Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

KARSINOMA SEL SKUAMOSA

Oleh

Édio dos santos


Nim. 40617046

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2021

i
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
1.1 Latar belakang.........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................6
2.1 Mukosa Mulut..........................................................................................................6
2.1.1 Definisi Mukosa Mulut.........................................................................................6
2.1.2 Fungsi...................................................................................................................6
2.1.3 Struktur.................................................................................................................7
2.2 Karsinoma Sel Skuamosa Lidah..............................................................................8
2.2.1 Patogenesis.........................................................................................................11
2.2.2 Ciri Ciri Keganasan............................................................................................14
2.2.3 Lesi Prekanker....................................................................................................19
2.5 Perbedaan Sel Hyperplasia, Anaplasia, Dysplasia, Carcinoma In Situ dan
Carcinoma Invasive.....................................................................................................21
2.2.4 Etiologi...............................................................................................................25
2.4 Biopsi.....................................................................................................................28
2.5 Pemeriksaan penunjang.........................................................................................31
2.5.1 Pemeriksaan sitologi mulut.............................................................................31
2.5.2 Biopsi..............................................................................................................32
2.6 Tatalaksana............................................................................................................32
BAB III PEMBAHASAN...............................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................37

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Karsinoma sel skuamosa didefinisikan sebagai "neoplasma epitel ganas yang

menunjukkan diferensiasi skuamosa yang ditandai dengan pembentukan keratin dan /

atau adanya jembatan antar sel" (Pindborg JJ et al, 1997). Karsinoma epidermoid adalah

neoplasma ganas rongga mulut yang paling umum. Meskipun dapat terjadi di daerah

intraoral maupun, daerah tertentu. Karena perbedaan dalam tampilan klinis, sifat lesi

dan terutama prognosisnya, maka tumor dapat dideskripsikan secara individual, karena

tumor dapat muncul di berbagai area ini.Squamous sel carcinoma atau disebut juga

karsinoma sel skuamusa merupakan kanker yang terjadi pada mulut secara klinis

terlihat sebagai plak keratosis, tepi lesi yang induras, dan keemerahan. karsinoma sel

skuamusa merupakan salah satu dari 10 jenis kanker yang paling sering teradi di seluruh

dunia, dengan insidensi pada pria 5% dan wanita 2% karsinoma sel skuamusa pada

rongga mulut. (Pindborg JJ et al, 1997).

Insiden karsinoma sel skuamosa rongga mulut sangat berbeda di berbagai belahan

dunia dan berkisar antara 2-10 per 100.000 populasi per tahun. Perbedaan tersebut,

sampai batas tertentu, dapat dijelaskan atas dasar perbedaan lingkungan atau gaya hidup

dan kebiasaan di antara populasi tertentu, seperti mengunyah sirih, mencelupkan

tembakau atau kebiasaan merokok.

1
2

Karsinoma sel skuamosa lidah adalah keganasan intraoral yang paling umum. Tidak

termasuk lesi bibir, itu menyumbang antara 25% dan 40% dari karsinoma rongga mulut.

Ini memiliki kecenderungan yang pasti untuk pria di dekade keenam, ketujuh, dan

kedelapan. Namun, lesi jarang ditemukan pada usia yang sangat muda. Lesi ini sering

menunjukkan perilaku agresif. (Shafer's Textbook of Oral Pathology.Pindborg JJ et al,

1997 ).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mukosa Mulut

2.1.1 Definisi Mukosa Mulut


Lapisan mukosa adalah lapisan basah yang berkontak dengan lingkungan

eksternal.Terdapat pada saluran pencernaan, rongga hidung, dan rongga tubuh

lainnya.Pada rongga mulut, lapisan ini dikenal dengan oral mucous membrane atau oral

mucosa

2.1.2 Fungsi
Mukosa oral mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pelindung jaringan yang

lebih dalam pada rongga mulut. Fungsi lainnya, antara lain sebagai organ sensoris,

aktifitas kelenjar, dan sekresi. Sebagai lapisan terluar, oral mukosa akan melindungij

aringan rongga mulut dari lingkungan eksternal. Oral mukosa akan melakukan proses

adaptasi pada epitel dan jaringan ikat untuk menahan gaya mekanis dan abrasi yang

disebabkan aktifitas normal seperti mastikasi. Selain itu, lapisan epitel mulut akan

bertindak sebagai pelindung terhadap populasi mikroorganisme yang tertinggal di

rongga mulut yang dapat menyebabkan infeksi bila masuk ke dalam jaringan .Fungsi

sensoris oral mukosa akan memberikan informasi mengenai hal-hal yang terjadi di

rongga mulut. Dalam rongga mulut, reseptor akan berespon terhadap suhu, sentuhan

dan rasa sakit. Reseptor tertentu dalam rongga mulut juga akan berespon terhadap

kebutuhan akan air. Reflek seperti menelan, muntah, dan salivasi juga diinisiasi oleh

reseptor-reseptor pada oral mukosa.

3
4

2.1.3 Struktur
Secara histologis mukosa mulut terdiri dari 2 lapisan. Yang pertama adalah

lapisan epitelium, yang melapisi di bagian permukaan luar, terdiri dari berlapis-lapis sel

mati yang berbentuk pipih dimana lapisan sel-sel yang mati ini selalu diganti terus-

menerus dari bawah, dan sel-sel ini disebut dengan stratified squamous epithelium.

Struktur epitel rongga mulut dari arah luar ke dalam adalah stratum keratinosum,stratum

granulosum,stratum spinosum,stratum basalis.Yang kedua adalah lamina propria ini

terdapat ujung-ujung saraf.


