Anda di halaman 1dari 16

PENANGANAN KELOID PADA TELINGA DENGAN TEKNIK

DEBULKING DAN DITUTUP DENGAN FLAP DARI KULIT


KELOID SERTA INJEKSI TRIAMSINOLON ASETONID
INTRALESI

CUT PUTRI HAZLIANDA

198307012009122003

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………i

I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………. 1
A. Kompresi………………………………………………………………………...3
B. Kortikosteroid Intralesi………………………………………………………….3
C. Penggunaan Silikon……………………………………………………………...4
D. Vitamin dan Bahan Farmakologi secara Topikal………………………………..4
E. Pembedahan……………………………………………………………………..5
F. Bedah Beku……………………………………………………………………...6
G. Laser……………………………………………………………………………..6
H. Radioterapi………………………………………………………………………7
II. TUJUAN…………………………………………………………………………….7
III. LAPORAN KASUS……………………………………………………………….. .7
IV. DISKUSI……………………………………………………………………………10
V. KESIMPULAN……………………………………………………………………..12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….......13

Universitas Sumatera Utara


PENANGANAN KELOID PADA TELINGA DENGAN TEKNIK
DEBULKING DAN DITUTUP DENGAN FLAP DARI KULIT KELOID
SERTA INJEKSI TRIAMSINOLON ASETONID INTRALESI

I. PENDAHULUAN

Keloid merupakan hasil dari sintesis yang tidak terkontrol dan deposisi yang berlebihan
dari kolagen pada kulit setelah trauma dermis dan penyembuhan luka.1 Terjadi pertumbuhan
berlebihan dari jaringan fibrosa.2 Tipe skar sebagian besar terdiri dari kolagen tipe I dan kolagen
tipe III yang menghasilkan pertumbuhan jaringan yang berlebihan.3 Keloid memiliki bentuk
yang melebihi batas luka sebenarnya, tidak regresi secara spontan, tumbuh seperti gambaran
tumor dan cenderung kambuh setelah eksisi.1,2

Keloid sering muncul pada daerah dada, bahu, punggung, leher belakang, dan daun
3,4
telinga. Namun pada daerah heliks di telinga merupakan daerah yang tidak biasa dijumpai
keloid.5 Lebih sering muncul pada orang kulit hitam, Hispanik, dan Asia, dan jarang dijumpai
pada Kaukasian.4,6,7 Pada wanita lebih sering dijumpai dari pada pria mungkin disebabkan
karena wanita menindik telinganya untuk penggunaan giwang.3,4 Keloid lebih sering muncul
pada dekade ketiga. Dapat dicetuskan oleh kehamilan.1 Walaupun sering muncul pada daerah
yang terkena trauma, namun dapat muncul secara spontan.3

Selain trauma, faktor penyebab yang mungkin untuk terjadinya keloid masih belum bisa
dijelaskan. Keloid biasanya berhubungan dengan faktor penyembuhan luka yang tidak baik
seperti infeksi, luka bakar, inflamasi kronis, penutupan luka yang tidak adekuat, tegangan yang
berlebihan, benda asing dan trauma berulang, namun dapat muncul pada luka yang bersih.6,7
Beberapa faktor lain yang diketahui berpengaruh adalah herediter dan ras, umur dan faktor
endokrin, jenis luka dan lokasi trauma seperti yang telah dijelaskan diatas.2

Secara klinis keloid merupakan nodul fibrosa, papul atau plak, keras, elastis, berkilat,
tidak teratur, berbatas tegas, terdapat telangiektasis dan berwarna merah muda, merah sampai

