Anda di halaman 1dari 16

MANIFESTASI PENYAKIT SISTEMIK PADA

RONGGA MULUT

PUTU DENDE ARI SANTI SAVITRI


1806122010070

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Manifestasi Penyakit Sistemik Pada Rongga Mulut” ini tepat pada
waktunya. Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan
maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan laporan ini

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan
dan kedokteran gigi.

Denpasar, April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR ..........................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................3
2.1 Penyakit sistemik .......................................................................................3
2.1.1. Penyakit Kardiovaskular ..................................................................3
2.1.2. Pernapasan........................................................................................5
2.1.3. Endokrin...........................................................................................6
2.1.4. Hematologi.......................................................................................7
2.1.5. AIDS.................................................................................................9
2.2. Manifestasi Penyakit Sistemik Pada Rongga Mulut...................................9
2.2.1. Penyakit Kardiovaskular ..................................................................9
2.2.2. Pernapasan........................................................................................10
2.2.3. Endokrin...........................................................................................10
2.2.4. Hematologi.......................................................................................10
2.2.5. AIDS.................................................................................................11
BAB III SIMPULAN ........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kondisi gigi dan mulut dapat mencerminkan kondisi tubuh manusia.


Penyakit pada gigi dan rongga mulut dapat menyebabkan atau disebabkan oleh
penyakit sistemik, sehingga seorang dokter gigi harus mampu untuk berpikir
secara sistemik dan menyeluruh apakah gejala dan tanda yang ada pada daerah
rongga mulut memiliki hubungan dengan keberadaan suatu penyakit sistemik.

Penyakit sistemik merupakan gejala penyakit yang berkaitan dengan


adanya kelainan kondisi sistem metabolisme tubuh manusia. Penyakit sistemik
juga didefinisikan sebagai penyakit yang mempengaruhi seluruh tubuh, tidak
hanya satu organ atau bagian tubuh. Jenis - jenis penyakit sistemik yang banyak
terjadi adalah penyakit kardiovaskular, pernapasan, endokrin, gastrointestinal,
muskuloskeletal, hematologi, ginjal, neurologis, dan kejiwaan (Mignogna dan
Leuci, 2019).

Penyakit atau kelainan sistemik merupakan salah satu faktor risiko


terjadinya kelainan pada gigi dan rongga mulut. Sebaliknya, penyakit pada gigi
dan rongga mulut yang parah dan menyeluruh juga dapat berperan dalam
perkembangan suatu penyakit sistemik tertentu. Penyakit sistemik yang dapat
menimbulkan manifestasi pada gigi dan rongga mulut antara lain Diabetes
mellitus, Penyakit kardiovaskular, Hipertensi, AIDS, Iron deficiency (ID)
(Prayudha dkk, 2012).

Pada penelitian yang dilakukan di Indonesia pada tahun 2017 didapatkan


bahwa 63,89% pasien diabetes mellitus memiliki keluhan bau mulut dan gigi
goyang sehingga tidak nyaman saat mengunyah (Sari dkk, 2017). Pada pasien
Iron deficiency (ID) manifestasi pada mulut yang sering terjadi adalah
angular cheilitis (58%), glossitis (42%), mukosa mulut pucat (33%),
kandidiasis mulut (25%), stomatitis apthous recurrent (8%),
erythematous mucositis (8%), dan burning mouth syndrome (8%) (Mersil
dkk, 2017). Pada penderita HIV/AIDS, sekitar 60% penderita infeksi AIDS
memiliki manifestasi oral. Manifestasi oral yang tampak pada rongga
mulut dapat berupa angular cheilitis (AC) (Nugraha dkk, 2015).
2

Mengetahui keberadaan kelainan atau penyakit sistemik sangat


penting bagi seorang dokter gigi, guna mengantisipasi reaksi yang tidak
diinginkan saat pemberian obat ataupun penanganan pada penyakit gigi
dan mulut serta menentukan komplikasi yang dapat terjadi.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik membuat tinjauan


pustaka yang membahas lebih lanjut mengenai penyakit sistemik dan
manifestasi penyakit sistemik yang dapat terjadi pada gigi dan rongga
mulut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

