Anda di halaman 1dari 129

PLENARY 3 MODUL 3

OLEH KELOMPOK 5A
ANGGOTA :
IHSIANI NADHIFA
PINGKI RATNASARI
IRFAN H PUTA
FAIZ CHALIDZAR
GUSTIA ANUGRAHWATI
WINDA YULISTIAWATI
RIRIN PUTRINALDI
AMINULLAH A IKHSAN
FIRHOD PURBA
NURUL AHDIAH
SKENARIO
BATUK YANG DIDERITA ADI
Adi, seorang mahasiswa berumur 20 tahun, sudah hampir tiga minggu ini menderita batuk
dengan dahak berwarna kuning, demam, dan pilek. Sejak tiga hari yang lalu suhu tubuhnya makin
tinggi. Ayah Adi sangat khawatir sehingga membawanya ke dokter keluarga. Dari anamnesis oleh
dokter diketahui bahwa Adi sering menderita batuk dan pilek yang hilang timbul. Hasil
pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum Adi baik, napas 20 kali/ menit, nadi 110 kali / menit,
suhu tubuh 38,30 C. Pemeriksaan toraks didapatkan adanya kelainan pada hemi toraks sinistra
yaitu fremitus meningkat. Pada perkusi didapatkan redup dan pada auskultasi terdengar ronkhi
basah halus nyaring di bagian tengah dan di basal paru, sedangkan pada hemitoraks dextra masih
dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan Hb 13,7 gr/dl, leukosit 13.500mm3,
hematokrit41,2 % dan trombosit 210.000/mm3. Foto toraks PA menunjukkan adanya infiltrat di
bagian tengah dan basal paru kiri. Kepada Adi dan ayahnya, dokter menerangkan beberapa
kemungkinan penyakit paru yang diderita oleh Adi. Dokter juga menjelaskan kondisi yang
menyebabkan timbulnya penyakit tersebut dan hal lain yang berhubungan dengan penyakit yang
diderita Adi.
Dokter memberikan obat berupa antibiotik, mukolitikserta antipiretik. Adi dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan kultur kuman banal dan uji kepekaan terhadap antibiotik dari sputum
serta pemeriksaan BTA sputum SPS. Dokter juga menganjurkan pemeriksaan penunjang lainnya.
Bila tidak ada perbaikan secara klinis, maka Adi akan dirujuk ke RS terdekat untuk dilakukan
penatalaksanaan lebih lanjut. Menurut dokter bila tidak dilakukan penatalaksanaan yang tepat
penyakitnya akan bertambah parah dan dapat timbul hal lain yang tidak diinginkan.
Bagaimana anda menerangkan apa yang dialami oleh Adi?
TERMINOLOGI
1. Fremitus : getaran yang dihantarkan pada dinding dada yg meningkatn
pada keadaan pasien infiltrate paru
2. Ronkhi basah halus nyaring : suara nafas yang terputus putus yang
terdengar saat inspirasi akibat udara yang melalui cairan pd sal. Nafas yg
kecil
3. Hemithorax sinistra : bagian dada sebelah kiri
4. Hemithorax dextra : bagian dada sebelah kanan
5. Antipiretik : obat yg berfungsi menurunkan suhu tubuh
6. Kuman Banal : mikroorganisme bakteri yg menyerang tubuh
7.Sputum SPS :sputum yang dikumnpulkan pada 3 waktu, sewaktu pagi
sewaktu
RUMUSAN MASALAH
BRAINSTORMING
1. mengapa terjadi batuk dg dahak kuning dan pilek pada adi dan hubungan nya dg
umur dan jenis kelamin dg penyakit tsb ?
2. mengapa suhu tubuh nya semakin tinggi sejak 3 hari yg lalu ?
3. mengapa adi menderita batuk pilek yg hilang timbul ?
4. apa interpretasi dari pemeriksaan fisik adi ?
5. apa interpretasi dari pemeriksaan thorax adi ?
6. apa interpretasi dari pemeriksaan labor dan foto thorax adi ?
7. apa saja kemungkinan penyakit paru yg di derita oleh adi dan penyebab
timbulnya penyakit tsb ?
8. mengapa dokter memberikan antibiotic,mukolitik dan anti piretik pada adi ?
9. mengapa adi dianjurkan pemeriksaan kultur kuman banal, uji kepekaan
antibiotic dan sputum SPS ?
1. mengapa terjadi batuk dg dahak kuning dan
pilek pada adi dan hubungan nya dg umur dan
jenis kelamin dg penyakit tsb ?
Akibat terjadi infeksi apabila ada benda asing yang masuk ketubuh dan bisa
menyebabkan terjadinya inflamasi. Serta dapat menyerang system pertahanan
tubuh dan menyerang system metabolism sehingga dpt menyebab demam.
Reseptor batuk : laring, diafragma, dll
Inf.saluran nafas hipersekresi mucus (normal nya bisa dibersihkan) mukus
bertumpuk ada reflex batuk untuk mengeluarkan mucus
Inf oleh bakteri sputum berwarna
demam : karna ada interleukin 1 sbg respon inflamasi dan suhu meningkat
Pilek :inflamasi pada hidung dan menyebabkan hidung tersumbat dan bersin2
2. mengapa suhu tubuh nya semakin tinggi
sejak 3 hari yg lalu ?

