Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sentra Keperawatan atau Nursing Center (NC) adalah model
pelayanan kesehatan masyarakat yang dilaksanakan oleh perawat
kesehatan masyarakat melalui integrasi kegiatan pelayanan,
pendidikan/ pelatihan, dan penelitian/ pengembangan. Keberadaan
Sentra Keperawatan diharapkan dapat menyelesaikan masalah–
masalah kesehatan/keperawatan yang dihadapi oleh individu,
keluarga, kelompok khusus dan masyarakat luas secara tuntas dan
komprehensif.
Sentra keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan pokok Puskesmas, mengingat bahwa
sebagian besar tenaga kesehatan di Puskesmas adalah perawat. Di
Puskesmas yang dijadikan tempat praktik mahasiswa keperawatan,
Sentra Keperawatan juga dapat dijadikan sebagai tempat bagi para
mahasiswa untuk melakukan praktik lapangan dan penelitian
keperawatan.
Dalam mendukung pengembangan dan penerapannya, Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat telah memasukan target pencapaian
pelaksanaan Sentra Keperawatan kedalam rencana strategis tahun
2013–2018. Setiap kabupaten/ kota ditargetkan memiliki minimal

1
satu Sentra Keperawatan disatu Puskesmas sebagai indikator kerja
program Perkesmas. Kabupaten/kota diharapkan dapat memilih
Puskesmas yang dijadikan sebagai percontohan untuk menerapkan
model Sentra Keperawatan. Diharapkan dengan model tersebut
Program Perkesmas di Provinsi Jawa Barat dapat berjalan dengan
optimal.
Sampai dengan akhir tahun 2013, Provinsi Jawa Barat sudah
memiliki 25 Sentra Keperawatan yang tersebar di sebelas
kabupaten/kota. Masih ada lima belas kabupaten/kota yang belum
mempunyai Sentra Keperawatan, salah satunya dikarenakan
kabupaten/kota belum memahami bagaimana cara memulai
membentuknya. Oleh karena itu, disusunlah Petunjuk Teknis Sentra
Keperawatan untuk mempermudah kabupaten/kota dan Puskesmas
dalam membentuk dan mengembangkan Sentra Keperawatan di
wilayah masing-masing.

1.2 Tujuan Penyusunan Buku


a. Tujuan Umum
Menjabarkan tentang petunjuk teknis pelaksanaan Model
Sentra Keperawatan
b. Tujuan Khusus
1) Menjabarkan tentang sejarah dan konsep Sentra
Keperawatan.

2
2) Menjabarkan tentang persyaratan Puskesmas yang akan
melaksanakan Sentra Keperawatan.
3) Menjabarkan tentang petunjuk teknis Sentra Keperawatan
bagi Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang akan
melaksanakan Sentra Keperawatan di wilayahnya.
4) Menjabarkan tentang petunjuk teknis pelaksanaan Sentra
Keperawatan di Puskesmas.

1.3 Sasaran
1. Kepala Bidang dan Kepala Seksi di Dinas Kesehatan baik
ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang
membawahi Program Perkesmas.
2. Penyelia Perkesmas Tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota
3. Kepala Puskesmas
4. Perawat Koordinator dan Perawat Pelaksana Perkesmas di
Puskesmas
5. Institusi Pendidikan Keperawatan baik Diploma III ,
Program Ners, Magister Keperawatan Komunitas dan
Spesialis Keperawatan Komunitas

3
1.4 Dasar Hukum
1. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. UU No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
4. UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS
5. PP No. 39 Tahun 1995 tentang Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
6. PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
7. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular
8. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah,
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota
9. Kepmenkes No. 1235 tahun 2007 tentang Pemberian
Insentif Bagi Sumber Daya Manusia Kesehatan Yang
Melaksanakan Penugasan Khusus
10. Kepmenkes No. 156 Tahun 2010TENTANGPemberian
Insentif Bagi Tenaga Kesehatan Dalam Rangka Penugasan
Khusus di Puskesmas Daerah Terpencil, Perbatasan Dan
Kepulauan
11. Kepmenkes No. 329 Tahun 2010 tentang Bantuan Sosial
Untuk Pelayanan Kesehatan di DaerahTertinggal,
Perbatasan, Dan Kepulauan (DTPK)
4
12. Kepmenkes No. 494 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis
Bantuan Operasional Kesehatan
13. Permenkes No. 148 Tahun 2010 Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Perawat
14. Permenkes No. 1231 tahun 2007tentang Penugasan Khusus
Sumber Daya Manusia Kesehatan

5
BAB II
SEJARAH DAN KONSEP SENTRA KEPERAWATAN

2.1 Sejarah
Konsep Sentra Keperawatanatau Nursing Center pertama kali
dicetuskan oleh Dra. Suharyati, S.Kp., M.Kes selaku Kepala Bagian
Keperawatan Komunitas Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK)
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) dalam
Seminar Nasional keperawatan yang diselenggarakan dalam rangka
memperingati sewindu PSIK FK Unpad tanggal 23 Maret tahun 2002.
Setelah Seminar Nasional dilanjutkan dengan kunjungan ke
Puskesmas Paseh Kabupaten Sumedang yang waktu itu sedang
digunakan sebagai lahan praktik mahasiswa PSIK FK Unpad.
Berdasarkan konsep yang telah dipaparkan dalam seminar dan hasil
tinjauan lapangan, dilakukanlah lokakarya yang dihadiri penggiat
keperawatan masyarakat dan juga praktisi kesehatan dari Puskesmas
dan Dinas Kesehatan, baik perawat maupun tenaga kesehatan
lainnya. Pada saat lokakarya tersebut konsep Sentra Keperawatan
mendapatkan masukan dan kritik yang sangat positif dari pesertadan
digunakan untuk memperbaiki konsep yang telah ada.
Pada tahun yang sama, dilakukanlah uji coba Sentra
Keperawatan di Puskesmas Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang.
Uji coba pertama ini dilakukan dengan melibatkan dua institusi

