Anda di halaman 1dari 32

ACUTE KIDNEY INJURY (AKI)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama

Pembimbing:
dr. Muzakkir Ilyas, Sp. PD, KGH

Oleh:
Isya Diba Fahirah (20174032)

BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH MEURAXA BANDA ACEH
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “ACUTE KIDNEY INJURY
(AKI)” Shalawat beserta salam penulis tujukan ke pangkuan Nabi Muhammad S.A.W yang
telah membawa manusia ke zaman yang berpendidikan dan terang benderang.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik senior pada
Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh di
Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda Aceh. Selama penyelesaian referat ini penulis
selalu mendapat bantuan dan pengarahan dari pembimbing yang bertanggung jawab. Oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Muzakir Ilyas, Sp. PD,
KGH yang telah banyak meluangkan waktu agar referat ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian demi
kesempurnaan referat lain nantinya dan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah S.W.T selalu
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Banda Aceh, 24 Agustust 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN................................................................................
2.1 Definisi dan Kreteria.....................................................................................................
2.2 Epidemiologi.................................................................................................................
2.3 Etiologi..........................................................................................................................
2.4 Patogenesis....................................................................................................................
2.5 Gejala Klinis..................................................................................................................
2.6 Diagnosis.......................................................................................................................
2.7 Diagnosis Banding.........................................................................................................
2.8 Penatalaksanaan.............................................................................................................
2.9 Prognosis & Komplikasi................................................................................................
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan ginjal akut adalah suatu kondisi klinis yang spesifik dengan manifestasi
yang sangat bervariasi, mulai dari ringan tanpa gejala, hingga yang sangat berat dengan
disertai gagal organ multipel. Gangguan ginjal akut dapat terjadi pada pasien yang dirawat
di rumah sakit (hospital-acquired) baik rawat inapintensif maupun rawat inap non-intensif,
bahkan bisa ditemukan diluar rumah sakit (community-acquired). Pengetahuan patobiologi
yang terbatas mengenai kejadian penyakit menimbulkan kesulitan dalam membuat definisi
diagnosis gangguan ginjal akut secara seragam. Mehta & Chertow melaporkan terdapatlebih
dari 35 definisi yang berbeda beda untuk gangguan ginjal akut ini.' Tidak seragamnya definisi
menimbulkan kesulitan, bukan saja dalam membuat panduan diagnosis secara universal
tetapi juga membawa dampak terhadap pengobatan dan prognosis penyakitnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, sekelompok nefrolog dan intensivist yang tergabung
dalam organisasi ADQI (Acute Dialysis Quality Initiative) membuat definisi baru yang
seragam serta konsensus pengelolaan komprehensif, berdasarkan bukti-bukti klinis ( evidence
based medicine). Definisi gangguan ginjal akut yang selama ini kita kenai dalam kepustakaan
barat sebagai ':Acute Renal Failure (ARF)" diubah menjadi ':Acute Kidney Injury (AKI)':
Pada bulan April 2011, draft untuk Panduan Gangguan Ginjal Akut pertama kali diajukan oleh
Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) Amerika Serikat, yang antara lain
berisi konsep baru, definisi dan kriteria diagnosis GgGA untuk melengkapi kriteria
RIFLEdari Acute Dialysis Quality Inisiative-ADQI dan kriteria Acute Kidney Injury Network-
AKIN.

Perubahan ini bukan sekedar penggantian nama atau istilah tetapi benar-benar
perubahan konsep secara mendasar.Padasaat digunakan definisi "acute renal failure" (gagal
ginjal akut), walaupun menggunakan istilah failure (gagal), tetapi nomenklatur ini mencakup
semua tahapan kelainan ginjal tanpa mencerminkan berat atau ringannya kondisi klinis pasien.
Dengan menggunakan istilah injury (gangguan) maka nomenklatur ini menggambarkan
tahapan gangguan ginjal, dari yang paling ringan sampai gagal ginjal tahap akhir.

Di Indonesia definisi AKlbelum diterjemahkan secara baku. Dengan memperhatikan


patobiologi pembuatan definisi AKlmaka dalam buku ini akan digunakan istilah gangguan
ginjal akut (GgGA) sebagai terjemahan AKI. Nomenklatur ini dapat mencakup gangguan
fungsi ginjal ringan sampai kegagalan fungsi ginjal tahap akhir seperti yang diisyaratkan oleh
AKIN.
BAB II

TINJAUAN PUSAKA

2.1 Definisi Dan Kreteria

Secara tradisional, definisi gagal ginjal akut, adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi
mendadak dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh kegagalan ginjal untuk
mengekskresi sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa disertai terjadinya gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Definisi tersebut tidak menyertakan batasan tentang
parameter yang digunakan dan berapa waktu yang ditetapkan sebagai kriteria penurunan fungsi
ginjal mendadak. Oleh karena itu berbagai definisi klinis gagal ginjal akut yang diajukan dalam
literatur disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien.

Definisi diagnosis GgGA harus cukup sensitif untuk mendeteksi gangguan ginjal tahap
dini dan cukup spesifik untuk menentukan prognosis pasien (outcome), sehingga definisi
GgGA harus disertai tahapan-tahapan (kriteria) diagnosis. Kelompok ADQI mengajukan
suatu kriteria dengan memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi perjalanan
penyakit GgGA, yang disebut kriteria RIFLE (Risk- Injury- Failure- Loss- End- stage renal
failure). Kriteria inipertama kali dipresentasikan pada International Conference on
Continous Renal Replacement Therapies, di San Diego pada tahun 2003, yang kemudian
secara luas digunakan baik untuk melakukan penelitian maupun menetapkandiagnosis dan
prognosis pasien. Untuk melengkapi panduan AKIN, KDIGO membuat daftar panduan
GgGA, seperti terlihat pada table 1.

