Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Definisi

CEREBROVASCULARACCIDENT-INTRACRANIAL

HEMORRHAGE-INTRAVENTRIKEL HEMORRHAGE (CVA-ICH-IVH)


Cerebrovascular attack-Intracranial Hemorrhage-Intraventrikel Hemorrhage
(CVA-ICH-IVH) atau stroke hemoragik intraserebral adalah trauma neurologik akut
yang terjadi karena arteri kranial mengalami rupture di antara parenkim otak, yang
mengakibatkan darah masuk ke jaringan otak, membentuk massa yang disebut
hematoma (Fagan, S.C and Hess, D.C, 2005).
1.2 Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab mortalitas utama di seluruh dunia dan penyebab
kematian ketiga di negara-negara industri setelah penyakit jantung dan kanker (Fagan
and Hess, 2005). Di Amerika Serikat insiden stroke meningkat tajam dalam beberapa
tahun terakhir. Sekitar 700.000 kasus stroke berada dalam penanganan medis. 160.000
kematian setiap tahun disebabkan oleh penyakit ini walaupun terdapat sekitar 4,8 juta
orang yang berhasil bertahan hidup (Goldstein et al., 2006). Untuk kasus stroke
hemoragik, 80 % disebabkan oleh perdarahan intraserebral, sementara sisanya
merupakan perdarahan subarachnoid. Angka kejadian stroke meningkat dua kali lipat
pada usia di atas 55 tahun, lebih banyak terjadi pada ras kulit hitam, dan pria beresiko
40% lebih besar dibanding wanita. Resiko meningkat 4 kali lipat pada penderika
hipertensi, 2-6 kali lipat pada pengidap penyakit diabetes melitus dan 2 kali lipat pada
perokok. Faktor resiko yang lain termasuk stenosis karotis, fibrilasi atrial, obesitas,
hiperkolesterolemia, minimnya kegiatan fisik, alkohol dan dru abuse, serta penggunaan
kontrasepsi oral (Zivin, 2004).
1.3

Etiologi dan Patogenesis


Hipertensi, amyloid angiopathy dan trauma adalah penyebab utama stroke

hemoragik intraserebral. Peningkatan tekanan darah menyebabkan bertambah lemahnya


arteri-arteri kecil di kranial, selain itu pecahnya dinding arteri disebabkan keberadaan plak
50

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

pada dinding pembuluh darah yang mengakibatkan arteri sewaktu-waktu kehilangan


elastisitasnya sehingga menjadi rapuh dan tipis serta rentan terjadi cracking. Hipertensi
meningkatkan resiko pecahnya pembuluh darah yang rapuh (Morgenstern and Krieger,
1999; Smith et al., 2005). Amyloid angiopathy terjadi akibat terdepositnya bahan serupa
protein pada dinding pembuluh darah sehingga mengakibatkan melemahnya arteri.
Beberapa penyebab lain adalah arteriovenous malformation (kelainan bawaan yang
dikarakterisasi oleh kecacatan pada arteri dan vena), penggunaan obat antikoagulan dan
trombolitik, vaskulitis, perdarahan pada tumor otak, dan penggunaan obat-obat stimulan
contohnya amfetamin (Zivin, 2004; Smith et al., 2005, Graham, 2004).

Gambar 1.1 : Pendarahan Intraserebral


Perdarahan ditunjukkan dengan tanda panah
1.4

Patofisiologi
Pecahnya arteri cranial, pada stroke hemoragik selain dapat menyebabkan

vasospasme pembuluh darah sehingga terjadi perubahan kimia seluler, darah sebagai
hasil arterial rupture juga mengalami ekstravasasi menuju jaringan otak dan
membentuk massa di lokasi tersebut yang disebut hematoma. Hematoma merusak
jaringan otak dan terus meluas seiring dengan berlanjutnya perdarahan. Bentukan
massa ini menekan dan mendesak jaringan otak sehingga fungsi otak terganggu.
Semakin luas perdarahan, makin besar pula pendesakan terhadap jaringan. Jika lolos
ke bagian ventrikel otak, maka cairan serebrospinal akan dipenuhi oleh darah (Fagan,
S.C and Hess, D.C, 2005). Rata-rata 30% perdarahan intraserebral berlanjut
menjadi semakin luas selama 24 jam, kebanyakan terjadi dalam 4 jam, dan
volume clot adalah bagian yang paling penting untuk memprediksi outcome,
tanpa memperhatikan pada lokasinya (Fagan, S.C and Hess, D.C, 2008).
51

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

1.5

Gambaran Klinis
Gejala yang sering dialami pasien adalah kelemahan pada salah satu sisi tubuh,

ketidakmampuan berbicara, pandangan kabur, vertigo, atau terjatuh. Sakit kepala dapat
terjadi pada pasien dengan stroke iskemik, namun lebih sering dan lebih berat pada
keadaan hemoragik. Tanda-tanda yang terjadi biasanya tergantung pada area otak yang
mengalami lesi. Hemiparesis atau monoparesis sering muncul. Jika sirkulasi posterior
terlibat, pada pasien umumya terdapat tanda-tanda vertigo atau diplopia (pandangan
ganda). Aplasia terjadi jika melibatkan sirkulasi anterior. Pasien juga mungkin
mengalami disarthria dan penurunan kesadaran pada tingkat yang bervariasi (Fagan,
S.C and Hess, D.C, 2008).