6
pendidikan keperawatan, yaitu PSIK FK Unpad dan Akademi
Keperawatan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang, serta
berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang. Dalam
pelaksanaannya, perbaikan terus dilakukan sesuai hasil Semiloka
Nasional.
Tahun 2003, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
membentuk Tim Pengembangan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Provinsi Jawa Barat dan memberikan dukungan dana untuk
pengembangan daerah uji coba baru maupun untuk penyusunan
buku pedoman teknis dan pengelolaan Sentra Keperawatan dan
Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
Pelaksanaan Sentra Keperawatan di Kabupaten Sumedang
terus disempurnakan sambil memperluas pengembangan pada
tempat yang baru. Tempat uji coba berikutnya yang ditetapkan
adalah di Puskesmas Ciumbuleuit yang bekerjasama denganPSIK FK
Unpad dan Akper TNI AURI Kota Bandung, serta di Puskesmas
Kabupaten Cirebon yang bekerjasama dengan PSIK FK Unpad dan
Akper Buntet.
Dalam perjalanannya, Sentra Keperawatan di Kabupaten
Cirebon belum berjalan sesuai yang diharapkan karena kurang
optimalnya komitmen dari pihak-pihak terkait dan jarak yang terlalu
jauh.Sedangkan Sentra Keperawatan di Kota Bandung terus
berkembang dengan dukungan dana dari Pemerintah Daerah Kota
Bandung melalui Dinas Kesehatan, diantaranya di Puskesmas Kopo
7
yang bekerjasama dengan Stikes Immanuel (mulai tahun 2006).Tahun
2007 semakin banyak institusi pendidikan yang berkomitmen
mengembangkan Sentra Keperawatan dengan bekerjasama dengan
Puskesmas di wilayah masing-masing, diantaranya Akper PPNI, Akper
Borromeus, Akper Bidara Mukti, Akper Aisyiyah, Akper Kebonjati,
FIKARS Internasional, Stikes Dharma Husada, serta STIKes Bhakti
Kencana.
Pada tahun 2006, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
memberikan dana stimulan untuk mengembangkan Sentra
Keperawatan di lima kabupaten/ kota lainnya yaitu Kota Bogor, Kota
Sukabumi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tasikmalaya dan Kota
Cirebon.
Pengalaman penerapan Sentra Keperawatan juga telah
disosialisasikan secara nasional pada Workshop Nasional Pemantapan
Pengelolaan Keperawatan Dasar (Perkesmas) di Kabupaten/ Kota
dalam mendukung Desa Siaga, pada tanggal 25-27 Juli 2007 di
Bogor. Seminar ini diselenggarakan oleh Direktorat Bina Pelayanan
Keperawatan Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Depkes RI .
Mulai tahun 2013 Sentra Keperawatan telah dimasukkan
sebagai salah satu indikator kerja Rencana Strategis Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat tahun 2013 – 2018. Berdasarkan Indikator
tersebut, maka mulai tahun 2013 Dinkes Provinsi Jabar telah
memfasilitasi pelaksanaan lima Sentra Keperawatandi Puskesmas
Koncara Kabupaten Purwakarta, Puskesmas Tarogong Kabupaten
8
Garut, Puskesmas Klapanunggal Kabupaten Sukabumi, Puskesmas
Raja Polah Kabupaten Tasikmalaya dan Puskesmas Campaka
Kabupaten Cianjur. Tahun 2014 fasilitasi pelaksanaan Sentra
Keperawatan direncanakan untuk sepuluh kabupaten/kota, yaitu
Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kota Tasikmalaya,
Kabupaten Bogor, Kota Cimahi, Kabupaten Subang, Kota Banjar,
Kota Depok, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi.

2.2 Konsep
Sentra Keperawatan atauNursing Center merupakan
pengelolaan terpadu dalam pelayanan, pendidikan dan penelitian
keperawatan melalui pemberdayaan seluruh potensi yang ada secara
optimal. Dalam aplikasi Sentra Keperawatan selalu diupayakan untuk
memandang keperawatan sebagai suatu kesatuan utuh, sehingga
Sentra Keperawatanini memiliki karakteristik tertentu. (Suharyati,
2002)

2.2.1 Tujuan Sentra Keperawatan


Tujuan umum Sentra Keperawatan adalah terselenggaranya
pelayanan, pendidikan dan penelitian keperawatan yang berkualitas
dan komprehensif (meliputi upaya preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif) secara efektif dan efisiensebagai upaya dalam
mewujudkan masyarakat yang mandiri, sehat, dan sejahtera. Adapun
tujuan khususnya adalah :
9
1. Teridentifikasinya kebutuhan pelayanan kesehatan klien
(individu, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat) baik
aktual maupun potensial, serta teridentifikasinya kebutuhan
pembelajaran mahasiswa keperawatan/peserta pelatihan.
Dalam hal ini perlu dipersiapkan instrumen pengkajian yang
komprehensif, valid dan reliable yang juga dapat digunakan
untuk kepentingan penelitian.
2. Tersusunnya rencana pelayanan kesehatan klien (individu,
keluarga, kelompok, dan atau masyarakat) yang dipadukan
denganrencana pembelajaran mahasiswa di lapangan. Dalam
hal ini, kebutuhan belajar mahasiswa/peserta pelatihan
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan klien.
3. Terselenggaranya pelayanan keperawatan bagi klien
(individu, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat) dan
pengalaman belajarlapangan mahasiswa/ peserta pelatihan
sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama.
4. Terselenggaranya monitoringevaluasi pelaksanaan dan
pencapaian pelayanan keperawatan bagi klien (individu,
keluarga, kelompok, dan atau masyarakat), dan pengalaman
belajar mahasiswa/peserta pelatihan.
5. Tersusun dan terlaksananya rencana penelitian keperawatan
di wilayah Puskesmas.

10
6. Tersusunnya rencana pengembangan pelayanan keperawatan
yang berkelanjutan bagi klien (individu, keluarga, kelompok,
dan atau masyarakat) berdasarkan kajian ilmiah.
Untuk mencapai tujuan ini, maka perlu ditetapkan kriteria Sentra
Keperawatanyang baik.

2.2.2 Karakteristik Sentra Keperawatan


Sesuai dengan batasan Sentra Keperawatan, maka yang
menjadi ciri utama Sentra Keperawatan adalah:
1. Keterpaduan dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring
serta evaluasi program pendidikan,pelayanan dan
penelitian/pengembangan keperawatan untuk mencapai
sinergitas langkah-langkah pengelolaan.
2. Pemberdayaan seluruh potensi yang ada secara optimal, baik
dari bagian pelayanan kesehatan maupun dari bagian
pendidikan. Dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran,
keterbukaan dan kebersamaan dalam menghadapi
pelaksanaan tugas pelayanan, pendidikan dan penelitian yang
dipandang sebagai tanggung jawab bersama.
3. Persamaan persepsi seluruh personal yang terlibat dalam
keperawatan kesehatan masyarakat, baik eksternal maupun
internal, dari bagian pelayanan maupun pendidikan.
4. Secara internal keperawatan, persamaan persepsi dapat
diperoleh melalui membangun masyarakat ilmiah
11
keperawatan kesehatan masyarakat, dimana seluruh anggota
profesi bersatu padu dalam mengembangkan keperawatan
kesehatan masyarakat baik dalam teori maupun praktik.
5. Secara eksternal, persamaan persepsi juga mutlak diperlukan
dari seluruh stake holder yang terkait dengan semua upaya
kesehatan masyarakat melalui kolaborasi dengan berbagai
sektor.

