Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

KATARAK

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalankan Kepaniteraan


Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Mata
Universitas Abulyatama

Disusun Oleh:

Rini Juwita 20174019

Bagus Laksono Samudro 20174017

Pembimbing:

dr. Muti Lestari, M. Ked (Oph), Sp. M

SMF ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
anugerah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
KATARAK. Laporan Kasus ini penulis susun sebagai bagian dari proses belajar penulis
selama kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Meuraxa.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Muti
Lestari, M.Ked (Oph), Sp. M, selaku pembimbing karena telah meluangkan waktu dan
pikiran untuk membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan
baik.
Penulis menyadari bahwa masih ada keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
dalam penulisan tugas laporan kasus ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun supaya karya penulis dapat bermanfaat bagi kita semua kedepannya.
Terimakasih.

Banda Aceh, 10 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

BAB II STATUS PASIEN............................................................................................ 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7

3.1 Lensa........................................................................................................7
3.2 Fisiologi Lensa.........................................................................................8
3.3 Katarak.....................................................................................................10
3.3.1 Defenisi..............................................................................................10
3.3.2 Epidemiologi......................................................................................10
3.3.3 Etiologi...............................................................................................11
3.3.4 Faktor Resiko.....................................................................................11
3.3.5 Patofisiologi.......................................................................................12
3.3.6 Klasifikasi..........................................................................................12
3.3.7 Gejala Klinis.......................................................................................18
3.3.8 Diagnosis ...........................................................................................19
3.3.9 Penatalaksanaan ................................................................................19
3.3.10 Komplikasi.......................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................26

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau hilangnya transparansi lensa


yang awalnya jernih menjadi keruh yang disebabkan oleh proses degenerative,
penyakit endokrin, kelainan metabolik atau komplikasi dari penyakit mata
lainnya. Kelainan genetik, radiasi, penggunaan obat-obatan, dan trauma pada
bagian mata juga merupakan faktor pencetus terjadinya katarak.
Dalam penelitian meta analisis yang dilakukan Lancet Global Health
ditemukan bahwa katarak merupakan penyebab utama dari kebutaan pada
tahun 2020 di seluruh dunia pada usia ≥50 (45%). Katarak juga merupakan
penyebab gangguan penglihatan tertinggi kedua (38%) di dunia setelah
kelainan refraksi.
Dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi katarak
di Indonesia adalah 1,8%. Prevalensi katarak tertinggi terdapat di provinsi
Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Prevalensi
katarak terendah ditemukan di DKI Jakarta (0,9%) diikuti Sulawesi Barat
(1,1%). Prevalensi katarak di Sumatera Utara sebesar 1,4%.
Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) dilakukan Persatuan
Dokter Mata Indonesia (PERDAMI) dan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Litbangkes) di 15 provinsi pada periode tahun 2014-2016. RAAB
merupakan metode pengumpulan data kebutaan dan gangguan penglihatan
penduduk usia 50 tahun ke atas yang direkomendasikan oleh WHO, melalui
Global Action Plan (GAP) 2014 - 2019. Dari hasil survey di 15 provinsi,
prevalensi kebutaan penduduk usia ≥50 tahun di lndonesia adalah 3% dan
katarak adalah penyebab kebutaan tertinggi (81%).
Tingginya prevalensi katarak dan kebutaan akibat katarak di Indonesia
disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat terhadap katarak dan
pengobatannya. Riskesdas 2013 mencatat tiga alasan utama penderita katarak
belum dioperasi adalah karena ketidaktahuan (51,6%), ketidakmampuan
(11,6%), dan ketidakberanian (8,1%). (Riskesdas 2013). Berdasarkan Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Indonesia 2018, biaya (33%) dan

1
ketidaktahuan (28%) mengenai katarak adalah alasan terbanyak masyakarat
Sumatera Utara tidak melakukan pengobatan terhadap kataraknya.

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Maneh
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Twram
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal pemeriksaan : 2 Maret 2022

II. Anamnesa
Keluhan Utama:
Mata kiri dan kanan kabur
Keluhan Tambahan:
Mata berasap dan pusing menjalar ke leher sampai punggung belakang
Riwayat Perjalanan Penyakit:
3
9 Pasien datang dengan keluhan mata kiri dan kanan kabur sejak 2 tahun yang lalu
disertai mata berasap dan pusing menjalar ke leher sampai punggung belakang.
Riwayat operasi dan trauma pada mata disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (+)
Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign :
 Tekanan darah : 157/94 mmHg
 Nadi : 97 x/i
 Pernapasan : Tidak dilakukan pemeriksaan

3
 Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. Pemeriksaan Oftalmologi