Universitas Sumatera Utara


coklat gelap.2,3,8 Pasien sering mengeluhkan rasa gatal dan nyeri.3,4,6 Keloid cenderung tumbuh
lambat lebih dari beberapa bulan sampai tahun.7 Secara histopatologis menunjukkan adanya
hialinisasi serabut kolagen yang tersusun melingkar. Keloid biasanya diagnosis banding dengan
skar hipertrofi, dermatofibroma dan dermatofibrosarkoma protuberans.2 Skar hipertrofi sama
dengan keloid, namun secara klinis tinggi skarnya tidak tumbuh melebihi batas dari lukanya.3
Dermatofibroma merupakan nodul dermal jinak yang dibentuk oleh proliferasi fokal fibroblas
atau histiosit. Etiologi belum diketahui, diduga proses reaktif terhadap trauma. Secara klinis
ditemukan nodul intrakutan yang lonjong sampai bulat, soliter, dapat multipel, konsistensi keras,
berwarna coklat tua kemerahan, diameter biasanya kurang dari 1 cm. Permukaan agak menonjol
berbentuk kubah, tetapi kadang tumor akan melekuk kebawah permukaan kulit dan melekat erat
pada kulit diatasnya, tetapi mudah digerakkan dari jaringan dibawahnya. Permukaan lesi dapat
halus atau sedikit kasar dan sedikit berskuama. Dapat dijumpai pada semua bagian tubuh, paling
sering dijumpai pada ekstremitas khususnya pada permukaan anterior kaki. Secara subjektif
asimtomatis, tidak ada perubahan secara klinis dan cenderung menetap dan terkadang dijumpai
involusi spontan. Gambaran histopatologis menunjukkan gabungan dari fibroblas, kolagen muda,
kolagen matur kapiler dan histiosit.2 Dermatofibrosarkoma protuberans merupakan tumor agresif
lokal dengan angka kekambuhan yang tinggi dan jarang bermetastase. Dijumpai pada dekade
ketiga dan keempat kehidupan. Riwayat lesi yang bertumbuh lambat, sering pada batang tubuh
dan ekstremitas proksimal. Secara klinis dijumpai plak indurasi dengan papul merah kecoklatan,
keras. Secara histopatologis dijumpai sel spindel fibroblastik yang mengatur jalinan fascicle yang
menghasilkan gambaran pola starburst.9

Keloid tidak mengalami resolusi spontan, tetapi dengan pengobatan yang sesuai
progresinya dapat dihambat.2

Keloid dapat menyebabkan terganggunya pasien secara fisik maupun psikologis dan
menyebabkan dampak negatif pada kualitas hidupnya.4

Walaupun prevalensi keloid ini tinggi pada populasi umum, namun masih menjadi
tantangan bagi dermatolog untuk menanganinya karena kekambuhan sering terjadi setelah
penanganan. Penanganan kombinasi sepertinya merupakan stategi yang optimal.4

Universitas Sumatera Utara


Terdapat beberapa penanganan pada keloid. Namun, tidak ada penanganan keloid yang
dinyatakan 100% efektif.3 Ada beberapa penanganan keloid seperti kompresi, kortikosteroid
intralesi, penggunaan silikon, vitamin dan bahan farmakologi secara topikal, pembedahan, bedah
beku, laser, radioterapi, penanganan kombinasi dan beberapa penanganan keloid lainnya.1,3,6,8

A. Kompresi

Efektif digunakan untuk penanganan keloid terutama keloid pada daun telinga.7 Balutan
yang dapat digunakan seperti pakaian yang mempunyai gradasi tekan, yang penting ringan dan
berpori.2 Balutan kompresi digunakan selama 12-24 jam/hari selama 12-24 bulan atau sampai
jaringan parut tidak merah lagi.2 Dapat mengurangi ukuran keloid. Kompresi ini merupakan
penanganan yang terbaik untuk menghindari pembentukan keloid yang baru.3 Mekanisme
kerjanya tidak diketahui, namun dengan mengurangi tegangan oksigen melalui oklusi pembuluh
darah kecil, kemudian dapat mengurangi metabolisme jaringan, proliferasi fibroblas dan sintesis
kolagen. Dari hasil penelitian dengan kompresi pada daun telinga, tidak kekambuhan selama 8
bulan-4 tahun.7

B. Kortikosteroid Intralesi

Kortikosteroid intralesi telah lama digunakan untuk terapi keloid karena memiliki respon
yang baik, mudah digunakan dan efek samping yang rendah. Kortikosteroid intralesi
menginhibisi pertumbuhan fibroblas dan produksi mediator inflamasi, mengurangi sintesis
kolagen dan mengubah sintesis glykosaminoglikan sehingga mengurangi jumlah kolagen pada
keloid.8,10 Secara klinis mengurangi rasa gatal, melembutkan dan meratakan lesi.4,8 Keloid yang
besar memiliki respon yang baik dengan penanganan triamsinolon asetonid intralesi. Dapat
dikombinasi dengan terapi lain untuk meningkatkan respon dan efikasi terapi. Kekambuhan
sering dan dapat muncul dalam beberapa bulan atau tahun.8 Efek samping kortikosteroid intralesi
yang bisa muncul termasuk hiper-hipopigmentasi, atropi, dan telangiektasi. Sedangkan efek
samping sistemik jarang muncul pada kortikosteroid intralesi.4,6,8,10 Dosis yang digunakan untuk
kotikosteroid intralesi 10-40 mg/mL dengan interval 4-6 minggu dan batas dosis perbulan dari