2.2.3 Kriteria Sentra Keperawatan yang baik


1. Memenuhi kebutuhan pelayanan keperawatan kesehatan
masyarakat dan kebutuhan belajar mahasiswa/peserta latihan
secara terpadu.
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk dapat menolong
dirinya sendiri mencapai derajat kesehatan dan kualitas hidup
yang optimal.
3. Memiliki sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan
Sentra Keperawatan dalam gedung maupun luar gedung.
4. Memiliki kebijakan yang mendukung pelaksanaan Sentra
Keperawatan berkelanjutan, baik diinternal Puskesmas
maupun eksternal Puskesmas.
5. Memberikan arahan pengkajian terhadap kebutuhan klien
(individu, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat) dan
kebutuhan belajar mahasiswa/peserta pelatihan.

12
6. Memiliki analisis permasalahan dan kebutuhan pelayanan
kesehatan klien (individu, keluarga, kelompok, dan atau
masyarakat) di wilayah Puskesmas.
7. Memiliki rencana pelayanan kesehatan komprehensif
(meliputi aspek preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif)
bagi klien (individu, keluarga, kelompok, dan atau
masyarakat) dan rencana pembelajaran mahasiswa/peserta
pelatihan.
8. Memiliki arahan implementasi keperawatan sesuai
perencanaan yang sudah disusun.
9. Memfasilitasi monitoring dan evaluasi secara terbuka, baik
yang dilakukan oleh dinas kesehatan maupun institusi
pendidikan.
10. Merupakan integrasi kurikulum dari institusi pendidikan
keperawatan, khususnya bidang keperawatan kesehatan
masyarakat.
11. Memfasilitasi kerangka kerja penelitian untuk pengembangan
teori maupun praktik perawat kesehatan masyarakat.

2.2.4 Sentra Keperawatan sebagai Model Pelaksanaan Keperawatan


Kesehatan Masyarakat
Model adalah suatu ide/gagasan yang dijelaskan dengan
menggunakan simbol dan visualisasi fisik.Sentra Keperawatan sebagai
model keperawatan kesehatan masyarakat beranjak dari berbagai
13
asumsi dasar yang berkaitan dengan pelayanan, pendidikan dan
penelitian/ pengembangan keperawatan kesehatan masyarakat.

2.2.5 Asumsi Dasar Sentra Keperawatan


1. Kualitas pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
menjadi tanggung jawab seluruh anggota profesi
keperawatan.
2. Untuk dapat memikul tanggung jawab profesi, maka anggota
keperawatan kesehatan masyarakat dituntut untuk memiliki
kemampuan yang memadai, yanghanya dapat
ditumbuhkembangkan melalui proses pendidikan, yang
memungkinkan pengembangan potensi maksimal bagi calon
perawat dan pembinaan selama kehidupan karirnya sebagai
perawat.
3. Pelayanan dan pendidikan keperawatan kesehatan
masyarakat merupakan suatu kesatuan utuh yang harus
dikembangkan secara logis dan sistematis serta
berkesinambungan melalui penelitian ilmiah, seperti yang
tergambar dalam gambar 2.1 berikut:

14
Gambar 2.1 Sistem dan Sub SistemSentra Keperawatan

Berdasarkan ketiga asumsi dasar tersebut di atas, disusunlah model


pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat yang menggambarkan
hubungan antara konsep keperawatan kesehatan masyarakat sebagai
system caring ,dengan aspek penelitian dan pendidikan. Hal ini
dilakukan secara sinergis oleh institusi pelayanan, pendidikan, dan
organisasi profesi dalam seluruh proses pengelolaan; perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi.

2.2.6 Sistem Informasi


Pelayanan informasi dimaksudkan sebagai sarana
penyebarluasan informasi tentang keseluruhan kondisi kesehatan
masyarakat setempatdan sebagai sarana promosi Sentra Keperawatan

15
bagi masyarakat luas. Sebagai pusat informasi, Sentra Keperawatan
harus mampu menyediakan semua informasi meliputi informasi
tentang masalah kesehatan masyarakat setiap desa/kelurahan yang
ada di wilayah kerja Puskesmas, data mengenai sasaran, data tentang
sumber daya yang ada, serta data tentang faktor pendukung dan
penghambat yang ada.

16
BAB III
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN SENTRA
KEPERAWATAN
DI TINGKAT DINAS KESEHATAN

3.1 Tahap Persiapan


3.1.1 Peran Dinas Kesehatan Provinsi
1. Membuat petunjuk teknis Sentra Keperawatan, standar
praktik, standar operasional prosedur dan buku saku
asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat;
2. Mengusulkan Peraturan Gubernur mengenai Sentra
Keperawatan;
3. Melakukan sosialisasi kebijakan dan petunjuk teknis
standar praktik, standar prosedur operasional dan buku
saku Askep individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.Sentra Keperawatan kepada Pengelola
Program Perkesmas di kabupaten/kota;
4. Melakukan pemetaan kebutuhan pembentukan Sentra
Keperawatan di kabupaten/kota, khususnya
kabupaten/kota yang belum mempunyai Sentra
Keperawatan;

17
5. Membuat perencanaan anggaran terkait Program
Perkesmas.
3.1.2 Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
1. Membuat Peraturan Walikota/Bupati mengenai Sentra
Keperawatan di wilayahnya;
2. Melakukan pemetaan Puskesmas yangakandijadikan
sebagai tempat Sentra Keperawatan dan Institusi
Pendidikan yang akan bekerjasama;
3. Melakukan pemetaan tenaga keperawatan yang akan
melaksanakan tugas di Sentra Keperawatan di Puskesmas;
4. Mensosialisasikanpetunjuk teknis Sentra Keperawatan
kepada seluruh Puskesmas dan institusi pendidikan;
5. Melakukan pelatihan bagi perawat kesehatan masyarakat
dan berkolaborasi dengan institusi pendidikan;
6. Membuat nota kesepakatan (MoU) antara Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan institusi pendidikan
yang akan bekerjasama;
7. Menyiapkansarana dan prasarana dalam pelaksanaan
Sentra Keperawatan di Puskesmas. Dalam hal ini, Dinas
Kesehatan dapat berbagi peran dengan institusi
pendidikan, contohnya, Dinas Kesehatan menyiapkan
ruangan dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, institusi
pendidikan menyiapkan media-media edukasi kesehatan
bagi masyarakat;
18
8. Menyiapkan format-format asuhan keperawatan
kesehatan masyarakat bagi klien (individu, keluarga,
kelompok, dan atau masyarakat) yang dibuat bersama-
sama dengan institusi pendidikan.