Tabel 1.Tahapan GgGA Menurut KDIG02


Taha Kriteria serum kreatinin Kriteria produksi urin
p
1 Peningkatan serum Kreatini ≥ 26µmol/L (0,3 Produksi urin< 0,5 ccl kgBB
mg/dl) selama lebih 6 jam

dalam 48 jam atau peningkatan 1,5- 1,9 kali dari


kadar

kreatinin referensi

2 Peningkatan Produksi urin<0,5ccl/ kgBB


serum kreatinin selama lebih dari 12jam
2-2,9 kali dari
kadar kratini
referensi

3 Peningkatan serum kreatinin 3 kali kadar Produksi urin< 0,3cc/KgBB


sebelumnya atau serum kreatinin ≥ 4 mg/L atau selama lebih dari 24 jam atau
telah memerlukan terapi penganti gin jal (tanpa anuri selama 24 jam
melihat tahapannya
Catatan: Kadar kreatinin referensiadalah kadar serum kreatinin pasien terendah dalam 3 bulan
terakhir. Seandainya nilai inl tidak diketahui, rnaka lakukan pemeriksaanulang serum kreatrnin
dalant 24 jam (kadar serum kreatinin yang pertama dijadikan kadar referensi),

KriteriaRIFLE dapat digunakansecaramudah dan murah untuk menegakkan diagnosis GgGA,


dalam praktek klinik, karenanya berdasarkan kenaikan kadar kreatinin serum atau penurunan
produksi urin dalam satuan waktu

2.2. Epidemiologi

Data epidemiologi mengenai GgGA ternyata sangat jarang dilaporkan , padahal GgGA
merupakansalah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Kesulitan dalam
membuat data ini antara lain disebabkan tidak ada keseragaman definisi dan variasi gejala
klinik yang sangat luas. Sejak digunakan kriteria RIFLE, definisi diagnosis menjadi lebih
seragam dan lebih sensitif. Hasil metaanalisis yang dilakukan terhadap penelitian yang
menggunakan RIFLE sebagai kriteria diagnosis menunjukkan ternyata insiden GgGA
jauh diatas yang diperkirakan sebelumnya. Tingginya insidensi GgGA merupakan
ancaman yang tersembunyi karena angka kematiannya jauh lebih tinggi terutama bila
disertai sepsis atau gagal paru akut (acute lung injury).

Insiden GgGA pada Negara berkembang dan Negara maju, baik untuk pasien yang
dirawat di rumah sakit (hospital based) maupun pada populasi umum (community based).
Perbedaan ini dipengaruhi oleh letak geografis, penyakit pandemis, status ekonomi dan
budaya seternpat.

Di negara berkembang, insidens GgA pada populasi umum jarang dilaporkan, karena
tidak semua pasien dirujuk kerumah sakit. Gangguan ginjal akut yang ringan dapat sembuh
sendiri diluar rumah sakit sedang GgGA yang berat seringkali tidak mencapai rumah sakit
karena masalah geografis atau ekonomi di Cina melaporkan angka kejadian GgGA
sebesar 0,54/1000 pasien yang dirawat, di India melaporkan 6,6/ 1000 pasien yang dirawat.
Angka GgGA yang terjadi di populasi umum mungkin masih jauh lebih besar.

Di negara maju, angka kejadian GgGA di rumah sakit jauh lebih tinggi dibandingkan
negara berkembang, dan umumnya terjadi pada usia lanjut atau pasca operasi jantung.
Sedangkan di Negara berkembang, GgGA lebih banyak terjadi pada usia muda atau anak-
anak, dengan etiologi dehidrasi, infeksi, toksik atau kasus-kasusobstetri. Metaanalisis
menunjukka nangka kejadian GgGA di intensive care unit (ICU) adalah 1-5% dari seluruh
pasien yang dirawat di rumah sakit dan angka kematiannya mencapai 50-70%. Sedangkan
meta-analisis yang dilakukan Lamier dengan menggunakan kriteria RIFLE menunjukkan
angka kejadian GgGA di ICU bervariasi antara 5-67% dari seluruh pasien yang dirawat
dirumah sakit.

Sebanyak 70% pasien ICU memiliki beberapa derajat disfungsi ginjal, dan sekitar 5%
pasien ICU memerlukan terapi pengganti ginjal. Disfungsi ginjal yang terjadi pada pasien yang
sakit kritis sekarang disebut AKI. Kondisi ini mirip dengan sindrom gangguan pernapasan
akut (Acute Respiratory Distress Syndrome / ARDS) karena biasanya terjadi sebagai bagian dari
kegagalan multiorgan pada pasien dengan peradasngan sistemik progresif. Penderita AKI yang
membutuhkan hemodialisis memiliki angka kematian 50%–70%, yang belum berubah selama 30
tahun terakhir.

2.3. Etilogi

Etiologi Gangguan Ginjal Akut (GgGA) secara klasik dibagi menjadi 3 kelompok utama
berdasarkan lokasi terjadinya kelainan patofisiologi yaitu sebelum ginjal (pre-renal), didalarn
ginjal (renal/intrinsik), atau sesudah ginjal (post-renal). Etiologi pre-renal dapat terjadi pada
G~GA diluar rumah sakit (community-acquired) atau didalam rumah sakit (hospital-
acquired). Angka kejadian etiologi pre-renal mencapai 70% dari seluruh GgGA yang terjadi
diluar rumah sakit dan 40% dan yang terjadi didalam rumah sakit." Berbagai etiologi yang
dapat menyebabkan GgGA pre renal dapat dilihat pada tabel 2.

Etiologi intrinsic (renal) disebabkan oleh semua gangguan yang terjadi didalam ginjal,
baik di tubuli ginjal, parenkhim (interstisial), glomeruli, maupun pembuluh darah (vaskular)
seperti yang tercantum pada tabel 3. Etiologi renal biasanyaterjadi didalam rumah sakit
(hospitalacquired) atau terjadi sebagai kelanjutan GgGA pre-renal (hipoperfusi) yang terjadi
diluar rumah sakit dan tidak dikelola dengan baik sehingga berlanjut menjadi TNA.

Tabel 3. Etiologi yang Dapat Menyebabkan GgGA Pre renal.

Kehilangan volume cairan tubuh melalui:

o Dehidrasi : apapun sebabnya

o Perdarahan : apapun sebabnya

o Gastro-intestinal : diare,muntah,cairan NGT,dll

o Ginjal : diuretik, osmotic diuretic, insufi siensiadrenal,


dll

o Kulit : luka bakar,diaforesis

o Peritoneum : drain pascaoperasi


Penurunan volume efektif pembuluh darah (curah jantung)

- Infark miokard

- Kardiomiopati

- Perikarditis (konstruktif atau tamponade jantung)

- Aritmia

- Disfungsi katup Gagaljantung Emboli paru Hipertensi pulmonal

- Penggunaanventilator

Redistribusi cairan

Hipoalbuminemia (sindroma nefrotik, sirosis

hepatis,malnutrisi)

- Syok vasodilator (sepsis,gagal hati)

- Peritonitis

- Pankreatitis

-Rhabdomiolisis ("Crushinjury")

- Asites

- Obat-obat vasodilator

- Obstruksi Renovaskular

- Arteri renalis ( stenosis intravaskular,emboli, laserasi

trombus)

- Vena renalis (trombosis intravaskuler, infiltrasi

tumor)

Vasokonstriksiintra-renal primer

- NSAID,siklosporin, sindrom hepatorenal


- Hipertensi maligna, pre-eklampsi ,skleroderma

Etiologi TNA paling sering disebabkan oleh sepsis (50%), obat-obat yanq bersifat
nefrotoksik (35%) dan keadaan iskemia (15%) (TNA iskemik). Gangguan ginjal akut pre-
renal dengan etiologi hipoperfusi, bila tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut
menjadi TNA iskemik. Demikan juga GgGA pre-renal pasca bedah yang biasanya
disebabkan oleh keadaan iskemia atau syok perioperatif, bila tidak dikelola dengan baik
dapat berlanjut menjadi TNA. Beberapa faktor dapat menjadi predisposisi GgGA seperti:
hipertensi, gangguanjantung, gangguan hati, diabetes melitus, usia lanjut, atau penyakit vaskular
perifer.

Gangguan ginjal akutpost- renal terjadi akibat obstruksi pada saluran air kemih
apapun etiologinya. Obstruksi dapat terjadi di bawah kandung kemih (uretra) atau pada ke-2
ureter yang akan menghambat aliran urin

Tabel 3. Etiologi yang Dapat Menyebabkan GgGA Renal.

Tubular nekrosis akut :

- Obat-obatan: aminoglikosida, cisplatin, amphotericin B

- Iskemia : apapun sebabnya

- Syok septis: apapun sebabnya

- Obstruksi intratubuler: rhabdomiolisis, hemolisis, multi pel mieloma, asam urat,


kalsium oksalat

- Toksin: zat kontras radiologi, karbon tetraklorida,

etilen glikol,lo~am berat

Nefritis lnterstlslal akut

- Obat-obatan: penisilin, obat anti inflamasi non steroid (AINS), angiotensin


converting enzyme-inhibitor (ACE-I), aiupurinol,cimetidine,H2 blockers, proton
pump inhibitors

- Infeksi: streptokokus, difteri,leptospirosis

- Metabolik hiperurisemia, nefrokalsinosis

- Toksin: etilene glikol,kalsium oksalat

- Penyakit autoimun: lupus eritematosus sistemik (LES),cryoglobulinemia

Glomerulo nefritis akut

- Pasca-infeksi: streptokokus,bakteria, hepatitis B, infeksi human


immunodeficiency virus (HIV), abses visceral
- Vaskulitis sistemik : LES,Wegener'sgranulomatous, poliarteritis
nodosa,Henoch- Schonleinpurpura, IgA nefritis, sindrom Goodpasture
- Glomerulonefritis membranoproliferatif
- Idiopatik

Oklusi mikrokapiler/glomerular :

thrombotic thrombocytopenic purpura (TIP), hemolytic uremic syndrome (HUS),


Koagulasi intravaskular diseminata cryoglobulinemia, emboli kolesterol

Nekrosis Kortikal Akut

Tabel 4. Etiologi Gangguan Ginjal Akut Post Renal

Obstruksi ureter (bilateral atau unilaterei)

Ekstrinsik

Tumor (endometrium, serviks, lirnforna, metastasis), perdarahan/fibrosis retroperitoneum


ligasi (ikatan) ureter secara tidak sengaja (pada tindakan bedah)

Intrinsik
batu , bekuan darah, nekrosis paJila ginjal, tumor

Obstruksi kantung kemih atau uretra

- tumor atau hipertrof prostat


- tumor vesika urinaria, neurogenic bladder
- prolaps uteri
- batu, bekuan darah, sloughed papillae
- obstruksi kateter foley

dari ke-2 ginjal. Obstruksi akan meningkatkan tekanan di dalam kapsula Bowman dan
menurunkan tekanan hidrostatik sehingga terjadi penurunan LFG.Bila obstruksi hanya terjadi
pada salah satu ureter maka GgGA post renal baru akan berlangsung bila ginjal sebelahnya
sudah tidak berfungsi akibat etiologi lain.

2.4. Patogenesis

Patogenesis GgGA merupakan kejadian yang sangat kompleks dan bervariasi serta
tergantung dari etiologinya. Berdasarkan penyebabnya, GgGA terbagi menjadi 3
klasifikasi yaitu: pre-renal, intrinsik dan post-renal. Gangguan ginjal akut pre-renal
menggambarkan reaksi ginjal akibat kekurangan cairan. Pada keadaan ini, fungsi ginjal
sebelumnya adalah normal. Berkurangnya perfusi ginjal dan volume efektif arterial akan
menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis dan renin-angiotensin aldosteron. Stimulasi sistem
renin-angiotensin- aldosterone akan mengakibatkan peningkatan kadar angiotensin II yang
akan menimbulkan vasokonstriksi arteriol efferent glomerulus ginjal (post-glomerulus).

Angiotensin II juga berperan pada arteriol afferent glomerulus ginjal (pre


glomerulus) tetapi efeknya akan meningkatkan hormon vasodilator prostaglandin sebagai
upaya kontra-regulasi. Vasokonstriksi pada post-glomerulus dilakukan untuk
mempertahankan tekanan kapiler intra-gomerulus serta laju filtrasi glomerulus (LFG) agar
tetap normal. Beberapa faktor gangguan hemodinamik yang akan meningkatkan kadar
angiotensin II, akan merangsang pula sistim saraf simpatis sehingga terjadi reabsorbsi air
dan garam di tubulus proksimal ginjal. Pada keadaan tersebut terjadi perangsangan sekresi
dari hormon aldosteron dan vasopresin (hormon antidiuretik) sehingga rnenqakibatkan
peningkatan reabsorbsi natrium, urea dan air pada segmen distal nefron. Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa sebagai respons fisiologis terhadap gangguan hipoperfusi ginjal yang
ringan, maka untuk mempertahankan LFG terjadi retensi urin dan natrium sehingga urin
menjadi pekat dengan kadar natrium yang rendah. Profil urine klasik pada pasien dengan
azotemia prerenal adalah : kadar natrium dalam urine rendah (< 20 meq/L), ekskresi fraksional
Natrium (fractional excretion of Natrium) rendah (< 1), ekskresi fraksional urea (fractional
excretion of) urea rendah (<35%) dan osmolalitas urin tinggi. Mekanisme autoregulasi
diatas dapat terganggu atau tidak dapat lagi dipertahankam apabila pasien GgGA prerenal
mengalaml gangguan hipoperfusi ginjal yang berat atau berlangsung lama

Penyebab utama GgGA intrinsik adalah nekrosis tubular akur (TNA). Penyebab
kerusakan ginjal pada TNAdapat dibagi rnenjadi dua yaitu: proses iskemik dan proses
nefrotoksik. Walaupun demikian, TNA umumunya diakibatkan oleh etiologi
multifaktorial yang biasanya terjadi pada keadaanpenyakit akut dengan sepsis, hipotensi, atau
penggunaan obat-obatan yang nefrotoksik.

Respon ginjal terhadap hipoperfusi umumnya berakhir dalam dua keadaan, yaitu:
azotemia prerenal atau gangguan iskemik. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pada azotemia
prerenal, hipoperfusi akan mengganggu fungsi ginjal saja dan dapat kembali normal
(reversibel) bila hipoperfusinya diatasi. Apabila hipoperfusi bertambah berat atau
berkelanjutan, maka akan terjadi kerusakan pada sel-sel tubulus disertai gangguan fungsi
ginjal. Kerusakan yang terjadi ditandai dengan ditemukannya sel-sel epitel tubulus yang mati
(nekrosis) dan apoptosis. Gangguan iskemik reperfusi tersebut ternyata tidak saja terjadi pada
epitel tubulus, tetapi juga pada endotel pembuluh darah serta terjadi pula aktivasi dad
sel-sel inflamasi serta mediator-mediator humoral.

Patogenesis TNA iskemik terjadi dalam beberapa tahapan. Tahap awal adalah
tahap prerenal, diikuti dengan keadaan yang lebih menonjol akibat hipotensi
berkepanjangan serta iskemik ginjal, yang disebut tahap inisiasi (initiation). Tahap
inisiasiditandai oleh kerusakan sel-sel epitel dan endotel, yang selanjutnya akan diikuti oleh
tahap ekstensi (extension). Pada tahap ekstensi ini bukan hanya terjadi gangguan iskemia saja,
tetapi juga kerusakan endotel mikrovaskular dan aktivasi jalur-jalur inflamasi. Kemudian
tahap ekstensi akan diikuti oleh "tahap pemeliharaan" (maintanance) yang ditandai adanya
perbaikan dan diferensiasi ulang (redifferentiation) dari sel sel epitel dan endotel sehingga
terjadi perbaikan fungsi ginjal atau "fase perbaikan" (recovery).Tahap-tahap seperti tersebut
diatas dikemukakan seperti terlihat pada gambar ini.
Ga
mbar 1. Tahapan GgGA sesuai dengan patofisiologi yang terjadi

Perubahan histopatologis yang terjadi pad a TNA setelah terjadinya iskemik


ditingkat sel adalah sebagai berikut: Pada tahap pertama terjadi peregangan dan hilangnya
"brush border" tubulus proksimal disertai penurunan polaritas sel. Bila gangguan ginjal
diperbaiki pada tahap ini akan terjadi penyembuhan sempurna, namun bila tidak maka
akan berlanjut pada tahap ekstensi. Pada tahap ini terjadi aptosis dan nekrosis sel,
deskuamasi yang mengakibatkan sumbatan luminar dan respon inflamasi. Kehilangan sel-sel
tubulus secara tidak merata tersebut disertai penggundulan dari membrana basalis, dilatasi
dari tubulus proksimal, dan diikuti oleh pembentukan "cast" dari serpihan-serpihan sel yang
rusak dan akhirnya akan diikuti kembali oleh regenerasi dari sel pada saat tahap perbaikan
(recovery). Tahapan kerusakan histopatologis seperti terlihat pada gambar 2.

Mekanisme lain yang diduga menjadi penyebab penurunanLFG pada TNA antara lain:
vasokonstriksi yang dimediasi secara langsung oleh kerusakan endotel dan secara tidak
langsung akibat "tubuloglomerular feedback", mekanisme ini akan berakibat langsung
terhadap

penurunan LFG. Selain itu, akibat dari mengendapnya sel- sel epitel tubulus yang rusak
serta membrana basalis yang menjadi gundul akan terbentuk "cast" intralumen tubulus
sehingga menimbulkan obstruksi. Membrana basalis yang gundul tersebut akan pula
menimbulkan kembalinya filtrat glomerulus kedalam jaringan mikrovaskuler (back-leak).
Gangguan ginjal akut post-renal terjadi akibat sumbatan dari sistem traktus
urogenitalis. Sumbatan dapat terjadi pada tingkat buli-buli dan uretra atau disebut juga
sumbatan tingkat bawah, atau terjadi pada ureter dan pelvis ginjal yang disebut dengan
sumbatan tingkat atas. Apabila terjadi pada tingkat atas, maka sumbatannya harus bilateral
atau terjadi pada hanya 1 buah ginjal yang berfungsi dimana ginjal satunya sudah tak berfungsi.
Pada anak-anak, sumbatan tingkat atas umumnya diakibatkan oleh striktur ureter kongenital,
atau striktur katup ureter. Pada wanitadewasa, sumbatan tingkat atas umumnya disebabkan
oleh keganasan di daerah retroperitoneal atau pada panggul, sedangkan pada laki-Iaki
biasanya diakibatkan oleh pembesaran atau keganasan prostat, Sumbatan dapat bersifat total
dan disertai anuria, atau parsial yang biasanya tidak memiliki manifestasi klinik.
Pemeriksaan pencitraan yang spesifik diperlukan untuk mengevaluasi keadaan-keadaan
tersebut di atas.

Gambar 2. Gangguan yang terjadi pada struktur sel tubuli setelah terjadinya iskemik.

2.5 Diagnosis
Diagnosis klinik GgGA dapat ditegakkan dengan cepat tanpa membutuhkan alat
canggih dan mahal seperti CT-Scan atau MRI, tetapi membutuhkan daya anal isis yang kuat
dan pengetahuan patofisiologi yang memadai dalam mengevaluasi data-data yang ada. Untuk
itu, akan disajikan suatu algoritma yang komprehensif berdasarkan pengalaman klinis dan
didukung oleh data-data penelitian, yang diharapkan dapat membantu menegakkan diagnosis
secara dini dan tepat seperti terlihat pada gambar 3.

Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) pada tahun 2011 menerbitkan
panduan untuk GgGA dengan tujuan menjernbatani hal-hal yang belum dapat disepakati oleh
ADQI maupun AKIN. Kriteria diagnosis GgGAversi KDIGOsebenarnya hampir sama dengan
kriteria diagnosis AKIN. Kesulitan penggunaan panduan ADQI maupun AKIN adalah
menentukan kadar kreatinin dasar (referensi). Seringkali pasien masuk tanpa mengetahui
berapa kadar kreatinin darah sebelum nya. terutama untuk GgGA yang tidak dirawat di
rumah sakit. Untuk itu, KDIGOmemberikan definisi kadar kreatinin darah referensi adalah
sebagai berikut : Kadar kreatinin darah terendah dalam 3 bulan terakhir, atau kadar
kreatinin saat awal masuk perawatan. (Untuk mengetahui peningkatan kreatinin, maka
dilakukan pemeriksaan kreatinin ulang setelah 24 jam perawatan Pada penderita dengan
penyakit kritis, kriteria ADQI maupun AKIN tidak memberikan petunjuk mengenai
penegakkan etiologi GgGA. (pre-renal, renal, atau post renal).Sampai saat ini upaya
penegakkan diagnosis etiologi GgGA rnasih dalam perdebatan.