5

2.2 Karsinoma Sel Skuamosa Lidah.

Karakteristik karsinoma dan sarkoma

1. Karsinoma berasal dari jaringan epitel dan kelenjar ludah.

2. Sarcoma berasal dari jaringan mesenkim/ jaringan pendukung.

Karsinoma →berbenjol-benjol, ulkus (+), bau yang khas

a. Epidermooid Ca

b. Sel basalis Ca

c. Adeno karsinoma
6

Sarkoma →berasal dari jaringan mesenkim

a. Fibrosarkoma = jaringan fibrosa/ikat

b. Lipo sarcoma = jaringan lemak

c. Kondrosarkoma = tulang rawan

d. Osteosarkkoma = tulang

e. Lymphosarcoma = jaringan limfe

f. Neurogenik sarcoma = jarinagan saraf

g. Rhabdomyosarkoma = otot lurik

h. Leiomyosarkoma = otot halus/ polos

Karsinoma sel skuamosa lidah adalah keganasan intraoral yang paling umum. Tidak

termasuk lesi bibir, itu menyumbang antara 25% dan 40% dari karsinoma rongga mulut.

Ini memiliki kecenderungan yang pasti untuk pria di dekade keenam, ketujuh, dan

kedelapan. Namun, lesi jarang ditemukan pada usia yang sangat muda. Lesi ini sering

menunjukkan perilaku agresif.

Ulseratif Karsinoma lingual biasanya asimtomatik. Pada tahap selanjutnya, saat

invasi dalam terjadi, nyeri atau disfagia mungkin merupakan keluhan utama pasien

Mirip dengan kanker mulut lainnya, kanker ini hadir dalam salah satu dari empat cara:

sebagai ulkus yang tidak dapat sembuh dan tidak dapat disembuhkan; sebagai lesi
7

merah; sebagai lesi putih; atau sebagai lesi merah-putih (Gambar 2-62 hingga 2-65).

Neoplasma kadang-kadang memiliki eksofitik dan endofitik

Figure 2-64 Squamous cell carcinoma of the lateral tongue Figure 2-65 Squamous cell carcinoma of the ventral surface
Oral-pathology-clinical-pathologic-correlations: 58 of the tongue Oral-pathology-clinical-pathologic-correlations:
58 CHAPTER 2 Ulcerative Conditions
CHAPTER 2 Ulcerative Conditions

pola pertumbuhan yang menonjol. Sebagian kecil leukoplaki pada lidah merupakan
Figure
Figure 2-64
2-62 Squamous
Advancedcell carcinomacell
squamous of the lateral tongue
carcinoma
karsinoma sel skuamosa
of the posterior-lateral tongue invasif atau akhirnya menjadi karsinoma sel skuamosa.

Sebagian besar bercak eritroplak yang muncul di lidah bersifat in situ atau karsinoma

sel skuamosa invasif pada saat ditemukan.

Lokasi kanker lidah yang paling umum adalah batas posterior-lateral, sebanyak

45% dari lesi lidah. Lesi sangat jarang berkembang di dorsum atau di ujung lidah.

Sekitar 25% kanker lidah terjadi di sepertiga posterior atau pangkal lidah. Lesi ini lebih
8

merepotkan daripada yang lain karena perkembangannya yang diam-diam di area yang

sulit untuk divisualisasikan. Oleh karena itu, lesi ini lebih sering berkembang atau telah

bermetastasis secara regional pada saat ditemukan, menentukan prognosis yang jauh

lebih buruk dari pada lesi dua pertiga anterior dengan pengecualian karsinoma dasar

lidah HPV-positif pada mereka yang tidak merokok atau mengkonsumsi alkohol dalam

jumlah berlebihan, di mana prognosis secara keseluruhan jauh lebih baik daripada

merokok dan karsinoma terkait alcohol. Metastasis dari kanker lidah relatif umum pada

saat perawatan primer. Secara umum, deposit metastasis dari karsinoma sel skuamosa

lidah ditemukan di kelenjar getah bening leher, biasanya di sisi ipsilateral (sama). Node

pertama yang terlibat adalah nodus submandibular atau jugulodigastrik pada sudut

mandibula (level anatomi I dan II). Jarang, deposit metastasis jauh dapat terlihat di

paru-paru atau hati (Begum S, Westra WH 2009)

2.2.1 Patogenesis

Kanker mulut, mirip dengan kebanyakan keganasan lainnya, muncul dari

akumulasi sejumlah kejadian genetik yang berbeda yang menyebabkan kanker invasive.

(Gambar 2-56 hingga 2-58 Oral-pathology-clinical-pathologic-correlations: chapter 2 ulcerative

conditions)
9

Perubahan ini terjadi pada gen yang memiliki protein yang mengontrol siklus

sel, kelangsungan hidup sel, motilitas sel, dan angiogenesis. Setiap mutasi genetik

memberikan keuntungan pertumbuhan selektif, memungkinkan ekspansi klonal sel

mutan dengan potensi ganas yang meningkat. Proses ini dikenal sebagai evolusi klonal.

Perkembangan genetik multistep menjadi kanker pertama kali dikarakterisasi pada

mukosa kolon, berkorelasi dengan evolusi sekuensial mukosa normal menjadi polip

adenomatosa dan kemudian adenokarsinoma. Ini menunjukkan bahwa sejumlah kecil

perubahan genetik diperlukan untuk akuisisi fenotipe ganas. Misalnya, mutasi gen APC

dan K-ras terjadi pada awal perkembangan tumor, sedangkan perubahan p53 dan DCC

lebih sering terjadi pada tumor lanjut.