3.2 Tahap Pelaksanaan


3.2.1 Peran Dinas Kesehatan Provinsi
1. Melakukan fasilitasi kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang akan membentuk Sentra
Keperawatan;
2. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Sentra
Keperawatan di kabupaten/kota;
3. Memfasilitasi diskusi dan konsultasi kabupaten/kota
dalam melaksanakan Sentra Keperawatan.
3.2.2 Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
1. Melakukan sosialisasi Sentra Keperawatan kepada lintas
program/ lintas sektor di kabupaten/kota dan di
Puskesmas;
2. Menetapkan Puskesmas pelaksana beserta daerah
binaannya dari awal sampai dengan akhir kegiatan;
3. Melakukan fasilitasi, bimbingan/supervisi, monitoring dan
evaluasi kepada Puskesmas pelaksana Sentra
Keperawatan;

19
4. Memberikan dukungan anggaran kegiatan Sentra
Keperawatan di Puskesmas;
5. Melakukan konsultasi aktif dengan Dinas Kesehatan
Provinsi terkait hambatan-hambatan yang ditemui dalam
penerapan Sentra Keperawatan.

3.3 Kualifikasi Ketenagaan


1. Koordinator Program Perkesmas ditingkat Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota adalah perawat yang
memiliki latar belakang pendidikan minimal Ners;
2. Koordinator pelaksana Sentra Keperawatan/pemegang
Program Perkesmas di Puskesmas adalah perawat yang
memiliki latar belakang pendidikan minimal Ners, atau
DIII Keperawatan yang sudah mendapatkan pelatihan
khusus tentang Sentra Keperawatan, baik yang
diselenggarakan oleh Dinkes Provinsi maupun Dinkes
Kabupaten/ Kota;
3. Tenaga pelaksana Sentra Keperawatan di Puskesmas
adalah seluruh perawat Puskesmas, dan atau bidan, dan
atau tenaga kesehatan lainnya yang bekerja dalam
koordinasi koordinator dan berdasarkan arahan
paradigma keperawatan kesehatan masyarakat;
4. Pada saat ada mahasiswa keperawatan praktek di wilayah
Puskesmas, maka secara langsung mahasiswa tersebut
20
berperan sebagai tenaga pelaksana Sentra Keperawatan
dibawah koordinasi koordinator Sentra Keperawatan
Puskesmas.

21
BAB IV
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN
SENTRA KEPERAWATAN DI PUSKESMAS

4.1 Kegiatan Pelayanan


Kegiatan pelayanan dilakukan oleh tenaga keperawatan sesuai
dengan keputusan Mentri Pemberdayaan Aparatur Negara nomer 94
tahun 2001 tentang jabatan fungsional Perawat, bahwa tugas pokok
Perawat ialah memberikan pelayanan kpperawatan berupa asuhan
keperawatan / kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan serta
pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian dalam
bidang keperawatan / kesehatan. Pendekatan utama yang dilakukan
dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan kesehatan
masyarakat baik di dalam gedung maupun di luar gedung Puskesmas
adalah dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
(Nursing Process), meliputi tahap pengkajian, penetapan diagnosis
keperawatan, penetapan rencana tindakan, implementasi tindakan
keperawatan, tahap evaluasi dan dokumentasi.
Pendekatan lain yang juga digunakan dalam pelayanan
kesehatan masyarakat adalah pendekatan epidemiologis dan
pendekatan tiga tingkatan pencegahan (three levels of prevention).

22
Pendekatan epidemiologis adalah pendekatan penyelesaian masalah
kesehatan masyarakat berdasarkan distribusi (penyebaran) dan
determinan (faktor-faktor penentu) masalah kesehatan masyarakat.
Sedangkan tiga tingkatan pencegahan adalah pencegahan primer
(tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui promosi
kesehatan), pencegahan sekunder (tindakan-tindakan untuk
mengatasi penyakit dengan dini dan mencegah penyebaran masalah
lebih luas), serta pencegahan tersier (tindakan-tindakan pemulihan
masyarakat setelah sakit dan mencegah kecacatan lebih lanjut).
Pada kegiatan pelayanan, kepala Puskesmas turut berperan
dalam memberikan arahan kegiatan di Sentra Keperawatan terhadap
indikator pencapaian program Puskesmas secara keseluruhan.
Disamping itu, kepala Puskesmas juga berperan sebagai pemberi
dukungan kepada individu pelaksana dan sistem pelaksanaan Sentra
Keperawatan (Supporting people, suporting system).

4.1.1 Kegiatan Pelayanan Dalam Gedung


Merupakan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat yang
dilakukan dipoli asuhan keperawatan, poliklinik pengobatan,
maupun ruang rawat inap Puskesmas menggunakan pendekatan
proses keperawatan, meliputi :
a) Pelaksanaan tindakan keperawatan langsung terhadap klien
rawat jalan dan rawat inap, seperti pemasangan infus,
23
pemasangan NGT, breast care, postural drainage, nebulisasi,
dll;
b) Penemuan kasus baru (deteksi dini) pada klien rawat jalan;
c) Pemberian pendidikan kesehatan, baik pada klien rawat jalan
maupun rawat inap, berupa penyuluhan, demonstrasi, dll;
d) Pemantauan keteraturan minum obat pada klien-klien
penyakit kronis, seperti TBC, hipertensi, diabetes, dll;
e) Pelaksanaan rujukan kasus/ masalah kesehatan kepada tenaga
kesehatan lain di Puskesmas;
f) Melakukan konseling keperawatan;
g) Melakukan kegiatan yang merupakan tugas limpah sesuai
pelimpahan kewenangan yang diberikan dan atau prosedur
yang telah ditetapkan (contoh penanggulangan kasus gawat
darurat);
h) Menciptakan lingkungan teurapeutik dalam pelayanan
kesehatan di gedung Puskesmas (memfasilitasi kenyamanan
dan keamanan);
i) Melakukan dokumentasi keperawatan.

Pada pelayanan keperawatan dalam gedung Puskesmas,


diperlukan koordinasi dan kerjasama dengan semua pemberi
pelayanan kesehatan dasar dan pemegang program lain (kolaborasi
lintas program), dimana pada kegiatan ini perawat memegang
peranan penting sebagai koordinator dan kolaborator. Perawat

24
dapat merujuk klien kepada petugas kesehatan lain, jika klien
memerlukan penanganan yang secara teknis bukan kewenangan
tenaga keperawatan. Apabila klien membutuhkan penangan lebih
lanjut di fasilitas kesehatan sekunder, maka perawat dapat
berkoordinasi dengan dokter untuk memberikan rujukan yang
diperlukan. Adapun alur pelayanan klien dalam gedung adalah
sebagai berikut:

Gambar 4.1 Alur PelayananKlien Sentra Keperawatan Dalam Gedung


25
Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa Sentra Keperawatan
merupakan bagian pelayanan terpadu di Puskesmas, begitu pula
dengan nomor kartu registrasi klien.Klien dapat dirujuk ke Sentra
Keperawatan dari poli umum, KIA, atau poli gigi untuk mendapatkan
pelayanan sesuai kebutuhan. Namun, dalam perkembangannya,
apabila masyarakat sudah merasakan manfaat keberadaan Sentra
Keperawatan dan menjadi sebuah kebutuhan, maka masyarakat
dapat mendaftar untuk langsung mendapatkan pelayanan di Sentra
Keperawatan tanpa terlebih dahulu melalui poli yang lain.