1.6

Faktor Resiko
Faktor resiko yang tidak dapat dirubah :
-

Usia

Jenis kelamin

Ras

Riwayat stroke pada keluarga

Berat badan lahir rendah

Faktor resiko yang dapat dirubah :


-

Hipertensi

Hipertensi kronis merupakan penyakit yang mendasari perubahan


degeneratif pada small perforating arteries. Hal ini adalah penyebab utama
pecahnya pembuluh darah pada stroke hemoragik intraserebral, yang umumnya
terjadi di basal ganglia, serebellum, dan brain stem, serta sebagian kecil di
subkortikal dan white matter (Budiarto, 2002).
Pencapaian target tekanan darah pada pasien yang pernah mengalami
serangan stroke merupakan modal utama untuk menurunkan resiko rekurensi.
Namun penting untuk diingat bahwa penurunan tekanan darah hanya dapat
dilakukan setelah kondisi pasien stabil dan melewati fase akut (7 hari pertama).
JNC VII merekomendasikan kombinasi ACE inhibitor dan diuretik tiazid untuk
menurunkan insiden kekambuhan pada pasien dengan riwayat stroke atau TIA
(Saseen and Carter, 2008).
52

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

Fibrilasi atrial

Penyakit jantung

Setelah hipertensi, penyakit jantung merupakan faktor kedua terbesar


penyebab stroke, terutama kondisi fibrilasi atrial. Pada fibrilasi atrial terjadi
denyut yang tidak beraturan pada jantung, keadaan ini menyebabkan iregularitas
aliran darah dan adakalanya terjadi pembentukan bekuan darah yang bersama
aliran darah menuju otak dan menyebabkan stroke. Fibrilasi atrial meningkatkan
resiko stroke sejumlah 4-6%, dan sekitar 15% pasien pengidap stroke pernah
menderita fibrilasi atrial sebelumnya. Bentuk penyakit jantung lain yang dapat
meningkatkan resiko stroke termasuk malformasi katup dan otot jantung (Zivin,
2004).
-

Diabetes

Penderita diabetes berada pada resiko tiga kali lipat terserang stroke
dibanding tidak mengidap diabetes mellitus. Keadaan hiperglikemi perlu
dikontrol dalam upaya mereduksi resiko CVA sebagai salah satu komplikasi
makrovaskular dari diabetes mellitus (Zivin, 2004).
-

Dislipidemia

Kadar kolesterol darah erat kaitannya dengan pembentukan aterosklerosis,


karena aterosklerosis merupakan hasil dari interaksi yang kompleks antara lipid,
endotelium,

makrofag

dan

mediator

inflamasi.

Selain

mengakibatkan

penyempitan pembuluh darah oleh plak yang terbentuk, sewaktu-waktu plak


tersebut dapat pecah akibat stress hemodinamik, mengaktivasi adhesi dan agregasi
platelet pada permukaan yang rusak, sehingga terbentuk thrombus (Talbert, 2005).
Faktor resiko lain yang dapat memicu insiden stroke antara lain
merokok, konsumsi alkohol, Sickle cell disease, carotid stenosis asimtomatis,
obesitas, kurangnya aktivitas fisik dan stress emosional, juga tingginya kadar
homosistein dan penggunaan kontrasepsi oral (Fagan, S.C and Hess, D.C, 2008)

1.7.

Pemeriksaan Penujang Diagnostik


Pencitraan otak seperti CT scan dan MRI adalah instrumen diagnosa yang

sangat penting. Hasil CT scan harus diketahui sebelum terapi dengan antikoagulan
atau antiagregasi platelet. CT scan nonkontras dilakukan untuk membedakan
53