Universitas Sumatera Utara


triamsinolon asetonid adalah 20 mg, tergantung dari ukuran dan lokasi.1,4,8,10 Namun injeksi
kostikosteroid ini sering tidak nyaman bagi pasien, tidak praktis dan sulit dilakukan pada keloid
yang besar dan atau keras juga multipel.3,4

C. Penggunaan Silikon

Pembalutan silikon topikal merupakan alternatif lain untuk penanganan keloid. Silikon
ini dapat melembutkan dan menurunkan pruritus, merah dan nyeri.4,8 Penggunaan silikon
sedikitnya 12 jam perhari dalam beberapa bulan agar efektif. Dapat digunakan sebagai terapi
tambahan seperti pada terapi pembedahan, kortikosteroid intralesi dan laser. Mekanisme kerja
dari silikon ini tidak diketahui. Beberapa dugaan silikon dapat meningkatkan tekanan, hidrasi,
tegangan oksigen dan menghasilkan minyak silikon pada daerah setempat.8 Oleh ahli
international merekomendasikan silikon ini sebagai profilaksis lini pertama dalam bedah eksisi.
Namun, tidak ada penelitian lebih lanjut yang berkualitas tentang penanganan keloid dengan
menggunakan silikon ini.4

D. Vitamin dan Bahan Farmakologi secara Topikal

Salah satu vitamin yang dinyatakan dapat digunakan untuk penanganan keloid adalah
vitamin E.8,10 Salah satu penelitian menyatakan penanganan keloid efektif dengan menggunakan
vitamin E, namun penulis lain menyatakan gagal. Vitamin E lebih banyak menyebabkan
kerugian dibandingkan efek terapi yang diinginkan. Dapat menimbulkan urtikaria kontak,
dermatitis eksematosa dan reaksi seperti eritema multiform.8

Imiquimod krem 5% dapat digunakan segera setelah pembedahan dan dilanjutkan setiap
hari selama 8 minggu. Pasien yang dilakukan pembedahan dimana daerah pembedahan yang
besar, flap, graf atau penutupan luka dengan tegangan sebaiknya tidak memulai penggunaan
imiquimod selama 4-6 minggu. Efek samping yang dapat timbul yaitu iritasi.7

Universitas Sumatera Utara


Bahan farmakologi lain yang dapat digunakan adalah allium cepa yang merupakan
ekstrak bawang. Efektif mengurangi eritema dan pruritus. Penggunaan lidah buaya menunjukkan
efek antiinflamasi dan antimikroba, namun dapat menyebabkan reaksi alergi.8

E. Pembedahan

Bedah eksisi merupakan lini kedua dalam penanganan keloid. Penanganan ini bukan
hanya invasif tetapi juga memiliki angka kekambuhan yang tinggi yaitu sekitar 50%.3,8 Pada
keloid yang kecil dapat langsung ditutup dan pada keloid yang besar dapat menggunakan skin
graf namun dapat menyebabkan keloid pada daerah donor. Untuk menghindarinya dapat
digunakan autograf. Pada metode ini menggunakan kulit dari keloid untuk menutupi defek
setelah dilakukan pembedahan debulking.8