.1 Penyakit sistemik

Penyakit sistemik merupakan gejala penyakit yang berkaitan


dengan adanya kelainan kondisi sistem metabolisme tubuh manusia.
Penyakit sistemik juga didefinisikan sebagai penyakit yang
mempengaruhi seluruh tubuh, tidak hanya satu organ atau bagian tubuh.
Jenis - jenis penyakit sistemik yang banyak terjadi adalah penyakit
kardiovaskular, pernapasan, endokrin, gastrointestinal, muskuloskeletal,
hematologi, ginjal, neurologis, dan kejiwaan (Mignogna dan Leuci, 2019).

24.1 Penyakit Kardiovaskular

Sistem kardiovaskuler memiliki fungsi mengalirkan darah ke


seluruh tubuh. Apabila terdapat gangguan pada jantung dan pembuluh
darah akan menyebabkan sirkulasi darah di tubuh dapat terganggu dan
dapat menyebabkan timbulnya penyakit kardiovaskular. Berikut adalah
contoh penyakit kardiovaskuler :

a. Penyakit Jantung Iskemik

Penyakit jantung iskemik atau penyakit arteri coroner merupakan


penyakit yang ditandai dengan berkurangnya pasokan darah ke jantung.
Penyakit ini merupakan penyebab paling umum kematian di seluruh
dunia, namun banyak juga pasien yang bertahan hidup dari infark miokard
akut (MI), serta banyak orang dewasa hidup dengan gejala yang tidak
stabil seperti angina pektoris atau gagal jantung iskemik (Mignogna dan
Leuci, 2019).

Iskemia merupakan suatu kondisi dimana aliran darah yang


membawa oksigen tidak dapat dialirkan ke bagian tubuh, dalam hal ini
otot jantung dan arteri. Iskemia miokard merupakan konsekuensi dari
berkurangnya aliran darah di arteri koroner karena kombinasi
penyempitan pembuluh darah yang tetap dan tonus pembuluh darah
4

abnormal sebagai akibat aterosklerosis dan disfungsi endotel (Mignogna


dan Leuci, 2019).

Faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik


antara lain hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, merokok, gaya hidup, dan
diet. Selain itu faktor lain yang juga dapat meningkatkan risiko penyakit
jantung iskemik yaitu jenis kelamin, sindrom metabolik, gangguan terkait
kehamilan, gangguan autoimun, apnea tidur, penyakit ginjal kronis, faktor
psikososial seperti depresi, kecemasan, status sosial ekonomi rendah, dan
stres kerja dan pernikahan (Mignogna dan Leuci, 2019).

b. Penyakit Jantung Bawaan

Penyakit jantung bawaan adalah suatu kelainan struktural pada


jantung atau pembuluh darah besar yang telah dimiliki sejak lahir. Hal ini
akan memengaruhi kerja jantung. Penyakit jantung bawaan mempengaruhi
hampir 1% dari 40.000 kelahiran per tahun di Amerika Serikat. Jenis
cacat jantung yang paling umum adalah defek septum ventrikel. Kelainan
kromosom tertentu, seperti trisomi 21, trisomi 18, trisomi 13, dan
monosomi X (sindrom Turner) dikatakan juga terkait dengan penyakit
jantung bawaan. Sekitar 8-12% penyakit jantung bawaan dikaitkan dengan
faktor lingkungan selama kehamilan, seperti konsumsi alkohol, infeksi
rubela, konsumsi hidantoin dan thalidomide, dan diabetes yang tidak
terkontrol. Komplikasi umum penyakit jantung bawaan adalah gagal
jantung, aritmia, endokarditis, hipertensi arteri paru, dan kejadian
trombotik. Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan ke dalam
sianosis dan asianosis tergantung pada apakah pasien secara klinis
menunjukkan gejala sianosis (Mignogna dan Leuci, 2019).