Pemeriksaan Oculi Dextra Oculi Sinistra
Acies Visus 0.125 1/300
Koreksi - -
Supersilia Normal Normal
Silia Normal Normal
Palpebral Edema (-) Edema (-)
(Superior/Inferior) Hematoma (-) Hematoma (-)
Konjungtiva Tarsalis Hiperemis (-) Hiperemes (-)
Papil (-) Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjuntiva Bulbi Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Pinguekula (-) Pinguekula (-)
Fibrovaskular (-) Fibrovaskular (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Kornea Kejernihan (+) Kejernihan (+)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Ulkus (-) Ulkus (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Neovaskular (-) Neovaskular (-)
Fibrovaskular (-) Fibrovaskular (-)
Sensibilitas (+) Sensibilitas (+)
Arcus Senilis (+) Arcus Senilis (+)
Edema (-) Edema (-)
Tes Fluorescent (-) Tes Fluorescent (-)
Bilik Mata Depan Kedalaman: Sedang Kedalaman: Sedang
Hipopion (-) Hipopion (-)
Hifema (-) Hifema (-)

4
Iris Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (-)
Sinekia (-) Sinekia (-)
Atropi (-) Atropi (-)
Kripta (-) Kripta (-)
Shadow tes (+) Shadow tes (-)
Pupil Isokor Isokor
RAPD (+) RAPD (+)
RCL (+) RCL (+)
RCTL (+) RCTL (+)
Lensa Keruh Keruh
Tonometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Funduscopy Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Anal Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Tes Fluorescent Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan

V. Resume
3
9 Pasien datang dengan keluhan mata kiri kabur sejak 2 tahun yang lalu disertai mata
berasap dan pusing menjalar ke leher sampai punggung belakang. Riwayat operasi dan
trauma pada mata disangkal. Pada Pemeriksaan VOD 0.125 , VOS 1/300 , arkus senilis
(+/+), shadow tes OD (+) dan OS (-).

VI. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan visus
 Pemeriksaan slit lamp

5
VII. Diagnosis Banding
 Katarak imatur oculi dextra + katarak matur oculi sinistra
 Katarak Intumesen
 Katarak Hipermatur
VIII. Diagnosis kerja
 Katarak imatur oculi dextra + katarak matur oculi sinistra

IX. Penatalaksanaan
 Eyefresh 3 x 1 oculi dextra et sinistra

 Tindakan Fakoemulsifikasi Oculi Sinistra 14/03/22

X. Prognosis

Ocular Dextra Ocular Sinistra


Quo Ad Vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Sanationum Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Fungsionium Dubia ad bonam Dubia ad bonam

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 LENSA

Lensa adalah suatu struktur bikonvenks, avaskular, tak berwarna, dan


hampir transparan sempurna, Tebalnva sekitar 4mm dan diameternya 9mm.
Lensa terletak pada zonula bagian posterior dari iris. Di sebelah anterior lensa
terdapat aqueous humor. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeable
(sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan
air dan elektrolit masuk. Seiring dengan bertambahnya usia, lensa akan
semakin besar dan kurang elastis akibat serat-serat lamelar subepitel yang
terus diproduksi.
Lensa dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di
dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus
sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian sentral dan
membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang
pertama kali dibentuk di dalam kapsul lensa. Di bagian luar nukleus ini
terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks
anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai
konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian
perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh ekuatornya pada badan siliar.

7
Gambar 3.1 Struktur lensa

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :


- Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung
- Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
- Terletak di tempatnya.
Kandungan lensa terdiri dari sekitar 65% air, 35% protein (kandungan
protein tertinggi dibandingkan jaringan tubuh yang lain) dan terdapat sedikit
mineral seperti pada jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium pada lensa
lebih tinggi dibandingkan kebanyakan jaringan lainnya. Selain itu, terdapat
asam askorbat dan glutation dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Saraf
dan pembuluh darah tidak terdapat di lensa.

3.2 Fisiologi Lensa

Fungsi fisiologis dari lensa adalah:


1. Sebagai media refraksi yang berfungsi untuk merefraksikan cahaya yang
masuk ke dalam mata supaya terfokus terhadap retina
2. Sebagai suatu struktur dalam proses akomodasi yang dikendalikan melalui
kontraksi dan relaksasi zonula dan otot-otot siliaris
3. Pelindung retina dari sinar ultraviolet-B.
Kornea dan lensa merupakan bagian utama dari system refraksi pada mata
dewasa. Kekuatan refraksi lensa mata berkorelasi dengan radius lengkungan
permukaan lensa dan indeks refraksi internanya. Dalam skematik dimana
lensa dianggap sebagai satu media refraktif yang homogen, lensa diaanggar