Banyak teknik yang berkembang untuk debulking ini, seperti penggunaan suction-
assisted lipectomy, aspirator bedah ultrasonik dan rekonstruksi bedah mikro dengan
menggunakan arthroscopic shaver. Bedah eksisi merupakan prosedur yang sering digunakan
untuk tindakan debulking.11 Pada bedah eksisi dapat dilakukan debulking parsial untuk
mengurangi ketebalan dari tumor.12 Kuretase sebagai prosedur pada tindakan debulking baik
untuk mengangkat massa tumor nodular yang lembut, namun tidak efektif dilakukan untuk
mengangkat tumor apabila didapati jaringan tumor dan fibrosis bersama-sama. Kuretase jarang
dilakukan sebagai prosedur debulking sedangkan debulking eksisi dilakukan lebih dari 90% pada
tumor. Tindakan debulking digunakan pada tumor yang terlihat oleh mata.13 Setelah dilakukan
tindakan debulking maka penyuntikan kortikosteroid intralesi akan lebih mudah dan waktu
penyuntikan yang diperlukan pun akan lebih singkat.14 Tidak ada komplikasi yang terjadi seperti
nekrosis flap, infeksi, bentuk yang irregular, seroma atau hematoma pada salah satu penelitian
dengan penggunaan teknik debulking.11

Terapi tambahan setelah operasi seperti injeksi steroid sebaiknya dipertimbangkan.4


Kombinasi tindakan debulking dengan injeksi kortikosteroid intralesi beberapa waktu setelah
pembedahan menjamin tidak terganggunya penutupan defek dan resolusi yang cepat
dibandingkan bila penggunaan teknik secara sendiri-sendiri.14 Injeksi triamsinolon asetonid dapat

Universitas Sumatera Utara


dilakukan 3-4 minggu setelah operasi.15 Dari kebanyakan penelitian didapati bedah eksisi
dikombinasi dengan injeksi steroid menunjukkan kekambuhan kurang dari 50%.10

F. Bedah Beku

Bedah beku penanganan terbaik untuk keloid yang kecil dan muncul dikulit yang
terang.3,4 Menggunakan nitrogen cair saja tidak efektif maka sering dikombinasi dengan injeksi
kortison perbulan.2,3 Penggunaan bedah beku dibatasi karena nyeri, dapat memutihkan kulit
sekitar, mendinginkan kulit dan menyebabkan sirkulasi darah terganggu sehingga dapat terjadi
frostbite lokal.3,10 Dilakukan 2-10 tahap dalam 25 hari, memberikan respon yang bermakna.6

G. Laser

Laser memiliki harapan baik untuk penanganan terhadap keloid. Pulsed-dye laser (PDL)
memberikan angka respon yang baik dan menurunkan kekambuhan. Mekanisme kerjanya masih
belum jelas. Diketahui PDL 585 nm memiliki target pembuluh darah yang menyebabkan
fototermolisis selektif. Sehingga pembuluh darah yang berlebihan pada keloid dapat
dihancurkan, selanjutnya terjadi hipoksia lokal. Hasilnya peningkatan asam laktat yang
menstimulasi kolagenase dan penghancuran kolagen.8 Dapat dikombinasi dengan injeksi
kortikosteroid.3 Perlu penelitian lebih lanjut dan perkembangan teknologi yang baik agar
meningkatkan efektifitas laser.6

H. Radioterapi

Penanganan keloid hanya menggunakan radioterapi dinyatakan tidak dapat dipercaya.


Hasil yang lebih baik didapati bila dikombinasi dengan pembedahan dengan tingkat kekambuhan
yang lebih rendah dan merupakan salah satu cara yang efektif.3,4,8 Radiasi dilakukan segera

Universitas Sumatera Utara


setelah pembedahan. Pada salah satu penelitian, pasien mendapat radiasi 1500-2000 rad. Hati-
hati penggunaan luas dari radiasi ini, karena ditakutkan efek karsinogenesisnya. Efek samping
yang dapat timbul yaitu perubahan warna kulit, pruritus, atrofi lokal, dan eritema persisten.
Terapi ini sebaiknya dilakukan pada pasien dewasa dan kecacatan yang bermakna akibat keloid,
yang gagal dengan penanganan keloid lain.8

II. TUJUAN

Kasus ini dilaporkan untuk memberikan gambaran penanganan keloid pada telinga
dengan teknik debulking dan ditutup dengan flap dari kulit keloid itu sendiri serta injeksi
triamsinolon asetonid intralesi dengan hasil yang baik. Namun perlu kasus yang lebih banyak
dan waktu observasi yang lebih lama untuk menilai lebih lanjut terhadap penanganan keloid
yang digunakan pada kasus ini.

