BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Definisi
CEREBROVASCULARACCIDENT-INTRACRANIAL
Patofisiologi
Pecahnya arteri cranial, pada stroke hemoragik selain dapat menyebabkan
vasospasme pembuluh darah sehingga terjadi perubahan kimia seluler, darah sebagai
hasil arterial rupture juga mengalami ekstravasasi menuju jaringan otak dan
membentuk massa di lokasi tersebut yang disebut hematoma. Hematoma merusak
jaringan otak dan terus meluas seiring dengan berlanjutnya perdarahan. Bentukan
massa ini menekan dan mendesak jaringan otak sehingga fungsi otak terganggu.
Semakin luas perdarahan, makin besar pula pendesakan terhadap jaringan. Jika lolos
ke bagian ventrikel otak, maka cairan serebrospinal akan dipenuhi oleh darah (Fagan,
S.C and Hess, D.C, 2005). Rata-rata 30% perdarahan intraserebral berlanjut
menjadi semakin luas selama 24 jam, kebanyakan terjadi dalam 4 jam, dan
volume clot adalah bagian yang paling penting untuk memprediksi outcome,
tanpa memperhatikan pada lokasinya (Fagan, S.C and Hess, D.C, 2008).
51
1.5
Gambaran Klinis
Gejala yang sering dialami pasien adalah kelemahan pada salah satu sisi tubuh,
ketidakmampuan berbicara, pandangan kabur, vertigo, atau terjatuh. Sakit kepala dapat
terjadi pada pasien dengan stroke iskemik, namun lebih sering dan lebih berat pada
keadaan hemoragik. Tanda-tanda yang terjadi biasanya tergantung pada area otak yang
mengalami lesi. Hemiparesis atau monoparesis sering muncul. Jika sirkulasi posterior
terlibat, pada pasien umumya terdapat tanda-tanda vertigo atau diplopia (pandangan
ganda). Aplasia terjadi jika melibatkan sirkulasi anterior. Pasien juga mungkin
mengalami disarthria dan penurunan kesadaran pada tingkat yang bervariasi (Fagan,
S.C and Hess, D.C, 2008).
1.6
Faktor Resiko
Faktor resiko yang tidak dapat dirubah :
-
Usia
Jenis kelamin
Ras
Hipertensi
Fibrilasi atrial
Penyakit jantung
Diabetes
Penderita diabetes berada pada resiko tiga kali lipat terserang stroke
dibanding tidak mengidap diabetes mellitus. Keadaan hiperglikemi perlu
dikontrol dalam upaya mereduksi resiko CVA sebagai salah satu komplikasi
makrovaskular dari diabetes mellitus (Zivin, 2004).
-
Dislipidemia
makrofag
dan
mediator
inflamasi.
Selain
mengakibatkan
1.7.
sangat penting. Hasil CT scan harus diketahui sebelum terapi dengan antikoagulan
atau antiagregasi platelet. CT scan nonkontras dilakukan untuk membedakan
53
1.8.
1)
Penatalaksanaan Terapi
Tujuan Terapi
Tujuan pengobatan stroke akut adalah mengurangi luka sistem syaraf yang
tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan > 140 mmHg atau tekanan darah
arterial rata-rata > 145 mmHg, diberikan nikardipin, diltiazem, atau nimodipin
(Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia, 2007).
3)
Penatalaksanaan Spesifik
Untuk pasien dengan pendarahan intrakranial perlu dilakukan monitoring PT, aPTT,
dan platelet. Peningkatan PT dan aPTT atau terjadi trombositopenia perlu dikoreksi dengan
fresh frozen plasma 2-6 unit sesuai kebutuhan. Vitamin K juga bisa digunakan untuk koreksi
peningkatan PT dan mengatasi bleeding akibat warfarin. Sedangkan bila terjadi efek yang tidak
diinginkan dari heparin dapat diberikan protamin sulfat i.v (Perhimpunan Dokter Spesialis
Syaraf Indonesia, 2004).