8
mempunyai indeks refraktif sebanyak 16-20 Dioptre (D). Namun begitu,
lensa sebenarnya mempunyai sikap refraktif yang lebih kompleks. Hal ini
dikarenakan struktur lensa yang mempunyai lapisan-lapisan jelas dari korteks
hingga ke nukleus. Lapisan tersebut dibentuk oleh konsentrasi protein dan
densitas serabut yang bervariasi. Oleh itu, lensa merupakan suatu media
refraksi yang mempunyai indeks refraksi bergradiasi.
Menurut teori Helmholtz, akomodasi berlaku apabila bentuk lensa
diubah oleh kontraksi otot siliaris. Kontraksi otot ini akan menyebabkan
serabut zonular untuk relaksasi, lalu mengakibatkan tensi kapsular menurun.
Lensa akan menjadi lebih tebal dengan lengkungan yang bertambah. Ini
menyebabkan indeks refraksi lensa untuk menjadi lebih tinggi. hal yang
sebaliknya akan berlaku apabila otot siliaris relaksasi, yaitu serabut zonular
menjadi tegang, tensi kapsular meninggi, lensa menjadi leper dan indeks
refraktif lensa menurun. Proses ini dikendalikan oleh nervus III kranialis.
Fungsi akomodasi lensa bukan konstan, tetapi akan menurun seiringan
dengan umur. Hal ini diakibatkan elastisitas lensa yang menurun dan
kehilangan serabut zonular atau elastisitas serabut zonular. Faktor-faktor ini
menyebabkan penurunan progresif dari fungsi akomodatif lensa sehingga
indeks refraksi lensa menurun dari 14D pada masa kanak-kanak menjadi 11D
pada umur 20 tahun dan menurun lagi sehingga 6D pada umur 40 tahun.
Apabila seseorang mencapai 50- 60 tahun, akan berlakunya kehilangan
hamper semua fungsi akomodasi lensa, yaitu presbyopi.
Lensa berupaya untuk mengabsorbsi panjang gelombang cahaya 380 -
400 nm, sehingga hanya sebagian kecil sinar ultraviolet dapat sampai ke
retina. Kapasitas lensa untuk mengabsorbsi cahaya yang terlihat akan
meningkat seiringan dengan umur untuk melindungi retina dari kerusakkan
yang diakibatkan cahaya terlihat.
Metabolisme lensa dikendalikan oleh epiteliumnya, yang merupakan
suatu jalur transport aktif. Lensa mempunyai kadar kalium (K + ) dan asam
amino yang lebih tinggi dibandingkan dengan corpus virtreous dan aquous
humour. Sebaliknya, lensa mempunyai kadar ion natrium (Na+), ion klorida
(Cl-) dan air dibandingkan persekitarannya.

Keseimbangan kation di luar dan di dalam lensa diakibatkan oleh

9
permebealitas sel-sel membrane lensa serta aktivitas pompa natrium-kalium
yang terdapat dalam sel-sel membrane di serabut dan epitel lensa. Pompa
natrium- kalium tersebut berfungsi dengan memompa ion natrium keluar dari
lensa danmengambil ion kalium masuk ke dalam lensa. Mekanisme ini
bergantung dengan metabolisme adenosin trifosfat (ATP) dan diregulasi oleh
enzim Na+,K+- ATPase. Inhibisi daripada enzim ini akan menyebabkan
gangguan keseimbangan kation dan peningkatan dari kadar air dalam lensa.
Oleh karena transparansi lensa sangat bergantung dengan komponen
makromolekular dan struktur lensa, gangguan terhadap hidrasi lensa akan
menyebabkan lensa menjadi opak. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit tidak merupakan karakteristik katarak nuklear, tetapi di katarak
kortikal, kandungan cairan lensa akan meninggi.

3.3 KATARAK

3.3.1 Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, lnggris Cataract, dan


Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa lndonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat
kedua-duanya. Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Penuaan
merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain
yang mungkin terlibat, antara lain: trauma, toksin, penyakit sistemik,
merokok, dan herediter. Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau hilangnya
transparansi lensa yang awalnya jernih menjadi keruh yang disebabkan oleh
proses degenerative.
3.3.2 Epidemiologi Katarak
Pada tahun 2013, prevalensi katarak semua umur
sebesar 1,8% atau sekitar 18.499.734 orang. Sementara
perkiraan insidensi katarak sebesar 0,1% per tahun. Selain
itu, penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan
menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
penduduk di daerah subtropis.

10
Indonesia merupakan negara dengan angka kebutaan
tertinggi kedua di dunia setelah Ethiopia dengan prevalensi
di atas 1%.Tingginya angka kebutaan di Indonesia tidak
hanya mejadi masalah kesehatan tetapi juga masalah
sosial.Selain itu, katarak merupakan penyebab gangguan
penglihatan kedua di dunia dengan angka kejadian sebesar
33%.
Di Indonesia, perkiraan insiden katarak adalah
0.1%/tahun artinya setiap tahun terdapat seorang penderita
katarak baru diantara 1000 orang. Sekitar 16-22%
penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55
tahun. Di Sulawesi Tenggara kejadian katarak yakni
sebanyak 1.8%.