III. LAPORAN KASUS

Seorang wanita berusia 20 tahun, mahasiswa, bangsa Indonesia datang ke poliklinik kulit
dan kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan dengan keluhan daging tumbuh pada telinga kanan
yang dialami sejak + 1 tahun yang lalu. Ukuran daging tumbuh kira-kira sebesar kelereng dengan
konsistensi keras. Awalnya pasien menindik telinganya sendiri dengan menggunakan jarum dan
mengganjal lubang tindikan tersebut. Beberapa hari kemudian menjadi infeksi, sehingga pasien
membuka ganjalan dan lubang tindikan lama kelamaan menjadi tertutup. Setelah sembuh, pada
bekas tindikan tumbuh daging yang semakin lama semakin membesar sebesar kelereng. Pasien
tidak merasakan gatal dan nyeri pada lesi. Tidak ada riwayat mudah berdarah.

Sebelumnya bila terjadi luka dan menyembuh pasien tidak pernah mengalami hal yang
sama seperti ini dan tidak ada riwayat keluarga yang menderita keluhan yang sama.

Universitas Sumatera Utara


Pada pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis.
Pada pemeriksaan dermatologis ditemukan nodus, soliter, konsistensi keras, berbatas tegas,
sewarna dengan kulit dengan ukuran 2 x 3 cm, di regio heliks aurikularis dekstra (gambar 1).
Pada pemeriksaan laboratorium pada hasil pemeriksaan darah rutin, urin rutin, KGD ad random
dan fungsi pembekuan darah dalam batas normal.

Pasien didiagnosis banding dengan keloid dan dermatofibroma. Diagnosis sementara


adalah keloid. Penegakkan diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan penemuan klinis.

Penanganan yang dipilih pada pasien ini adalah bedah dengan teknik debulking dan
penutupan defek dengan flap dari kulit keloid itu sendiri serta injeksi triamsinolon asetonid
intralesi. Pasien dipersiapkan untuk operasi. Dibuat garis bantu disekeliling keloid dan garis
bantu untuk flap dari medial keloid untuk menuntun eksisi. Pasien dianastesi lokal dengan
anastesi tumesen kemudian ditunggu selama 20 menit. Dilakukan eksisi pada lesi sesuai garis
bantu dengan meninggalkan kulit keloid sesuai dengan bentuk defek. Jaringan flap yang masih
terdapat jaringan ikat ditipiskan sampai ke jaringan dermis dan dilakukan penekanan dengan
kasa steril untuk mengontrol perdarahan. Kemudian defek ditutup dengan flap dari kulit keloid
tersebut dengan penjahitan epidermis dengan teknik simple interrupted.

Setelah itu daerah bekas operasi dibersihkan secara perlahan kemudian diberikan asam
Fusidat krem lalu ditutup dengan kasa steril dan dibalut dengan plester (gambar 2). Pasien
diberikan Ciprofloksasin tablet 2 x 500mg, Asam Mefenamat tablet 3 x 500mg dan roborantia 1
x 1 tablet. Dianjurkan kepada pasien agar luka dijaga tidak boleh basah atau kena air.

Hari ke-5 paska operasi, tampak luka sudah mulai mengering, nyeri sudah berkurang
(gambar 3). Benang dibuka selang-seling. Kemudian luka diberi asam Fusidat krem lalu ditutup
dengan kasa steril kembali. Obat tablet masih diteruskan 3 hari lagi.

Hari ke-9 paska operasi, luka sudah mengering dan nyeri sudah tidak dirasakan lagi
(gambar 4). Sisa benang dibuka dan luka diberi asam Fusidat krem.

Hari ke-14 paska pembukaan benang, pasien diinjeksi triamsinolon asetonid intralesi 10
mg/mL dan diulang setiap 1 minggu (gambar 5). Pada pasien ini dilakukan 3 kali pemberian
injeksi triamsinolon asetonid.

Universitas Sumatera Utara


Prognosisnya adalah quo ad vitam: bonam, ad fuctionam: bonam, ad sanationam: dubia.