10

Analisis sitogenetik telah menunjukkan serangkaian perubahan yang konsisten

pada karsinoma sel skuamosa, termasuk tetapi tidak terbatas pada kehilangan 9p21,

lokasi dua gen penekan tumor (p16 dan p14ARF), dan 17p13, situs gen penekan tumor

p53, juga. sebagai 3p, 13q21, dan 18q21. Kehilangan 9p menonaktifkan gen penekan

tumor p16, dengan berturut-turut kehilangan 3p dan 17p saat displasia berkembang dan

berkembang. Secara konseptual, kanker mulut berkembang melalui dua tahap biologis

penting. Yang pertama adalah hilangnya kontrol siklus sel melalui peningkatan

proliferasi dan penurunan apoptosis. Pada awal proses karsinogenesis, reseptor faktor

pertumbuhan epidermal (EGFR) dan protein pengikat ligan utamanya atau, yang

mengubah faktor pertumbuhan-alfa (TGF-a), diregulasi, sehingga membentuk loop

aktivasi autokrin. Meskipun kadar TGF-a tetap stabil dengan peningkatan derajat

displasia, ekspresi EGFR meningkat dan menjadi sangat tinggi pada karsinoma sel

skuamosa yang sepenuhnya berubah. Secara histologis, dampak perubahan molekuler

paling jelas terlihat pada pasien karsinoma in situ, di mana peningkatan jumlah sel yang

membelah dapat dilihat di semua tingkat epitel. Tahap kedua adalah peningkatan

neoplastik sel motilitas, mengarah ke invasi dan metastasis. Di sini, sel epitel neoplastik

menembus membran basal dan menyerang jaringan di bawahnya, akhirnya mencapai

kelenjar getah bening regional. Elemen yang terkait dengan invasi lokal dan

peningkatan potensi metastasis dengan hasil klinis.

Kedua tahap tersebut dihasilkan dari aktivasi (peningkatan regulasi) onkogen

dan inaktivasi (regulasi turun) dari penekan tumor gen (Kotak 2-14). Onkogen, dalam
11

keadaan normal, menyandikan protein yang secara positif mengatur fungsi pertumbuhan

sel yang penting, seperti proliferasi, apoptosis, motilitas sel, pensinyalan membran dan

sel internal, serta angiogenesis. Jika gen ini diubah melalui salah satu protein severa

terjadi, sehingga menghasilkan kloni sel dengan keuntungan pertumbuhan / motilitas.

Gen penekan tumor menyandikan protein yang mengatur secara negatif atau menekan

proliferasi. Perubahan gen ini (perubahan pada alel ibu dan ayah diperlukan) pada

proliferasi klon sel. Gen penekan tumor diyakini memainkan peran yang lebih penting

dalam perkembangan kanker mulut dari pada onkogen.

2.2.2 Ciri Ciri Keganasan

Tanda umum keganasan (ACS, 2003; Cancer Group,2003;The Wisdom,2003).

Formulasi American Cancer Society ini disebut “Delapan Tanda Peringatan Kanker

Dini” yaitu :

1. Ulcer tidak dapat sembuh.

2. Pendaraha atau mengeluarkan cairan yang tidak lazim.

3. Gangguan pencernaan atau sukar menelan.

4. Perubahan pada kutil atau tahi lalat.

5. Batuk hebat atau suara serak.

6. Bercak merah pada mukosa mulut.

A. Ciri ciri keganasan pada rongga mulut (Cancer Group, 2003).


12

Untuk mendeteksi tumor ganas secara dini, selain formasi yang disebut diatas, perlu

diperhatikan pula tanda-tanda yang biasa ditemukan pada tumor ganas rongga mulut

seperti berikut ini:

1. Ulserasi atau erosi Terjadi karena kerusakan epitel sehingga mempengaruhi

proses mutasi sel, hilangnya pelekatan interseluler, dan gangguan pada laminal

basal.

2. Eritema Tanda kemerahan yang menunjukkan adanya inflamasi, menipisnya

epitel dan hilangnya keratinisasi.

3. Indurasi Pengerasan terjadi karena peningkatan jumlah sel epitel dan proses

inflamasi.

4. Fiksasi Pembelahan sel yang abnormal akan menginfasi struktur yang lebih

dalam sampai keotot dan tulang.

5. Kronisitas Tumor ganas bukan penyakit yang dapat sembuh secara spontan, oleh

karena itu lasi keganasan secara normal tidak akan hilang tanpa terapi.

6. Lympadenopati Pengerasan dengan atau tanpa pembesaran kelenjar regional

terjadi karena penyebaran sel neoplastik melalui pembuluh lymph.

Lesi stadium lamjut ditandai dengan indurasi, fiksasi dan lympadenopati. Lesi

ini akan terlihat kecil dengan indurasi atau perubahan lokal berupa erosi, eritema dan

karatosis.Tumor ganas rongga mulut biasanyabersifat kronis, ulkus dan tidak dapat

sembuh dan rasa sakit tidak dapat ditemukan pada lesi sdini. Rasa sakit yang terlokalisir
13

adalah gejala stadium lanjut akibat invasi tumor ke struktur yang lebih dalam

(Silverman S.,1981). Secara klinis tumor ganas rongga mulut stadium dini dapat berupa

bercak atau plak yaitu lesi praganas terutama eritoplakia, berupa kerak (crustylesion)

yang tidak menarik perhatian, erosi, ulkus, benjolan yang samar atau nyata (Manullang

K, 2001).

Tumor ganas rongga mulut dini tidak menimbulkan gejala, berdiameter 2 cm,

kebanyakan berwarna merah dengan atau tanpa disertai komponen putih dan licin.

Hampir 95% dari lesi dini memiliki komponen eritroplastik (merah), dan kurang dari

5% hanya memiliki komponen putih. Perubahan tekstural yang dihubungkan dengan

eritroplasia kekasaran granulasi, ulserasi atau indurasi akan memperbesar kemungkinan

bahwa lesi itu merupakan suatu keganasan (ManullangK, 2001).

B. Gambaran klinis tumor ganas rongga mulut.

Langdon (1995) menguraikan gambaran klinis tumor ganas rongga mulut adalah

sebagai berikut
14

Gambar 2: Deteksi dini keganasan Rongga Mulut dapat dilakukan sendiri ( The Wisdom Tooth,2003 ).