3.3.3 Etiologi

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti
glaukoma, ablasi, uveitis dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan
proses penyakit intraokular lainnya. Katarak dapat disebabkan bahan toksik
khusus (kimia dan fisik). Keracunan beberapa jenis obat dapat menimbulkan
katarak seperti eserin (0.25-0.5%), kortikosteroid, ergot, dan antikolinesterase
topikal. Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak
adalah diabetes melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik. Katarak dapat
ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik (katarak
senil, juvenil, herediter) atau kelainan kongenital mata. Katarak disebabkan
oleh berbagai faktor seperti :
 Fisik
 Kimia
 Penyakit predisposisi
 Genetik dan gangguan perkembangan
 Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin
 Usia

11
3.3.4 Faktor Resiko

Faktor resiko yang dapat menyebabkan katarak adalah :


 Usia lanjut di atas 40 tahun
 Riwayat Keluarga
 Penyakit mata lainnya (seperti : glaukoma, uveitis, trauma)
 Kelainan sistemik (seperti: Diabetes atau Kencing
Manis dan kelainan metabolik lainnya)
 Penggunaan tetes mata secara rutin, yang mengandung
steroid
 Kebiasaan merokok
 Paparan sinar ultraviolet
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya katarak adalah :
 Fisik
 Kimia
 Penyakit predisposisi
 Genetik dan gangguan perkembangan infeksi virus dimasa pertumbuhan
janin
 Usia
3.3.5 Patofisiologi

Lensa dibentuk oleh protein kristalin dan mempunyai jalur protein membran
untuk menjaga keseimbangan osmotik dan ioniknya. Komposisi molekular kristalin
membenarkan lensa untuk mengabsorbsi radiasi dalam jangka masa yang panjang
untuk menghindari kerusakkan yang diakibatkan oleh radiasi pada lensa. Namun,
upaya ini akan menurun seiring dengan usia oleh karena stres oksidatif dan
penurunan kemampuan metabolisme glukosa yang dialami oleh lensa. Hal ini akan
menyebabkan kekeruhan lensa bertambah akibat aggregasi protein lensa, lalu
menyebabkan katarak senilis.

Apabila kadar glukosa dalam lensa meninggi, jaluran poliol akan teraktivasi
lebih banyak daripada jaluran glikolitik, lalu akan menyebabkan akumulasi dari
zat sorbitol dalam lensa. Sorbitol pula akan dimetabolisme menjadi fruktosa oleh
enzim poliol dehidrogenase dan reaksi ini dikatalisir oleh enzim aldose reduktase.
Namun, enzim poliol dehidrogenase mempunyai affinitas yang sangat rendah
terhadap glukosa. Ini bermakna bahwa akumulasi sorbitol dalam lensa akan terjadi
sebelum zat ini dapat dimetabolisme. Hal ini, bersamaan dengan karakteristik
permeabilitas yang rendah dari lensa terhadap sorbitol akan mengakibatkan

12
penumpukkan sorbitol di dalam lensa. Dalam hal inilah berperan penting dalam
pembentukkan katarak gula.
Kadar oksigen yang meninggi dalam mata juga mempunyai peranan dalam
formasi katarak. Contohnya, pemaparan lensa terhadap kadar oksigen yang tinggi
dalam terapi hiperbarik akan mengakibatkan perubahan miopik, kekeruhan nukleus
lensa yang menambah dan pembentukkan katarak nuklear.

3.3.6 Klasifikasi

 Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah yang timbul pada bayi baru lahir sebelum
berumur 1 tahun. Hal ini terjadi akibat adanya gangguan pertumbuhan lensa
ketika di dalam janin. Penyebab pasti dari katarak ini belum diketahui.
Beberapa faktor terkait penyebab terjadinya katarak kongenital ini ini adalah :
1. Herediter
Adanya ketidaknormalan pola kromosom pada individu. Sekitar 1 dari 3
katarak kongenital disebabkan oleh herediter.
2. Faktor Maternal
Malnutrisi, infeksi oleh rubella, obat-obatan, paparan radiasi pada ibu
dikaitkan dengan munculnya katarak pada bayi
3. Faktor infantil
Defisiensi oksigen akibat dari perdarahan plasenta, penyakit metabolik,
trauma lahir, malnutrisi pada awal kelahiran dikaitkan dengan perkembangan
katarak
4. Idiopatik

Sekitar 50% kasus katarak kongenital tidak diketahui penyebabnya nya.


Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan
riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama
dan pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil
terdapat Riwayat kejang, tetani, ikterus atau hepatosplenomegali. Bila katarak
disertai dengan uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi
akibat galaktosemia. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi prematur
dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.

13
Gambar 3.2 Katarak kongenital total
 Katarak Juvenil

Katarak juvenil merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak


juvenil biasanya terjadi pada orang muda dan terbentuk pada usia kurang dari
9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenil merupakan penyulit bagi penyakit sistemik lainnya, seperti
:
 Katarak metabolik
a) Katarak diabetik
b) Katarak hipokalsemik
c) Penyakit wilson
 Katarak traumatic
 Katarak komplikata

 Katarak Senilis

Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak
diketahui secara pasti. Gejala yang paling dini mungkin berupa membaik nya
penglihatan dekat tanpa kacamata ("penglihatan kedua"). Ini merupakan akibat
meningkatnya kekuatan fokus lensa bagian sentral dan menyebabkan refraksi
bergeser ke miopia (penglihatan dekat). Gejala-gejala lain dapat berupa
diskriminasi wama yang buruk atau diplopia monokular. Sebagian besar
katarak nuklear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik.
Katarak senilis pada dasarnya disebabkan proses penuaan. Walaupun
patogenesis katarak senilis belum dapat dipastikan, beberapa faktor diduga
dapat menyebabkan katarak senilis :
1. Herediter
Faktor herediter merupakan faktor yang sangat penting dalam insiden, usia

14
onset, dan maturasi dari katarak senilis.
2. Radiasi Ultraviolet
Dalam beberapa penelitian epidemiologi, paparan radiasi ultraviolet matahari
terlibat dalam onset awal dan maturasi dari katarak senilis.
3. Faktor Diet
Diet kekurangan protein tertentu, asam amino, vitamin dan mineral mineral
lainnya juga menjadi onset awal dan maturase dari katarak senilis.
4. Dehidrasi
Episode dehidrasi berat (misalnya disebabkan oleh cholera dan diare) diduga
berkaitan dengan onset awal dan maturase katarak.
5. Merokok
Merokok dilaporkan memiliki kaitan dengan onset awal katarak senilis.
Merokok menyebabkan penumpukan molukel pigmen yaitu 3
hydroxykynurinine dan chromophores yang akan menyebabkan kekeruhan.
Sianat dalam rokok menyebabkan karbamilasi dan denaturasi protein.

Terdapat 4 stadium pada katarak senilis yaitu insipien, imatur, matur,


hipermatur.
Katarak insipien, pada katarak kortikal kekeruhan dimulai dari tepi
ekuator yang berbentuk jeruji hingga korteks bagian anterior dan posterior.
Vakuola mulai terlihat di dalam korteks.
Katarak imatur, beberapa bagian lensa sudah keruh tetapi belum
mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak ini, tekanan osmotic bahan lensa
yang degeneratif akan meningkat sehingga menyebabkan bertambahnya
volume lensa.
Katarak matur, pada stadium katarak ini, kekeruhan sudah mengenai
seluruh bagian lensa akibat dari deposisi ion yang menyeluruh . Lensa akan
kembali berukuran normal jika katarak imatur tidak dikeluarkan. Hal tersebut
akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Pada katarak matur, ukuran kedalaman
bilik mata akan kembali normal, tidak dijumpai bayangan iris pada lensa yang
keruh sehingga uji bayangan iris negative.
Katarak hipermatur, stadium ini adalah proses degenerasi lanjut
yang dapat menjadi keras atau lembek hingga mencair. Lensa akan mengecil,
berwarna kuning dan kering akibat dari massa lensa yang terus berdegenerasi

15
keluar dari kapsul. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan
kapsul lensa. Bila proses katarak berlanjut, korteks akan terlihat seperti
sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam akibat dari korteks
yang terus berdegenerasi dan cair yang tidak dapat keluar. Keadaan ini disebut
sebagai katarak morgagni.

Tabel 3.1 Perbedaan stadium katarak senil

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang


(air+mass
lensa keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam


depan

Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka


mata
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

16
Gambar 3.3 Katarak senilis kortikal imatur

Gambar 3.4 Katarak senilis kortikal matur

Gambar 3.5 Katarak senilis hipermatur morgagni

 Katarak Komplikata

Katarak komplikata merupakan katarak yang terbentuk akibat efek


fisiologis penyakit lain. Nutrisi lensa bergantung pada cairan intraokular.
Ketika terdapat kondisi yang mengganggu sirkulasi okular atau terbentuknya
toksin inflamasi yang menyebabkan terganggunya penyaluran nutrisi kedalam

17
lensa, hal ini dapat menyebabkan perkembangan katarak komplikata.
Katarak komplikata dapat disebabkan penyakit mata lainnya, seperti ablasi
retina, glaukoma, iskemia okular atau akibat trauma dan pasca bedah mata.
Diabetes melitus, hipoparatiroid, galaktosemia dan penyakit endokrin lainnya
juga dapat menyebabkan katarak komplikata. Katarak komplikata biasanya
berawal di daerah subkapsular posterior dan akan mengenai seluruh bagian
lensa.

 Katarak Traumatika

Katarak traumatik disebabkan oleh trauma benda asing pada lensa. Peluru
senapan angin dan petasan herupakan penyebab yang tersering.
Lensa menjadi putih setelah terjadinya trauma karena lubang pada kapsul
lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang vitreus masuk ke dalam
struktur lensa. Pasien sering kali adalah seorang pekerja industri yang
pekerjaannya memukulkan baja ke baja lain. Sebagai contoh, potongan kecil
palu baja dapat menembus kornea dan lensa dengan kecepatan yang sangat
tinggi lalu tersangkut di vitreus atau retina.

3.3.7 Gejala Klinis

Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam


penglihatan yang menurun secara progresif.
Kekeruhan lensa ini akan mengakibatkan lensa menjadi tidak transparan,
sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Pada mata akan tampak
kekeruhan Iensa dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat. Kekeruhan ini
juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti kortek dan
nucleus.
Penderita katarak akan mengalami penglihatan kabur, ciri khasnya adalah
seperti melihat dari balik air terjun atau kabut putih, penglihatan ganda, silau,
dan penglihatan semakin kabur, walau sudah berganti-ganti ukuran kacamata.
Terdapat berbagai gejala awal yang menjadi petunjuk bahwa Anda
menderita penyakit katarak, gejala tersebut adalah
:

18
 Pandangan mata menjadi buram pada saat melihat suatu
objek atau membaca suatu tulisan.
 Sensitifitas terhadap cahaya atau sinar menjadi tinggi.
 Pada saat melihat objek benda dan cahaya dengan
menggunakan satu mata saja, objek dapat terlihat seperti
ganda.
 Kesulitan melihat pada malam hari.
 Pada saat memandang sinar akan muncul lingkaran cahaya
pada penglihatan.

3.3.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis serta melalui
pemeriksaan oftalmologi.
 Anamnesis riwayat perjalanan penyakit pasien.

 Tajam penglihatan dengan tanpa koreksi.

 Pemeriksaan segmen anterior dengan senter atau slit


lamp didapatkan kekeruhan lensa. Pemeriksaan
shadow test dengan membuat sudut 45° arah sumber
cahaya (senter) dengan dataran iris. Bayangan iris
yang jatuh pada lensa, menunjukkan shadow test (+)
yang berarti katarak masih imatur. Sementara
shadow test (-) menunjukkan katarak sudah matur.

Gambar 3.6 Pemeriksaan slit lamp

 Pemeriksaan refleks pupil langsung dan tidak

19
langsung. (+) bila terdapat relative afferent
pupillary defect, perlu dipikirkan adanya kelainan
patologis lain yang mengganggu tajam penglihatan
Pasien.

3.3.9 Penatalaksanaan

Indikasi dilakukannya operasi bedah katarak adalah :


 Visus yang sudah sangat menurun sehingga diperlukan
operasi untuk memperbaiki penglihatan pasien
 Indikasi Medis

Terkadang pasien tidak mengalami keluhan yang


berlebihan ketika mengalami katarak, namun disarankan
untuk dilakukan operasi ketika pasien mengalami penyakit
glaukoma, endoftalmitis, dan penyakit retina seperti
retinopati diabetik.
 Kosmetik
Terkadang pasien dengan katarak matur ingin dilakukan
operasi katarak (walau tidak ada harapan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dari operasi) untuk
mendapatkan tampilan pupil yang hitam
Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat
lensa yang mengalami katarak.
Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa bersama
dengan kapsul lensa. Dapat juga dengan ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi
lensa (korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi
anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Tindakan bedah ini pada saat
ini dianggap lebih baik karena mengurangi beberapa penyulit.
A. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dengan cara mengeluarkan
isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga
massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut,
kemudian dikeluarkan melalui insisi 9-10 mm, lensa intraokulai diletakkan
pada kapsul posterior.

20
Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan
endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, implantasi
sekunder lensa intra okular, kemungkinan dilakukan bedah glaukoma,
predisposisi prolaps vitreous, sebelumnya mata mengatasi ablasi retina,
dan sitoid makular edema.

B. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)

Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.


Dapat dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan
mudah diputus. Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi
katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama
populer.
Pembedahan ini dilakukan dengan mempergunakan mikroskop dan
pemakaian alat khusus sehingga penyulit tidak banyak seperti sebelumnya.
Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmat, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.

C. Fakoemulsifikasi

Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonik untuk


menghancurkan nukleus yang akan diaspirasi melalui insisi 2,5-3 mm, dan
kemudian dimasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat.
Keuntungan yang didapat dengan tindakan insisi kecil ini adalah
pemulihan visus lebih cepat, induksi astigmatis akibat operasi minimal,
komplikasi dan inflamasi pasca bedah minimal.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan katarak ekstrakapsul
adalah terjadinya katarak sekunder yang dapat dihilangkan/dikurangi
dengan tindakan yag laser.

D. Penerapan lensta intraokular (IOL)

Saat ini, implantasi lensa intraokular (IOL) adalah metode pilihan

21
untuk mengoreksi aphakia. Sejarah implan IOL dimulai pada 29
November 1949, ketika Harold Ridley, seorang dokter mata
berkebangsaan Inggris, melakukan tindakan pertamanya. Sejak saat itu,
sejarah IOL selalu menarik, seringkali mengalami kegagalan dan akhirnya
dapat bermanfaat hingga sekarang dan sangat berkembang.

3.3.10 Komplikasi

Katarak yang tidak diobati pada beberapa kasus berat dapat


menyebabkan glaukoma sekunder. Katarak yang tidak diobati akan
menyebabkan kebutaan. Pada penelitian yang dilakukan Lancet Global Health,
katarak merupakan penyebab tertinggi kebutaan pada tahun 2020.
Komplikasi katarak yang paling sering terjadi ialah komplikasi yang
berkaitan dengan operasi katarak. Operasi katarak saat ini dilakukan sebagian
besar dengan teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular. Oleh karena itu,
komplikasi yang ditemui selama teknik ini dijelaskan secara umum.
Komplikasi yang ditemui selama bedah manajemen katarak adalah :
 Komplikasi pra operasi
 Komplikasi intraoperatif
 Komplikasi Jangka Pendek pasca pembedahan
 Komplikasi Jangka Panjang pasca pembedahan
 Komplikasi terkait IOL

3.3.11 Komplikasi Sebelum Pembedahan

 Kecemasan.
Beberapa pasien mungkin mengalami kecemasan, pada malam operasi
karena ketakutan akan operasi. Obat anxiolytic seperti diazepam 2 sampai
5 mg sebelum tidur biasanya dapat meredakan gejala tersebut.

 Mual dan gastritis.


Beberapa pasien mungkin mengalami mual dan gastritis karena obat-
obatan pra operasi seperti acetazolamide dan / atau gliserol. Antasida oral
dan penghilangan dosis lebih lanjut dari obat-obatan tersebut biasanya
dapat meredakan gejala.

22
 Konjungtivitis iritasi atau alergi
Pada beberapa pasien karena antibiotik topikal pra operasi tetes dapat
terjadi reaksi alergi. Diperlukan penundaan operasi selama 2 hari
bersamaan dengan penarikan obat tersebut.
 Abrasi kornea

Abrasi kornea dapat terjadi karena cedera yang tidak disengaja selama
pemeriksaan tonometri Schiotz. Diperlukan penambalan dengan salep
antibiotik selama sehari dan penundaan operasi selama 2 hari.
 Komplikasi akibat anestesi lokal
Perdarahan dapat terjadi karena blok retrobulbar. Disarankan untuk
menunda operasi selama seminggu.
 Refleks okulokardiak,
Bermanifestasi sebagai bradikardia dan / atau aritmia jantung, juga telah
diamati akibat blok retrobulbar. Suntikan atropin intravena sangat
membantu.
 Perdarahan subkonjungtiva
komplikasi minor yang sering terjadi,dan tidak membutuhkan perhatian khusus.
 Dislokasi spontan lensa vitreous
Dislokasi spontan lensa pada vitreous juga telah dilaporkan (terutama pada
pasien dengan katarak hipermatur)

 Komplikasi Intraoperatif

 Laserasi otot rektus superior


dan / atau hematoma Laserasi
dapat terjadi ketika proses
penjahitan
 Perdarahan yang berlebihan
Perdarahan dapat terjadi ketika persiapan flap konjungtiva atau
selama insisi ke dalam bilik anterior.
 Cedera pada kornea
Dapat terjadi kenika instrument tajam masuk kedalam anterior chamber
 Cedera iris dan iridodialisis
 Komplikasi yang berhubungan dengan capsulorhexis anterior

23
 Posterior capsular rupture
Hal ini dapat terjadi akibat hidrodiseksi, trauma langsung oleh
instrument tajam atau ketika proses aspirasi korteks

 Komplikasi Jangka Pendek Pasca Pembedahan

 Hifema

Akumulasi darah didalam anterior chamber dari pembuluh darah


konjungtiva atau sklera dapat terjadi karena trauma kecil pada mata
 Prolaps iris
Hal ini dapat terjadi ketika jahitan pada insisi yang tidak adekuat pada
ekstraksi katarak ekstrakapsular
 Uveitis anterior pasca operasi
Dapar terjadi karena trauma instrumental, reaksi terhadap residu korteks
atau reaksi kimia akibat viscoelastic dan pilocarpine
 Endoftalmitis bakteri
Merupakan komplikasi berat akibat alat instrumen yang tidak steril, pasien
memiliki flora pada konjugtiva atau kelopak mata, dan juga akibat air-
borne bakteri

 Komplikasi Jangka Panjang Pasca Pembedahan

 Endoftalmitis kronis pasca operasi


Hal ini dapat terjadi ketika mikroorganisme dengan virulensi rendah
terjebak di kantong kapsular
 Pseudophakic bullous keratopathy (PBK)

Merupakan kelanjutan dari edema kornea pasca operasi yang disebabkan


oleh pembedahan atau kimiawi pada endotel kornea yang sehat atau
terganggu.

 Ablasi retina
Komplikasi yang sering dijumpai pada pasien dengan afakia.
 Cystoid macular oedema (CME)
Merupakan akumulasi cairan yang akan membentuk kista pada area
makula. Namun, dalam banyak kasus secara klinis tidak menimbulkan

24
masalah visual dan mengalami regresi spontan.

 Komplikasi Berkaitan Denngan Implantasi IOL

Beberapa komplikasi seperti cystoid macular oedema, luka endotel kornea,


uveitis, dan glaukoma sekunder sangat sering dijumpai pada implantasi IOL.
Malposisi IOL juga dapat terjadi. Toxic lens syndrome merupakan inflamasi
uvea akibat gas etena yang digunakan untuk strelisasi atau dapat juga
disebabkan material lensa.

3.3.12 Pencegahan

Mengatakan bahwa pencegahan katarak terdiri dari pencegahan primer,


sekunder, dan tersier.
 Pencegahan primer
Upaya mencegah terbentuknya katarak dalam masyarakat dengan
cara:
 Edukasi masyarakat mengenai faktor-faktor yang
dapat menghambat perkembangan katarak
 Kampanye penghentian merokok
 Pada pasien dengan diabetes, kontrol ketat kadar gula darah
 Hindari penggunaan steroid jangka panjang jika
memungkinkan
 Hindari paparan sinar UV dengan Menggunakan
topi atau kacamata hitam
 Pencegahan sekunder
Pembedahan pada pasien sebelum katarak menyebabkan kebutaan:
o Kampanye kesadaran
o Pembedahan awal rutin dilakukan di negara maju
o Di negara berkembang diprioritaskan untuk
dilakukan operasi pada penderita buta katarak
o Meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan layanan

 Pencegahan tersier
Operasi untuk mengembalikan penglihatan pada mata yang buta.
Strategi pengendalian operasi katarak:
o Kuantitas
Berapa banyak operasi katarak yang dilakukan dalam jumlah

25
pasien yang mengalami kebutaan akibat katarak?

o Kualitas
Bagaimana hasil dan bagaimana kita memantau pasien pasca
operasi?
o Biaya
Berapa biaya / efektivitas biaya?

DAFTAR PUSTAKA

1. Alimaw, Y. A., Hussen, M. S., Tefera, T. K., & Yibekal, B. T. (2019).


Knowledge about cataract and associated factors among adults in
Gondar town, northwest Ethiopia, PLOS ONE
2. Eva, P. R. (2013). ‘Anatomi & Embriologi Mata’ di Vaughan Asburys
General Ophthalmology, Edisi ke-15, EGC, Jakarta, hal 11-12.
3. Harper, R. A., Shock, J. P. (2013). ‘Lensa’ di Vaughan Asburys
General Ophthalmology, Edisi ke-15, EGC, Jakarta, hal 169-176

4. Ilyas S, Yulianti SR. 2015, Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ke-5,


Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

5. Kementerian Kesehatan RI. (2018). InfoDATIN Pusat Data dan


Informasi Kementerian Kesehatan RI Situasi Gangguan Penglihatan.
6. Kementerian Kesehatan RI. (2014). InfoDATIN Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI Situasi Gangguan Penglihatan
dan Kebutaan.

26
7. Kemenkes RI. (2018). Katarak, kenali gejala dininya, diakses pada 27
Mei 2021, diakses dari:
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/katarak-kenali- gejala-
dininya

8. Kemenkes RI. (2019). Modul Deteksi Dini Katarak, diakses pada 27


Mei 2021, diakses

dari:http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eU
J0dVBndz09/2018/07/Modul_Deteksi_Dini_Katarak.pdf
9. Kementerian Kesehatan RI. (2007). Riset Kesehatan Dasar;
RISKESDAS 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
10. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar;
RISKESDAS 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
11. Khurana, AK (2007). Comprehensive Ophthalmology, 4th ed, Newage
International Publishers, India.

12. Langsingh, V. C. (2011). Public Health and Cataract Blindness,


International Council of Ophthalmology, diakses pada 27 Mei 2020,
diakses dari :
http://www.icoph.org/dynamic/attachments/resources/public-health-
and- cataract.pdf

13. The Lancet Global Health (2020). Causes of blindness and vision
impairment in 2020 and trends over 30 years, and prevalence of
avoidable blindness in relation to VISION 2020: the Right to Sight:
an analysis for the Global Burden of Disease Study, Elsevier, diakses
pada 7 April 2021, Diakses dari:
https://www.thelancet.com/action/showPdf?pii=S2214- 109X
%2820%2930489-7

27

Anda mungkin juga menyukai