(Gambar 1) Foto sebelum operasi

(Gambar 2) Foto sesudah operasi (Gambar 3) Foto kontrol 5 hari

Universitas Sumatera Utara


(Gambar 4) Foto kontrol 9 hari (Gambar 5) Foto kontrol + 1 bulan,

paska 2 kali injeksi triamsinolon asetonid

IV. DISKUSI

Diagnosis kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan penemuan klinis. Pada kasus
ini dikeluhkan daging tumbuh pada daerah telinga yang merupakan daerah predileksi keloid.
Keloid sering muncul pada daerah dada, bahu, punggung, leher belakang, dan daun telinga.3,4
Namun pada daerah heliks di telinga merupakan daerah yang tidak biasa dijumpai keloid.5
Riwayat pasien menindik telinganya sendiri dan menjadi infeksi merupakan faktor yang
berhubungan dengan terjadinya keloid. Keloid biasanya berhubungan dengan faktor
penyembuhan luka yang tidak baik seperti infeksi, luka bakar, inflamasi kronis, penutupan luka
yang tidak adekuat, tegangan yang berlebihan, benda asing dan trauma berulang, namun dapat
muncul pada luka yang bersih.6,7 Pada wanita sering dijumpai disebabkan karena wanita
menindik telinganya untuk penggunaan giwang.3,4

Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai nodus, soliter, konsistensi keras, berbatas tegas,
sewarna dengan kulit dan semakin lama semakin membesar dalam + 1 tahun ini pada regio
heliks aurikularis dekstra. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana keloid dapat berupa nodul
fibrosa, keras, elastis, berkilat, berbatas tegas dan berwarna merah muda sampai coklat gelap.2,3,8
Keloid cenderung tumbuh lambat lebih dari beberapa bulan sampai tahun.7 Pasien ini didiagnosis

Universitas Sumatera Utara


banding dengan dermatifibroma. Diagnosis banding dapat disingkirkan dengan gambaran klinis
yang ada. Dermatofibroma merupakan nodul intrakutan dengan diameter biasanya kurang dari 1
cm, pemukaan agak menonjol berbentuk kubah, halus atau sedikit kasar dan sedikit berskuama.
Biasa dijumpai pada daerah ekstremitas khususnya permukaan anterior kaki. Lesi cenderung
menetap dan terkadang dapat involusi spontan.2 Sedangkan pada pasien ini dijumpai nodus,
soliter, konsistensi keras, berbatas tegas, sewarna dengan kulit dengan ukuran 2 x 3 cm, di regio
heliks aurikularis dekstra.

Pada pasien ini penanganan yang dipilih adalah penanganan kombinasi yaitu bedah
dengan teknik debulking dan penutupan defek dengan flap dari kulit keloid itu sendiri serta
injeksi triamsinolon asetonid intralesi.

Tindakan debulking dipilih pada pasien ini karena debulking merupakan salah satu terapi
pembedahan yang dapat digunakan untuk penanganan keloid, dimana dari kepustakaan
disebutkan tindakan debulking dapat digunakan pada tumor yang terlihat oleh mata.13 Prosedur
debulking yang dilakukan pada pasien ini adalah bedah eksisi. Bedah eksisi merupakan prosedur
yang sering digunakan untuk tindakan debulking.11 Pada bedah eksisi dapat dilakukan debulking
parsial untuk mengurangi ketebalan dari tumor.12

Pada pasien ini dijumpai keloid berupa nodus pada regio heliks aurikularis dekstra
sehingga terlihat cukup besar pada daerah tersebut. Digunakan kulit dari keloid untuk menutupi
defek setelah dilakukan pembedahan debulking. Sesuai dengan kepustakaan pada keloid yang
besar untuk menghindari keloid pada daerah donor dapat digunakan autograf dan pada metode
ini menggunakan kulit dari keloid untuk menutupi defek setelah dilakukan pembedahan
debulking.8

Selanjutnya pasien diinjeksikan triamsinolon asetonid intralesi. Setelah dilakukan


tindakan debulking maka penyuntikan kortikosteroid intralesi akan lebih mudah dan waktu
penyuntikan yang diperlukan pun akan lebih singkat. Kombinasi tindakan debulking dengan
injeksi kortikosteroid intralesi beberapa waktu setelah pembedahan menjamin tidak
terganggunya penutupan defek dan resolusi yang cepat dibandingkan bila penggunaan teknik
secara sendiri-sendiri.14 Kortikosteroid intralesi digunakan untuk terapi keloid karena memiliki
respon yang baik, mudah digunakan dan efek samping yang rendah. Kortikosteroid intralesi