Ada MO yg menyerang tubuh sehingga terjadi pelepasan mediator kimia IL


1 dan menginduksi prostaglandin dan menyebabkan suhu tinggi. Sejak 3
minggu yg lalu akibat adi yang dibiarkan begitu saja dan tidak
ditatalaksana, atau tidak adekuat nya pengobatan yg diberikan
3. mengapa adi menderita batuk pilek yg
hilang timbul ?

Akibat tidak diobati atau dibiarkan saja, akibat ada benda asing yg bisa
menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler dan bisa menghasilkan
ingus
4. apa interpretasi dari pemeriksaan fisik adi ?

RR : normal
Nadi : tinggi/takikardi
Suhu : tiunggi/demam
5. apa interpretasi dari pemeriksaan thorax adi ?
Hemithorax sinistra : fremitus meningkatinfiltrat paru, karna ada
kepadatan pada paru, sehingga taktil meningkat sehingga getaran terasa
pada dinding paru
Hemithorax dextra : normal
Perkusi : redup ada infiltrate paru dimana pada parenkim paru itu bersifat
solid
Auskultasi : akibat suara yg masuk ke sal nafas melalu cairan yg ada sis al
nafas, halus berarti pada sal nafas kecil,nyaring akibat infiltrate pada kasus
pneumonia
6. apa interpretasi dari pemeriksaan labor dan foto
thorax adi ?

Hb : normal
Leukosit :meningkat
Hematokrit : niormal
Trombosit : normal
7. apa saja kemungkinan penyakit paru yg di derita
oleh adi dan penyebab timbulnya penyakit tsb ?
Trakeobronkolitis : karna gejala nya batuk, namun berbeda, biasanya kering
dahulu lalu berdahak, biasa di sertai demam, (tidak tinggi)
Bronkiolitis : batuk, pilek, demam (berdahak) tapi pada hemithorax
harusnya masi normal,perkusi harusnya masi sonor,biasanya di derita anak
anak
Pneumonia : di iringi demam dan ronkhi nyaring, namun perkusi harus
pekak, dan radiologi nya ada infiltrate abses paru,karna infeksi bakteri dan
jamur,karna pem lab, lalu ada ronkhi karna infeksi pada alveolus
TB : infilrat nya biasanya di apex atau bawah,sebelumnya udah pernah
terkena tb
Bronchitis kronis : karna ada infiltrate paru, namun masi 3 minggu harusnya
minimal 3 bulan

8. mengapa dokter memberikan


antibiotic,mukolitik dan anti piretik pada adi ?

Antibiotic : karna infeksi bakteri


Mukolitik : obat pengencer dahak
Anti piretik : untuk menurunkan panas
9. mengapa adi dianjurkan pemeriksaan kultur
kuman banal, uji kepekaan antibiotic dan sputum
SPS ?
Kultur kuman banal : untuk mengetahui penyebab infeksi oleh adi, apa jenis
bakteri nya
Uji keopekaan antibiotic : agar mengetahui apakah ada obat yg resisten
atau tidak pada tubuh adi
Pemeriksaan BTA : untuk memastikan adi mengalami TB atau tidak
10. apa penatalaksanaan lebih lanjut pada penyakit adi ?
Bactec : untuk identifikasi kuman tbc secara cepat
PCR : cek DNA bakteri
LEARNING OBJECTIVE

1. M3 BRONKITIS
2. M3TRAKEITIS
3. M3 PNEUMONIA
4. M3 SARS
5. M3 TUBERKULOSIS
6. M3 ABSES PARU
LO 1 : BRONKITIS
DEFINISI

Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronkus)


(saluran udara di dalam paru-paru)
Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh
sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun
(misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut,
bronkitis bisa bersifat serius.
EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian bronkitis di Indonesaia sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Namun, bronkitis merupakan salah satu bagian dari penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) yang terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan dari keduanya (PDPI, 2013). Menurut Rinaldi (2013) di Indonesia
diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien PPOK dengan prevalensi 5,6%.
ETIOLOGI
Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh virus, bakteri dan organisme yang menyerupai bakteri
(Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia)
Serangan bronkitis berulang bisa terjadi pada perokok dan penderita penyakit paru-paru
dan saluran pernapasan menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:
Sinusitis kronis
Bronkiektasis
Alergi
Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak.
Bronkitis iritatif bisa disebabkan oleh:
Berbagai jenis debu
Asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik, klorin, hidrogen sulfida, sulfur
dioksida dan bromin
Polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida
Tembakau dan rokok lainnya.
PATOFISIOLOGI
GEJALA KLINIS
batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
sesak napas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu)
bengek
lelah
pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
pipi tampak kemerahan
sakit kepala
gangguan penglihatan.
PRINSIP DIAGNOSIS