4.1.2 Kegiatan Pelayanan Luar Gedung


Perawatan Kesehatan Masyarakat yang diwujudkan dalam
kegiatan Sentra Keperawatan merupakan perpaduan pelayanan
keperawatan dan kesehatan masyarakat. Tujuan utama pelayanan
Sentra Keperawatan luar gedung adalah meningkatkan kemandirian
masyarakat untuk mengatasi rnasalah kesehatannya dan
meningkatkan status kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan
dan kualitas hidup masyarakat yang setinggi-tingginya.
Sasaran pelayanan Sentra Keperawatan luar gedung terutama
adalah keluarga, kelompok populasi, kelompok khusus (sekolah, unit
kerja, lapas, dll), dan masyarakat luas. Dalam penyelenggaraannya,
perawat dituntut mampu bekerja sama dengan masyarakat dan
petugas kesehatan lainnya. Perawat perlu menjadikan masyarakat
sebagai mitra kerja, sebab prinsip dalam pelayanan kesehatan
26
masyarakat adalah kesetaraan petugas kesehatan dan masyarakat.
Sedangkan kerja sama dengan petugas kesehatan lain, terkait dengan
kegiatan yang memerlukan kemampuan teknis tertentu yang bukan
kewenangan perawat. Alur kegiatan luar gedung dijelaskan pada
gambar 4.2 berikut:

Gambar 4.2 Alur Pelayanan Sentra Keperawatan Luar Gedung

Berdasarkan gambar 4.2 diatas dapat diketahui bahwa sasaran


kegiatan pelayanan Sentra Keperawatan luar gedung meliputi
pembinaan keluarga, pembinaan kelompok khusus, dan kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang selanjutnya akan dijelaskan berikut
ini.
4.1.2.1 Pelayanan Keperawatan bagi Keluarga
Keluarga didefiniskan secara tradisional sebagai suatu
kelompok orang yang disatukan ikatan perkawinan, darah, atau
27
adopsi, membentuk suatu rumah tangga, interaksi dan komunikasi
satu sama lain dengan peran sosial sebagai suami dan istri, ibu dan
ayah, anak laki-laki dan permpuan, saudara laki-laki dan
perempuan,serta membentuk dan memlihara suatu budaya umum
(Burgess & Locke, 1953). Dalam praktek perawatan kesehatan
masyarakat, perawat dapat melakukan asuhan keperawatan dengan
memandang keluarga sebagai klien, sehingga semua unsur dalam
keluarga harus menjadi perhatian perawat. Hal ini merupakan
tingkatan tertinggi dalam praktek keperawatan keluarga. Dilain hal,
perawat juga dapat melakukan asuhan keperawatan kepada individu
dalam konteks keluarga.

4.1.2.1.1 Individu dalam konteks keluarga


Asuhan keperawatan individu dalam konteks keluarga
dilakukan pada klien yang memerlukan dukungan dari keluarga,baik
dalam proses penyembuhannya ataupun pencapaian derajat
kesehatan yang optimal, contoh klien penderita TBC yang
memerlukan PMO di rumah, klien lansia hipertensi yang memerlukan
perawatan dan pendampingan di rumah, klien lansia yang
memerlukan pendampingan ke Posbindu, dll. Dalam hal ini, fokus
pengkajian dan tindakan keperawatan adalah individu, adapun
keterlibatan keluarga adalah sebagai sumberdaya yang akan
mendukung proses pencapaian kesehatan optimal klien.

28
Aplikasi asuhan keperawatan pada individu dalam konteks
keluarga dicontohkan sebagai berikut :
Seorang klien dewasa datang ke Puskesmas dengan
membawa hasil pemeriksaan radiologi dan laboratorium yang
mendukung diagnosis TBC BTA+. Dokter meresepkan paket
pengobatan TBC selama 6 bulan bagi klien. Klien dirujuk ke
ruang Sentra Keperawatan untuk mendapatkan informasi lebih
lanjut dari perawat.
Perawat menjelaskan tentang pengertian penyakit TBC,
tanda dan gejala, penyebab, serta dampak yang akan
ditimbulkan apabila klien tidak melakukan pengobatan sampai
tuntas. Perawat menyanyakan kepada klien siapa dari anggota
keluarga yang dapat dijadikan Pendamping Minum Obat
(PMO) klien di rumah.
Kemudian perawat meminta klien untuk mempertemukan
perawat dengan anggota keluarga yang akan dijadikan PMO.
Pada saat bertemu dengan PMO, perawat menjelaskan tentang
penyakit TBC, tugas PMO, dan hal-hal yang harus diperhatikan
PMO dalam mendampingi klien, serta PMO diminta
melaporkan jika ada anggota keluarga yang lain/ tetangga yang
menunjukan tanda-tanda terinfeksi TBC. Perawat terus
menjalin komunikasi dengan PMO selama proses
penyembuhan klien sampai klien dinyatakan bersih dari kuman
TBC dan tidak ada infeksi TBC baru dalam anggota keluarga.

4.1.2.1.2 Keluarga sebagai sistem


Asuhan keperawatan keluarga sebagai sistem dilakukan
dengan mengkaji dan memberikan intervensi keperawatan kepada

29
seluruh anggota keluarga dan juga memperhatikan interaksi yang ada
antar anggota keluarga. Pendekatan ini lebih kompleks dibandingkan
pendekatan individu dalam konteks keluarga, karena perawat
dituntut mampu menguasai semua masalah kesehatan yang ada pada
anggota keluarga dan juga memahami tentang tipe, struktur, dan
fungsi keluarga, serta proses komunikasi, interaksi, serta nilai-nilai
yang mempengaruhi keluarga. Asumsi adalah bahwa kesehatan
memengaruhi semua anggota keluarga dan keluarga memengaruhi
proses dan hasil perawatan kesehatan. Semua praktik perawatan
kesehatan, sikap, keyakinan, dan perilaku serta keputusan dibuat
dalam konteks keluarga yang lebih besar.
Tujuan keperawatan keluarga dengan pendekatan keluarga
sebagai sistem adalah untuk mempromosikan, mempertahankan dan
memulihkan kesehatan keluarga dan memperhatikan interaksi antara
keluarga dan masyarakat dan sesama keluarga dan anggota keluarga
lainnya. Hasil akhir yang diharapkan adalah kemandirian keluarga
dalam menghadapi masalah kesehatan aktual atau risiko, dan juga
kemandirian keluarga dalam mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Berikut petunjuk teknis asuhan keperawatan keluarga dalam
pengaplikasian konsep keluarga sebagai sistem:

30
I. Pengkajian
1. Data demografi
a. Nama keluarga
b. Alamat dan nomor telepon
c. Komposisi keluarga

Jenis
Pembi
Pendidi
Nama L/P Hubungan TTL Pekerjaan ayaan
kan
Keseh
atan
1.
2.

d. Tipe keluarga
e. Latar belakng budaya (etnis)
 Latar belakang etnis keluarga atau anggota keluarga
 Jaringan kerja sosial keluarga dari kelompok etnis
yang sama
 Etnis tempat tinggal keluarga
 Pengaruh etnis terhadap kebiasaan diet dan
berbusana
 Bahasa yang digunakan di rumah
f. Identifikasi religious
 Praktek keyakinan anggota keluarga
 Keaktifan keluarga dalam menjalankan praktek
keagamaan
 Partisipasi keluarga dalam praktek keagamaan
 Kepercayaan dan nilai-nilai keagamaan
g. Status kelas sosial berdasarkan pekerjaan, pendidikan,

31
dan pendapatan
 Siapa yang membiayai keluarga?
 Apakah keluarga menerima bantuan atau tambahan
keuangan?
 Apakah keluarga menganggap pendapatan mereka
memadai?
h. Aktivitas rekreasi atau waktu luang
 Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas keluarga dan
frekuensinya
 Ativitas- aktivitas waktu luang anggota keluarga
 Menggali perasaan anggota keluarga tentang
aktivitas rekreasi dan waktu luang
2. Tahap dan riwayat perkembangan keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
b. Sejauh mana tugas perkembangan telah terpenuhi
c. Riwayat keluarga sejak lahir sampai dengan saat ini
yang berkaitan dengan kesehatan (perceraian,
kematian, kehilangan) yang terjadi dalam kehidupan
keluarga
d. Riwayat kesehatan dari garis keturunan suami dan istri
3. Data lingkungan
a. Karakteristik rumah
b. Karakteristik lingkungan
c. Mobilitas geografis keluarga
d. Asosiasi dan transaksi keluarga dengan komunitas
e. Sistem pendukung atau jaringan sosial yang dimiliki
keluarga
4. Strutur keluarga
a. Pola-pola komunikasi
 Jangkauan komunikasi fungsional dan disfungsional
 Jangkauan dari pesan afektif dan bagaimana
32
diungkapkan
 Karakteristik komunikasi dalam subsistem-subsistem
keluarga
 Variable-variabel yang mempengaruhi komunikasi
keluarga
b. Struktur kekuasaan
 Hasil-hasil dari kekuasaan
 Proses pengambilan keputusan
 Dasar-dasar kekuasaan
 Variable-variabel yang mempengaruhi kekuasaan
 Seluruh kekuasaan keluarga
c. Strutur peran
 Struktur peran formal
 Struktur peran informal
d. Nilai-nilai keluarga
 Kesesuaian antara nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai
sub sistem keluarga juga kelompok referensi atau
komunitas yang lebih luas.
 Variable-variabel yang mempengaruhi nilai-nilai
keluarga
5. Fungsi keluarga
a. Fungsi afektif
 Kebutuhan-kebutuhan keluarga, pola-pola respons
 Keakraban
 Diagram kedekatan keluarga
b. Fungsi sosialisasi
 Praktik-praktik pengasuhan anak dalam keluarga
 Kemampuan adaptasi praktik-praktik pengasuhan
anak untuk bentuk keluarga dan situasi dari keluarga
 Siapa yang menjadi pelaku sosialiasi bagi anak-anak?

33
 Nilai anak-anak dalam keluarga
 Keyakinan-keyakinan kultural yang mempengaruhi
pola-pola pengasauhan anak dalam keluarga
 Pengaruh kelas sosial terhadap pola-pola
pengasuhan anak
 Estimasi tentang apakah kelarga beresiko mengalami
masalah-masalah pengasuhan anak
 Ketersediaan lingkungan rumah untuk anak bermain
c. Fungsi perawatan kesehatan
 Keyakinan kesehatan, nilai-nilai dan perilaku
keluarga
 Definisi sehat-sakit dari keluarga dan tingkat
pengetahuan mereka
 Status kesehatan yang diketahui keluarga dan
kerentanan terhadap sakit
 Praktek-praktek diet keluarga
 Kebiasaan tidur dan sehat
 Latihan dan praktik-raktik rekreasi
 Kebiasaan menggunakan obat-obatan keluarga
 Peran keluarga dalam praktik-praktik perawatan diri
 Praktik praktik lingkungan keluarga
 Cara-cara preventif berdasarkan medis
 Praktik-praktik kesehatan gigi
 Riwayat kesehatan keluarga
 Layanan kesehatan yang diterima
 Perasaan-perasaan dan persepsi mengenai layanan
kesehatan
 Layanan perawatan kesehatan darurat
 Layanan kesehatan gigi
 Sumber pembiayaan medis dan gigi

34
 Peralatan perawatan yang dipilih
6. Koping keluarga
a. Stressor-stresor keluarga jangka panjang dan pendek
b. Kemampuan keluarga berespon, berdasarkan penilaian
obyektif terhadap situasi-situasi yang menimbulkan
stress
c. Penggunaan strategi-strategi koping
d. Bidang-bidang atau situasi-situasi di mana keluarga telah
mencapai penguasaan
e. Strategi koping disfungsional yang digunakan

II. Intervensi
Intervensiberfokuspadapromosi,peningkatan,dan
mempertahankanfungsi keluarga yang efektif pada tiga area yaitu
kognitif, afektif, dan perilaku. Intervensi-intervensi yang dapat
diberikan berdasarkan area yang menjadi fokus intervensi adalah:
a. Intervensi untuk mengubah domain kognitif
 Memuji kekuatan keluarga dan individu
 Memberikan informasi tentang pengertian, tanda
gejala, penyebab suatu penyakit
 Memberikan informasi tentang dampak jika masalah
tidak diatasi
 Memberikan informasi tentang cara perawatan
sederhana yang dapat dilakukan keluarga
 Menawarkan opini tentang suatu keadaan
b. Intervensi untuk mengubah domain afektif
 Validasi atau normalisasi respon emosional
 Mendorong untuk menceritakan pengalaman sehat
sakit
 Mendorong pengungkapan dukungan keluarga
selanjutnya
35
c. Intervensi untuk mengubah domain perilaku
 Mendorong anggota keluarga menjadi caregiver dan
menawarkan dukungan caregiver dengan cara
mengajarkan cara menjadi care giver
 Mendorong ketangguhan
 Merancang ritual

Perawat keluarga memiliki delapan peran, yaitu:


a. Pendidik kesehatan
Mengajarkan keluarga secara formal dan informal tentang
kesehatan dan penyakit dab bekerja sebagai pemberi
informasi kesehatan.
b. Pemberi pelayanan dan supervisor
Memberikan pelayanan langsung dan mengawas perawatan
yang diberikan oleh orang lain termasuk keluarga dan
asisten perawat.
c. Advokat keluarga
Bekerja untuk mendukung keluarga dan berbicara issue
tentang keamanan dan akses pelayanan.
d. Penemu kasus dan epidemiologist
Pelacakan penyakit dan berperan sebagai peran kunci
dalam pengontrolan dansurveillance penyakit
e. Peneliti
Mengidentifikasi masalah-masalah praktek dan mencari
jawaban dan solusi melalui investigasi ilmiah secara mandiri
atau kolaborasi
f. Manajer dan coordinator
Mengatur, kolobarasi, dan berhubungan dengan anggota
keluarga, pelayanan kesehatan dan sosial dan lainnya untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan.
g. Konselor
36
Berperan sebagai peran therapeutic dalam meembantu utuk
mengatasi masalah dan untuk mengidentifikasi solusi
h. Consultant
Berperan sebagai konsultan untuk keluarga dan agensi
untuk mengidentifikasi dan memfasilitasi akses kepada
sumber-sumber.
i. Pengubah lingkungan
Bekerja untuk memodifikasi sebagai contoh dalam
lingkungan rumah sehingga orang cacat/ terbatas dapat
meningkatkan mobilitas dan terlibat dalam perawatan diri

37
4.1.2.2 Pelayanan Keperawatan pada Kelompok Khusus Populasi
Pada pelayanan Perkesmas dimasyarakat, perawat melakukan
asuhan keperawatan masyarakat di daerah binaan, yang ditujukan
terutama kepada kelompok masyarakat yang rentan atau mempunyai
resiko tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan. Diantara
kelompok rentan terhadap masalah kesehatan adalah kelompok bayi
balita, kelompok ibu hamil, dan kelompok lansia. Berikut adalah
contoh petunjuk teknis asuhan keperawatan yang diaplikasikan pada
populasi bayi/ balita.

I. Pengkajian
Pengkajian dilakukan oleh perawat bersama dengan
masyarakat (khususnya kader Posyandu) melalui pengintegrasian
kegiatan survey mawas diri masyarakat. Pemutakhiran data
pengkajian dilakukan secara periodik setiap 6 bulan sekali yaitu
bulan Juni dan Desember.
A. Data Inti
1. Data Demografi
a. Berapakah jumlah bayi dan balita berdasarkan umur di
wilayah binaan?
Jumlah
Usia
Laki-laki Perempuan
0 – 11 bulan 29 hari
12 bulan – 35 bulan 29 hari
36 bulan – 60 bulan
Total

38
b. Berapakah jumlah bayi dan balita berdasarkan status
sosial ekonomi orang tua?
Kriteria Jumlah
Bayi dan balita dari keluarga Gakin
Bayi dan balita dari keluarga Non Gakin
Total

2. Statistik Vital
a. Berapakah jumlah bayi dan balita yang meninggal?
Jumlah Ket.
Usia Laki- Peremp Penyebab
laki uan Meninggal
0 – 11 bulan 29 hari
12 bulan – 35 bulan 29 hari
36 bulan – 60 bulan
Total
(dalam periode Januari s.d Juni dan Juli s.d Desember)?

b. Berapakah jumlah bayi dan balita yang mengalami


penyakit tertentu?

Kriteria Penyakit Jumlah


A. Penyakit Infeksi
Diare
Tuberkulosis
Demam Berdarah
Lain-lain
B. Kelainan Kongenital
Bibir sumbing

39
Penyakit jantung bawaan
Lain-lain
C. Masalah Gizi
Gizi lebih
Gizi kurang
Gizi buruk
Pendek (TB tidak sesuai umur)
D. Gangguan Perkembangan
Autisme
ADHD
Down syndrome
Tidak mengikuti grafik perkembangan sesuai umur
Lain-lain
Total

c. Berapakah jumlah bayi dan balita yang sakit dan dirawat


di Rumah Sakit?
Alasan dirawat/ Penyakit Jumlah

Total

d. Berapakah jumlah bayi yang lahir dan bagaimana


kondisinya?
Jumlah
Kondisi Lahir
L P
Lahir normal (Cukup bulan dan BBL >
2500gr)
Lahir Prematur
Lahir dengan BBL < 2500gr
Jumlah

40
e. Berapakah jumlah bayi dan balita yang mendapatkan
ASI eksklusif?
Status ASI Eksklusif Jumlah
Tamat ASI Eksklusif
Tidak tamat ASI Eksklusif
Sedang mendapatkan ASI Eksklusif
Total

f. Berapakah jumlah bayi dan balita berdasarkan status


imunisasinya?
Jumlah Jumlah
Jenis Total
Tidak Belum
Imunisasi Lengkap Bayi/
Lengkap Lengkap
Balita
Hepatitis
DPT
BCG
Polio
Campak

g. Berapa % capaian pemberian kapsul vitamin A?

B. Data Sub Sistem Komunitas


1. Lingkungan fisik
Adakah lingkungan fisik di wilayah binaan yang berbahaya
bagi bayi/ balita (contoh : daerah rawan kecelakaan lalu
lintas/ daerah sungai/ sumur/ polusi udara/ daerah licin/
dll). Jika ada, jelaskan.
2. Pelayanan Kesehatan (Posyandu)

41
a. Berapa jumlah Posyandu di wilayah binaan?

Strata Posyandu Jumlah


Posyandu Pratama
Posyandu Madya
Posyandu Purnama
Posyandu Mandiri
Total

b. Bagaimana data grafik SKDN setiap Posyandu?


Sasaran yang
Sasaran
Sasaran Sasaran naik berat
Nama yang datang
Bayi/ yang badannya
Posyand Ditimbang
Balita memiliki saat
u (D dan
(S)* KMS (K)* ditimbang (N
D/S)**
dan N/D)**

Jumlah
* S dan K diambil data bulan saat pengkajian (Juni
atau Desember)
** D dan N diambil data rata-rata 6 bulang terakhir.

c. Berapa jumlah kader disetiap Posyandu?