Untuk stroke hemoragik intraserebral selain mengobati etiologinya, dapat
digunakan obat-obatan neuroprotektan. Evakuasi gumpalan darah pada lokasi yang
dapat dicapai, misalnya di serebelum atau lobus temporal mungkin dapat
menyelamatkan hidup. Tindakan bedah dilakukan dengan pertimbangan usia dan
derajat koma.
Bila pada pasien terdapat gangguan pembekuan darah atau perdarahan yang
terjadi akibat pengobatan dengan antikoagulan maka dapat diberi trombosit pada
trombositopenia, pemberian vitamin K atau fresh frozen plasma untuk mengatasi
bleeding akibat coumarin dan protamin jika terjadi efek yang tidak diinginkan dari
heparin (Lumbantobing, 2001)
4)
Penatalaksanaan Komplikasi
Berbagai keadaan penyerta pada stroke antara lain :
a. Kejang atau epilepsi umumnya terjadi sebagai komplikasi perdarahan,
terlebih pada penderita yang mengalami seizure, aneurisma pada daerah
teritorial MCA, dan vasospasme. Adanya kejang sendiri dapat menstimulasi
terjadinya perdarahan ulang. Antikonvulsan yang umum digunakan adalah
b.
fenitoin dan fenobarbital dosis rendah (30-60 mg) 3-4 kali sehari.
Stress ulcer diatasi atau dicegah dengan H2 bloker, antasida, atau proton pump
c.
inhibitor.
Laksansia (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah
d.
1.8.1
dilakukannya
tindakan
pembedahan
(operasi).
Tindakan
operatif
pada
1.9
pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terkena stroke, antara
lain:
56
Menjaga agar tekanan darah tetap rendah. Tekanan darah yang tinggi
(140/90) dapat meningkatkan risiko terkena serangan stroke empat sampai
lima kali.
Menjaga agar kadar kolesterol darah tetap rendah. Kadar kolesterol total
lebih dari 200 mg/dL akan membuat Anda berisiko kena serangan stroke.
Kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya plak pada pembuluh
darah arteri. Peningkatan kadar kolesterol yang tinggi dapat dicegah dengan
mengurangi makan makanan yang berlemak.
Hentikan merokok. Merokok tidak saja merusak paru-paru tetapi juga otak
Anda. Merokok dapat meningkatkan risiko terkena serangan stroke menjadi
dua kali lipat.
Kontrol kadar gula darah. Diabetes tipe 1 maupun tipe 2 merupakan faktor
risiko serangan stroke. Dan stroke akan lebih merusak saat serangan datang
ketika kadar gula tinggi. Jika Anda penderita diabetes, pastikan kadar gula
darah Anda tetap pada level normal.
57
BAB II
STUDI KASUS
58
: Tn. Sr
Umur/BB/TB
Status Pasien
: Askes
Alamat
: Surabaya
MRS
: 15/1/2012
Ruang
: Unit Stroke
jam SMRS, lemah kanan. Nyeri kepala (-), kejang (-), muntah (-), demam (+),
muka mencong (-), bicara pelo (-)
RPD
Data
Klinik
15/1
16/1
17/1
59
Tanggal
18/1
19/1
20/1
21/1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
TD
160/90 130/90 160/90 130/80 120/80 130/80 120/70
Suhu
37,5
38,8
39,1
38
39
40
39,8
Nadi
80
84
96
84
84
90
100
RR
16
28
36
40
GCS
215
215
1X4
1X5
1X4
1X4
1X1
Produksi
600cc
600cc
Urin
jernih
Data Lab
Hb
HCT
WBC
PLT
GDA
GDP
GD2PP
KS
Albumin
BUN
SGOT
SGPT
PTT/C
Nilai Normal
11-18 g/dl
35-60L%
4-10.103/l
150-450.103/ l
< 200 mg/dl
< 126 mg/dl
< 200 mg/dl
0,6-1,1
3,6-5,2 g/dl
5-23
5-34
11-60
11-14
14.