Defek asianosis dapat dibagi menjadi lesi obstruktif ( pulmonary


stenosis, stenosis aorta, coarctation of the aorta) dan lesi left-to-right
shunt (defek septum atrium, defek septum ventrikel, paten ductus
arteriosus). Defek sianotis dipengaruhi oleh right-to-left shunt (Tetralogy
of Fallot, transposisi arteri besar, tricuspid atresia) (Mignogna dan Leuci,
2019).
5

c. Hipertensi

Hipertensi disebut juga sebagai tekanan darah tinggi merupakan


suatu kondisi medis dimana tekanan darah tinggi yang berkesinambungan.
Menurut JNC-7 (Joint National Comitte) hipertensi merupakan kenaikan
tekanan darah arteri yang tetap, yang mengakibatkan suplai oksigen dan
nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh
(Green, 2003).

Klasifikasi tekanan darah orang dewasa sesuai JNC 7

Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)


Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120–139 atau 80-89
Hipertensi Stadium 1 140–159 atau 90-99
Hipertensi Stadium 2 ≥160 atau ≥100

Hipertensi dapat dibedakan menjadi (Green, 2003):

a) Hipertensi esensial (hipertensi primer) merupakan hipertensi yang


tidak atau belum diketahui penyebabnya. Hipertensi primer
mengakibatkan perubahan pada jantung dan pembuluh darah.
b) Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh
adanya penyakit lain dan biasanya penyebabnya sudah diketahui,
seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, atau pemakaian obat
tertentu.

24.2 Pernapasan

Klasifikasi sederhana penyakit pada sistem pernapasan meliputi


tiga jenis (Mignogna dan Leuci, 2019):

1. Obstruktif

Obstruktif adalah suatu keadaan dimana terdapat hambatan aliran


udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran napas. Misalnya
pada penyakit asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
6

Asma merupakan jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada


saluran pernapasan yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan
saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit bernapas. Selain sulit
bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri
dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan
usia, baik muda atau tua. Sedangkan, penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) adalah penyakit peradangan pada paru yang berkembang dalam
jangka waktu panjang. Penyakit ini menghalangi aliran udara dari paru-
paru karena adanya pembengkakan dan lendir atau dahak, sehingga
penderitanya sulit bernapas. Sebagian besar pederita PPOK adalah orang-
orang yang berusia paruh baya dan perokok.

2. Restriktif

Restriktif adalah adanya gangguan pada pengembangan paru.


Restriktif dibedakan menjadi intrinsik (penyakit fibrotik idiopatik,
penyakit jaringan ikat, penyakit paru-paru yang diinduksi obat,
sarkoidosis) dan ekstrinsik (gangguan neuromuskuler, penyakit non-otot
pada dinding dada).

3. Perfusi

Perfusi adalah proses dimana darah deoksigenasi mengalir ke paru


dan mengalami reoksigenasi atau dapat dikatakan sebagai sirkulasi darah
di dalam pembuluh kapiler paru. Gangguan perfusi misalnya pada
tromboemboli paru dan hipertensi paru.

24.3 Endokrin

Sistem endokrin adalah jaringan kelenjar yang memproduksi dan


melepaskan hormon yang membantu mengendalikan banyak fungsi tubuh
yang penting seperti pertumbuhan dan perkembangan, metabolisme,
reproduksi, dan suasana hati. Kelenjar utama sistem endokrin adalah
hipotalamus, hipofisis, tiroid, paratiroid, adrenal, tubuh pineal, dan organ
reproduksi (ovarium dan testis). Pankreas juga merupakan bagian dari
sistem ini yang memiliki peran dalam produksi hormon pencernaan.
7

Kelompok kelenjar kompleks ini berkomunikasi melalui banyak


mekanisme umpan balik yang memastikan keseimbangan hormon dalam
tubuh. Gangguan endokrin yang umum terjadi contohnya diabetes mellitus
(Mignogna dan Leuci, 2019).

Diabetes mellitus yang umum dikenal sebagai kencing manis merupakan


penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia atau peningkatan kadar gula darah
yang terus-menerus dan bervariasi, terutama pada saat setelah makan. Semua jenis
diabetes mellitus memiliki gejala yang mirip dan komplikasi pada tingkat lanjut.
Hiperglikemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis (Sari dkk,
2017).

