventilasi.10
Tujuan dari rencana perawatan adalah untuk mengurangi keparahan penyakit dan
untuk membantu pemulihan pasien. Pengobatan GBS dapat dibagi menjadi beberapa teknik
untuk mengatasi pasien kelumpuhan yang parah serta membutuhkan perawatan intensif,
dukungan dalam bantuan pernapasan, dan terapi khusus yang bertujuan untuk memperbaiki
serta memulihkan kerusakan saraf.9
Plasma Exchange
Pilihan pengobatan pertama yang efektif untuk GBS adalah plasmapheresis, atau
plasma exchange (PE). Terapi ini dengan cara mengeluarkan plasma dari darah dan
menggunakan centrifugal blood separators untuk menghilangkan kompleks imun dan
autoantibodi. Plasma kemudian disuntikkan kembali ke pasien bersama dengan larutan
albumin 5% untuk mengkompensasi hilangnya konsentrasi protein. Banyak penelitian telah
menemukan bahwa pengobatan ini melibatkan risiko tinggi dan efek samping yang substansial
untuk pasien yang tidak stabil secara hemodinamik. Perburukan gejala pasca perawatan juga
terlihat pada 10% pasien dalam beberapa penelitian. Risiko dan hasil seperti ini memulai
pencarian perawatan yang lebih efektif dan lebih aman. Nilai pertukaran plasma telah
didapatkan dalam enam studi acak yang ditinjau oleh kelompok Cochrane dan cecara
keseluruhan, 649 pasien yang menerima plasma pexcchange dan hasilnya dibandingkan
dengan pengobatan suportif saja tanpa PE, karena PE adalah yang terapi utama terbukti efektif
pada GBS. 9
Intravenous immunoglobulin
Imunoglobulin IV (IVIg) merupakan salah satu terapi untuk GBS. Antibodi yang
digunakan untuk memodulasi respon humoral dalam kemampuan mereka untuk menghambat
autoantibodi dan menekan produksi autoantibodi. Dengan menghambat autoantibodi,
kerusakan yang dimediasi oleh komplemen dapat dilemahkan. IVIgs juga memblokir
pengikatan reseptor Fc (gamma) untuk mencegah kerusakan fagositosis oleh makrofag.
Penelitian telah menunjukkan bahwa jumlah IVIg yang optimal adalah 400 mg/kg diberikan
selama enam hari. 9
Kortikosteroid
Meskipun kortikosteroid adalah terapi yang sangat efektif untuk polineuropati demielinasi
inflamasi kronis (CIDP) namun pada umumnya dihindari pada pasien GBS. Meta-analisis hasil
penelitian yang relevan telah menunjukkan tidak ada keuntungan dari penggunaan
metilprednisolon intravena jika disarankan pun perbaikan lebih terlihat pada pasien yang
diobati dengan kortikosteroid oral. Temuan ini tampaknya berlawanan dengan intuisi tetapi
mungkin karena efek negatif kortikosteroid pada otot yang mengalami denervasi, atau akibat
induksi kortikosteroid terjadi penghambatan proses perbaikan yang bergantung pada
makrofag.15
Non-Farmakologi
Setelah fase akut, pasien juga memerlukan rehabilitasi untuk mendapatkan kembali
fungsi yang hilang. Perawatan ini akan fokus pada peningkatan aktivitas sehari-hari, seperti
menyikat gigi, mencuci dan berpakaian. Tergantung pada perawatan kesehatan setempat
sistem, tim terapis dan perawat akan dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan pasien. Sebuah
pekerjaan terapis dapat menawarkan peralatan untuk membantu pasien mencapai kemandirian
ADL. Seorang fisioterapis dapat merencanakan program pelatihan progresif dan membimbing
pasien untuk mengoreksi, gerakan fungsional, menghindari kompensasi berbahaya yang
mungkin memiliki efek negatif dalam jangka panjang. Terapis bicara dan bahasa sangat penting
bagi pasien untuk mendapatkan kembali kemampuan berbicara. 9
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi penting dari sindrom Guillain-Barré (GBS). Sebagian besar komplikasi ini dapat
terjadi pada setiap pasien dengan GBS, kapan saja, namun pada kolom kedua menunjukkan
kapan mereka paling banyak mungkin terjadi dan atau kapan harus sangat diwaspadai. 4
2.11 PROGNOSIS
Prognosis dan Pemulihan Sekitar 85% pasien dengan GBS mencapai pemulihan
fungsional penuh dalam beberapa bulan hingga satu tahun, meskipun temuan kecil pada
pemeriksaan (seperti arefleksia) mungkin bertahan dan pasien sering mengeluh gejala lanjutan,
termasuk kelelahan. Tingkat kematian <5% dalam pengaturan yang optimal; kematian
biasanya disebabkan oleh komplikasi paru sekunder. Kerusakan aksonal tersebut dapat berupa
primer atau sekunder, tetapi dalam kedua kasus berhasil regenerasi. Faktor lain yang
memperburuk prospek pemulihan adalah usia lanjut, serangan fulminan atau tingkat keparahan,
serta penundaan pada awal pengobatan. Antara 5 dan 10% pasien dengan tipikal GBS memiliki
satu atau lebih kekambuhan yang terjadi terlambat; kasus tersebut kemudian diklasifikasikan
sebagai polineuropati demielinasi inflamasi kronis (CIDP).3
DAFTAR PUSTAKA
3. KASPER, D., FAUCI, A., HAUSER, S., LONGO, D., & JAMESON, J. (2015).
Harrison's Principles of Internal Medicine. New York, McGraw-Hill Education.
P2694-2699
7. Molecular Cell Biology. 4th edition. Section 21.1Overview of Neuron Structure and
Function. Available at : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK21535/
8. M Brust John. Current Diagnosis & Treatment Neurology. The McGraw Hill
Companies. Internation Edition 2012. P307-309
9. Pithadia, Anand. Guillain-Barré syndrome (GBS). Pharmacological Reports. 2010.
P220-232
10. Willison, H.J., Jacobs, B.C. and van Doorn, P.A. (2016). Guillain-Barré
syndrome. The Lancet, [online] 388(10045), pp.717–727. Available at:
https://www.thelancet.com/article/S0140-6736(16)00339-1/fulltext [Accessed 14
June. 2021. 21:36].
11. Brust, John. Current Diagnosis & Treatment : Neurology Second Edition. McGraw
Hill. International Edition 2012
14. GBS: An Acute Care Guide For Medical Professionals. GBS/CIDP Foundation
International 2012 Edition. P8-9
15. Harms, Matthew. Inpatient Management of Guillain-Barre´ Syndrome.. Department of
Neurology, Washington University School of Medicine, St Louis, MO, USA. The
Neurohospitalist 2011 1(2) 78-84