Universitas Sumatera Utara


menginhibisi pertumbuhan fibroblas dan produksi mediator inflamasi, mengurangi sintesis
kolagen dan mengubah sintesis glykosaminoglikan sehingga mengurangi jumlah kolagen pada
keloid.8,10 Hari ke-14 paska pembukaan benang, pasien diinjeksi triamsinolon asetonid intralesi
10 mg/mL dan diulang setiap 1 minggu. Sesuai dengan kepustakaan dosis yang digunakan untuk
kotikosteroid intralesi 10-40 mg/mL tergantung dari ukuran dan lokasi.1,4,8,10 Injeksi triamsinolon
asetonid dilakukan 3-4 minggu setelah operasi.15

Pada kasus ini penanganan keloid dilakukan dengan kombinasi bedah dengan injeksi
triamsinolon asetonid. Disebutkan pada kepustakaan bahwa penanganan kombinasi merupakan
stategi yang optimal dan dari kebanyakan penelitian didapati bedah eksisi dikombinasi dengan
injeksi steroid menunjukkan kekambuhan kurang dari 50%.4,10

Prognosis pasien ini adalah meragukan karena kekambuhan sering muncul setelah
penanganan.4 Maka perlu waktu observasi yang lebih lama untuk melihat keefektifan
penanganan keloid pada pasien ini.

V. KESIMPULAN

Penanganan keloid sebaiknya dilakukan dengan kombinasi untuk mengurangi


kekambuhan. Pada laporan kasus ini dilakukan kombinasi terapi dengan teknik debulking dan
penutupan flap menggunakan kulit dari keloid itu sendiri serta injeksi triamsinolon asetonid
intralesi. Defek keloid pada teknik debulking dapat ditutup dengan kulit dari keloid itu sendiri.
Untuk menilai hasil pengobatan ini perlu kasus lebih banyak dan waktu observasi yang lebih
lama.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Hartyng M, Hicks MJ, Levy ML. Dermal hypertrophies. In: Wolff K, et al, editor.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th Edition. New York: Mc. Graw Hill, 2008.
h. 553-4
2. Buditjahjono S. Tumor-tumor kulit. Dalam: Harahap M, editor. Ilmu penyakit kulit. Jakarta:
Hipokrates, 2000. h. 214-6
3. Keloid, available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Keloid
4. Robles DT, Moore E, Draznin M, Berg D. Keloid: pathophysiology and management,
available at: http://dermatology.cdlib.org/133/reviews/keloid/robles.html
5. Double helix, available at: http://vgrd.blogspot.com/2008/03/double-helix.html
6. Kokoska MS, Prendiville S. Hypertophic scarring and keloids, available at:
http://emedicine.medscape.com/article/876214
7. Newsome RE, et al. Wound healing, keloids, available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1298013-overview
8. Mafong EA, Ashinoff R. Treatment of hypertrophic scars and keloids : a review. Aesthetic
Surgery Journal-March/April 2000: 114-121
9. Cooper JZ, Brown MD. Tumors and hyperplasias of the dermis and subcutaneous fat. In:
Wolff K, et al, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th Edition. New York:
Mc. Graw Hill, 2008. h. 1159-61
10. Keloid and hypertrophic scar: treatment & medication, available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1057599-overview
11. Tan NC, et al. Debulking of free myocutaneous flaps for head and neck reconstruction using
an arthroscopic shaver. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2007; 36: 450-452
12. Thissen MRTM, Schroeter CA, Neumann HAM. Photodynamic therapy with delta-
aminolaevulinic acid for nodular basal cell carcinomas using a prior debulking technique.
British Journal of Dermatology 2000; 142: 338-339

Universitas Sumatera Utara


13. Lawrence CM, Haniffa M, Dahl MGC. Formalin-fixed tissue Mohs surgery (slow Mohs) for
basal cell carcinoma: 5-year follow-up data. British Journal of Dermatology 2009; 160: pp
573-580
14. Donkor P. Head and neck keloid: treatment by core excision and delayed intralesional
injection of steroid. J Oral Maxillofac Surg 2007; 65: 1292-1296
15. Treatment options of keloid scarring, available at:
http://menshealth.about.com/cs/blackhealth/a/keloid_scar_2.htm?p=1

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai