Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENYAKIT SISTEMIK YANG BERMANIFESTASI DALAM MULUT

MATA KULIAH :
Ilmu Penyakit Gigi Dan Mulut

DOSEN PENGAMPUH :
Drg. Vega R. Fione, M.Kes
NIP : 197102012000122005

DISUSUN OLEH :
Sri Sintia Bukoting
NIM : 711240216050

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO


JURUSAN KESEHATAN GIGI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya, tugas makalah tentang penyakit
sistemik yang bermanifestasi dalam mulut dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan sumber-sumber yang berkaitan dengan
materi. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna. Untuk itu diharapkan
berbagai masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaannya. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat membawa manfaat untuk pembaca.

Manado, 22 Desember 2021

i
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................................3
2.1 Pengertian Kesehatan Gigi Dan Mulut.............................................................................3
2.2 Pengertian Penyakit Sistemik............................................................................................3
BAB 3 PENUTUP.........................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi kualitas hidup karena merupakan bagian
yang terintegrasi dengan kesehatan tubuh lainnya secara sistemik (Kemenkes RI, 2014).
Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011 memperlihatkan penyakit jaringan pulpa dan
periapikal termasuk sepuluh penyakit terbanyak di Indonesia. Prevalensi karies dan penyakit
periodontal yang tinggi di masyarakat menimbulkan dampak yang besar. Rasa sakit akibat
karies dan penyakit periodontal dapat menyebabkan keterbatasan fisik dan ketidaknyamanan
psikis sehingga menimbulkan gangguan fungsi yang akhirnya menyebabkan berkurangnya
kualitas hidup individu (Kemenkes RI, 2012).
Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor risiko bagi penyakit lain walaupun tidak
menyebabkan kematian secara langsung seperti tonsilitis, faringitis, otitis media, bakteremia,
toksemia. Penyakit gigi dan mulut disebut juga sebagai fokal infeksi karena berhubungan
dengan berbagai penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan penyakit jantung. Penyakit
gigi dan mulut juga dapat menyebabkan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan berhubungan
dengan manifestasi penyakit sistemik di oral seperti HIV/AIDS (Kemenkes RI, 2012).
Pengeluaran untuk pembiayaan sistem kesehatan dapat ditekan dengan menurunkan insidensi
dan prevalensi penyakit periodontal karena adanya hubungan antara penyakit periodontal
dengan penyakit sistemik (Nazir, 2017).
Penyakit sistemik dapat bermanifestasi pada rongga mulut sehingga menyebabkan
penyakit mulut. Penyakit gigi dan mulut juga dapat menjadi salah satu faktor resiko adanya
penyakit sistemik (Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian RI, 2012).
Menurut penelitian Sun et al (2013) terdapat 35% pasien dengan penyakit sistemik yang
menimbulkan salah satu manifestasi rongga mulut yaitu burning mouth syndrome. Hal inilah
yang mendasari adanya program global goals WHO 2020 yaitu meminimalkan dampak dari
penyakit mulut dan kraniofasial dengan meningkatkan upaya promotif dan mengurangi
dampak penyakit sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut yaitu dengan melakukan dan
mengetahui diagnosa dini, pencegahan, serta manajemen yang efektif untuk penyakit
sistemik (Hobdell et al., 2003).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan gigi dan mulut ?
2. Apa saja penyakit sistemik yang bermanifestasi di dalam mulut ?

1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui tentang kesehatan gigi dan mulut.
2. Agar mengetahui tentang penyakit sistemik yang bermanifestasi di dalam mulut.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesehatan Gigi Dan Mulut


Kesehatan gigi atau sering disebut dengan kesehatan rongga mulut adalah keadaan rongga
mulut, termasuk gigi geligi dan struktur jaringan pendukungnya bebas dari penyakit dan rasa
sakit, berfungsi secara optimal, yang akan menjadikan percaya diri serta hubungan
interpersonal dalam tingkatan paling tinggi (Sriyono, 2009).
Kesehatan gigi merupakan salah satu aspek dari seluruh kesehatan yang merupakan hasil
dari interaksi antara kondisi fisik, mental, dan sosial. Aspek fisik yaitu keadaan kebersihan
gigi dan mulut, bentuk gigi, dan air liur yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut.
Kebersihan gigi dan mulut adalah keadaan gigi geligi yang berada di dalam rongga mulut
dalam keadaan bersih bebas dari plak dan kotoran lain yang berada di atas permukaan gigi
seperti debris, karang gigi, dan sisa makanan (Setyaningsih, 2007).

2.2 Pengertian Penyakit Sistemik


A. Penyakit – Penyakit Darah
1. Anemia
Anemia defisiensi besi adalah penyakit darah yang paling umum. Manifestasi
pada rongga mulut berupa atropik glossitis, mukosa pucat, dan angular cheilitis.
Atropik glossitis, hilangnya papila lidah, menyebabkan lidah lunak dan kemerahan
yang menyerupai migratori glossitis. Migratori glossitis, dikenal juga dengan sebutan
geographic tongue, merupakan suatu kondisi lidah yang tidak diketahui penyebabnya
yang mempengaruhi 1-2% populasi. Hal tersebut mengakibatkan lesi kemerahan,
non- indurasi, atropik dan dibatasi dengan sedikit peninggian pada lidah, pinggir yang
nyata dengan warna yang bermacam-macam dari abu-abu sampai putih.
2. Leukimia
Komplikasi oral leukimia sering berupa hipertrofi gingiva, petechie, ekimosis,
(3)
ulkus mucosa dan hemoragik . Keluhan yang jarang berupa neuropati nervus
(4)
mentalis, yang dikenal dengan ”numb chin syndrome” . Ulserasi palatum dan
nekrosis dapat menjadi pertanda adanya mucormycosis cavum nasalis dan sinus

3
(5)
paranasalis . Enam belas persen dan 7% anak dengan leukimia akut dilaporkan
(6)
mengalami gingivitis dan mucositis . Infeksi bakterial rongga mulut, yang dapat
menjadi sumber septisemia, merupakan hal yang sering dan harus segera dideteksi
dan diobati secara agresif.
3. Multiple Myeloma (MM)
Bila MM melibatkan rongga mulut, biasanya berupa manifestasi sekunder pada

rahang, terutama mandibula, yang dapat mengakibatkan pembengkakan rahang, nyeri,


(7)
bebal, gigi goyah, fraktur patologik . Punched out lesions pada tengkorak dan

rahang merupakan gambaran radiografik yang khas. Insidensi keterlibatan rahang


(8)
pada MM sekitar 15 % . Karena MM mengakibatkan immunosupresi, maka timbul

beberapa infeksi seperti oral hairy leukoplakia dan candidiasis (9). Timbunan amyloid

pada lidah menyebabkan macroglossia (10).

B. Penyakit Rheumatologik
1. Sjogren’s Syndrome
Pasien Sjogren’s syndrome (SS) sering mengalami xerostomia dan pembengkakan
(11)
kelenjar parotis . SS sering dihubungkan dengan arthritis reumatoid. Pada suatu
(12)
penelitian , 88% pasien dengan SS mengalami abnormalitas aliran ludah pada
submandibular/sublingual, dan 55% mengalami abnormalitas aliran kelenjar parotis.
Pembengkakan kelenjar parotis atau kelenjar submandibular ditemukan pada 35%
pasien SS. Xerostomia dapat dihubungkan dengan fissure tongue, depapilasi dan
kemerahan yang terdapat pada lidah, cheilitis, dan candidiasi.
2. Scleroderma (Sclerosis Sistemtik Progresif)
Scleroderma merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya sklerosis

difus dari kulit, saluran gastrointestinal, otot jantung, paru-paru dan ginjal. Bibir

pasien scleroderma tampak berkerut karena konstriksi mulut, menyebabkan kesulitan

membuka mulut. Fungsi stomatognatik termasuk mulut dan rahang juga mengalami

kesulitan. Fibrosis esophageal menyebakan hipotensi sphincter esophageal bawah dan

4
(14)
gastroesophageal reflux, terjadi pada 75% pasien scleroderma . Disfagia dan rasa

terbakar termasuk gejalanya. Mukosa mulut tampak pucat dan kaku. Telangietacsias

multiple dapat terjadi. Lidah dapat kehilangan mobilitasnya dan menjadi halus seperti

rugae palatal yang menjadi datar. Fungsi glandula saliva dapat menurun walaupun

tidak separah Sjogren’s syndrome. Ligamen periodontal sering tampak menebal pada

gambaran radiografik.

3. Lupus Erythematosus (LE)

Lupus erythematosus terbagi menjadi discoid lupus erythematosus (DLE) dan

sistemik lupus erythematosus (SLE). Lesi-lesi mulut terjadi pada 25-50% pasien DLE
(15)
dibandingkan dengan 7-26% pasien SLE . Pada DLE, lesi ini biasanya mulai

tampak sebagai area keputihan irregular yang kemudian meluas kearah perife. Setelah

lesi ini meluas, bagian tengah daerah ini menjadi merah dan menjadi ulcer sedangkan

bagian tepi meninggi dan hyperkeratotik. Lesi mulut lichen planus mirip lesi mulut
(16)
pada DLE baik secara klinis maupun histologi . Kriteria histologik yang jelas harus

dilakukan untuk membedakan keduanya.