Gambar 3. Algoritme untuk menegakkan diagnosis GgGA

Tabel 5. Kriteria Diagnosis GgGA Menurut KPIG02

Kriteria Diagnosis GgGA KDIGO

Peningkatan kadar kreatinin serum sebesar ≥ 0,3 mg/dl (≥26,4 pmol/l)

atau

Peningkatan kadar kreatinin serum ≥1,5 kali (> 50%) bila dibandingkan dengan
kadar referensi yang diketahui dan diduga terjadi peningkatannya dalam 1 minggu

atau
penurunan produksi urin menjadi kurang dari 0,5 cc/jam selama lebih dari 6 jam

Tabel 6. Diagnosis Klinik GgGA dengan Etiologi Pre-Renal.

Anamnesis Penyakit Pemeriksaan Fisik

Kehilangan volume cairan tubuh Lemah badan .rasa haus

melalui: dehidrasi,perdarahan,
Hipotensi ortostatik, nadi cepat
gastro-intestinal ginjal, kulit (luka
dan danqkal, bibir kering, turgor
bakar),dll
buruk

oligo-anuria
Sesak napas

Penurunan volume efektif Normotensi atau hipotensi


pembuluh darah (curah jantung)
(tergantung autoregulasi cairan tubuh)
Oligo-anuri

Edema paru

Edema tungkai

Redistribusi cairan

Misal : sindrorna nefrotik, slrosis


hepatis, syok vasodilator,
peritonitis,pankreatitis, rhabdo-
miolisis,obat vasodilator, dll

Obstruksi Renovaskular Biasanya produksi urin normal. Bila


terjadi oligo-anuri, dapat menimbulkan
Misal: Arteri renalis (stenosis
gejala edema paru, edema tungkai
intravaskular, emboli, laserasi
trombus), Vena renalis (trombosis
intravaskular, infiltrasi tumor)
Vasokonstruksi intra-renal
primer

Misal:AINS, siklosporin, sindrom


hepatorenal t hipertensi maligna,
pre-eklampsi ,scleroderma

Tabel 7. Diagnosis Klinik GgGA dengan Etiologi Renal

Anamnesis Penyakit: Pemeriksaan Fisik

Tubular nNekrosis akut : Anamnesis sesuai dengan etiologi


Obat-obatan (aminoglikosida, cisplatin,
 pada nefrotoksik TNAatau
amphotericin B), iskemia ( apapun
nefritis interstisial (adanya
sebabnya), syokseptis (apapun sebabnya),
konsumsi obat-
Obstruksi intratubuler (rhabdomilolisis, obatan,penggunaan
hemolisis, multipel mieloma, asam urat, radiokontras)
kalsium oksalat), Toksin (zat kontras  pada iskemik TNA: keluhan
radiologi, karbon tetraklorida, etilen glikol, panas badan (akibat
logam berat) infeksi/sepsis), atau sesakNapas
(pada gagal jantung).
Nefritis interstisial aku  Pada glomerulonefritis akut
adanyariwayat demam akibat
Obat-obatan (penisilin, AINS,ACE-I, infeksi streptokokus , LES,dll)
alupurinol, simetidine, penghambat  pada hemolisis, adanya riwayat
histamin-2, inhibitor pompa proton, transfusi darah
infeksi
(streptokokus,difteri,leptospirosis),metaboli
k (hiperurisemia,)hipotensi nefrokalsinosis),
toksin (etilene glikol,kalsium oksalat),
penyakit autoimun (LES,cryoglobulinemia)

Glomerulonefritis Akut Pemeriksaan fisik :

Pasca-infeksi (streptokokus,bakteria, • Tensi: hipertensi ( gagaljantung,


hepatitis B, HIV,abses), vaskulitis sistemik hipertensi akselerasi) hipotensi
(LES,Wegener~granulomatous poliarteritis (dehidrasi, syok)
nodosa,Henoch-Schonleinpurpura, IgA • Tekanan vena jugularis: meningkat
nefritis sind rom Goodpasture, (gagal jantung), menurun
Glomerulonefritis membra noproliferatif  (dehidrasi)
Idiopatik  Suhu: demam pada infeksi/sepsis
viseral
 Kulit: butterfly rash (LES),
purpura (vaskulitis).
 Mata: ikterik (sepsis,hepatitis)
 Jantung: takikardia,murmur (gagal
jantung), nadi ireguler(infark).
 Paru: ronki (edema paru. Wegener)
 Abdomen: nyeri sudut
kostovertebrae, asites, hidronefrosis

Oklusi mikrokapiler/glomerular dan


nekrosis kortikal

Akut

thrombotic thrombocytopenic purpura,


hemolytic uremic syndrome, koagulasi
intravaskular diseminata, cryoglobulinemia,
emboli kolesterol

Tabel 8. Diagnosis Klinik GgGA dengan Etiologi Post-renal.

Anamnesis Penyakit Pemeriksaan Fisis

Obstruksi ureter (bilateral/unilateral) Nyeri kolik abdomen

Misal : tumor, batu,bekuan darah,dll Disuria, obstruksi urin

Obstruksi kantung kemih atau uretra Demam

Misal : tumor; hipertrofi prostat, Pembesaran ginjal, vesika urinaria


neurogenicbladder,prolaps uteri, batu, bekuan
darah,obstruksi kateter Pembesaran prostat

Pemeriksaan Penunjang

Tidak diperlukan pemeriksaan penunjang diagnostik yang mahal dan canggih


untuk menegakkan diagnosis GgGA. Pemeriksaan penunjang umumnya dilakukan untuk
menegakkan etiologi GgGA.