1. Lidah.
15

Tumor ganas pada lidah mayoritas terjadi pada dua pertiga lateral, dapat meluas

melalui dan dari vertikal kemudian kedasar mulut,. Tumor ganas ini 25% terdapatpeda

sepertiga posteriol lidah dan 20% pada sepertiga anterior, sedangkan pada permukaan

dorsum lidah jarang terjadi, namun bila terjadi biasanya berhubungan dengan slositis

siphilis. Tumor ganas lidah tahap dini dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk,

dapat berupa tumbuhan exophitic disertai ulserasi, berupa ulser yang berada dalam

fissur, atau urea ulserasi pada daerah superficial dengan infiltrasi keotot dibawahnya.

2. Dasar mulut.

Tumor ganas dasar mulut ditemukan kedua terbanyak dari seluruh tumor ganas

rongga mulut. yang terletak antara linggir alveolar rahang bawah dengan permukaan

ventral lidah. Tumor ganas yang pada daerah ini hampir semua tumbuh didaerah

anterior. Lesi muncul dengan indurasi yang kemudian berubah menjadi ulserasi. Lesi

tahap ini berpengaruh pada lidah dan bagian lingual dari mandibula, sehingga pasien

sukar berbicara. Infiltrasi dapat meluas kelidah gingiva dan musculus genioglosus.

Tumor ganas dasar mulut lebih banyak berhubungan dengan leukoplakia

dari jenis tumor ganas pada tempat yang lain. Menurut Kramer (1970) leukoplakia pada

dasar mulut mempunyai kecendrungan yang tinggi untuk berubah menjadi ganas.

3. Gingiva dan linggir alveolar.


16

Tumor ganas pada linggir alveolar rahang bawah terbanyak ditemukan pada

regiopremolar dan molar. Diagnosa sering terlambat ditegakkan karena banyak jenis

inflamasi dan lesi yang muncul pada daerah ini. Infeksi odontogenik seperti abses

periapikal dan periodontal dapat terlihat sebagai bentuk pembengkakan pada linggir

alveolar dengan daerah ulserasi. Peripheral gian cell granuloma, pregnancy granuloma,

poliphoid dan fibro epithelial lesions dapat muncul pada daerah ini dan bentuknya

menyerupai tumor ganas sehingga menimbulkan kesukaran pada diagnosa.

4. Mukosa Bukal.

Mukosa bukal meluas dari bagian bawah linggir alveolar rahang atas kelinggir

alveolar rahang bawah. Karsinoma sel skuamosa muncul disepanjang dataran oklusal

sampai daerah retromolar. Lesi ini banyak berada di posterior. Lesi pada daerah ini

dapat terjadi karena trauma oklusal sehingga mengakibatkan ulserasi dan menjadi

infeksi sekunder. Pada stadium lanjut pasien merasakan adanya trimus akibat infiltrasi

sel neoplasia ke otobucinator.

5. Palatum keras linggir alveolar.

Maskila dan dasar Antrum tumor ganas jarang terjadi pada daerah ini, tapi bila

muncul pada salah satu daerah dapat menyebar ketempat lain, sehingga sukar untuk
17

mengetahui letah lesi primernya. Tumor ganas pada daerah ini paling jarang terjadi

kecuali perokok berat.

2.2.3 Lesi Prekanker

Dalam deteksi ini dapat ditemukan kelainan prekanker. Lesi prekanker menurut

WHO adalah suatu jaringan yang secara morfologis telah berubah dimana kemungkinan

untuk menjadi tumor ganas lebih besar. Yang termasuk lesi prekanker adalah

leukoplakia, eritoplasia dan eritoplakia (Pinbog,1980). Leukoplakia telah dianggap

sebagai lesi prekanker kavitas oris. Bercak putih ini pada membran mukosa mulut

sebenarnya hiperkeratosis yang timbul sebagai akibat iritasi kronis pada mukosa.

Penelitian jangka lama di Swedia dan Denmark atas sejumlah besar penderita

leukoplakia secara total atau partial sembuh dalam. Eritoplasia (bercak granula merah)

dan eritroplakia (bercak putih dalam bercak merah) menpunyai resiko lebih tinggi untuk

trasformasi maligna. Menurut penelitian prabedah, tumor ganas didapatkan dalam 30%

eritroplasia dan 60% eritroplakia (Rakel, 1985). Leukoplakia dapat mengalami

perubahan penyembuh, membaik, tetap, menyebar atau menjadi ganas. Menurut

lokasinya ada perbedaan yang menyangkut tempat leukoplakia yang cenderung

mengalami perubahan keganasa. Lidah, bibir dasar mulut dan mukosa bukal

mempunyai prosentase perubahan keganasan yang cukup tinggi (Pinborg,1980).

Frekuensi leukoplaki yangberubah menjadi karsinoma adalah kecil yaitu 3% sedangkan

eritroplakia cukup tinggi yaitu 51%.


18

Secara klinis leukoplakia dapat dibagi atas 4 grade:

1. Grade I: bercak kemerahan yang granuler yang secara bertahap berubah menjadi

keabuan.

2. Grade II: bercak putih kebiruan berbatas tegas, tanpa indurasi.

3. Grade III: bercak keputihan berbatas tegas dengan indurasi, mungkin ada

kerutan.

4. Grade IV: bercak mengalami indurasi, ada fisura, erosi,

kadang-kadang permukaaanya berpoliferasi seperti veruka. Pada pemeriksaan

mikroskopis Nampak perubahan keganasan dini.

a. Leukoplakia

Paling sering didapatkan pada bukal dan dasar mulut. Kurang lebih 10-12%

leukoplakia berybah menjadi karsinoma rongga mulut, ini diperlukan waktu sampai 10

tahun.Leukoplakia yang dapat berubah menjadi karsinoma ini pada pemeriksaan

mikroskopis menunjukkan suatu displasi yang irreversibel walaupun penderita

menghentikan rokoknya.

b. Eritroplakia
19

Kelainan ini jarang terjadi pada usia tua. Masih diperdebatkan apakah

merupakan kelainan permaligna atau memang suatu karsinoma super fisial yang sangat

dini. Kelainan ini berupa mukosa yang sedikit meninggi dan menebal berwarna merah

mirip jaringan granulasi dengan tumpukan keratin diatas permukaan. Lokalisasi yang

paling sering ialah dasar mulut, palatum molleh dan trigonum retro molar. Bila ditemui

kelainan ini maka penanganannya dianggap sebagai karsinoma rongga mulut.