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya


lendir. Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar
bunyi ronki atau bunyi pernapasan yang abnormal.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
Tes fungsi paru-paru
Gas darah arteri
Rontgen dada.
TATALAKSANA

Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita
dewasa bisa diberikan aspirin atau asetaminofen; kepada anak-anak
sebaiknya hanya diberikan asetaminofen. Dianjurkan untuk beristirahat dan
minum banyak cairan.
Bronkitis akut Bronkitis kronis
Antitusif : DMP (dekstromethorfan) 15 mg,
diminum 2-3 kali sehari. Codein 10 mg,
Edukasi: Sedapat mungkin
diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg, menghindari paparan faktor-
diminum 3 kali sehari. faktor pencetus.
Ekspektorant: yang lazim digunakan
diantaranya: GG (glyceryl guaiacolate), Mengoptimalkan fungsi
bromhexine, ambroxol, dan lain-lain. pernapasan dan mencegah
Antipiretik: parasetamol (asetaminofen), kekambuhan, diantaranya
dan sejenisnya., digunakan jika penderita
demam. dengan olah raga, istirahat yang
Bronkodilator, diantaranya: salbutamol, cukup, makan makanan bergizi.
terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-
lain. Digunakan pada penderita yang disertai Oksigenasi
sesak napas atau rasa berat bernapas. Efek
samping obat bronkodilator yang mungkin
dialami oleh penderita, yakni: berdebar,
Obat: Bronkodilator dan
lemas, gemetar dan keringat dingin. mukolitik
Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai
tanda-tanda infeksi oleh kuman berdasarkan
Antibiotika(jika disebabkan
pemeriksaan dokter bakteri, misalnya: H. influenzae,
S. pneumoniae, M. catarrhalis.
LO 2 : TRAKEITIS
Trakeitis

Trakeitis adalah inflamasi yang terjadi pada trakea.


Penyakit ini bisa berkembang sendiri atau akibat penyakit saluran
pernapasan bagian atas.
Tracheitis sering dikaitkan dengan laryngitis (radang tenggorokan),
faringitis (proses peradangan tenggorokan).
Epidemiologi

Trakeitis jarang terjadi, mengenai anak di semua umur


Penyebab tersering trakeitis bakteri adalah staphylokokus aureus dan
streptokokus
Etiologi

penyebab utama radang tenggorokan virus: Parainfluenza, Influenza, RSV,


Coronavirus, Adenovirus.
Penyebab radang tenggorokan bakteri: Chlamydia, Haemophilus
influenzae, Streptokokus, Staphylokokus, Mycoplasma.
Etiologi
Hipotermia
Imunitas yang lemah
Reaksi alergi
Aspirasi benda asing
Merokok dan alkohol
Polusi udara
Gejala Klinis
Batuk kering/berdahak, nyeri selama batuk dirasakan di tenggorokan dan dada
Demam suhu tubuh >= 38C.
Peningkatan serangan dengan napas dalam-dalam
Nyeri daerah retrosternal
Suara serak
Kekeringan dan terbakar di laring, tenggorokan.
PP

Kultur bakteri penyebab


Laringotrakeobronkoskopi bisa melihat adanya sekret purulen pada trakea
Foto rontgen sinar x leher dapat membedakan trakeitis karena bakteri atau
croup
DD

Croup (laringotrakeobronkitis)
epiglotitis
Tatalaksana

Antivirus
Antibiotik
Ekspektoran dan obat Antitusif
Antipiretik
LO 3 : PNEUMONIA
Definisi

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang


disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) kecuali
Mycobacterium tuberculosis.
Epidemiologi

WHO : 1 juta kematian disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih
dari 90% terjadi di negara berkembang.
Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa akhir.
Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit
lainnya
Inggris: kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang
untuk kelompok usia 18-39.
Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000
orang
Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%.
Etiologi

Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau Gram
Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus
piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia, Legionella, Haemophilus
influenza.
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air),
Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus.
Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma
kapsulatum.
Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
Faktor Risiko

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi untuk terkena
pneumonia, yaitu antara:
Usia lebih dari 65 tahun.
Merokok.
Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan penyakit kronis lain.
Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan emfisema.
Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit jantung.
Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi
organ, kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-
obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh
virus
Patogenesis

Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme


untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa
cara mikroorganisme mencapai permukaan :
Inokulasi langsung
Penyebaran melalui pembuluh darah
Inhalasi bahan aerosol
Kolonisasi dipermukaan mukosa.
Dari keempat cara tersebut diatas pada pneumonia
mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme
dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang
menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang
terinfeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan
sel imun dan cedera jaringan. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru.
. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh
sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi.
Pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga akan bertambah sesak.
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel
darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon
imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat
lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
ke strukturnya semula.
Klasifikasi