Klasifikasi diabetes mellitus (Sari dkk, 2017):

1. DM Tipe I: Defisiensi Insulin absolute akibat dekstruksi sel beta pankreas.


Penyebabnya bisa karena autoimun dan juga idiopatik.
2. DM Tipe 2: disebabkan oleh defek sekresi insulin dan resistensi insulin
(sekitar 80% dari semua pasien diabetes).
3. Diabetes Gestasional : segala bentuk intoleransi terhadap glukosa dengan
onset atau dialami pertama kali pada saat kehamilan.

Gejala khas pada penderita diabetes mellitus adalah Poliuria (sering buang
air kecil), Polidipsi (sering merasakan haus), Polifagia (sering merasakan lapar),
dan berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas. Sedangkan gejala yang
tidak khas pada penderita diabetes mellitus adalah kesemutan pada tangan dan
kaki, gatal di daerah genital, infeksi yang sulit sembuh, bisul yang hilang timbul,
penglihatan kabur, cepat lelah, mudah mengantuk, dan yang lainnya (Sari dkk,
2017).

24.4 Hematologi

Hematologi adalah bidang studi kesehatan yang mempelajari tentang darah


dan gangguan darah yang terjadi. Beberapa penyakit yang diatasi oleh bidang
kedokteran hematologi termasuk anemia, gangguan pembekuan darah, penyakit
infeksi, hemofilia dan leukemia (Mignogna dan Leuci, 2019).
8

Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) di


dalam darah lebih rendah daripada nilai normal untuk kelompok orang menurut
umur dan jenis kelamin. Terdapat enam faktor yang sering menyebabkan kejadian
anemia, pertama adalah rendahnya asupan zat besi dan zat gizi lainnya, yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi makanan sumber zat besi. Zat gizi lain yang
menyebabkan terjadinya anemia adalah kekurangan vitamin A, vitamin C, asam
folat, riboflavin, dan vitamin B12. Kedua, penyerapan zat besi yang rendah,
disebabkan komponen penghambat di dalam makanan seperti fitat. Ketiga,
malaria terutama pada anak-anak dan wanita hamil. Keempat, parasit seperti
cacing (hookworm) dan lainnya (skistosomiasis). Kelima, infeksi akibat penyakit
kronis maupun sistemik (misalnya: HIV/AIDS). Keenam, gangguan genetik
seperti hemoglobinopati dan sickle cell trait (Mignogna dan Leuci, 2019).

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan oleh


keadaan menurunnya total kandungan zat besi tubuh induvidu dibawah dari
normal. ADB dibedakan menjadi 3 stadium :

a. Stadium I
Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi di dalam depot. Keadaan ini
dinamakan stadium deplesi besi. Pada stadium ini baik kadar besi di dalam
serum maupun kadar hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot
dapat ditentukan dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sumsum
tulang. Disamping itu kadar feritin/saturasi transferin di dalam serumpun
dapat mencerminkan kadar besi di dalam depot.
b. Stadium II
Mulai timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di dalam serum
mulai menurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih normal.
Keadaan ini disebut stadium defisiensi besi.
c. Stadium III
Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai oleh
penurunan kadar hemoglobin MCV, MCH, MCHC disamping penurunan
kadar feritin dan kadar besi di dalam serum.
9

Gejala yang dapat terjadi pada pasien ADB adalah mudah lelah dan
lemah, nafsu makan menurun (terutama pada bayi dan anak-anak), nyeri dada,
detak jantung menjadi cepat, sesak napas, pucat, pusing atau pening, kaki dan
tangan dingin, esemutan pada kaki, lidah bengkak atau terasa sakit, makanan
terasa aneh, telinga berdengung, kuku menjadi rapuh atau gampang patah, rambut
mudah patah atau rontok, mengalami kesulitan dalam menelan (disfagia), luka
terbuka di ujung mulut, restless leg syndrome (tungkai yang bergerak tidak
terkontrol saat berbaring atau tidur) (Abdulsalam dan Daniel, 2016).