2.5 Perbedaan Sel Hyperplasia, Anaplasia, Dysplasia, Carcinoma In Situ


dan Carcinoma Invasive
20

1. Pengertian

a. Hyperplasia Epitelial hiperplasia adalah salah satu jenis oral epitelial displasia

yang paling ringan. Oral displasia jenis ini terjadi proliferasi sel epitel rongga

mulut yang paling ringan sehingga sering juga disebut simpel hiperplasia. Oral

displasia jenis ini juga non spesifik hiperplasia dan hiperkeratosis.

b. Displasia: merupakan kondisi premaligna yang ditandai dengan meningkatnya

pertumbuhan sel, adanya sel-sel atipik dan perubahan diferensiasi. Karakteristik

ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan sel (mitosis banyak), bentuk atipik

(inti besar yang abn) dan perub diff (ketidak maturan sel)

Baru-baru ini, ada upaya untuk lebih hati-hati menentukan kriteria penilaian

displasia epitel (Bouquot J et al, 2006, Brothwell DJ et al, 2003). Klasifikasi WHO
21

(2005) merekomendasikan penilaian yang lebih obyektif yang, sampai batas tertentu,

memperhitungkan tingkat keterlibatan epitel yang terlibat. Kriteria penilaian displasia

epitel oral diringkas sebagai berikut: (Bouquot J et al, 2006, Brothwell DJ et al, 2003).

Shafer’s Textbook of Oral Pathology.

a) Displasia ringan (Tingkat-1). Menunjukkan proliferasi atau hiperplasia sel

lapisan basal dan parabasal yang tidak melampaui sepertiga bagian bawah epitel.

Atypia sitologis umumnya ringan dengan hanya pleomorfisme sel atau nukleus

ringan. Mitosis tidak menonjol, dan bila ada biasanya terletak di basal dan

normal. Perubahan arsitektural (kasar) minimal.

b) Displasia sedang (Tingkat-2). Menunjukkan proliferasi sel atipikal yang

meluas ke sepertiga tengah epitel. Perubahan sitologi lebih parah daripada

displasia ringan dan perubahan seperti hiperkromatisme, dan sel yang menonjol

serta pleomorfisme nukleus dapat terlihat. Mitosis yang meningkat dan

abnormal dapat terlihat, tetapi ini biasanya terletak di lapisan basal epitel.

Perubahan arsitektural dapat terlihat di bagian bawah epitel di mana mungkin

ada hilangnya polaritas basal dan hiperplasia yang mengarah ke pasak rete bulat.

Namun, stratifikasi dan pematangan relatif normal, seringkali dengan

hiperkeratosis pada epitel permukaan.

c) Displasia parah (Tingkat 3): Ada proliferasi abnormal dari lapisan basal ke

sepertiga atas epitel. Perubahan sitologi dan arsitektural bisa sangat menonjol.

Semua perubahan yang terlihat pada displasia ringan dan sedang ada, tetapi
22

sebagai tambahan ada pleomorfisme yang ditandai sering dengan nukleus besar

abnormal dan terdapat nukleolus menonjol atau bahkan multipel. Mitosis yang

menonjol dan suprabasal biasanya terlihat dan bentuk tripolar atau bintang yang

abnormal dapat terlihat. Shafer's Textbook of Oral Pathology ( PDFDrive.com )

a. Anaplasia : tidak adanya diferensiasi (tingkat kemiripan tumor secara histologi

terhadap sel atau jaringan asal)

b. Carsinoma in situ : perubahan displastik yang melibatkan seluruh ketebalan dari

epitelium tetapi selnya belum menembus mebrana basalis. Perubahan pada epitel

kulit →menunjukan histologis: terlokalisir, blm ada invasi ke jar ikat

dibawahnya (blm mtembus m. basalis) →dlm epitel squamous berlapis. Pada

stadium ini blm ada keluhan →bmaka biasanya ditemukan tdk sengaja. (Speight

PM, 2010).

Figure 3-25 Progression of dysplasia Oral-pathology-clinical-pathologic-correlations hal: 92


CHAPTER 3 White Lesions
23

2.2.4 Etiologi
Beberapa faktor yang berperan terhadap timbulnya karsinoma lidah adalah sebagai
berikut

1. Tembakau

Penggunaan tembakau dalam waktu lama merupakan faktor utama yang penting dan

berhubungan erat dengan timbulnya karsinoma lidah. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa hampir 90% penderita karsinoma lidah mempunyai riwayat penggunan

tembakau dan meningkat dengan kebiasaan merokok. Insiden karsinoma lidah pada

penderita yang merokok diperkirakan 6 kali lebih sering terjadi dibandingkan pada

penderita yang tidak merokok. Tembakau digunakan dengan cara dikunyah atau diisap.

Efek penggunaan tembakau yang tidak dibakar ini erat hubungannya dengan

timbulnya leukoplakia dan lesi mulut lainnya termasuk lidah. Tembakau mengandung

banyak molekul karsinogenik seperti hidrokarbon polisiklik, nitrosamin,

nitrosodicthanolamine, nitrosoproline dan polonium. Paparan tembakau menyebabkan

perubahan yang progresif dari mukosa mulut dan penggunaan dalam waktu lama

menyebabkan transformasi keganasan terutama perubahan dalam ekspresi mutasi p53.

Efek karsinogenik dari tembakau sebagian besar dirangsang oleh zat kimia yang

terdapat pada asap rokok.