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

stroke hemoragik dengan iskemik. CT scan nonkontras harus dilakukan untuk


mngantisipasi kemungkinan penyebab lain yang memberikan gambaran klinis
menyerupai gejala infark atau perdarahan di otak, misalnya tumor. Sementara CT
dengan kontras dapat mendeteksi malformasi vaskular atau aneurisma
(Lumbantobing, 2001). Pencitraan ini juga dapat mendeteksi dengan cepat hampir
100 % perdarahan yang terjadi dalam 12-24 jam. Jika hasil scanning yang pertama
negatif maka perlu dilakukan follow up CT scan dalam 2-7 hari setalah serangan
akut. MRI dapat digunakan setelah 12-24 jam untuk mendeteksi lokasi lesi yang
pasti dan ukuran infark, serta dapat mengidentifikasi perdarahan intrakranial. MRI
juga lebih sensitif mendeteksi iskemi vertebrobasiler, infark kecil yang letaknya
daam, atau infark yang terdapat di batang otak atau serebelum. MRI tidak
direkomendasikan digunakan dalam evaluasi rutin untuk stroke, karena lebih
mahal, membutuhkan waktu lama, dan tidak banyak tersedia seperti halnya CT
scan. MRI digunakan bukan untuk serangan stroke akut. Meskipun demikian MRI
lebih terhamin presisi dan keterandalannya dalam mendeskripsikan luas lesi dan
mengidentifikasi kemungkinan sumber stroke (Smith et al., 2005).

1.8.
1)

Penatalaksanaan Terapi
Tujuan Terapi
Tujuan pengobatan stroke akut adalah mengurangi luka sistem syaraf yang

sedang berlangsung, menurunkan kematian dan cacat jangka panjang, mencegah


komplikasi sekunder untuk imobilitas dan disfungsi sistem syaraf, serta mencegah
berulangnya stroke (Fagan, S.C and Hess, D.C, 2005).
2)
Penatalaksanaan Umum
Penurunan tekanan darah akan menurunkan resiko pendarahan berulang atau
terus menerus, atas dasar ini maka terapi antihipertensi emergency diberikan bila
tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastolik >100 mmHg dengan target tekanan
darah arterial rerata >145 mmHg untuk mencegah perdarahan berulang, pengurangan
tekanan intrakranial dan edema otak serta mencegah kerusakan organ akhir. Pada fase
akut tekanan darah tidak boleh diturunkan 20-25% dari tekanan darah arterial rerata.
Pada penderita riwayat hipertensi penurunan tekanan darah harus dipertahankan
dibawah tekanan darah arterial rerata 130 mmHg. Jika terjadi hipotensi (tekanan
sistolik turun < 90 mmHg) harus dikoreksi dengan memberikan vasopresor. Bila
54

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan > 140 mmHg atau tekanan darah
arterial rata-rata > 145 mmHg, diberikan nikardipin, diltiazem, atau nimodipin
(Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia, 2007).
3)

Penatalaksanaan Spesifik
Untuk pasien dengan pendarahan intrakranial perlu dilakukan monitoring PT, aPTT,

dan platelet. Peningkatan PT dan aPTT atau terjadi trombositopenia perlu dikoreksi dengan
fresh frozen plasma 2-6 unit sesuai kebutuhan. Vitamin K juga bisa digunakan untuk koreksi
peningkatan PT dan mengatasi bleeding akibat warfarin. Sedangkan bila terjadi efek yang tidak
diinginkan dari heparin dapat diberikan protamin sulfat i.v (Perhimpunan Dokter Spesialis
Syaraf Indonesia, 2004).
Untuk stroke hemoragik intraserebral selain mengobati etiologinya, dapat
digunakan obat-obatan neuroprotektan. Evakuasi gumpalan darah pada lokasi yang
dapat dicapai, misalnya di serebelum atau lobus temporal mungkin dapat
menyelamatkan hidup. Tindakan bedah dilakukan dengan pertimbangan usia dan
derajat koma.
Bila pada pasien terdapat gangguan pembekuan darah atau perdarahan yang
terjadi akibat pengobatan dengan antikoagulan maka dapat diberi trombosit pada
trombositopenia, pemberian vitamin K atau fresh frozen plasma untuk mengatasi
bleeding akibat coumarin dan protamin jika terjadi efek yang tidak diinginkan dari
heparin (Lumbantobing, 2001)
4)
Penatalaksanaan Komplikasi
Berbagai keadaan penyerta pada stroke antara lain :
a. Kejang atau epilepsi umumnya terjadi sebagai komplikasi perdarahan,
terlebih pada penderita yang mengalami seizure, aneurisma pada daerah
teritorial MCA, dan vasospasme. Adanya kejang sendiri dapat menstimulasi
terjadinya perdarahan ulang. Antikonvulsan yang umum digunakan adalah
b.

fenitoin dan fenobarbital dosis rendah (30-60 mg) 3-4 kali sehari.
Stress ulcer diatasi atau dicegah dengan H2 bloker, antasida, atau proton pump

c.

inhibitor.
Laksansia (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah

d.

trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic

compression devices (Perhimpunan Dokter Spesial Saraf Indonesia, 2007).