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:


Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial pneumonia)
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada penderita Immunocompromised
2. Berdasarkan bakteri penyebab
Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua
usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita
alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
Pneumonia virus
Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder.
Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised
3. Berdasarkan predileksi infeksi
Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus
atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi
bronkus misalnya: pada aspirasi benda asing atau proses keganasan.
Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi
bronkus.
Pneumonia interstisial
Diagnosis

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan:


Demam (suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40C)
menggigil
batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah
sesak napas dan nyeri dada.
Anamnesis:
Ditanyakan adanya faktor risiko

Pemeriksaan fisik:
1. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas
2. Pada palpasi fremitus dapat mengeras
3. Pada perkusi redup
4. Pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus,
yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium
resolusi
Pemeriksaan penunjang

A. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti.
b. Pemeriksaan labolatorium
Peningkatan jumlah leukosit > 10.000/ul (kadang >30.000/ul)
Peningkatan LED
Kultur darah (+) pada 20-25% pasien tidak diobati
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
C. Pemeriksaan untuk mengetahui etiologi
Pulasan gram dan biakan sputum
Kultur darah
-> Hanya 5-14% biakan darah pasien yang dirawat inap
dengan CAP menunjukkan hasil positif.
Tes antigen
-> Digunakan untuk mendeteksi antigen mikroorganisme
penyebab pneumonia.
PCR
Serologi
Tatalaksana

a. Penderita rawat jalan


Pengobatan suportif / simptomatik
Istirahat di tempat tidur
Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan Ekspektoran

Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang


dari 8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
Pemberian terapi oksigen
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang
dari 8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
Pengobatan suporlif / simptomatif
Pemberian terapi oksigen
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam


rongga thorax seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau
penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan
osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi
hematologi.
LO 4 : SARS
SARS ( Severe Acute RespiratorySyndrome ) merupakan
penyakit saluran nafas pada manusia yang disebabkanoleh
coronavirus.

Penyakit inidigambarkan sebagai radang paru (pneumonia)


yang berkembang secara sangat cepat, progresif dan
seringkali bersifat fatal.
SARS diduga berasal dari Propinsi Guangdong di Cina daratan, muncul dan
menyerang manusia sekitar bulan November 2002. Pada bulan Juli 2003
Kejadian Luar Biasa (KLB) terjadi di 6 wilayah yaitu : Kanada, Cina daratan (yang
berasal dari Guangdong kemudian menyebar ke beberapa kota besar, Taiwan
dan Hongkong), Singapura dan Vietnam. Setelah itu SARS diketahui menyebar
ke lebih dari 20 tempat lain di dunia. masa inkubasi : 2-7 hari.
Etiologi
SARS-CoV
Cara penularan :
kontak langsung dengan penderita SARS
Prosedur aerosolisasi di rumah sakit
Benda yang menyerap debu dan sulit dibersihkan
Risiko tertular sars : kelompok tenaga medis
Patogenesis

Fase awal : 10 hari pertama


Terjadi dad (diffuse alveolar damage) eksudatif, adanya infiltrasi dari
campuran sel2 inflamasi
Fase lanjut : dad yang terorganisir
Metaplasia sel epitel skuamosa bronkial, bertambah ragam sel dan fibrosis
pada dinding alveolus
Gambaran klinis
- demam
- mialgia
- menggigil
- batuk non produktif
- nyeri kepala
- tidak nafsu makan
Demam tinggi mendadak, yang pada umumnya diikuti oleh sakit otot (mialgia), nyeri
kepala, menggigil, tidak ada nafsu makan, diare dan batuk kering (batuk nonproduktif).
Setelah 3-7 hari, suatu fase gangguan saluran pernapasan bagian bawah mulai tampak
dengan adanya batuk kering, non-produktif, dan sesak napas (dyspnea), yang dapat diikuti
dengan keadaan hipoksemia.
Diagnosis

Demam
Keluhan pernapasan : batuk, sesak, kesulitan bernapas
Disertai : kontak dg penderita sars atau org yang didiagnosis suspek, riwayat
perjalanan ke tempat yang terkena sars atau pernah tinggal di daerah yg terkena sars
dalam 10 hari terakhir.
hematologi : limfopenia
foto toraks : tanda pneumonia atau respiratory distress sindrom
Uji sandwich elisa
PEMERIKSAAN LAB :
Pada waktu permulaan penyakit, jumlah absolut limfosit seringkali
menurun.
jumlah leukosit normal atau sedikit menurun.
trombositopenia
Fase respiratorik : peningkatan kadar kreatin fosfokinase (sampaisetinggi
3.000 IU/L) dan hepatik transaminase (2-6 kali lebih tinggi dari normal).
Umumnya fungsi ginjal tetap normal.
Tes molekuler [PCR]
Test anti bodi: Elisa dan IFA