24

Asap rokok merangsang perubahan genetik termasuk mutasi gen, gangguan

kromosom, mikronuklei, perubahan kromatin, rusaknya rantai DNA. Mutasi gen

menyebabkan hiperaktif onkogen, gangguan proliferasi, penolakan G-S, G-M dan M

pada siklus sel, mencegah apoptosis dan gangguan kelangsungan hidup sel. Selain itu

juga mutasi gen akan menginaktifkan tumor supresor yang secara normal berperan

untuk mencegah perubahan sel-sel menjadi ganas. Nitrosamin merupakan zat kimia

utama yang bersifat mutagen dalam asap rokok. Zat kimia yang lain adalah tobacco-

specific nitrosamines (TSNAs) yang berasal dari alkaloid utama tembakau, nikotin,

nornikotin, anabasin dan anatabin. Nitrosonomikotin dan 4- (N-methyl-N-nitrosamino)-

I-(3- pyridyl)-I-butanone berasal dari nikotin dan karsinogen poten. Asap rokok

mengandung berbagai mutagenik dan karsinogenik termasuk nitroso-compounds,

hidrokarbon aromatik polisiklik heterosiklik amin. Sebagian besar karsinogen dan

mutagen dimetabolisme menjadi bentuk yang lebih aktif dalam tubuh manusia dan

menyebabkan gangguan kromosom. Karakteristik molekuler dari kecurigaan adanya

perubahan genetik masih belum jelas tetapi adanya tumor supresor seperti TP53,

CDKN2A dan pRb sudah tampak pada stadium awal.

Efek genotoksik secara langsung dari tembakau merupakan alur prokarsinogenik ke

dua yang meliputi penipisan folat dan reduksi kofaktor. Folat dan kofaktor berperan

penting untuk membantu efisiensi sintesis DNA, perbaikan dan metilasi. Penipisan folat

menyebabkan gangguan genetic seperti kesalahan dalam penggabungan urasil, putusnya

rantai DNA spesifik-p53 dan hipometilasi p53 spesifik.


25

2. Alkohol

Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara konsumsi alkohol yang tinggi

terhadap terjadinya karsinoma sel skuamosa lidah. Minuman alcohol mengandung

bahan karsinogen seperti etanol, nitrosamin, urethane contaminant. Alkohol merupakan

zat pelarut yang dapat meningkatkan permeabilitas sel terhadap bahan karsinogen dari

tembakau. Alkohol merupakan salah satu faktor yang memudahkan terjadinya

leukoplakia karena penggunaan alkohol dapat menimbulkan iritasi pada mukosa. Selain

itu penggunaan alkohol dalam waktu lama dapat meningkatkan respon enzim sitokrom

p450 yang berfungsi untuk mengaktivasi protokarsinogen menjadi karsinogen.

Kemungkinan mekanisme yang lain adalah rusaknya aktivitas makrofag dan

berkurangnya jumlah T limfosit.

Alkohol juga menurunkan aktivitas enzim yang berperan untuk perbaikan DNA

sehingga terjadi peningkatan kerusakan kromosom. Kombinasi kebiasaan merokok dan

minum alcohol menyebabkan efek sinergis sehingga mempunyai resiko yang lebih

besar untuk terjadinya karsinoma lidah. Alkohol menyebabkan dehidrasi dan rasa panas

yang mempengaruhi selaput lendir mulut. Peningkatan permeabilitas mukosa ini

menimbulkan rangsangan menahun dimana timbul proses kerusakan dan pemulihan

jaringan yang berulang ulang sehingga mengganggu keseimbangan sel dan sel

mengalami displasia.
26

3. Infeksi virus

Virus dapat menyebabkan keganasan dengan mengubah struktur DNA dan

kromosom sel yang diinfeksinya. Virus human papilloma (HPV) berhubungan dengan

timbulnya karsinoma lidah. HPV subtipe 16, 18, 31 dan 33 merupakan jenis yang

dilaporkan paling sering berhubungan dengan timbulnya displasia dan karsinoma sel

skuamosa. Virus human papilloma merupakan virus DNA rantai ganda yang menyerang

sel epitel

4. Faktor Gigi dan Mulut

Keadaan rongga mulut dengan higien yang jelek ikut berperan memicu timbulnya

karsinoma lidah. Iritasi kronis yang terus menerus berlanjut dari gigi yang kasar atau

runcing, gigi yang karies, akar gigi dan gigi palsu yang letaknya tidak sesuai akan dapat

memicu terjadinya keganasan.

2.4 Biopsi

A. Pengertian
27

Biopsi adalah suatu prosedur diagnostik dengan cara mengambil materi jaringan

atau seluler dari organisme hidup untuk tujuan pemeriksaan mikroskopis dan untuk

persiapan mendapatkan suatu gambaran histologis.

Indikasi:

a. Lesi oral yang tidak menunjukkan respon yang adekuat terhadap terapi

b. Lesi putih, persisten pada mukosa

c. Lesi hiperkeratotik atau eritroplakia

d. Ulserasi yang persisten lebih dari 3 minggu tdk menunjukkan perbaikan

e. Pembengka kan persisiten tanpa diagnosa jelas

f. Ada kecurigaan keganasan

B. Macam-macam biopsi dan indikasinya:

1. Sitologi :

a. menghapus lesi dengan semen spatula atau tongue spatula yang telah

dibasahi, kemudian diapuskan pada potongan kasa

b. Indikasi : perubahan mukosa dengan area yang luas yang akan dimonitor

adanya perubahan displastik seperti pasca radiasi, herpes, kandidiasis dan

pemphigus

c. Merupakan prosedur tambahan karena sering menunjukkan gambaran yang

keliru

2. Biopsi aspirasi
28

a. suatu tehnik pengambilan jaringan dengan menggunakan jarum besar atau

jarum khusus

b. indikasi untuk lesi yang diperkirakan berisi cairan dan lesi intraosseous

sebelum dilakukan eksplorasi bedah

3. Biopsi inisisi

a. suatu tehnik biopsi dengan mengambil sebagian kecil masa tumor dengan

menggunakan pisau

b. indikasi : lesi yang lebih dari 1 cm atau pada lokasi yang sulit yang dapat

menimbulkan kerusakan struktur vital, atau dicurigai merupakan lesi

keganasan

c. area biopsi yang diambil harus meliputi jaringan yang mengalami perubahan

sampai ke jaringan normal di dasarnya atau di tepinya. Jaringan yang

diambil lebih baik sempit dan dalam

4. Biopsi eksisi

a. suatu tehnik biopsi dengan mengambil lesi secara keseluruhan sekaligus

sebagai terapi definitive

b. indikasi : lesi dengan diameter kurang dari 1 cm, pada klinis lesi jinak, lesi