24.5 AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala
atau infeksi yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV
menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga menyebabkan penurunan daya tahan
tubuh penderita. Pada penderita AIDS, penurunan kemampuan sistem kekebalan
tubuh berkaitan erat dengan tingkat kejadian infeksi oportunistik. AIDS adalah
stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya (Sumintarti dan Rasdiana, 2014).

Sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menangani HIV dan AIDS.
Akan tetapi, model terapi anti retrovirus (ARV) seperti Highly Active Anti
Retroviral Theraphy (HAART) tetap dikembangkan untuk memperlambat
perkembangan penyakit tersebut, dan dapat meningkatkan harapan hidup
penderita (Sumintarti dan Rasdiana, 2014).

2.2.2. Manifestasi Penyakit Sistemik Pada Rongga Mulut

Penyakit sistemik dapat menimbulkan manifestasi pada gigi dan


rongga mulut, berikut beberapa penyakit sistemik yang dapat
menimbulkan manifestasi pada gigi dan rongga mulut :

2.2.4.1. Penyakit Kardiovaskular

Nyeri di daerah orofasial dapat terjadi selama Infark miokard dan


digambarkan sebagai sensasi seperti "tekanan" dan / atau "terbakar".
Nyeri ini dapat terjadi pada tenggorokan, rahang, sendi
temporomandibular, telinga, dan gigi molar mandibula. Selama infark
10

terjadi, bibir, lidah, dan selaput lendir pasien dapat berwarna biru akibat
terjadinya sianosis sentral (Mignogna dan Leuci, 2019).

2.2.2. Penyakit Pernapasan

Hubungan asma dengan kondisi mulut seperti karies gigi, erosi


gigi, penyakit periodontal, dan kandidosis oral telah menjadi bahan
perdebatan sejak lama, yang diperkirakan oleh karena peran lingkungan
mulut yang asam akibat penggunaan obat asma. Pasien dengan PPOK
dapat mengalami keluhan mulut kering. Sedangkan, pasien sleep apnea
dengan penggunaan alat oral biasanya mengeluhkan nyeri rahang dan
perubahan oklusal (Mignogna dan Leuci, 2019).

2.2.2.3 Endokrin

Pigmentasi melanotik oral dan peri-oral dapat terjadi pada penyakit


Addison. Menopause dikaitkan dengan keluhan berkurangnya air liur,
atrofi mukosa, disestesia oral, dan dysgeusia, sementara pasien yang
hamil mengalami peningkatan insiden granuloma sel raksasa perifer oral,
angiogranuloma, dan penyakit periodontal. Lesi lichenoid oral dapat
dilihat pada pasien dengan tiroiditis Hashimoto, dan pasien dengan
diabetes, terutama diabetes yang tidak terkontrol, dapat hadir dengan
atrofi mukosa dan kandidosis oral. Manifestasi rongga mulut lainnya pada
penderita diabetes antara lain penyakit gusi yang semakin luas, gingivitis,
periodontitis, kehilangan gigi, luka sulit sembuh, infeksi, lichen planus, sakit pada
lidah, mulut kering/xerostomia, mulut terasa terbakar, ulserasi mukosa, cheilosis
angularis (Mignogna dan Leuci, 2019).

2.2.4 Hematologi

Pasien dengan anemia dapat mengalami atrofi mukosa oral dan


peningkatan risiko berkembangnya kandidosis oral. Pembesaran gingiva,
ulserasi, perdarahan oral spontan, dan adanya bula hemoragik dapat
dilihat pada pasien dengan leukemia. Limfoma dapat menimbulkan
manifestasi dalam rongga mulut berupa lesi proliferatif terisolasi atau
multipel dengan atau tanpa nekrosis dan ulserasi dan dapat terjadi pada
11

tulang atau jaringan lunak. Graft versus host disease seringkali


merupakan komplikasi dari transplantasi sumsum tulang dengan
penampakan lesi lichenoid secara oral, plak hiperkeratotik, ulserasi
mukosa, dan disfungsi kelenjar saliva (Mignogna dan Leuci, 2019) .