Upaya mengatasi peningkatan tekanan intrakranial (TIK) yang harus
dilakukan adalah menaikkan papan tempat tidur bagian kepala (head of bed
55

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

elevation) setinggi 300 untuk memperbaiki aliran vena jubularis. Pemasangan


catheter urin, serta pemberian analgesik dan sedasi kadang diperlukan untuk
mengatasi nyeri sebagai penyebab peningkatan tekanan intrakranial.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diturunkan dengan manitol bolus 1g/kgBB
kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB setiap 6 jam sampai
maksimal 48 jam. Target osmolaritas adalah 300-320 mosmol/L. Dapat juga
digunakan gliserol 10% 10mL/kg dalam 3-4 jam atau furosemid 1 mg/kgBB
e.

intravena (Ranakusuma, T.A.S., 2004).


Koma yang terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial. Penatalaksanaan
terapi untuk koma terdiri dari tiga hal utama ABC (Airway, Breathing,
Circulation). Airway/breathing pemberian oksigen via face mask serta dapat
dilakukan suction. Circulation dengan penjagaan hemodinamik melalui cairan
isotonic kristaloid i.v, serta WB dan PRC bila diperlukan (Samuels, M.A.,
2004).

1.8.1

Terapi Non Farmakologi


Untuk terapi non farmakologi pada intracerebral haemorrhage yaitu

dilakukannya

tindakan

pembedahan

(operasi).

Tindakan

operatif

pada

intracerebral haemorrhage dilakukan secara selektif sesuai dengan indikasinya


(derajat kesadaran, lokalisasi dan besar hematom serta idak adanya penyakit lain
yang memperberat keadaan). Tindakan operatif ini dikerjakan pada kasus dengan
efek massa atau perdarahan pada serebral serta volume hematom darah > 60 cc
(Sukandar, dkk., 2008; Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2006).

1.9

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)


Beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi penderita stroke dan tindakan

pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terkena stroke, antara
lain:

Olahraga secara teratur

56

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

Menjaga agar tekanan darah tetap rendah. Tekanan darah yang tinggi
(140/90) dapat meningkatkan risiko terkena serangan stroke empat sampai
lima kali.

Menjaga agar kadar kolesterol darah tetap rendah. Kadar kolesterol total
lebih dari 200 mg/dL akan membuat Anda berisiko kena serangan stroke.
Kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya plak pada pembuluh
darah arteri. Peningkatan kadar kolesterol yang tinggi dapat dicegah dengan
mengurangi makan makanan yang berlemak.

Hentikan merokok. Merokok tidak saja merusak paru-paru tetapi juga otak
Anda. Merokok dapat meningkatkan risiko terkena serangan stroke menjadi
dua kali lipat.

Waspadai berat badan. Tambahan ekstra berat badan akan menyebabkan


sistem sirkulasi tubuh bekerja berlebihan. Hal ini meningkatkan risiko
serangan stroke. Dewasa ini banyak wanita-wanita muda yang kena stroke,
diduga keras disebabkan karena kelebihan berat badan. Untuk menurunkan
berat badan, lakukan olahraga tiga kali seminggu masing-masing selama 30
menit.

Kontrol kadar gula darah. Diabetes tipe 1 maupun tipe 2 merupakan faktor
risiko serangan stroke. Dan stroke akan lebih merusak saat serangan datang
ketika kadar gula tinggi. Jika Anda penderita diabetes, pastikan kadar gula
darah Anda tetap pada level normal.

Hindari minuman keras berlebihan. Secara umum peningkatan konsumsi


minuman beralkohol meningkatkan tekanan darah, sehingga memperbesar
risiko stroke (iskemik maupun hemoragik).

Jauhi obat-obatan terlarang. Penggunaan obat-obat terlarang seperti kokain


memicu faktor risiko lain seperti hipertensi, serangan jantung, penyakit
pembuluh darah, gangguan denyut jantung yang masing-masing menyebabkan
pembentukan gumpalan darah. Mariyuana meski menurunkan tekanan darah,
tetapi jika berinteraksi dengan penyebab hipertensi seperti merokok,
berpotensi merusak pembuluh darah. Semua itu memicu serangan stroke.

57

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

BAB II
STUDI KASUS

58

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

2.1 Profil Pasien


Nama

: Tn. Sr

Umur/BB/TB

: 65 tahun/ 65 kg/ 165 cm

Status Pasien

: Askes

Alamat

: Surabaya

MRS

: 15/1/2012

Ruang

: Unit Stroke

Diagnosa Etiologi: Stroke ICH + IVH + SAH


Diagnosa Klinis: DOC, fascial palsy (D) central type
Diagnosa Topis: subcortex (S)
Alasan MRS

: kesadaran menurun mendadak saat di kamar mandi 2

jam SMRS, lemah kanan. Nyeri kepala (-), kejang (-), muntah (-), demam (+),
muka mencong (-), bicara pelo (-)
RPD

: Stroke karena pembuntuan dan pasien lemah kiri (tahun

2008), HT (+), diabetes mellitus (-), dislipidemia (-)

2.2 Data Klinik


No

Data
Klinik

15/1

16/1

17/1
59

Tanggal
18/1

19/1

20/1

21/1

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

1.
2.
3.
4.
5.
6.