vaskular dan pigmentasi

c. area biopsi yang diambil keseluruhan lesi dengan 2-3 mm jaringan normal

disekelilingnya dieksisi

5. Punch biopsy
29

a. suatu tehnik biopsi dengan menggunakan suatu alat berbentuk silinder yang

ditekan pada mukosa sehingga memperoleh jaringan sebesar kurang lebih 6

mm yang melibatkan mukosa labial dan kelenjar ludah submukosa

b. indikasi : biopsi pada mukosa bibir untuk memperoleh evaluasi diagnostik

kelainan kelenjar ludah minor (Sjogeren Syndrome)

6. Drill biopsy

a. suatu tehnik biopsi dengan menggunakan alat khusus seperti bor dengan

straight handpiece sehingga spesimen yang diambil dapat sepanjang 1-2 cm

dengan diameter 1-4 mm

b. Indikasi : untuk mengambil spesimen lesi central fibro-osseous

C. Prinsip biopsi:

1. Sebelum tindakan pembedahan, daerah biopsy dicuci dg antiseptik tidak berwarna

2. Bekas tempat tusukan ditempatkan secara cermat agar dapat diangkat pada bedah

definitif

3. Injeksi cairan anastetikum jauh dari tempat biopsi

4. Jangan menggunakan eletrosurgery atau laser, tetapi hanya dg scalple atau punch

intrument

5. Jangan membuat teraan yang disebabkan oleh jaringan atau instrumen lainnya pada

specimen biopsi

6. Bidang jaringan yang baru jangan sampai terkontaminasi selama prosedur biopsy

7. Sampel jaringan harus adekuat


30

8. Pengambilan dalam dan sempit, mengikutsertakan jaringan normal, jaringan

nekrotik tidak diikutsertakan

9. Hindari manipulasi kasar karena sel tumor mudah lepas dan sobek dapat menyebar

mll aliran drh dan limfe

10. Operator yang melakukan tindakan pembedahan berikutnya sebaiknya org yang

sama

11. Daerah operasi dibilas dengan cairan pembunuh tumor : sublimat, Na Hipoklorit,

Cetrimite, Savlo

12. Orientasi spesimen biopsi harus ditandai

13. Pada frozen section jangan direndam cairan formalin

2.5 Pemeriksaan penunjang


2.5.1 Pemeriksaan sitologi mulut.

Pemeriksaan sitologi mulut merupakan suatu pemeriksaan mikroskopik sel-sel

yang dikerok dari permukaan lesi didalam mulut (Brenstein,1978). Pemeriksaan ini

mempunyai keterbatasan sebab yang dievaluasi hanya sel-sel permukaan, sehingga

tidak dapat dipakai untuk menggantikan biopsi. Meskipun demikian pemeriksaan ini

sangat berguna untuk mendeteksi keganasan dalam mulut yang tidak diduga

sebelumnya (Folson dkk,1972). Pemeriksaan sitologi mulut merupakan suatu metode

yang sederhana, murah dan mudah maka diharapkan dapat dilakukan untuk memeriksa

lesi didalam mulut yang dicurigai merupakan permulaan suatu keganasan. Pemeriksaan

ini umumnya berguna untuk lesi merah yang tidak berkeratin seperti ertroplakia atau
31

lesi yang bersifat ulseratif yang tidak sembuh dalam waktu 7-14 hari setelah

penyebabnya dihilangkan (Frederick,1981).

2.5.2 Biopsi.

Dalam prosedur evaluasi dari tumor ganas rongga mulut dini yang tidak

bergejala, daerah kemerahan yang menetap diluar batas waktu observasi harus dibiopsi.

Karena daerah eritoplastik umumnya terdiri daerah dengan reaksi radang dan mungkin

juga fokus dari sel-sel tumor, maka penting sekali untuk mendapatkan spesimen

jaringan yang memperlihatkan sifat sebenarnya dari lesi tersebut. Biopsi adalah

pengambilan spesimen baik total maupun sebagian untuk pemeriksaan mikroskopik dan

diagnosa. Informasi yang disampaikan pada ahli patologi meliputi diagnosa klinis,

deskripsi lesi berdasarkan lokasi, durasi, warna permukaan, konsistensi, mobilitas,

patologi atau lymphadenopathy yang berkaitan dan tidak di duga sebelumnya

(Pedersen,1998).

2.6 Tatalaksana

Terapi kanker memiliki 4 bentuk dasar yaitu;

a. Pembedahan

b. Terapi Radiasi

c. Kemoterapi dan

d. Terapi Kombinasi.
32

Tahap dini dari penyakit tersebut sangat berhasil bila dengan satu bentuk terapi.

Terapi radiasi semakin sering digunakan sebagai bentuk terapi primer dan penata

laksanaan keganasan dirongga mulut. Penggunaan secara umum untuk terapi laesi dini

dengan vaskularisasi yang baik. Radioterapi juga efektif dalam membasmi fokus kecil

dari sel-sel ganas yang terdapat dalam lesi yang masih dini sekali, atau yang disertai

anak sebar ke lymfatik servikal yang masih dini. Crysurgery adalah suatu cara untuk

mengambil jaringan yang tidak normal dengan menggunakan pengaruh suhu rendah

yang jauh dibawah nol. Cryosurgery sangat cocok untuk tumor kecil yang terletak

permukaan dan berguna untuk pengobatan pada kelainan premaligna


33
BAB III
PEMBAHASAN

Squamous sel carcinoma atau disebut juga karsinoma sel skuamusa merupakan

kanker yang terjadi pada mulut secara klinis terlihat sebagai plak keratosis, tepi lesi

yang induras, dan keemerahan. karsinoma sel skuamusa merupakan salah satu dari 10

jenis kanker yang paling sering teradi di seluruh dunia, dengan insidensi pada pria 5%

dan wanita 2% karsinoma sel skuamusa pada rongga mulut.