2.2.5 AIDS

Kesehatan rongga mulut merupakan komponen yang penting dalam


menilai status kesehatan secara keseluruhan pada penderita AIDS.
Peranan dokter gigi dalam membantu mendiagnosis penyakit AIDS adalah
sangat penting, karena manifestasi di mulut dapat merupakan tanda awal
dari infeksi HIV seperti pada banyak penyakit sistemik lainnya. Lesi
rongga mulut yang berkaitan dengan AIDS yang paling umum ditemukan
adalah kandidiasis oral. Kandidiasis oral disebabkan oleh pertumbuhan
jamur Candida, yang umumnya Candida albicans, meskipun demikian
spesies Candida non-albicans juga dapat ditemukan. Berdasarkan
gambaran klinisnya, kandidiasis oral dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu
kandidiasis eritematous atau atropik, kandidiasis pseudomembran,
kandidiasis hiperplastik atau kronis, dan angular cheilitis (Sumintarti dan
Rasdiana, 2014).
BAB III
SIMPULAN

Kondisi gigi dan mulut dapat mencerminkan kondisi tubuh manusia.


Penyakit pada gigi dan rongga mulut dapat menyebabkan atau disebabkan oleh
penyakit sistemik. Penyakit sistemik merupakan gejala penyakit yang berkaitan
dengan adanya kelainan kondisi sistem metabolisme tubuh manusia yang
mempengaruhi seluruh tubuh. Beberapa penyakit sistemik yang dapat
menimbulkan manifestasi pada gigi dan rongga mulut antara lain penyakit
kardiovaskular, penyakit pernapasan, penyakit endokrin, penyakit hematologi dan
AIDS. Mengetahui keberadaan kelainan atau penyakit sistemik sangat
penting bagi seorang dokter gigi, guna mengantisipasi reaksi yang tidak
diinginkan saat pemberian obat ataupun penanganan pada penyakit gigi
dan mulut serta menentukan komplikasi yang dapat terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulsalam, M. and Daniel, A. (2016) ‘Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan


Anemia Defisiensi Besi’, Sari Pediatri, 4(2), p. 74. doi:
10.14238/sp4.2.2002.74-7.

Green, L. (2003) ‘The Seventh Report of the Joint National Committee on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure’,
American Family Physician, 68(2).

Mersil, S. and Pradono, S. A. (2017) ‘Manifestasi Klinis Rongga Mulut Sebagai


Penanda Awal Penyakit Iron Deficiency Anemia (Ida)’, Jurnal Ilmiah dan
Teknologi Kedokteran Gigi, 13(2), p. 1. doi: 10.32509/jitekgi.v13i2.842.

Mignogna, M. D. and Leuci, S. (2019) Interface Between Oral and Systemic


Disease, Contemporary Oral Medicine. doi: 10.1007/978-3-319-72303-7_9.

Nugraha, A. P. et al. (2015) ‘Profil Angular Cheilitis pada penderita HIV / AIDS
di UPIPI RSUD Dr . Soetomo Surabaya 2014 oleh Komite Etik Penelitian
Kesehatan RSUD Dr’, Maj Ked Gi Ind., 1(1), pp. 12–20.

Prayudha, S. A. E. et al. (2012) ‘Kandisiasis Mulut sebagai Indikator Penyakit


Sistemik’, Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, p. 162. doi:
10.22146/majkedgiind.15542.

Sari, R. et al. (2017) ‘Prevalensi periodontitis pada pasien diabetes mellitus (Studi
observasional di poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito)’, Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia, 3(2), p. 98. doi: 10.22146/majkedgiind.11241.

Sumintarti, S. and S, A. R. (2014) ‘Manifestasi klinis tipe kandidiasis oral pada


penderita AIDS di Rumah Sakit Dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar
(Clinical manifestations of oral candidiasis types in AIDS patients at Dr
Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar)’, Journal of Dentomaxillofacial
Science, 13(3), p. 186. doi: 10.15562/jdmfs.v13i3.413.

Anda mungkin juga menyukai