KATARAK
Disusun Oleh:
Pembimbing:
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
anugerah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
KATARAK. Laporan Kasus ini penulis susun sebagai bagian dari proses belajar penulis
selama kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Meuraxa.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Muti
Lestari, M.Ked (Oph), Sp. M, selaku pembimbing karena telah meluangkan waktu dan
pikiran untuk membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan
baik.
Penulis menyadari bahwa masih ada keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
dalam penulisan tugas laporan kasus ini. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun supaya karya penulis dapat bermanfaat bagi kita semua kedepannya.
Terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
3.1 Lensa........................................................................................................7
3.2 Fisiologi Lensa.........................................................................................8
3.3 Katarak.....................................................................................................10
3.3.1 Defenisi..............................................................................................10
3.3.2 Epidemiologi......................................................................................10
3.3.3 Etiologi...............................................................................................11
3.3.4 Faktor Resiko.....................................................................................11
3.3.5 Patofisiologi.......................................................................................12
3.3.6 Klasifikasi..........................................................................................12
3.3.7 Gejala Klinis.......................................................................................18
3.3.8 Diagnosis ...........................................................................................19
3.3.9 Penatalaksanaan ................................................................................19
3.3.10 Komplikasi.......................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................26
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
ketidaktahuan (28%) mengenai katarak adalah alasan terbanyak masyakarat
Sumatera Utara tidak melakukan pengobatan terhadap kataraknya.
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Maneh
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Twram
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal pemeriksaan : 2 Maret 2022
II. Anamnesa
Keluhan Utama:
Mata kiri dan kanan kabur
Keluhan Tambahan:
Mata berasap dan pusing menjalar ke leher sampai punggung belakang
Riwayat Perjalanan Penyakit:
3
9 Pasien datang dengan keluhan mata kiri dan kanan kabur sejak 2 tahun yang lalu
disertai mata berasap dan pusing menjalar ke leher sampai punggung belakang.
Riwayat operasi dan trauma pada mata disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (+)
Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal
3
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
4
Iris Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (-)
Sinekia (-) Sinekia (-)
Atropi (-) Atropi (-)
Kripta (-) Kripta (-)
Shadow tes (+) Shadow tes (-)
Pupil Isokor Isokor
RAPD (+) RAPD (+)
RCL (+) RCL (+)
RCTL (+) RCTL (+)
Lensa Keruh Keruh
Tonometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Funduscopy Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Anal Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Tes Fluorescent Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
V. Resume
3
9 Pasien datang dengan keluhan mata kiri kabur sejak 2 tahun yang lalu disertai mata
berasap dan pusing menjalar ke leher sampai punggung belakang. Riwayat operasi dan
trauma pada mata disangkal. Pada Pemeriksaan VOD 0.125 , VOS 1/300 , arkus senilis
(+/+), shadow tes OD (+) dan OS (-).
Pemeriksaan visus
Pemeriksaan slit lamp
5
VII. Diagnosis Banding
Katarak imatur oculi dextra + katarak matur oculi sinistra
Katarak Intumesen
Katarak Hipermatur
VIII. Diagnosis kerja
Katarak imatur oculi dextra + katarak matur oculi sinistra
IX. Penatalaksanaan
Eyefresh 3 x 1 oculi dextra et sinistra
X. Prognosis
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 LENSA
7
Gambar 3.1 Struktur lensa
8
mempunyai indeks refraktif sebanyak 16-20 Dioptre (D). Namun begitu,
lensa sebenarnya mempunyai sikap refraktif yang lebih kompleks. Hal ini
dikarenakan struktur lensa yang mempunyai lapisan-lapisan jelas dari korteks
hingga ke nukleus. Lapisan tersebut dibentuk oleh konsentrasi protein dan
densitas serabut yang bervariasi. Oleh itu, lensa merupakan suatu media
refraksi yang mempunyai indeks refraksi bergradiasi.