4. Arthritis Rheumatoid

Sendi Temporomandibular (TMJ) sering terlibat dalam arthritis rheumatoid. Hal

ini sering dicirikan dengan erosi pada condylus yang mengakibatkan berkurangnya

gerakan mandibula dan disertai nyeri ketika digerakkan. Mulut kering dan

pembengkakan kelenjar ludah dapat juga ditemukan pada pasien arthritis rheumatoid
(18)
. Pada pasien-pasien tersebut dapat juga timbul SS sekunder. Fungsi rahang yang

menurun penting untuk dilakukan rekonstruksi TMJ segera setelah penyakit

5
utamanya terkontrol. Sendi prosthetik dapat menjadi solusi sementara pada pasien

tersebut.

6
C. Penyakit Onkologi

1. Kanker Metastase

Lesi merah muda pucat sampai merah diatas dapat menjadi besar dan dapat terjadi

pada semua umur (insidensi puncak pada umur 20 th). Tumor pyogenik atau

”pregnancy tumor”  yang mempunyai kecenderungan berdarah, juga dapat terjadi

pada attached gingiva. Lesi ini biasanya kecil (diameter kurang dari 1cm), merah, dan

berulserasi. Lesi lain yang juga kecil, berbatas tegas, bermassa padat merah gelap,

sessile atau pedunculated pada attached gingiva adalah granuloma giant cell perifer
(20)
. Sebagai kesimpulan, penting untuk mengetahui macam-macam tumor yang

bermetastase ke rongga mulut.

2. Histiocytosis Sel Langerhans (Histiocytosis X)

Histiocytosis sel Langerhans (HSL) mewakili spectrum ganguan klinik dari yang

sangat agresive dan penyakit mirip leukemia parah pada bayi sampai lesi soliter pada
(21)
tulang . Hilangnya tulang alveolar pada anak-anak dengan eksfoliasi prekok gigi

susu harus diduga adanya HSL. HSL dapat juga terjadi pada usia remaja dan dewasa.

Dari tulang-tulang rahang, mandibula yang paling sering terlibat.

D. Kelainan Endokrin

1. Diabetes Melitus (DM)

Telah ditemukan bahwa terdapat insidensi yang tinggi karies gigi pada pasien

dengan DM yang tidak terkontrol. Hal ini dihubungkan dengan tingginya level

glukosa saliva dan cairan krevikuler. Penyembuhan luka yang tidak sempurna,

xerostomia yang diikuti dengan penimbunan plak dan sisa makanan, kerentanan

7
terhadap infeksi, dan hiperplasi attached gingiva, semua memberi kontribusi

meningkatnya insidensi penyakit periodontal pada pasien diabetes (23).

2. Hypoparatiroidisme

Penurunan sekresi hormon paratiroid (PTH) dapat terjadi setelah pengambilan

glandula paratiroid, begitu juga destruksi autoimun terhadap glandula paratiroid.

Sindrom-sindrom yang jarang, seperti Digeorge Syndrome dan Endocrine-

candidiasis syndrome sering dihubungkan dengan keadaan ini. Hipocalcemia terjadi


(24)
mengikuti turunnya hormon paratiroid . Chvostek sign, tanda khas hipokalsemia,

dicirikan dengan berkedutnya bibir atas bila nervus facialis diketuk tepat dibawah

proccesus zygomaticus.

3. Hyperparatiroidisme

Dengan menetapnya penyakit, lesi tulang lainnya muncul, seperti hiperparatiroid

”brown tumor”. Nama ini berasal dari warna spesimen jaringan yang mencolok,

biasanya merah tua-coklat akibat perdarahan dan tumpukan hemosiderin dalam

tumor. Gambaran radiografik menunjukkan lesi ini unilokuler atau multiloculer

radiolusen yang berbatas tegas yang biasanya merusak mandibula, clavicula, iga, dan

pelvis.

4. Hypercortisolisme

Hypercortisolisme atau Cushing’s syndrome, berasal dari meningkatnya

glukokortikoid darah yang terus-menerus. Hal ini juga bisa berkaitan dengan terapi

kortikosteroid lain atau produksi berlebih endogen dari glandula adrenal. Horman

adrenokorticotropik (ACTH) yang berlebih dari tumor pituitari juga menyebabkan

8
hipercortisolisme dan penyakit Cushing’s. Penumpukan jaringan lemak di area wajah

dikenal sebagai ”moon facies”.

5. Hypoadrenocortisisme

Hypoadrenocortisisme berasal dari kurangnya produksi horman kortikosteroid

adrenal karena adanya kerusakan cortex adrenal, kondisi ini dikenal sebagai

hypoadrenocortisisme primer atau Addison’s disease. Hal ini biasanya berkaitan

dengan autoimmune, juga dapat disebabkan karena infeksi seperti tuberculosis, tumor

metastase, amyloidosis, sarcoidosis atau hemochromatosis. Hypoadrenocortisisme

sekunder berkembang karena fungsi glandula pituitary yang inadequate.