APTT/C
25-40
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Fibrinogen
Na
K
Cl
TG
HDL
LDL
Kolest tot
As. urat
150-450 mg/dl
135-145mEq/l
3,5-5,5mEq/l
94-104mEq/l
< 150 mg/dl
45-65 mg/dl
< 150 mg/dl
100-220 mg/dl
3,4-5,7
15/1
13,2
40,3
15,6
182
110
16/1
13,9
40,8
15
210
18/1
19/1
151
3,2
114
158
3,3
116
97
1,22
4,4
22,7
22
15
12,2/
12,1
1,3
3,6
22
64
24
14,8/
12,6
28,2/
28
146
3,5
114
152
2,8
107
39
72
120
198
5,9
IVH
HT sejak 10 tahun lalum riwayat hematuria(-), ekspulsi batu (-), LUTS (-),
hematuria sejak pemasangan kateter
Sepsis
Hipokalemia
61
BAB III
PROFIL PENGOBATAN
No. Terapi
Dosis
15/1
1.
2.
3.
O2 masker
IVFD PZ
Nicholin
4.
Nimodipin
5 lpm
14 tpm
3x250
mg iv
6x60mg
po
2,1cc/jam
pump
2x50 mg
iv
3x1 g iv
6x2 C po
1 ampul
2x1 g iv
3x500
mg iv
4x500
mg po
25meq/
12jam
3x4mg iv
2x1 amp
5.
Ranitidin
6
7.
Metamizole Na
Sucralfat
8.
9.
10.
Omeprazole
Ceftriaxone
Transamin
11.
Parasetamol
12.
KCl
13.
14.
Ondansetron
Pantoprazole
16/
1
RL
17/1
19/1
18/
1
21/1
20/
1
2,5cc
2,1cc
4x1
C
2x1g
62
21 Januari 2012
10.45 : GCS 1x1, TD 40/palpasi, nadi carotis (+), PBA 5/3, Grojok PZ
350 cc, Dopamin 5 mcg/kg/menit dimulai 5 tpm, cek VS/15 mnt
11.00 GCS 1x1, TD 50/20, Nadi 120x, RR 14x, nadi carotis (+), PBS 5/3,
RE -/-, RK -/-
63
BAB IV
PEMBAHASAN
pada saat awal MRS tgl 15 Januari 2012 mengalami peningkatan tekanan darah
yaitu 160/90 mmHg. Berdasarkan guidlines stroke 2007 pada stroke perdarahan
intraserebral bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105
mmHg, pemberian obat anti hipertensi ditangguhkan dulu sampai fase akut >
180/105mmHg terlewati 7 hari (Perhimpunan Dokter Sesialis Saraf Indonesia,
2007.
Pada pasien nimodipin diberikan 60mg tiap 4 jam selama 1 hari kemudian
diganti dengan sediaan pump yaitu 2,1 cc/jam. Nimodipine ini digunakan untuk
mencegah vasospasme akibat SAH. Nimodipin merupakan Ca chanel bloker
bersifat neuroprotektan karena dapat menurunkan insiden defisit neurologik.
Selain itu nimodipin digunakan pada pasien yang mengalami intraventricular
hemorrhage dengan menurunkan vasospasme serebral dan mempertahankan
metabolisme oksigen pada daerah yang sedang mengalami iskemia. Berdasarkan
literatur, dosis yang digunakan 60 mg p.o/NGT tiap 4 jam selama 21 hari, untuk
mengurangi resiko penurunan tekanan darah dosis bisa diturunkan 30 mg tiap
4jam (Fagan and Hess, 2005).
Adapun terapi untuk stroke hemoragik dapat berupa tirah baring di ruang tenang,
mengupayakan agar pasien tidak mengejan, resusitasi cairan untuk memulihkan
abnormalitas elektrolit dan mencegah gangguan ritme jantung. Terapi cairan ini sebaiknya
digunakan cairan fisiologis (NaCl 0.9%, dan Ringer Laktat) agar tidak memperberat edema
otak (Gofir, A, dkk, 2007). Pasien mendapatkan cairan NaCl 0,9% dan RL 14 tpm.