TD
160/90 130/90 160/90 130/80 120/80 130/80 120/70
Suhu
37,5
38,8
39,1
38
39
40
39,8
Nadi
80
84
96
84
84
90
100
RR
16
28
36
40
GCS
215
215
1X4
1X5
1X4
1X4
1X1
Produksi
600cc
600cc
Urin
jernih

2.3 Data Laboratorium


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Data Lab
Hb
HCT
WBC
PLT
GDA
GDP
GD2PP
KS
Albumin
BUN
SGOT
SGPT
PTT/C

Nilai Normal
11-18 g/dl
35-60L%
4-10.103/l
150-450.103/ l
< 200 mg/dl
< 126 mg/dl
< 200 mg/dl
0,6-1,1
3,6-5,2 g/dl
5-23
5-34
11-60
11-14

14.

APTT/C

25-40

15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Fibrinogen
Na
K
Cl
TG
HDL
LDL
Kolest tot
As. urat

150-450 mg/dl
135-145mEq/l
3,5-5,5mEq/l
94-104mEq/l
< 150 mg/dl
45-65 mg/dl
< 150 mg/dl
100-220 mg/dl
3,4-5,7

15/1
13,2
40,3
15,6
182
110

16/1
13,9
40,8
15
210

18/1

19/1

151
3,2
114

158
3,3
116

97
1,22
4,4
22,7
22
15
12,2/
12,1

1,3
3,6
22
64
24
14,8/
12,6
28,2/
28

146
3,5
114

152
2,8
107
39
72
120
198
5,9

2.4 Data Penunjang Lain


15/1 : CT Scan Kepala OM line irisan aksial tanpa kontras

ICH (volume 8,9 cc) di basal ganglia kiri

IVH

15/1 : Foto Thorax AP


60

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

Cor dan pulmo tak tampak kelainan

17/1 : Konsul urologi

HT sejak 10 tahun lalum riwayat hematuria(-), ekspulsi batu (-), LUTS (-),
hematuria sejak pemasangan kateter

Hematuria e.c instrumental (kateter)

Stroke ICH IVH SAH

Sepsis

Hipokalemia

Saran terapi : Transamin 3 x 500 mg, bila kateter diperlukan untuk


monitoring cairan ganti tiap 2 hari sekali.

61

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

BAB III
PROFIL PENGOBATAN
No. Terapi

Dosis

15/1

1.
2.
3.

O2 masker
IVFD PZ
Nicholin

4.

Nimodipin

5 lpm
14 tpm
3x250
mg iv
6x60mg
po
2,1cc/jam
pump
2x50 mg
iv
3x1 g iv
6x2 C po
1 ampul
2x1 g iv
3x500
mg iv
4x500
mg po
25meq/
12jam
3x4mg iv
2x1 amp

5.

Ranitidin

6
7.

Metamizole Na
Sucralfat

8.
9.
10.

Omeprazole
Ceftriaxone
Transamin

11.

Parasetamol

12.

KCl

13.
14.

Ondansetron
Pantoprazole

16/
1

RL

17/1

19/1

18/
1

21/1

20/
1

2,5cc

2,1cc

4x1
C

2x1g

62

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

21 Januari 2012

08.00 : GCS 1x1 gastric cooling, cek DL, SE, Alb

08.30 : Advice Interna : PZ 2 fls/hr, Pantoprazole 2 x 1 ampul dalam 500


cc PZ, Cedantron 3 x 4 mg

10.45 : GCS 1x1, TD 40/palpasi, nadi carotis (+), PBA 5/3, Grojok PZ
350 cc, Dopamin 5 mcg/kg/menit dimulai 5 tpm, cek VS/15 mnt

11.00 GCS 1x1, TD 50/20, Nadi 120x, RR 14x, nadi carotis (+), PBS 5/3,
RE -/-, RK -/-

11.15 : TD 50/30, Nadi 100x, RR 12x, t = 39C, dopamin 7 tpm

11.30 : TD 50/30, Nadi kecil, dopamin 9 tpm

11.45 : TD 50/30, Nadi kecil, dopamin 11 tpm

12.00 : TD 40/20, Nadi carotis (+),dopamin 13 tpm

12.15 : TD 30/palpasi, Nadi carotis (-), RJPO 30:2, evaluasi 15 menit,


GCS 1x1, PB midriasis maksimal 6/6, RC -/-, RK -/-

12.30 : Pasien dinyatakan meninggal dunia

Sebab meninggal : Herniasi serebri

63

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Tn. Sr usia 65 tahun dengan BB 65 kg dan TB 165 cm yang


berdomisili di Surabaya dengan status askes MRS di RSUD Dr.Soetomo pada
tanggal 15 januari 2012 di ruang unit stroke dengan keluhan kesadaran menurun
mendadak saat di kamar mandi 2 jam SMRS, lemah kanan. Nyeri kepala (-),
kejang (-), muntah (-), demam (+), muka mencong (-), bicara pelo (-). Pasien
didiagnosa dengan diagnosa Etiologi: Stroke ICH + IVH + SAH, diiagnosa Klinis:
DOC, fascial palsy (D) central type dan diagnosa Topis: subcortex (S) . Adapun
riwayat penyakit pasien dahulu adalah stroke karena pembuntuan dan pasien
lemah kiri (tahun 2008), HT (+), diabetes mellitus (-), dislipidemia (-).
Pada saat masuk rumah sakit, GCS pasien 215 dengan TD 160/90 mmHg,
suhu 37,50C, nadi 80 kali/menit dan RR 16 kali menit. Suhu pasien meningkat
keesokan harinya menjadi 38,80C dan 39,10C. Pasien mendapat terapi ceftriaxon
2x1 g secara iv karena terdapat tanda tanda SIRS yang menandakan adanya
infeksi yaitu suhu dan terjadi leukositosis. Dipilih ceftriaxone dikarenakan
kemampuannya menembus BBB. Hasil CT Scan Kepala OM line irisan aksial
tanpa kontras pasien menunjukkan bahwa ICH (volume 8,9 cc) di basal ganglia
kiri dan IVH.
Stroke merupakan penyebab mortalitas utama di seluruh dunia serta menempati
urutan ketiga di Amerika Serikat setelah infark miokard dan kanker (Fagan and Hess,
2005). Di Indonesia sendiri insiden stroke dialami 8 orang per 1000 orang (Budiarto,
2002). Resiko stroke meningkat seiring pertambahan usia dan meningkat 4 kali lipat pada
penderita hipertensi (Zivin, 2004). Cerebrovascular Attack-Intracranial Hemorrhage
(CVA-ICH) atau stroke hemoragik intrakranial terjadi bila salah satu arteri di otak
mengalami rupture, sehingga darah berada ke jaringan sekeliling, mengganggu tidak
hanya pasokan darah, tetapi juga mengacaukan keseimbangan kimia yang dibutuhkan
neuron untuk menjalankan fungsinya (Ranakusuma, 2004; Zivin, 2004; Smith et al.,
2005).

Strategi untuk penanggulangan stroke hemoragik intraserebral yang


pertama kali dilakukan adalah mengobati etiologinya, yaitu hipertensi. Pasien
64

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

pada saat awal MRS tgl 15 Januari 2012 mengalami peningkatan tekanan darah
yaitu 160/90 mmHg. Berdasarkan guidlines stroke 2007 pada stroke perdarahan
intraserebral bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105
mmHg, pemberian obat anti hipertensi ditangguhkan dulu sampai fase akut >
180/105mmHg terlewati 7 hari (Perhimpunan Dokter Sesialis Saraf Indonesia,
2007.
Pada pasien nimodipin diberikan 60mg tiap 4 jam selama 1 hari kemudian
diganti dengan sediaan pump yaitu 2,1 cc/jam. Nimodipine ini digunakan untuk
mencegah vasospasme akibat SAH. Nimodipin merupakan Ca chanel bloker
bersifat neuroprotektan karena dapat menurunkan insiden defisit neurologik.
Selain itu nimodipin digunakan pada pasien yang mengalami intraventricular
hemorrhage dengan menurunkan vasospasme serebral dan mempertahankan
metabolisme oksigen pada daerah yang sedang mengalami iskemia. Berdasarkan
literatur, dosis yang digunakan 60 mg p.o/NGT tiap 4 jam selama 21 hari, untuk
mengurangi resiko penurunan tekanan darah dosis bisa diturunkan 30 mg tiap
4jam (Fagan and Hess, 2005).
Adapun terapi untuk stroke hemoragik dapat berupa tirah baring di ruang tenang,
mengupayakan agar pasien tidak mengejan, resusitasi cairan untuk memulihkan
abnormalitas elektrolit dan mencegah gangguan ritme jantung. Terapi cairan ini sebaiknya
digunakan cairan fisiologis (NaCl 0.9%, dan Ringer Laktat) agar tidak memperberat edema
otak (Gofir, A, dkk, 2007). Pasien mendapatkan cairan NaCl 0,9% dan RL 14 tpm.

Stroke
menyebabkan

hemoragik

dapat

meningkatkan

iskemi,

sehingga

perlu

tekanan

penggunaaan

intrakranial

dan

neuroprotektan

(Lumbantobing, S.M., 2001). Neuroprotektan yang digunakan pada pasien ini


yaitu nicholin (citicolin 250 mg/2 ml) dengan dosis 3x250 mg i.v. Sitikolin
bertujuan untuk memperbaiki aliran darah serebral, mensuplai oksigen ke otak,
dan memperbaiki stabilitas membran sel sehingga kerusakan sel di otak tidak
meluas (Martindale 35). Stroke yang dialami pasien menyebabkan kerusakan
neuron,

serta

memungkinkan

kerusakan

bagian

neuron

lainnya.