E. Penyakit Ginjal

1. Uremik Stomatitis

Stomatitis Uremia cukup jarang, hanya sering ditemui pada gagal ginjal kronik

yang tidak terdiagnosis atau tidak terobati. Kerak atau plak yang nyeri sebagian besar

terdistribusi di mukosa bukal, dasar atau dorsal lidah, dan pada dasar rongga mulut.

Angka insidensinya telah menurun seiring dengan tersedianya peralatan dialysis di

banyak rumah sakit. Mekanisme yang diterima yang melatarbelakangi timbulnya

uremik stomatitis yaitu luka pada mukosa dan iritasi kimia akibat senyawa amonia

yang terbentuk dari hidrolisis urea oleh urease saliva. Hal ini terjadi bila konsentrasi
(27)
urea intraoral melebihi 30 mmol/L . Diatesis hemoragik yang berasal dari inhibisi

agregasi platelet dapat juga berperan dalam terjadinya hemoragik lokal, yang

menyebabkan turunnya viabilitas dan vitalitas jaringan yang terkena, yang akhirnya

menyebabkan infeksi bakteri.

9
F. Penyakit Gastrointestinal

1. Chron’s Disease

Secara klinik, pasien tersebut memiliki gejala pembengkakan difus pada satu atau

kedua bibir, dengan angular cheilitis, dan ”cobblestone” pada mukosa buccal dengan

mukosa yang rigid dan hiperplastik. Dapat juga terjadi nyeri ulserasi pada vestibulum

bukal, pembengkakan terlokalisir yang tidak nyeri pada bibir atau wajah, fissure pada
(30)
garis tengah bibir bawah, dan edema erythematos gingiva . Limfonodi servik dapat

menjadi keras dan terpalpasi. Tidak ada hubungan waktu yang langsung antara

intestinal dan lesi rongga mulut.  Lesi rongga mulut telah terbukti mendahului lesi

intestinal selama bertahun-tahun, dan pada beberapa kasus dapat menjadi satu-

satunya manifestasi penyakit Chron’s. Lesi rongga mulut hanya dapat berefek dengan

steroid sistemik.

2. Kolitis Ulseratif

Kolitis Ulseratif telah dihubungkan dengan ulserasi oral destruktif akibat dari
(31)
immunemediated vasculitis . Penyakit ini mirip dengan ulser aphtosa, namun lebih

jarang dari Chron’s Disease. Pyostomatitis vegetans merupakan manifestasi oral dari

colitis ulseratif, berwujud mikroabses intraepitelial multipel tanpa nyeri  dalam garis

lurus atau berkelok-kelok di mukosa lidah, soft palatum, ventral lidah. Pyostomatitis

gangrenosum merupakan varian lain yang cukup hebat dengan ulser yang besar,

destruktif, dan bertahan lama yang menimbulkan jaringan parut yang sangat nyata (32).

10
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit sistemik sering muncul dengan abnormalitas struktur rahang dan rongga mulut.
Pemahaman yang tepat tentang penyakit rongga mulut dapat mendukung pelacakan,
penegakan dianosis dan pengobatan penyakit sistemik yang mendasarinya. Diagnosis yang
tepat penting untuk memulai pengobatan yang benar. Dokter pada pelayanan primer serta
dokter gigi sebaiknya mengetahui masalah tersebut.

11
DAFTAR PUSTAKA

Radhya, G. P. (2019). GAMBARAN BURNING MOUTH SYNDROME PADA PASIEN RAWAT


JALAN DENGAN KONDISI MEDICALLY-COMPROMISED DI RUMAH SAKIT ISLAM
SULTAN AGUNG SEMARANG (Doctoral dissertation, Universitas Islam Sultan Agung).

Rheta, E. (2019). Perbandingan Jumlah dan Jenis Bakteri Asam Laktat Berdasarkan Analisis
Gen 16s-rRNA pada Keadaan Sehat dengan Periodontitis Kronis (Doctoral dissertation,
Universitas Andalas).

DEVY SRI UTARI, N. I. (2020). ANALISIS PILIHAN MAKANAN, ASUPAN ENERGI,


PROTEIN DAN STATUS GIZI REMAJA DI SMP NEGERI 1 PENEBEL (Doctoral
dissertation, Poltekkes Denpasar).

https://id.scribd.com/doc/105871299/Manifestasi-Penyakit-Sistemik-Pada-Rongga-Mulut

12

Anda mungkin juga menyukai