Stroke
menyebabkan
hemoragik
dapat
meningkatkan
iskemi,
sehingga
perlu
tekanan
penggunaaan
intrakranial
dan
neuroprotektan
serta
memungkinkan
kerusakan
bagian
neuron
lainnya.
Efek
neuroprotektif yang dimiliki citicholine akan mampu memperbaiki sel sel neuron.
Untuk stress ulcer, maka dipilih golongan PPI (Proton Pump Inhibitor)
yang menghambat sekresi asam lambung melalui hambatan pompa H +/K+ ATP di
sel parietal sehingga tidak terjadi sekresi asam lambung (Neal, M.J., 2005). Pasien
65
mendapat terapi omeprazole 1x1 ampul dimana diberikan 1 hari saja. Omeprazole
ini digunakan sebagai stress ulser profilaksis. Selain itu pasien mengalami
hematemesis sehingga pasien diterapi dengan sucralfat 6x2C po untuk membantu
melapisi lambung akibat dari hematemesis dan mendapat terapi pantoprazole 2x1
ampul untuk mengatasi hematemesisnya.
Ranitidin diberikan untuk terapi hiperasiditas lambung dan mencegah
stress ulcer pada pasien akibat erosi mukosa lambung. Ranitidin merupakan
antagonis H2 dengan mekanisme kerja mengikat dan menghambat reseptor H2
secara reversibel sehingga menyebabkan hambatan dalam sekresi asam lambung
(Anderson et al., 2002). Stress ulcer kondisi yang bisa menyertai stroke, untuk
mencegah dan mengobatinya dapat diberikan antagonis H 2, antasida, atau proton
pump inhibior (Ranakusuma, T.A.S., 2004). Pasien mendapat terapi ranitidine
2x50 mg iv sebagai profilaksis stress ulser.
Pasien mengalami perdarahan, pasien mendapat terapi asam traneksamat 3x500
mg iv dimana asam traneksamat digunakan untuk mengatasai hematuri (rekomendasi dari
urology). Dosis rekomendasi 10 mg/kgBB 3 -4 kali sehari (Lacy et al, 2008). Pada
tanggal 16/1 dan 17/1 suhu pasien meningkat yaitu 38,8 0C dan 39,10C seuhingga pasien
mendapat terapi metamizole 3x1 g iv dan parasetamol 500 mg 4dd1 per oral. Metamizole
digunakan sebagai analgesik dan juga memiliki efek antipiretik. Pasien mengalami
demam sejak awal MRS, yang bahkan tidak tertangani oleh metamizole saja, sehingga
ditambahkan pula paracetamol yang berkhasiat sebagai antipiretik. Metamizol dan
66
BAB V
MONITORING DAN INFORMASI
MONITORING
No.
Parameter/Obat
Tujuan monitoring
Fungsi neurologis
2.
3.
Ceftriaxone,
4.
Metamizole Na
5.
Ranitidin
6.
Omeprazole
muntah).
Keluhan pasien yaitu mual muntah
7.
Asam Traneksamat
1.
KONSELING
Obat
Materi Konseling
Ranitidine
Ceftriaxone
ml/menit.
Berikan dalam infus selama 30 menit.
Nimodipin
Paracetamol
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
67
A. KESIMPULAN
1. Nimodipine banyak memberikan manfaat dalam terapi SAH dalam
mengurangi vasospasme
2. Nimodipine memiliki efek neuroprotektan
3. Citicholine sebagai neuroprotektan pada perdarahan intraserebral dapat
meningkatkan outcome pasien
4. Penanganan hematemesis, dapat digunakan sukralfat dan golongan PPI
.
B. SARAN
1.
DAFTAR PUSTAKA
68
Adibhatla, R.M., and Hatcher, J.F., 2002 Citicoline Mechanisms and Clinical
Efficacy in Cerebral Ischemia, Journal of Neuroscience Research,
70:133139.