GAMBARAN RADIOLOGIS
3-4 hari setelah timbulnya gejala penyakit : infiltrat interstisial lokal yang
kemudian berkembang menjadi infiltrat interstisial umum.
Secara radiologis tampak daerah-daerah paru yang berawan.
Tatalaksana

Memakai masker n95 (tenaga medis) masjer bedah bagi penderita


hindari menggunakan jasa angkutan umum selama belum sembuh
Ruang isolasi
Edukasi
Isolasi
Perhatikan :
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital
Terapi suportif
Antibiotik
Kortikosteroid
Ribavirin
Komplomasi dan prognosis

Komplikasi
Pneumotoraks,
Prognosis
LO 5 :TUBERKULOSIS
Tuberkulosis Paru

Meupakan penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit


parenkim paru.
Bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada
paru batuk atau bersin.
Klasifikasi Berdasarkan Riwayat
Pengobatan Sebelumnya

1. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi
kambuh lagi.
3. Kasus Setelah Putus Berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
4. Kasus Setelah Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5. Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan
Epidemiologi
A. Personal
1. Umur
Tb Paru Menyerang siapa saja: tua, muda bahkan anak-anak.
Penelitian pada tahun 2008 menunjukkan jumlah penderita baru Tb Paru
positif 87,6% berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 %
terjadi pada usia lanjut (> 55 tahun).
2. Jenis Kelamin
Penyakit Tb Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak, laki- laki dan
perempuan.
Tb paru menyerang sebagian besar laki-laki usia produktif.
3. Stasus gizi
Penyakit Tb paru Lebih dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi
rendah karena sistem imun yang lemah sehingga memudahkan kuman Tb
Masuk dan berkembang biak.
B. Tempat
1. Lingkungan
Penderita Tb Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat yang
menetap pada lingkungan yang kumuh dan kotor.
2. Kondisi sosial ekonomi
Sebagai penderita Tb paru adalah dari kalangan miskin.
Data WHO pada tahun 2011 yang menyatakan bahwa angka
kematian akibat Tb paru sebagaian besar berada di negara yang
relatif miskin.
Etiologi: Mycobakterium Tuberkulosis

Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga


dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA)

Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada


waktu batuk atau bersin.
Patogenesis
Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernafasan. (seseorang yang terinfeksi biasanya tanpa
gejala)
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya, makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut.
Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut akan ditangkap oleh
makrofag dan dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya
melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

Sebagian dari kuman Tb akan tetap tinggal di tubuh manusia dalam


keadaan dorman (infeksi Tb laten)

Orang yg sudah terinfeksi kuman Tb akan menjadi sakit/timbul gejala


ketika daya tahan tubuhnya menurun
Faktor-faktor lingkungan yang dapat meningkatkan resiko penularan
diantaranya :
Pajanan terjadi di ruangan yang kecil dan tertutup
Kurangnya ventilasi untuk mengalirkan udara
Diagnosis

Gejala Klinis
Mikrobiologi
Radiologi
Patologi Klinik
Gejala & Tanda
batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
batuk dapat diikuti gejala tambahan seperti dahak bercampur darah
maupun batuk darah
sesak napas,
badan lemas,
nafsu makan menurun, BB menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan
Gejala khusus :
Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-
paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
Tanda

Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung


luas dan kelainan struktural paru.
Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat ditemukan
tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru
tersebut dapat berupa:
fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau
adanya ronkhi terutama di apeks paru.

Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti:


deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas
amporik pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura.
Diagnosis
Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung (Pem. BTA)
S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB
datang berkunjung
P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur.
S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.

b. Pemeriksaan Biakan (Kultur)


Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
(M.tb)
Mikroskopis
Radiologi

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:


Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
Bayangan bercak milier. o Efusi Pleura
Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif:
Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan
atau segmen superior lobus bawah.
Kalsifikasi.
Penebalan pleura.
MULTI DRUG RESISTANT - TB
(MDR TB)
Mono-Resistant:
Resisten terhadap satu macam OAT
Poly-Resistant:
Resisten terhadap lebih dari satu macam OAT, tetapi bukan kombinasi isoniazid
dan rifampicin
Multi Drug-Resistant (MDR):
Resisten terhadap Isoniazid dan Rifampisin dengan atau tanpa OAT lain nya
Extensively Drug-Resistant (XDR):
MDR ditambah resisten terhadap fluoroquinolones dan salah satu dari 3 obat
injeksi (amikacin, kanamycin, capreomycin)
Total Drug Resistance ( TDR) :
Resisten baik dengan lini pertama maupun lini kedua.
Klasifikasi MDR TB

Resistensi Primer :
Resistensi yang terjadi pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mendapatkan OAT
atau kurang dari 1 bulan
Resistensi Inisial:
Resistensi yang terjadi pada pasien yang tidak tahu pasti apakah pasien sudah ada
riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah

Resistensi Sekunder
Resistensi yang terjadi pada pasien yang sudah ada riwayat pengobatan OAT minimal
1 bulan.
Suspek Pasien MDR-TB
1. Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2
2. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif
setelah sisipan dengan kategori 2
3. Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS termasuk
yang mendapatkan OAT lini ke dua seperti kuinolon dan
kanamisin
4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif
setelah sisipan kategori 1
6. TB paru kasus kambuh
7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/ default pada pengobatan
kategori 1 atau kategori 2
8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB
MDR kofirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas di
bangsal TB MDR
9. TB -HIV
Alur Diagnostik : 2 kelompok risiko
(Suspek TB-MDR dan TB-HIV)
Drugs in MDR TB Management

Group 1: 1st line oral drugs


Isonizid, (H), rifampicin (R), PZA (Z), Ethambutol (E), rifabutin
Group 2: Injectables
Kanamycin (Km), Amikacin (Am), Capreomycin (Cm), Streptomycin (S)
Group 3: Fluoroquinolones
Moxifloxacin (Mfx), Levofloxacin (Lfx), Ofloxacin (Ofx)
Group 4: oral bacteriostatic 2nd line agents
Ethionamide/Prothionamide (Eto/Pto), Cycloserine (Cs), Terizidone (Tzd).
Para-aminosalycylic acid (PAS)
Group 5: Anti-TB drugs with unclear efficacy
Clofazimine, Amoxicillin/clavulanate, (Amx/Clv) high-dose H, Linezolid,
Thioacetazone (Th), Imipenem/cilastatin, Clarithromycin
Strategi pengobatan MDR TB
Pengobatan standar :Drug Resistancy survey (DRS)
Berdasarkan hasil survey hasil uji kepakaan dari
populasi pasien yang representatif
Setiap pasien mendapatkan rejemen
pengobatan yang sama
Pengobatan empiris :
Rejimen pengobatan berdasarkan riwayat
pengobatan TB pasien sebelumnya dan dari data
uji kepekaan populasi representatif.
Rejimen disesuaikan setelah ada hasil uji
kepekaan individu
Pengobatan individual
Rejimen berdasarkan riwayat pengobatan TB
sebelumnya dan hasil uji kepekaan .
Lama pengobatan
Lama fase intensif:
Pemberian obat injeksi/fase intensif berdasarkan hasil kultur
Obat injeksi diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan dan minimal
4 bulan setelah hasil sputum / kultur pertama menjadi negatif.
Lama pengobatan:
Berdasarkan kultur konversi
Pengobatan minimal 18 bulan setelah kultur konversi
Pengobatan lebih dari 24 bulan dapat dilakukan pada kasus
kronik dengan kerusakan paru yang luas
Prinsip Pengobatan TB MDR
DIAGNOSIS KASUS TB PADA PASIEN
HIV
KLASIFIKASI DAN TIPE PASIEN

1. Berdasarkan Lokasi Anatomi dari Penyakit


2. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
3. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji kepekaan
4. Berdasarkan Status HIV : TB dengan HIV (+/-)
Penggunaan antibiotik sebagai alat bantu diagnostik pada pasien suspek TB
dengan HIV (+)

Pemberian antibiotik oral pada pasien HIV (+) suspek TB paru sebagai alat
bantu diagnosis TB paru tidak direkomendasi, karena :
diagnosis TB menjadi terlambat pengobatan TB terlambat
meningkatkan risiko kematian
Penggunaan antibiotik quinolon sebagai terapi infeksi sekunder pada TB
dengan HIV positif harus dihindari :
respon terhadap mikobakterium TB
menghilangkan gejala sementara
kemungkinan timbulnya resistensi
Antibiotik golongan quinolon ini dicadangkan sebagai OAT lini kedua
Gambaran mikroskopik dan biakan sputum

ISTC 1 --> sputum BTA langsung dianjurkan 3 kali dimana salah satu
diantaranya dahak diambil pagi hari (SPS).
Pada ISTC 3 sputum BTA dilakukan 2 kali pada laboratorium yang
kualitasnya terjamin.
Spesimen dahak pasien TB dengan HIV (+) umumnya BTA negatif
Pada pasien TB dengan HIV (+) yang pemeriksaan mikroskopik dahaknya
BTA negatif, pemeriksaan biakan dahak sangat dianjurkan dapat
membantu diagnosis TB
Pemeriksaan biakan dahak merupakan baku emas untuk mendiagnosis TB

Pada pasien HIV yang diduga TB, seharusnya dilakukan pemeriksaan


Rapid test : Xpert MTB/RIF
Gambaran Foto Toraks TB Paru pada pasien
HIV/AIDS
Early vs Advanced HIV

Foto Early HIV Advanced HIV


toraks (CD4 >200) (CD4 <200)

Pola Khas Tidak khas

Bagian bawah,
beberapa
Infiltrat Bagian atas CD4 : 375
tempat, atau
milier
Kaviti Umum Tidak umum
Adenopati Tidak umum Umum
Efusi Tidak umum Lebih umum CD4 : 50
PENGOBATAN TB PADA PASIEN HIV
Semua pasien (termasuk mereka yg terinfeksi HIV) yg belum pernah diobati harus
diberi paduan obat lini pertama :
Fase awal: 2 bulan INH, RIF, PZA, dan EMB
Fase lanjutan: 4 bulan INH dan RIF, atau
Semua pasien TB pada pasien HIV seharusnya :
Mendapat obat KDT setiap hari pada fase inisial, pemberian secara intermitten ( 3 kali 1
minggu) tidak dianjurkan.
Mendapat obat KDT setiap hari pada fase lanjutan atau 3 kali seminggu .