Pemeriksaan yang sampai saat ini masih sering dilakukan adalah:

o Pemeriksaan Biokimia Darah

Saat ini yang digunakan sebagai penanda biologis (biomarker) diagnosis adalah
kadar kreatinin serum atau Urea-N , padahal kedua parameter diagnosis ini sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya. Laju filtrasi glomerulus sulit dilakukan pada
penderita dalam keadaan kritis , yang dapat dilakukan adalah menghitung perkiraan
LFG(estimated glomerular filtration rate - eGFR) berdasarkan kadar kreatinin serum dengan
menggunakan rumus MDRD (Modification of Diet in Renal DiseaseStudy). Kondisi ini
mungkin yang menyebabkan pengelolaan GgGA tidak mencapai hasil yang memuaskan,
karena terlambat diagnosis dan pengelolaannya.

o Pemeriksaan Urin

Produksi urin per satuan waktu adalah cara menegakkan diagnosis menurut kriteria
RIFLEP. emeriksaan urin analisis membantu dalam beberapa hal, walaupun sangat tidak
sensitif. 6eberapa parameter yang sering digunakan adalah osmolalitas. fraksi ekskresi
Natrium (FENa) dan pemeriksaan sedimen

Untuk menghitung FENa digunakan rumus

(kadar urin xkadar kreatini serum)


FENa= x 100
kadar Na serum x kadar kreatini urin

Sampai saat ini belum ada penanda biologis yang ideal untuk GgGA,yang dapat
membantu para klinisi menegakkan diagnosis secara cepat (dini) dengan sensitifitas dan
spesifitas yang tinggi. Dengan menegakkan diagnosis dini diharapkan terapi dapat dilakukan
lebih cepat sehingga angka kematian GgGA yang saat ini masih tinggi dapat diturunkan.
Menurut American Society of Nephrology (2005) untuk mencapai tujuan tersebut diatas mung
kin diperlukan lebih dari satu penanda biologi yang tergabung dalam satu panel (set),
sebagaimana layaknya penanda biologis untuk infark miokard. Spesimen untuk pemeriksaan
penanda biologis GgGA dapat berasal dari urin atau darah. Sejak 7 tahun yang lalu telah
dilaporkan lebih dari 20 penanda biologis untuk GgGA, yang masing masing mempunyai
kekhususan dalam sensitifitas dan spesifitas dalam menegakkan diagnosis dini, menetapkan
GgGA yang sudah menetap, dan menentukan prognosis.

Penanda biologis tersebut masih dalam tahap penelitian, dan berdasarkan jenisnya dapat
diklasifikasikan table berikut

Tabel 9. Penanda Biologis Untuk Diagnosis GgGA:

Penanda Asal Operasi N Sepsis atau Transplantasi


biologis Sediaan Jantung eu leu Ginjal
ro
pa
NGA Plas din ti di dini
Cystatin C Plasma intermediate intermediat intermediat Intermediate
e e
NGA Urin dini di di Dini
L ni ni
IL- Urin intermediate negatif intermediat Intermediate
18 e
KIM-1 Urin intermediate belum ada belurn ada belum ada

2.6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada GgGA dan memerlukan pengelolaan segera adalah:

1. Gangguan keseimbangan cairan tubuh


Pada keadaan normal terjadi keseimbangan pengaturan cairan tubuh dan
elektrolit (terutama natrium) sehingga tekanan osmotik plasma stabil dengan kadar
normal natrium sekitar 135-145 meq/liter. Pada GgGA, akibat hipoperfusi ataupun
mekanisme lain akan terjadi oligouri atau anuri

sehingga keseimbangan ini terganggu. Terjadinya retensi cairan akan mengakibatkan


kelebihan cairan intravaskular (volume overload) dan disnatremi. Manifestasi kliniknya
dapat berupa peningkatan tekanan vena jugularhipertensi ringan, edema perifer atau edema
paru.

2. Gangguan keseimbangan elektrolit

Akibat retensi air atau asupan cairan yang hipotonis dapat terjadi hiponatremia
(dilusional). Pada hiponatremia yang berat dapat terjadi edema serebral dengan gejala
kejang atau gangguan neurologis lain. Dalam keadaan normal, kadar K+ lebih tinggi di
intraselular dibanding dengan ekstraselular. Hiperkalemia dapat terjadi akibat peningkatan
kadar kalium total atau terhambatnya translokasi kalium dari ekstraselular ke intraselular.
Hiperkalemia berat dapat menimbulkan gangguan neurologis, gagaI Napas atau henti jantung
(cardiac arrest).

3. Asidosis metabolik

Ginjal memegang peranan penting dalam pengaturan kesimbangan asam


basa.PadaGgGAterjadi penurunan LFGsecara mendadak yang mengakibatkan terjadinya
penimbunan anion organik. Akibat gangguan reabsorbsi dan regenerasi, produksi
bikarbonat menurun, Kedua mekanisme ini akan menimbulkan komplikasi metabolik asidosis
pada penderita GgGA.

4. Gagal Jantung

Akibat kelebihan cairan intravaskular dapat terjadi edema perifer, asites atau efusi
pleura. Bila fungsi jantung memburuk akan terjadi gaga I jantung akut dengan edema paru
yang dapat disertai hipertensi pada sindrom kardio-renal atau hipotensi pada syok
kardiogenik

5. Gagal napas

Gagal napas sering terjadi pada GgGAdan mekanismenya belumjelas. Beberapa


hal yang dapat menjadi penyebab gagal napas pada GGA adalah:

a. kelebihan cairan intravaskular (edema kardiogenik)


b. disfungsi ventrikel kiri (edema kardiogenik)

c. peningkatan permeabilitas kapiler paru (Acute

Respiratory Distress Syndrome - ARDS)

d. gangguan paru akut (acute lung injury)

6. Azotemia

Peningkatan toksin uremik (azotemia) pada GGA menimbulkan berbagai kelainan ,


antara lain gangguan saluran pencernaan (anoreksia, mual, muntah), gangguan kesadaran
dengan derajat ringan sampai korna, perikarditis, efusi perikard, tamponade kardiak, dan
berbagai kelainan lain yang dapat mengancam jiwa.

Semua komplikasi diatas terjadi akibat kegagalan

fungsi ekskresi maupun endokrin ginjal, dan umumnya terjadi pada penderita dengan
penyakit gawat darurat atau gagal organ multipel. Bila tidak dikelola dengan baik, komplikasi-
komplikasi tersebut seringkali menimbulkan kematian.