Anderson, P.O., James, E.K., William, G.T., 2002, Handbook of Clinical Drug
Data, Tenth Edition. New York : McGraw Hill Comp. Inc.
Anonim, 2007, MIMS Indnesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 7, Jakarta: PT
Infomaster, lisensi CMPMedia.
Clinical Evidence 2009;11:1213 BMJ Publishing Group
Dipiro, Joseph. T., Robert L.Talbert, Gary C. Yee, Gary R. Matake, Barbara G.
Wells, L. Michael Posey, 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiological
Approach, Seventh Edition. New York : McGraw-Hill Medical Publishing
Division.
Ebadi, M. 2008. Desk Reference of Clinical Pharmacology 2nd ed. USA : Taylor
& Francis Group LLC
Fagan,
S.C
and
Hess,
D.C,
2005.
Stroke.
In:
Dipiro,
J.T.,(Eds.),
69
Ganong, William F., 2001, In: dr. H. M. Djauhari Widjajakusumah, Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gofir, A, dkk., 2007. Manajemen Komperehensif Stroke. Yogyakarta : Pustaka
Cendikia Press.
Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics-11 th Ed
(2006).
Henry, J. A., 2001. BMA The British Medical Association New Guide to
Medicines and Drugs, London : A Dorling Kindersley Book.
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M.P. and Lance, L.L., 2008, Drug
Information Handbook, 17 th ed., Ohio : Lexi-Comp.
Longe, J. L., Blanchfield, D.S., 2002. The Gale Encyclopedia of Medicine:
Stroke, Second Edition, Volume 4, USA: Gale Group.
Lumbantobing, S.M.,2001. Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, A., Savitri, R., Setiowulan, W., Triyanti, K., Wardhani, W. I., 2000.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, cetakan 1, Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
McCool, M.M., 2008. Stress Ulcer ProphylaxisIs overuse harmful?, Drug
Therapy Topics Vol 37 No 2.; Gastrointestinal Stress Ulcer Prophylaxis
Guideline Clinical Management Guidelines (CMG) 2005
McPhee, S.J., Lingappa, V.R., Ganong, W.F. and Lange, J.D. (Eds.), 2003.
Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine,
Edition, Stamford: Appleton & Lange.
70
21st
Mehta, D.K., 2007, British National Formulary, 56th edition. London: Britist
Medical Association and Royal Pharmaceutical Society.
Morgenstern, L.B. and Krieger, D.W.,1999. Medical Management of Intracerebral
Hemorrhage. In: Shuaib, A. and Goldstein, L.B., Management of Acute
Stroke. United States of America: Marcell Dekker.
Neal, M.J., 2005, At a Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima. Penerbit
Erlangga.
Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia. 2004. Guidelines stroke 2004
edisi revisi. Jakarta : PERDOSSI.
Ranakusuma, T.A.S., 2004. Penatalaksanaan Kedaruratan dan Hipertensi pada
Stroke Akut. Dalam: Hakim, M., Ramli, Y., Diatri, Hamonangan, R., Bayu,
P., Roiana, N., Proceedings Updates In Neuroemergencies II. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Rao Muralikrishna Adibhatla,*, , J. F. Hatcher* and R. J. Dempsey .Citicoline:
neuroprotective
mechanisms
in
cerebral
ischemia
Journal
of
71
Warlow, C., Gijn, J. I., Dennis M, Wardlaw, J., Banford, J. 2008. Stroke Practical
Management 3rd. Massachusets : Blackwell Publishing
Wiebers, David O.; Feigin, Valery L.; Brown, Robert D., 2006. Handbook of
Stroke, 2nd Edition
Xabier Urra, lvaro Cervera, Vctor Obach, Nria Climent, Anna M. Planas and
ngel Chamorro Monocytes Are Major Players in the Prognosis and
Risk of Infection After Acute Stroke Stroke 2009, 40:1262-1268
72