Catatan : Rekomendasi WHO tahun 2011 : ISTC STANDAR 8


Pengobatan TB pada pasien HIV untuk fase lanjutan direkomendasi
pemberian OAT setiap hari
PADUAN OAT
TB baru diobati TB pernah diobati
Kategori 1 Kategori 2
2 RHZE 4 RH 2 RHZES 1 RHZE 5 RHE
2 RHZE 4 R3H3 2 RHZES 1 RHZE 5
R3H3E3

Pada pasien koinf TB-HIV :


OAT fase lanjutan dianjurkan setiap hari

Obat KDT sangat direkomendasi


Semua pasien TB yang positif KAPAN MEMULAI ARV
HIV seharusnya menerima
Pengobatan Pencegahan Jika belum diobati dgn ART pada saat diagnosis
Kotrimoksasol (PPK) tanpa TB pemberian ART dilakukan setelah toleransi
peduli jumlah CD4, paling tidak OAT baik, tanpa melihat nilai CD4 ( 2-8 minggu
selama dalam pengobatan TB. OAT)
Pada pasien HIV tanpa TB,
PPK dianjurkan untuk pasien Jika sudah dalam terapi ARV pada saat diagnosis
dengan jumlah CD4 < 200 TB
sel/mm3.
OAT segera diberikan , dan ARV disesuaikan (
paduan ARV dengan evafirenz lebih
direkomendasikan dibandingkan dengan
Nevirapine, karena penurunan efektifitas
rifampisin akan lebih besar pada pemberian
Nevirapine)
Pemberian ART pada pasien TB HIV
Indikasi pemberian ART pada pasien
TB/HIV berdasarkan:
Status penyakit HIV (kadar CD4)
Keberhasilan pengobatan dan paduan OAT
yang sedang dilakukan
Kepatuhan pengobatan dan efek samping
Jika belum diobati dengan ART pada saat
diagnosis TB, keputusan untuk memulai ART
didasarkan faktor2 berikut.
ISTC Training Modules 2008
Obat ARV di Indonesia
Nama Generic Grup Nama Merek
Zidovudine/AZT NRTI Zidovex, Antivir

Lamivudine/3TC NRTI Hiviral

Stavudine NRTI Stavir, Zerit


Didanosine NRTI Videx

Nevirapine NNRTI Neviral

Nelfinavir PI Nelvex
Efavirenz/EFZ NNRTI Evafir

Zidovudine + Lamivudine Duviral

Stavudine + Lamivudine Coviro-LS3*

Stavudine + Lamivudine + Nevirapine Triomune, GPOVir

ISTC Training Modules 2008


Pemberian Kotrimoksazol pada
pasien TB/HIV (3 dari 3)

Pasien TB dan infeksi HIV seharusnya


diberi kotrimoksasol sebagai pencegahan
infeksi lainnya.

Semua pasien TB yang positif HIV seharusnya


menerima Terapi Pencegahan Kotrimoksasol
(CPT) tanpa peduli jumlah CD4, paling tidak
selama dalam pengobatan TB.
CPT dianjurkan untuk semua pasien dengan
jumlah sel CD4 kurang dari 200 sel/mm3
[Anjuran WHO]
ISTC Training Modules 2008
Tatalaksana

Paduan OAT KDT (Kombinasi Dosis Tetap) Lini Pertama dan


Peruntukannya.
OAT Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
Pasien TB paru terdiagnosis klinis
Pasien TB ekstra paru
TATALAKSANA TB
Alur tatalaksana pasien TB anak dapat dilihat pada skema di bawah ini.

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun
pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.
Panduan obat TB pada anak
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB
adalah minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB
berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan.
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa
pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z); sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu
Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).
Dosis
Dosis
INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari
Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
Streptomisin: 1540 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis Tetap
= KDT (Fixed Dose Combination = FDC). Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu:
1. Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid) dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
2. Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H (Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.

Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat BERAT BADAN 2 BULAN TIAP 4 BULAN TIAP
badan anak dan komposisi dari tablet KDT tersebut. (KG) HARIRHZ HARIRH (75/50)
Tabel berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi (75/50/150)
tablet RHZ adalah R = 75 mg, H = 50 mg, Z = 150 mg dan 5-9 1 tablet 1 tablet
komposisi tablet RH adalah R = 75 mg dan H = 50 mg, 10-14 2 tablet 2 tablet
Tabel 14. Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak 15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan:Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke
rumah sakitAnak dengan BB 33 kg , disesuaikan dengan dosis
dewasaObat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelahOAT
KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum.
Bila paket KDT belum tersedia, dapat digunakan paket OAT
Kombipak Anak. Dosisnya seperti pada tabel berikut ini. Tabel 15b. Dosis OAT Kombipak-fase-lanjutan pada anak
Tabel 15a. Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak
JENIS OBAT BB<10 KG BB 10-20 BB 20-32 KG
JENIS OBAT BB<10 KG BB 10-20 BB 20-32 KG KG(KOMBIPAK)
KG(KOMBIPAK) Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg
Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal
seperti TB milier, meningitis TB, TB sendi dan tulang, dan lain-lain:
Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH,
Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol atau Streptomisin).
Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10
bulan.
Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB,
perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB
diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 12 mg/kg
BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid
adalah 24 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off
dalam jangka waktu 26 minggu. Tujuan pemberian steroid ini
untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan
jaringan.
Perhatian: Hindarkan pemakaian streptomisin pada anak bila
memungkinkan, karena penyuntikan terasa sakit, dapat terjadi
kerusakan permanen syaraf pendengaran, dan terdapat risiko
penularan HIV akibat perlakuan yang tidak benar terhadap alat
suntikan.
KOMPLIKASI
Hemoptisis masif (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena sumbatan jalan napas, atau syok hipovolemik,
Kolaps lobus akibat sumbatan bronkus,
Bronkietasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru,
Pneumotoraks (pnemotorak/ udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena
bula/ blep yang pecah,
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal dan sebagainya,
Insufisiensi kardio pulmoner (cardio pulmonary insufficiency).
LO 6 : ABSES PARU
Abses Paru

Abses paru merupakan infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus)
dalam parenkim paru.
Epidemiologi
Abses paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dan sering
terjadi pada usia tua karena insiden periodontal dan aspirasi meningkat.
Etiologi

Abses paru disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, diantaranya adalah :


Kelompok bakteri anaerob:karena aspirasi. Contoh : Bactereiodes
melaninogenus, Bacillus intermedius.
Bakteri aerob: berupa bakteri gram positif dan gram negative.
Jamur seperti Aspergillus sp
Parasit
Faktor Predisposisi

Kondisi yang memudahkan terjadinya aspirasi seperti: gangguan kesadaran,


gangguan esophagus dan saluran cerna
Penyakit periodontal
Pencabutan gigi
Imunokompromise
Patofisiologi

Abses paru umumnya lebih banyak terjadi karena aspirasi. Selain itu juga
karena penyebaran bakteri secara hematogen.
Adanya aspirasi akan menyebakan bakteri masuk dan menginfeksi daerah
tertentu pada paru
Septikemia/septic emboli menyebar melalui hematogen kedaerah paru.
Abses hepar bacterial/amubik ang rupture akan menembusb diagragma
dan akan terjadi abses pada bagian lobus bawah paru.
Abses paru terbagi atas:
Abses primer: infeksi yang disebabkan aspirasi pada orang normal
Abses sekunder : Infeksi yang terjadi pada orang yang sebelumnya sudah
menderita gangguan lain, seperti gangguan obstruksi pernafasan,
gangguan imunitas.
Gambaran klinis

Abses akut terjadi 4-6 minggu. Gejala awal berupa: badan lemah, tidak
nafsu makan, berat badan turun, batuk, keringat malam disertai menggigil.
Batuk pada awal berupa berupa batuk kering lalu menjadi batuk purulen
hingga batuk darah.
Diagnostik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
Suhu 40 oC
Nyeri tekan local pada dada
Perkusi redup dengan suara nafas bronchial. Bila abses luas akan
terdengar suara amforik
Laboratorium
Leukosit: 10.000-20.000/mm3 dengan netrofil paling banyak
Pemeriksaan dahak hendaknya diperoleh dari aspirasii transkeal,
transtorakal karena bila lewat batuk akan terkontaminasi dengan bakteri
mulut
Radiologii
Hari pertama dengan gambaran opak selanjutnya radiolusen dengan
gambaran infiltrate.
Abses rupture terjadi drainase abses ke bronkus akan terbentuk kavitas
ireguler dengan batas cairan dan permukaan udara (air fluid level)
CT Scan dapat menunjukkan lokasi
Tatalaksana

Tujuan utama berupa


Eradikasi pathogen penyebab
Drainase
Pencegahan komplikasi
Penanganan

Pasien berbaring miring dengan bagian abses berada sebelah atas supaya gravitasi
drainase baik
Obat-obatan:
Klindamisin dosi 3X600mg IV . Maintenance: 4X300mg/hari oral
Penisilin G 2-10 juta unit/hari + streptomisin
Tindakan operasi jika:
Abses tidak ada perbaikan dengan antibiotic
Terdapat komplikasi

Anda mungkin juga menyukai