2.7. Penatalaksanaan

Walaupun telah menggunakan kriteria RIFLE untuk menegakkan diagnosis


GgGA dan ditemukannya teknik mutakhir terapi pengganti ginjal (TPG)seperti continuous
replacement renal therapy (CRRT) dan dial isis hibrid, ternyata dalam kurun waktu 40 tahun
terakhir angka kematian GgGA tidak menurun secara bermakna. Hal ini mungkin diakibatkan
oleh berbagai faktor, antara lain:

a. Terlambat menegakkan diagnosis GgGA karena tidak mengenal kondisi klinik


yang dihadapi
b. Tidak mengenal tahapan GgGA (Injury, Risk atau Failure)
c. Tidak tepatnya pili han pengobatan (tidak sesuai dengan tahapan GgGA)

Oleh karena itu agar pengelolaan GgGA mencapai hasil yang diharapkan harus
memperhatikan berbagai faktor, dengan langkah-Iangkah seperti terllhat pada gambar 4
Langkah 1
Mengenal kondisi klinis yang dihadapi
Menentukan diagnosis GgGA secara dini dan
benar
Menentukan etiologi GgGA
Mengenal komplikasi GgGA
(Komplikasi penyakit etiologi maupun
komplikasi GgGA)
Langkah 2
Pada tahap mana GgGA yang dihadapi ?
Risk injury - failure
Pemilihan jenis pengobatan yang tepat waktu,
sangat tergantung pada tahap mana GgGA
yang kita hadapi
Langkah 3
Memilih jenis pengobatan yang tepat
Secara garis besar ada 2 jenis pengobatan
GgGA, yaitu terapi konsevatif (suportif) dan
terapi pengganti ginjal (TPG)

Gambar 4. Algoritme pengelolaan gangguna ginjal akut

Ada 2 jenis pengobatan dalam pengelolaan terhadap komplikasi GgGA, yaitu :

1. Terapi konservatif (suportif)

2. Terapi pengganti ginjal (lPG)

Yang dimaksud dengan terapi konservatif (suportif) adalah penggunaan obat-obatan


atau cairan dengan tujuan mencegah atau mengurangi progresifitas, morbiditas dan
mortalitas penyakit akibat komplikasi GgGA. Bilaterapi konservatif tidak berhasil, maka
harus diputuskan untuk melakukan TPG

Tujuan terapi konservatif pada GgGA adalah sebagai berikut :

• Mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal


• Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia
• Mempertahankan dan memperbaiki metabolism secara optimal
• Memelihara keseimbangan cairan , elektrolit dan asam basa

Beberapa prinsip terapi konservatif :


• Hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik
• Hindari keadaan yang menyababkan deplesi volume cairan ekstraselular dan
hipotensi
• Hindari gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis metabolic
• Hindari instrumentasi (kateterisasi dan sistoskopi) tanpa indikasi medis yang
kuat
• Hindari pemeriksaan radiologi dengan media kontras tanpa indikasi medis yang
kuat
• Kendalikan hipertensi sistemik dan tekanan
Intraglomerular
• Kendalikan keadaan hiperglikemia dan infeksi saluran kemih (lSK)
• Diet protein yang proporsional
• Pengobatan yang sesuai terhadap etiologi GgGA

Pada dasarnya terapi konservatif(suportif) adalah untuk menjaga homeostasis tubuh


dengan mengurangi efek buruk akibat komplikasi GgGA. Beberapa terapi suportif beserta
dosis obat yang dianjurkan dapat terlihat pada table 9

Tabel 10. Terapi Konservatif (suportif) pada GgGA

.• Pengelolaan suportif GgGA

Komplikasi Terapi

Kelebihan cairan • Batasigaram (1-2 gram/hari) dan air


« 1 liter/hari)
Intravaskular
• Diuretik (biasanya furosemide +/-
tiazide)

Hiponatremia • Batasi cairan (< 1 liter/hari)


• Hindari pemberian cairan hipotonis
(termasuk dextrosa 5%)

Hiperkalemia • batasi intake kalium (<40mmoll


hari)
• Hindarl suplemen kalium dan
diuretik hemat kalium
• Beri resin”potassium-bindinq ion
excchange" (kayazalate)
• Beri glukosa 50% sebanyak 50cc +
insulin 10 unit
• Beri Natrium-bikarbonat (50-100
mmol)
• Beri salbutamol 10-20 mg inhaler
atau 0,5-1 mg IV
• Kalsiumglukonat 10%(10 cc dalam
2-5 menit)

Asidosis metabolik • Batasi intake protein (0,8-1.0


gr/kgBB/hari
• Beri natrium bikarbonat (usahakan
kadar serum bikarbonat plasma > 15
mmol/l dan pH arteri > 7,2)

Hiperfosfatemia • Batasi intake fosfat (800mg/hari)


• Beri pengikat fosfat (kalsium
asetat-karbonat, alumunium HCI,
sevalamer

Hipokalsemia • Beri Kalsiumkarbonat atau


kalsium glukonat 10% (10-
20 cc)
Hiperuriksemia • Tidak perlu terapi bila kadar asam
urat < 15 mg/dl
Tabel1. Kebutuhan nutrisi pada Penderita Gangguan Ginjal Akut

Energi 20-30 kkal/kgBB/hari

Karbohidrat 3-5 (maksirnal 7} gr/kg BB/hari

Lemak 0,8-1,2 (maksimaI 1,5) gr/kg BB/hari

Protein (asam animo esensial dan non


esenslal)

Terapi konsevatif
0;6-0,8 (maksimal 1,0) gr/kg BS/hari
TPG dengan CRRT, 1,0-1,5 gr/kgBB/hari

TPG dengan CRRT dengan rnaksirnal 1,7 gr/kg SB/hari


hiperkataboJisme

Tabel 12.. Kebutuhan Nutrisi pada Penderita Gangguan Ginjal Akut dengan TPG

Protein

Paling sedikit 1,5 gr/kg BB/hari

Asupan protein sebaiknya ditambah 0,2-0,3 gr/kg BB/hari sebagai kompensasi


hilangnya asam animo selarnaTPG

Diberikan asam animo sessemsial dan non esensialjika menggunakan nutrisi parenteral

Energi

Kalori nonprotein 25 kkal/kg BB/hari

1/3 kebutuhan energi dari lipid

jika menggunakan nutrisi parenteral: 1-1,5 gr/kg BB/hari emulsi lipid (ekivalen
dengan

250-500 ml ernulsi lipid 20%) Disarankanpemberian MCT/LCT

Disarankan pernberian ernulsi lipid three-in-one bag selama 18~24jam

Selain itu, terapi nutrisi pada pasien GgGA harus menjadi bagian dari pengelolaan
secara keseluruhan karena dapat mempengaruhi perjalanan penyakit maupun prognosis
pasien.Tujuan duk ungan nutrisi pada GgGA antara lain: mencegah protein-energy
wasting (PEW), mempertahankan lean body mass dan status nutrisi, menghindari gangguan
metabolik yang lebih berat, mencegah kornplikasi, mehdukunq fungsi imunitas,
meminimalisasi inflamasi, memperbaiki aktivitas anti oksidan dan fungsi endotel serta
mengurangi mortalitas.