Menurut teori Helmholtz, akomodasi berlaku apabila bentuk lensa
diubah oleh kontraksi otot siliaris. Kontraksi otot ini akan menyebabkan
serabut zonular untuk relaksasi, lalu mengakibatkan tensi kapsular menurun.
Lensa akan menjadi lebih tebal dengan lengkungan yang bertambah. Ini
menyebabkan indeks refraksi lensa untuk menjadi lebih tinggi. hal yang
sebaliknya akan berlaku apabila otot siliaris relaksasi, yaitu serabut zonular
menjadi tegang, tensi kapsular meninggi, lensa menjadi leper dan indeks
refraktif lensa menurun. Proses ini dikendalikan oleh nervus III kranialis.
Fungsi akomodasi lensa bukan konstan, tetapi akan menurun seiringan
dengan umur. Hal ini diakibatkan elastisitas lensa yang menurun dan
kehilangan serabut zonular atau elastisitas serabut zonular. Faktor-faktor ini
menyebabkan penurunan progresif dari fungsi akomodatif lensa sehingga
indeks refraksi lensa menurun dari 14D pada masa kanak-kanak menjadi 11D
pada umur 20 tahun dan menurun lagi sehingga 6D pada umur 40 tahun.
Apabila seseorang mencapai 50- 60 tahun, akan berlakunya kehilangan
hamper semua fungsi akomodasi lensa, yaitu presbyopi.
Lensa berupaya untuk mengabsorbsi panjang gelombang cahaya 380 -
400 nm, sehingga hanya sebagian kecil sinar ultraviolet dapat sampai ke
retina. Kapasitas lensa untuk mengabsorbsi cahaya yang terlihat akan
meningkat seiringan dengan umur untuk melindungi retina dari kerusakkan
yang diakibatkan cahaya terlihat.
Metabolisme lensa dikendalikan oleh epiteliumnya, yang merupakan
suatu jalur transport aktif. Lensa mempunyai kadar kalium (K + ) dan asam
amino yang lebih tinggi dibandingkan dengan corpus virtreous dan aquous
humour. Sebaliknya, lensa mempunyai kadar ion natrium (Na+), ion klorida
(Cl-) dan air dibandingkan persekitarannya.
9
permebealitas sel-sel membrane lensa serta aktivitas pompa natrium-kalium
yang terdapat dalam sel-sel membrane di serabut dan epitel lensa. Pompa
natrium- kalium tersebut berfungsi dengan memompa ion natrium keluar dari
lensa danmengambil ion kalium masuk ke dalam lensa. Mekanisme ini
bergantung dengan metabolisme adenosin trifosfat (ATP) dan diregulasi oleh
enzim Na+,K+- ATPase. Inhibisi daripada enzim ini akan menyebabkan
gangguan keseimbangan kation dan peningkatan dari kadar air dalam lensa.
Oleh karena transparansi lensa sangat bergantung dengan komponen
makromolekular dan struktur lensa, gangguan terhadap hidrasi lensa akan
menyebabkan lensa menjadi opak. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit tidak merupakan karakteristik katarak nuklear, tetapi di katarak
kortikal, kandungan cairan lensa akan meninggi.
3.3 KATARAK
3.3.1 Definisi
10
Indonesia merupakan negara dengan angka kebutaan
tertinggi kedua di dunia setelah Ethiopia dengan prevalensi
di atas 1%.Tingginya angka kebutaan di Indonesia tidak
hanya mejadi masalah kesehatan tetapi juga masalah
sosial.Selain itu, katarak merupakan penyebab gangguan
penglihatan kedua di dunia dengan angka kejadian sebesar
33%.
Di Indonesia, perkiraan insiden katarak adalah
0.1%/tahun artinya setiap tahun terdapat seorang penderita
katarak baru diantara 1000 orang. Sekitar 16-22%
penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 55
tahun. Di Sulawesi Tenggara kejadian katarak yakni
sebanyak 1.8%.
3.3.3 Etiologi
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti
glaukoma, ablasi, uveitis dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan
proses penyakit intraokular lainnya. Katarak dapat disebabkan bahan toksik
khusus (kimia dan fisik). Keracunan beberapa jenis obat dapat menimbulkan
katarak seperti eserin (0.25-0.5%), kortikosteroid, ergot, dan antikolinesterase
topikal. Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak
adalah diabetes melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik. Katarak dapat
ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik (katarak
senil, juvenil, herediter) atau kelainan kongenital mata. Katarak disebabkan
oleh berbagai faktor seperti :
Fisik
Kimia
Penyakit predisposisi
Genetik dan gangguan perkembangan
Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin
Usia
11
3.3.4 Faktor Resiko
Lensa dibentuk oleh protein kristalin dan mempunyai jalur protein membran
untuk menjaga keseimbangan osmotik dan ioniknya. Komposisi molekular kristalin
membenarkan lensa untuk mengabsorbsi radiasi dalam jangka masa yang panjang
untuk menghindari kerusakkan yang diakibatkan oleh radiasi pada lensa. Namun,
upaya ini akan menurun seiring dengan usia oleh karena stres oksidatif dan
penurunan kemampuan metabolisme glukosa yang dialami oleh lensa. Hal ini akan
menyebabkan kekeruhan lensa bertambah akibat aggregasi protein lensa, lalu
menyebabkan katarak senilis.
Apabila kadar glukosa dalam lensa meninggi, jaluran poliol akan teraktivasi
lebih banyak daripada jaluran glikolitik, lalu akan menyebabkan akumulasi dari
zat sorbitol dalam lensa. Sorbitol pula akan dimetabolisme menjadi fruktosa oleh
enzim poliol dehidrogenase dan reaksi ini dikatalisir oleh enzim aldose reduktase.
Namun, enzim poliol dehidrogenase mempunyai affinitas yang sangat rendah
terhadap glukosa. Ini bermakna bahwa akumulasi sorbitol dalam lensa akan terjadi
sebelum zat ini dapat dimetabolisme. Hal ini, bersamaan dengan karakteristik
permeabilitas yang rendah dari lensa terhadap sorbitol akan mengakibatkan
12
penumpukkan sorbitol di dalam lensa. Dalam hal inilah berperan penting dalam
pembentukkan katarak gula.
Kadar oksigen yang meninggi dalam mata juga mempunyai peranan dalam
formasi katarak. Contohnya, pemaparan lensa terhadap kadar oksigen yang tinggi
dalam terapi hiperbarik akan mengakibatkan perubahan miopik, kekeruhan nukleus
lensa yang menambah dan pembentukkan katarak nuklear.
3.3.6 Klasifikasi
Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah yang timbul pada bayi baru lahir sebelum
berumur 1 tahun. Hal ini terjadi akibat adanya gangguan pertumbuhan lensa
ketika di dalam janin. Penyebab pasti dari katarak ini belum diketahui.
Beberapa faktor terkait penyebab terjadinya katarak kongenital ini ini adalah :
1. Herediter
Adanya ketidaknormalan pola kromosom pada individu. Sekitar 1 dari 3
katarak kongenital disebabkan oleh herediter.
2. Faktor Maternal
Malnutrisi, infeksi oleh rubella, obat-obatan, paparan radiasi pada ibu
dikaitkan dengan munculnya katarak pada bayi
3. Faktor infantil
Defisiensi oksigen akibat dari perdarahan plasenta, penyakit metabolik,
trauma lahir, malnutrisi pada awal kelahiran dikaitkan dengan perkembangan
katarak
4. Idiopatik
13
Gambar 3.2 Katarak kongenital total
Katarak Juvenil
Katarak Senilis
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak
diketahui secara pasti. Gejala yang paling dini mungkin berupa membaik nya
penglihatan dekat tanpa kacamata ("penglihatan kedua"). Ini merupakan akibat
meningkatnya kekuatan fokus lensa bagian sentral dan menyebabkan refraksi
bergeser ke miopia (penglihatan dekat). Gejala-gejala lain dapat berupa
diskriminasi wama yang buruk atau diplopia monokular. Sebagian besar
katarak nuklear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik.
Katarak senilis pada dasarnya disebabkan proses penuaan. Walaupun
patogenesis katarak senilis belum dapat dipastikan, beberapa faktor diduga
dapat menyebabkan katarak senilis :
1. Herediter
Faktor herediter merupakan faktor yang sangat penting dalam insiden, usia
14
onset, dan maturasi dari katarak senilis.
2. Radiasi Ultraviolet
Dalam beberapa penelitian epidemiologi, paparan radiasi ultraviolet matahari
terlibat dalam onset awal dan maturasi dari katarak senilis.
3. Faktor Diet
Diet kekurangan protein tertentu, asam amino, vitamin dan mineral mineral
lainnya juga menjadi onset awal dan maturase dari katarak senilis.
4. Dehidrasi
Episode dehidrasi berat (misalnya disebabkan oleh cholera dan diare) diduga
berkaitan dengan onset awal dan maturase katarak.
5. Merokok
Merokok dilaporkan memiliki kaitan dengan onset awal katarak senilis.
Merokok menyebabkan penumpukan molukel pigmen yaitu 3
hydroxykynurinine dan chromophores yang akan menyebabkan kekeruhan.
Sianat dalam rokok menyebabkan karbamilasi dan denaturasi protein.
15
keluar dari kapsul. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan
kapsul lensa. Bila proses katarak berlanjut, korteks akan terlihat seperti
sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam akibat dari korteks
yang terus berdegenerasi dan cair yang tidak dapat keluar. Keadaan ini disebut
sebagai katarak morgagni.
16
Gambar 3.3 Katarak senilis kortikal imatur
Katarak Komplikata
17
lensa, hal ini dapat menyebabkan perkembangan katarak komplikata.
Katarak komplikata dapat disebabkan penyakit mata lainnya, seperti ablasi
retina, glaukoma, iskemia okular atau akibat trauma dan pasca bedah mata.
Diabetes melitus, hipoparatiroid, galaktosemia dan penyakit endokrin lainnya
juga dapat menyebabkan katarak komplikata. Katarak komplikata biasanya
berawal di daerah subkapsular posterior dan akan mengenai seluruh bagian
lensa.
Katarak Traumatika
Katarak traumatik disebabkan oleh trauma benda asing pada lensa. Peluru
senapan angin dan petasan herupakan penyebab yang tersering.
Lensa menjadi putih setelah terjadinya trauma karena lubang pada kapsul
lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang vitreus masuk ke dalam
struktur lensa. Pasien sering kali adalah seorang pekerja industri yang
pekerjaannya memukulkan baja ke baja lain. Sebagai contoh, potongan kecil
palu baja dapat menembus kornea dan lensa dengan kecepatan yang sangat
tinggi lalu tersangkut di vitreus atau retina.
18
Pandangan mata menjadi buram pada saat melihat suatu
objek atau membaca suatu tulisan.
Sensitifitas terhadap cahaya atau sinar menjadi tinggi.
Pada saat melihat objek benda dan cahaya dengan
menggunakan satu mata saja, objek dapat terlihat seperti
ganda.
Kesulitan melihat pada malam hari.
Pada saat memandang sinar akan muncul lingkaran cahaya
pada penglihatan.
3.3.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis serta melalui
pemeriksaan oftalmologi.
Anamnesis riwayat perjalanan penyakit pasien.
19
langsung. (+) bila terdapat relative afferent
pupillary defect, perlu dipikirkan adanya kelainan
patologis lain yang mengganggu tajam penglihatan
Pasien.
3.3.9 Penatalaksanaan
20
Termasuk ke dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan
endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, implantasi
sekunder lensa intra okular, kemungkinan dilakukan bedah glaukoma,
predisposisi prolaps vitreous, sebelumnya mata mengatasi ablasi retina,
dan sitoid makular edema.
C. Fakoemulsifikasi
21
untuk mengoreksi aphakia. Sejarah implan IOL dimulai pada 29
November 1949, ketika Harold Ridley, seorang dokter mata
berkebangsaan Inggris, melakukan tindakan pertamanya. Sejak saat itu,
sejarah IOL selalu menarik, seringkali mengalami kegagalan dan akhirnya
dapat bermanfaat hingga sekarang dan sangat berkembang.
3.3.10 Komplikasi
Kecemasan.
Beberapa pasien mungkin mengalami kecemasan, pada malam operasi
karena ketakutan akan operasi. Obat anxiolytic seperti diazepam 2 sampai
5 mg sebelum tidur biasanya dapat meredakan gejala tersebut.
22
Konjungtivitis iritasi atau alergi
Pada beberapa pasien karena antibiotik topikal pra operasi tetes dapat
terjadi reaksi alergi. Diperlukan penundaan operasi selama 2 hari
bersamaan dengan penarikan obat tersebut.
Abrasi kornea
Abrasi kornea dapat terjadi karena cedera yang tidak disengaja selama
pemeriksaan tonometri Schiotz. Diperlukan penambalan dengan salep
antibiotik selama sehari dan penundaan operasi selama 2 hari.
Komplikasi akibat anestesi lokal
Perdarahan dapat terjadi karena blok retrobulbar. Disarankan untuk
menunda operasi selama seminggu.
Refleks okulokardiak,
Bermanifestasi sebagai bradikardia dan / atau aritmia jantung, juga telah
diamati akibat blok retrobulbar. Suntikan atropin intravena sangat
membantu.
Perdarahan subkonjungtiva
komplikasi minor yang sering terjadi,dan tidak membutuhkan perhatian khusus.
Dislokasi spontan lensa vitreous
Dislokasi spontan lensa pada vitreous juga telah dilaporkan (terutama pada
pasien dengan katarak hipermatur)
Komplikasi Intraoperatif
23
Posterior capsular rupture
Hal ini dapat terjadi akibat hidrodiseksi, trauma langsung oleh
instrument tajam atau ketika proses aspirasi korteks
Hifema
Ablasi retina
Komplikasi yang sering dijumpai pada pasien dengan afakia.
Cystoid macular oedema (CME)
Merupakan akumulasi cairan yang akan membentuk kista pada area
makula. Namun, dalam banyak kasus secara klinis tidak menimbulkan
24
masalah visual dan mengalami regresi spontan.
3.3.12 Pencegahan
Pencegahan tersier
Operasi untuk mengembalikan penglihatan pada mata yang buta.
Strategi pengendalian operasi katarak:
o Kuantitas
Berapa banyak operasi katarak yang dilakukan dalam jumlah
25
pasien yang mengalami kebutaan akibat katarak?
o Kualitas
Bagaimana hasil dan bagaimana kita memantau pasien pasca
operasi?
o Biaya
Berapa biaya / efektivitas biaya?
DAFTAR PUSTAKA
26
7. Kemenkes RI. (2018). Katarak, kenali gejala dininya, diakses pada 27
Mei 2021, diakses dari:
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/katarak-kenali- gejala-
dininya
dari:http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eU
J0dVBndz09/2018/07/Modul_Deteksi_Dini_Katarak.pdf
9. Kementerian Kesehatan RI. (2007). Riset Kesehatan Dasar;
RISKESDAS 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
10. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar;
RISKESDAS 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
11. Khurana, AK (2007). Comprehensive Ophthalmology, 4th ed, Newage
International Publishers, India.
13. The Lancet Global Health (2020). Causes of blindness and vision
impairment in 2020 and trends over 30 years, and prevalence of
avoidable blindness in relation to VISION 2020: the Right to Sight:
an analysis for the Global Burden of Disease Study, Elsevier, diakses
pada 7 April 2021, Diakses dari:
https://www.thelancet.com/action/showPdf?pii=S2214- 109X
%2820%2930489-7
27