Efek

neuroprotektif yang dimiliki citicholine akan mampu memperbaiki sel sel neuron.
Untuk stress ulcer, maka dipilih golongan PPI (Proton Pump Inhibitor)
yang menghambat sekresi asam lambung melalui hambatan pompa H +/K+ ATP di
sel parietal sehingga tidak terjadi sekresi asam lambung (Neal, M.J., 2005). Pasien
65

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

mendapat terapi omeprazole 1x1 ampul dimana diberikan 1 hari saja. Omeprazole
ini digunakan sebagai stress ulser profilaksis. Selain itu pasien mengalami
hematemesis sehingga pasien diterapi dengan sucralfat 6x2C po untuk membantu
melapisi lambung akibat dari hematemesis dan mendapat terapi pantoprazole 2x1
ampul untuk mengatasi hematemesisnya.
Ranitidin diberikan untuk terapi hiperasiditas lambung dan mencegah
stress ulcer pada pasien akibat erosi mukosa lambung. Ranitidin merupakan
antagonis H2 dengan mekanisme kerja mengikat dan menghambat reseptor H2
secara reversibel sehingga menyebabkan hambatan dalam sekresi asam lambung
(Anderson et al., 2002). Stress ulcer kondisi yang bisa menyertai stroke, untuk
mencegah dan mengobatinya dapat diberikan antagonis H 2, antasida, atau proton
pump inhibior (Ranakusuma, T.A.S., 2004). Pasien mendapat terapi ranitidine
2x50 mg iv sebagai profilaksis stress ulser.
Pasien mengalami perdarahan, pasien mendapat terapi asam traneksamat 3x500
mg iv dimana asam traneksamat digunakan untuk mengatasai hematuri (rekomendasi dari
urology). Dosis rekomendasi 10 mg/kgBB 3 -4 kali sehari (Lacy et al, 2008). Pada
tanggal 16/1 dan 17/1 suhu pasien meningkat yaitu 38,8 0C dan 39,10C seuhingga pasien
mendapat terapi metamizole 3x1 g iv dan parasetamol 500 mg 4dd1 per oral. Metamizole
digunakan sebagai analgesik dan juga memiliki efek antipiretik. Pasien mengalami
demam sejak awal MRS, yang bahkan tidak tertangani oleh metamizole saja, sehingga
ditambahkan pula paracetamol yang berkhasiat sebagai antipiretik. Metamizol dan

metabolitnya mempunyai efek sentral maupun perifer . Adapun efek di perifer


antara lain hambatan sintesis prostaglandin dan merintangi aktivitas nosiseptor
dengan bahan hiperalgesik (prostaglandin). Sedangkan efek di sentral adalah
menurunkan konsentrasi prostaglandin dalan CSS.

66

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

BAB V
MONITORING DAN INFORMASI
MONITORING
No.

Parameter/Obat

Tujuan monitoring

Fungsi neurologis

Untuk mengetahui perbaikan fungsi neurologis


pasien setelah serangan stroke

2.

Suhu tubuh dan darah


lengkap

Untuk melihat kemungkinan timbulnya infeksi


pada pasien

3.

Ceftriaxone,

Suhu, Tekanan nadi, kecepatan denyut jantung,

4.

Metamizole Na

leukosit, LED, kondisi luka


suhu

5.

Ranitidin

Tanda-tanda vital, fumgsi liver, keluhan (gelisah,

6.

Omeprazole

muntah).
Keluhan pasien yaitu mual muntah

7.

Asam Traneksamat

Pemendekan waktu perdarahan

1.

KONSELING
Obat

Materi Konseling

Ranitidine

Berikan secara injeksi iv selama 5 menit atau tidak > 4

Ceftriaxone

ml/menit.
Berikan dalam infus selama 30 menit.

Nimodipin

Diminum sehari empat kali satu tablet sesudah makan.

Paracetamol

Diminum sehari empat kali satu tablet, jika kondisi panas


sudah turun maka obat distop

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
67

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

A. KESIMPULAN
1. Nimodipine banyak memberikan manfaat dalam terapi SAH dalam
mengurangi vasospasme
2. Nimodipine memiliki efek neuroprotektan
3. Citicholine sebagai neuroprotektan pada perdarahan intraserebral dapat
meningkatkan outcome pasien
4. Penanganan hematemesis, dapat digunakan sukralfat dan golongan PPI
.

B. SARAN
1.

Penggunaan antibiotic sebaiknya dievaluasi ulang dengan dilakukan


kultur.

DAFTAR PUSTAKA

68

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

Adibhatla, R.M., and Hatcher, J.F., 2002 Citicoline Mechanisms and Clinical
Efficacy in Cerebral Ischemia, Journal of Neuroscience Research,
70:133139.
Anderson, P.O., James, E.K., William, G.T., 2002, Handbook of Clinical Drug
Data, Tenth Edition. New York : McGraw Hill Comp. Inc.
Anonim, 2007, MIMS Indnesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 7, Jakarta: PT
Infomaster, lisensi CMPMedia.
Clinical Evidence 2009;11:1213 BMJ Publishing Group
Dipiro, Joseph. T., Robert L.Talbert, Gary C. Yee, Gary R. Matake, Barbara G.
Wells, L. Michael Posey, 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiological
Approach, Seventh Edition. New York : McGraw-Hill Medical Publishing
Division.
Ebadi, M. 2008. Desk Reference of Clinical Pharmacology 2nd ed. USA : Taylor
& Francis Group LLC
Fagan,

S.C

and

Hess,

D.C,

2005.

Stroke.

In:

Dipiro,

J.T.,(Eds.),

Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. St Louis:


McGraw-Hill Companies.
Fauci, A. S., Kasper, D. L., Longo, D. L., Braunwald, E., Hauser, S. L., Jameson,
J. L., Loscalzo, J., 2008, Harrisons Principles of Internal Medicine, 17th
Edition. New York : McGraw Hill Comp. Inc.
Ganiswarna, S.G., (ed), 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi Keempat, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta :
Indnesia University Press.

69

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

Ganong, William F., 2001, In: dr. H. M. Djauhari Widjajakusumah, Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gofir, A, dkk., 2007. Manajemen Komperehensif Stroke. Yogyakarta : Pustaka
Cendikia Press.
Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics-11 th Ed
(2006).
Henry, J. A., 2001. BMA The British Medical Association New Guide to
Medicines and Drugs, London : A Dorling Kindersley Book.
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M.P. and Lance, L.L., 2008, Drug
Information Handbook, 17 th ed., Ohio : Lexi-Comp.
Longe, J. L., Blanchfield, D.S., 2002. The Gale Encyclopedia of Medicine:
Stroke, Second Edition, Volume 4, USA: Gale Group.
Lumbantobing, S.M.,2001. Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, A., Savitri, R., Setiowulan, W., Triyanti, K., Wardhani, W. I., 2000.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, cetakan 1, Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
McCool, M.M., 2008. Stress Ulcer ProphylaxisIs overuse harmful?, Drug
Therapy Topics Vol 37 No 2.; Gastrointestinal Stress Ulcer Prophylaxis
Guideline Clinical Management Guidelines (CMG) 2005
McPhee, S.J., Lingappa, V.R., Ganong, W.F. and Lange, J.D. (Eds.), 2003.
Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine,
Edition, Stamford: Appleton & Lange.

70

21st

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

Mehta, D.K., 2007, British National Formulary, 56th edition. London: Britist
Medical Association and Royal Pharmaceutical Society.
Morgenstern, L.B. and Krieger, D.W.,1999. Medical Management of Intracerebral
Hemorrhage. In: Shuaib, A. and Goldstein, L.B., Management of Acute
Stroke. United States of America: Marcell Dekker.
Neal, M.J., 2005, At a Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima. Penerbit
Erlangga.
Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia. 2004. Guidelines stroke 2004
edisi revisi. Jakarta : PERDOSSI.
Ranakusuma, T.A.S., 2004. Penatalaksanaan Kedaruratan dan Hipertensi pada
Stroke Akut. Dalam: Hakim, M., Ramli, Y., Diatri, Hamonangan, R., Bayu,
P., Roiana, N., Proceedings Updates In Neuroemergencies II. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Rao Muralikrishna Adibhatla,*, , J. F. Hatcher* and R. J. Dempsey .Citicoline:
neuroprotective

mechanisms

in

cerebral

ischemia

Journal

of

Neurochemistry, 2002, 80, 1223


Samuels, M.A., 2004. Manual of Neurologic Therapeutics 7th Edition. Philadelpia
: Lippincott Williams & Wilkins.
Scarabino, T., Salvolini, U., Jinkis, J.R., 2006. Emergency Neuroradiology .
Springer Berlin Heidelberg.
.
Sweetman, S., 2007. Martindale 35: The Ccomplete Drug Reference. Britain :
Pharmaceutical press, Electronic version.

71

LAPORAN KASUS PKL RUMAH SAKIT


PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012

Warlow, C., Gijn, J. I., Dennis M, Wardlaw, J., Banford, J. 2008. Stroke Practical
Management 3rd. Massachusets : Blackwell Publishing
Wiebers, David O.; Feigin, Valery L.; Brown, Robert D., 2006. Handbook of
Stroke, 2nd Edition
Xabier Urra, lvaro Cervera, Vctor Obach, Nria Climent, Anna M. Planas and
ngel Chamorro Monocytes Are Major Players in the Prognosis and
Risk of Infection After Acute Stroke Stroke 2009, 40:1262-1268

72

Anda mungkin juga menyukai