2.8. Prognosis
Prognosis GGA tentu saja akan sangat bergantung pada penyebabnya serta ada tidaknya
penyakit ginjal atau kondisi pemberat lainnya. Durasi gangguan fungsi ginjal serta terapi yang
diberikan juga dapat mempengaruhi outcome dari penderita GGA. Selain itu, peningkatan
creatinine pada penderita GGA juga dapat mempengaruhi prognosis penderita. Pada salah satu
penelitian disebutkan, jika peningkatan creatinine pada penderita GGA mencapai 0.5 – 1 mg/dl,
prognosis yang dimiliki penderita akan jauh lebih buruk dibanding penderita GGA yang
mengalami peningkatan creatinine ‘hanya’ sebesar 0.3 mg/dl. Berdasarkan penerlitian yang ada,
mortalitas penderita GGA yang menjalani rawat inap mencapai 40 – 50% dan akan lebih tinggi
lagi pada penderita rawat inap di ICU. Selain itu, penderita dengan kondisi sepsis juga akan
memiliki prognosis yang lebih buruk dibanding penderita yang tidak terkena sepsis.

BAB III

KESIMPULAN

AKI merupakan kondisi yang banyak dijumpai di masyarakat dan pasien dengan rawat
inap. Pasien dengan risiko AKI harus diawasi dan segera diterapi bula terjadi AKI.
Terapi cairan sangat penting pada pasien dengan dehidrasi dan hipervolemia.
Pemantauan keseimbangan cairan sangat penting dilakukan agar tidak terjadi kelebihan
cairan. Status cairan perlu diamati, karena kelebihan cairan pada pasien AKI dengan
penyakit kritis akan meningkatkan risiko kematian. Obat-obat yang diberikan sebelumnya
harus dievaluasi ulang , terutama obat yang bersifat nefrotoksik, obat yang mengganggu
perfusi ginjal dan abat yang menurunkan tekanan darah. Waktu pemberian dapat diubah, dosis
diturunkan dan kadarnya dalam darah dipantau, kalau perlu dihentikan sementara.

pembentukan kelompok multidisiplin yang fokus dalam penanganan GnGA telah


menyeragamkan definisi untuk mempermudah diagnosis dan klasifikasi. Namun, penelitian
tentang penanganan GnGA masih akan diteliti. Pada acute kidney injury, angka kematian
tergantung kepada penyebabnya, usia penderita dan luas kerusakan ginjal yang terjadi. Pada
anak, penelitian tentang acute kidney injury terbatas sehingga saat ini, penanganan GnGA
sering terlambat sehingga angka mortalitas menjadi tinggi.
DAFTAR PUSAKA

1. Mehta RL, Chertow GM.: Acute renal failure. Definitions and classification:
Time for Change ? J Am Soc Nephrol 2003;14: 2178-87
2. National Kidney Foundation. KDlGO. Acute kidney injury guidelines. Final
version.8 March 2011.
3. Ali T, Kahn Ir Simpsoon W, Prescott G, Townend ], Smith W, et.al. Incidence
and outcomes in acute kidney injury: A comprehensive population-based study.
J Am Soc Nephrol 2007;18:1292-1298
4. Hoste EA, Schurgers M. Epidemiology of acute kidney injury : How big is the
problem ? Crit care med 2008 ;36 (4 suppl): S146-S51
5. Cerda I, LaineireN, Eggers P, Pannu N, Uchino S, Wang R, et. Al :
Epidemiology of acute kidney injury. Clin J Am Soc Nephrol2008; 3 : 881-6
6. Wang Y, Cui Z, Fan M. Retrospective analysis on Chinese patients diagnosed
with acute renal failure hospitalized during the last decade (1994-2003). Am
J Nephrol 2005;25:514-19
7. Singh KH, Ashok B, Jairam A, Aravindan AN, Kamal 5, Vivekanand J,et al:
Predictors of mortality in acute renal failure in developing country. A
prospective study. Ren Fail 2007 ; 29: 463-9
8. LameireN, Van Biesen W, Vanholder R. The changing epidemiology of acute
renal failure. Nephrology 2006;2(7):364-376
9. Abuelo JG : Normotensive ischemic acute renal failure; N Engl J Med
2007;357:797-805
10. KhalilP, Murty P, Palevsky PM.The patient with acute kidney injury. Prim Care
Clin Office Pract 2008;35:239-64
11. Lameire N ; The pathophysiology of acute renal failure: Crit Care am
2005;21:197-210
12. Sutton TA, Fisher q,Molitoris BA; Microvascular endothelial injury and
dysfunction during ischemic acute renal failure.Kidney lnt 2002;62:1539-49
13. Devarajan P ; Update on mechanism of ischemic acute kidney injury. J Am Soc
Nephrol2006 ;17:1503-20
14. Roesli R. Diagnosis dan pengelolaan gangguan ginjal akut (Acute kidlley
injllry). Bandung: Pusat penerbitan Ilmiahj2011
15. Mehta RL, Kellum JA,Sha,h SV, Molitoris BA, Ronco C.Warnock DG, et al.
Acute kidney injury network: report of an initiative to improve outcomes in
acute kidney injury. Critical Care 2007;11:R31
16. Thadhani R, Pascual M, Bonventre IV: Acute renal failure. NEngl J Med
1996:1448-60
17. Agrawal M,Swartz R: Acute renal failure. Am Fam Physician 2000 :61:2077-88
18. Owinnell BG, Anderson RJ : Diagnostic evaluation of the patient with acute
renalfaiJure in:Scrier.ed, Kidney. Blackwell Publishing 1999 : Chapter 12
19. Abuelo JG. Normotensive ischemic renal failure.N Engl J Med 2007;357:797-
805
20. Parikh CR, Garg AX: Acute kidney injury:Better biomarkers and beyond.
Kidney Int2008;73:801-3
21. Oevarajan P: Emerging biomarkers of acute kidney injury, In: Ronco C, Bellomo
R. Kellum JA, eds :Acute kidney injury.Contributors to- Nephrology
2007;156:203-U
22. Hoste EH, Kellum JA: Acute renal failure in critically ilImpact on morbidity and
mortality. Contrib nephrol 2004;144: 1-11

23. Gibney N, Hoste E, Burdmann EA, Bunchrnan T, Kher V, Viswanathan R. et.al.


Timing initiation and discontinuation of renal replacement therapy in AKl : Unanswered
key ques tions. Clin J Am Soc Nephrol 2008;3:876-880

24. Kieran N, Brady HR: Clinical evaluation, management, and outcome of acute renal
failure. In: Johnson RJ, Feehally J, Eds. Comprehensive Clinical Nephrology. 2nd ed.
Mosby 2000,183-207
25. FiaccadoriE, Cremaschi E,RegolistiG. Nutritional assessment and delivery in renal
replacement therapy patients. Semin Dial 2011;24:169-75

26. Cano N, Aparicio M, Brunori G, Carrero Jj, Cianciaruso 5,Fiaccadori E, el al.


ESPENguidelines on parenteral nutrition: adult renal failure. Clin Nutr 2009;28:401-14

Anda mungkin juga menyukai