Karsinoma sel skuamosa lidah adalah keganasan intraoral yang paling umum.

Tidak termasuk lesi bibir, itu menyumbang antara 25% dan 40% dari karsinoma rongga

mulut. Ini memiliki kecenderungan yang pasti untuk pria di dekade keenam, ketujuh,

dan kedelapan. Namun, lesi jarang ditemukan pada usia yang sangat muda. Lesi ini

sering menunjukkan perilaku agresif. Ulseratif Karsinoma lingual biasanya

asimtomatik. Pada tahap selanjutnya, saat invasi dalam terjadi, nyeri atau disfagia

mungkin merupakan keluhan pasien yang menonjol. Mirip dengan kanker mulut

lainnya, kanker ini hadir dalam salah satu dari empat cara: sebagai ulkus yang tidak

dapat sembuh dan tidak dapat disembuhkan; sebagai lesi merah; sebagai lesi putih; atau

sebagai lesi merah-putih.

Perokok berat mempunyai resiko terserang tumor ganas rongga mulut enam kali

lebih tinggi dari pada mereka yang tidak merokok Kurang lebih terdapat 2000 macam

zat kimia dalam tembakau, 20 diantaranya terbukti merupakan karsinogen. Terdapat

hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi alkohol dengan tumor ganas rongga mulut.

34
35

Peminum kuat mempunyai resiko terserang tumor ini sepuluh kali lebih besar, dan

peningkatan konsumsi alcohol berhubungan dengan meningkatnya resiko terserang

tumor ganas rongga mulut (Wynde Bross,1976). Individu yang meminum sejumlah

besar alcohol biasanya juga perokok berat, hal ini akan mempengaruhi tuerjadinya

tumor ganas rongga mulut. Kombinasi konsumsi alkohol dan termbakau mendorong

terjadinya tumor ganas ini, 15 tahun lebih awal dari pada individu yang tidak

mengkonsumsi alkohol maupun tembakau.


36
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Carsinoma cel skuamosa didefinisikan sebagai "neoplasma epitel ganas yang

menunjukkan diferensiasi skuamosa yang ditandai dengan pembentukan keratin dan

atau adanya jembatan antar sel. Carsinoma cel skuamosa tidak disebabkan oleh satu

factor saja melainkan multifactorial. Dalam menegakkan diagnosa carsinoma cel

squamous dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan penunjang sitology, biopsy

dan untuk penatalaksanaan sendiri dapat dilakukan dengan Pembedahan, Terapi

Radiasi, Kemoterapi dan Terapi Kombinasi.

37
38
DAFTAR PUSTAKA

Bartek J, Lukas J, Bartkova J: Perspective: defects in cell cycle control and cancer, J
Pathol 187:95–99, 1999.
Begum S, Westra WH: Basaloid squamous cell carcinoma of the head and neck is a
mixed variant that can be further resolved by HPV status, Am J Surg Pathol
32:1044–1050, 2009.
Bernier J, Bentzen SM: Altered fractionation and combined radio-chemotherapy
approaches: pioneering new opportunities in head and neck oncology, Eur J
Oncol 39(5):560-571, 2003.
Browman GP, Hodson D, MacKenzie RW et al: Choosing a concomitant chemotherapy
and radiotherapy regimen for squamous cell head and neck cancer: a systematic
review of the published literature with subgroup analysis, Head Neck 23:579–589,
2001.
Carlson ER, Cheung A, Smith B et al: Neck dissections for oral/head and neck cancer, J
Oral Maxillofac Surg 64:4–11, 2006.
Chu PG, Weiss LM: Keratin expression in human tissues and neoplasms,
Histopathology 40:403–439, 2002.
Chung CH, Zhang Q, Kong CS et al: p16 protein expression and human papillomavirus
status as prognostic biomarkers of nonoropharyngeal head and neck squamous cell
carcinoma, J Clin Oncol 32(35):3930–3938, Dec 10, 2014.
Daley TD, Lovas JG, Peters E et al: Salivary gland duct involvement in oral epithelial
dysplasia and squamous cell carcinoma, Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Radiol Endod 81:186–192, 1996.
Epstein JB, Schubert MM: Oropharyngeal mucositis in cancer therapy. Review of
pathogenesis, diagnosis, and management, Oncology (Williston Park)
17(12):1767–1779, 2003.
Fakhry C, Westra WH, Li S et al: Improved survival of patients with human papilloma
positive head and neck squamous cell carcinoma in a prospective clinical trial, J Na

Manullang K.,2001,” Deteksi dini keganasan dalam rongga mulut “,Majalah


PABMI,Edisi Khusus April,69 - 81
Silverman.s, 1981. Diagnosis . Dalam : Silverman.S. Oral Cancer. New York :
American Cancer Society.
34 : 45-48.
Regezi, Sciubba, Jordan. Elsevier Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations,
Seventh edition. CHAPTER 2: 55-69.2017

39
40

sri sofhia wahyuni, widodo ario kentjono diagnosis dan penatalaksanaan karsinoma
lidah. fakultas kedokteran universitas airlangga-rsud dr. soetomo surabaya jurnal
tht-kl.vol. 5, no.1, januari – april 2012, hlm. 44 – 61
William G. Shafer, Maynard K. Hine and Barnet M. Levy is published by an
arrangement with Elsevier Inc Shafer’s Textbook of Oral Pathology, 7/e
Rajendran and Sivapathasundharam This adaptation of Textbook of Oral
Pathology, 4/e by chapter 2 benign and malignant tumors of the oral cavity
hal:103-113. 2012

Anda mungkin juga menyukai