42
Jumlah Kader Jumlah Jumlah Jumlah
Kader Kader yang Kader
Meran Pernah dengan
Nama
Tidak gkap Mendapatk Tingkat
Posyandu Aktif
Aktif Kader an Pendidika
PAUD/ Pelatihan n minimal
BKB Posyandu SMA

Jumlah

d. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana disetiap


Posyandu?
Alat
Gedung Buku KIA/
Dacin Perag
Posyandu KMS
Nama Eduka
Posyandu Ada
Tidak T
Ada Tidak (konvensional/ Ada Tidak Ada
ada a
Inovasi)

Jumlah

e. Apakah sudah terdapat Pokja dan Pokjanal Posyandu


mulai dari tingkat RW sampai tingkat kecamatan?
Jenis Keterangan
Pokja  Ada disetiap Posyandu
Posyandu  Ada tapi belum disetiap Posyandu
 Belum ada

43
Pokjanal Desa/  Ada disetiap Desa/ Kelurahan
Kelurahan  Ada tapi belum disetiap Desa/
Kelurahan
 Belum ada
Pokjanal  Ada dan aktif
Kecamatan  Ada namun kurang aktif
 belum ada
* Beri tanda ceklist pada kondisi yang dijumpai.

f. Berapa jumlah Posyandu yang sudah terintegrasi PAUD?


Jumlah (n) Presentase (%)

g. Bagaimana kondisi keuangan disetiap Posyandu?


Sumber Keuangan
Nama Jumlah
Bantuan Iuran Sumbangan
Posyandu Kas
Pemerintah Masyarakat Donatur

h. Bagaimana pelaksanaan penyuluhan disetiap Posyandu?


Kegiatan Penyuluhan di Penyuluhan Kelompok
Langkah ke empat Bulanan
Nama
Kad
Posyandu Setiap Kadang Tidak Setiap Tidak
ang
bulan 2 Pernah bulan Pernah
2

Jumlah
(%)

44
* Beri tanda ceklist pada kondisi yang dijumpai.

i. Bagaimana pelaksanaan Pemberian Makanan Tambahan


disetiap Posyandu?
Kegiatan Pemberian PMT yang Benar (Mengandung
Nama
nilai gizi dan bukan makanan kemasan)
Posyandu
Setiap bulan Kadang2 Tidak Pernah

Jumlah
(%)
* Beri tanda ceklist pada kondisi yang dijumpai.

j. Bagaimana kemampuan kader dalam melaksanakan


kegiatan Posyandu?
Jumlah Kader yang
Kemampuan mampu melakukan
(%)
Memberikan Penyuluhan perorangan di
langkah ke empat
Memberikan Penyuluhan kelompok
Mengisi KMS dengan benar
Mengisi format SIP dengan benar
Membuat dan mengisi data grafik SKDN
Menjalankan 9 langkah penimbangan
aman pada saat hari buka Posyandu

k. Berapa jumlah kader yang mendapatkan penghargaan


berdasarkan kinerjanya?
Jenis Penghargaan Jumlah Kader yang

45
mampu melakukan (%)

3. Keamanan
a. Adakah kasus kekerasan pada anak yang terjadi di
wilayah binaan?
b. Adakah kasus penculikan/ pencurian anak terjadi di
wilayah binaan?
c. Apakah kegiatan penimbangan berlangsung dengan
aman di setiap Posyandu? Pernahkah ada kejadian bayi/
balita jatuh atau tertimpa timbangan saat hari buka
Posyandu?

4. Pendidikan (PAUD dan Bina Keluarga Balita)


a. Berapa jumlah PAUD di wilayah Binaan?
Jenis PAUD Jumlah
POSPAUD (PAUD yang terintegrasi dengan
Posyandu) dan memiliki kegiatan BKB
POSPAUD tanpa kegiatan BKB
PAUD swasta dan memiliki kegiatan BKB
PAUD swasta tanpa kegiatan BKB
Total

b. Berapa jumlah balita yang mengikuti kegiatan PAUD?

Jumlah
Kelompok Balita PAUD
POSPAUD
swasta
Usia 2 – 3 tahun

46
Usia 3 – 5 tahun
Jumlah

c. Berapa jumlah ibu atau pengasuh bayi/ balita yang


mengikuti kegiatan BKB?
d. Berapa % jumlah PAUD dan BKB yang sudah dibina
oleh perawat?

C. Pengetahuan dan Persepsi Masyarakat


1. Pengetahuan dan Persepsi kader Posyandu
a. Bagaimana pengetahuan kader tentang manajemen
pelaksanaan Posyandu (kegiatan sebelum hari buka
Posyandu, kegiatan pada saat hari buka Posyandu,
kegiatan setelah hari buka Posyandu)
b. Bagaimana pengetahuan kader tentang manajemen
pencatatan dan pelaporan di Posyandu?
c. Bagaimana pengetahuan kader tentang tumbuh
kembang balita?
d. Bagaimana persepsi kader tentang pentingnya
pelaksanaan Posyandu?

2. Persepsi orang tua yang memiliki bayi/ balita


a. Bagaimana persepsi orang tua tentang ASI eksklusif?
b. Bagaimana persepsi orang tua tentang imunisasi?
c. Bagiamana persepsi orang tua tentang kebutuhan gizi
pada bayi/ balita?
d. Bagaimana persepsi orang tua tentang pola asuh pada
anak?
e. Bagaimana persepsi orang tua tentang tumbuh kembang
balita?

47
3. Persepsi umum masyarakat tentang kesehatan
a. Apakah ada persepsi atau keyakinan masyarakat yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip kesehatan,
khususnya kesehatan bayi/ balita? Jika ada, jelaskan.
b. Adakah kebiasaan-kebiasaan di masyarakat yang
membahayakan kesehatan bayi/ balita?

II. DIAGNOSIS KEPERAWATAN


Diagnosis keperawatan dapat dibagi tiga, diagnosis aktual
(masalah yang sudah terjadi), diagnosis risiko (masalah yang
mungkin terjadi jika tidak segera dilakukan antisipasi), dan
diagnosis potensial (keadaan yang lebih baik yang dapat
diciptakan).
A. Diagnosis Aktual
1. Tingginya angka kematian atau angka kesakitan akibat
penyakit tertentu (sebutkan penyakitnya) pada bayi/
balita di wilayah X berhubungan dengan
ketidakmampuan masyarakat melakukan upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit tersebut
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada bayi/
balita di wilayah x (gizi kurang atau gizi lebih)
berhubungan dengan ketidaktahuan masyarakat tentang
pemenuhan gizi seimbang pada bayi/ balita
3. Gangguan perkembangan pada bayi/ balita di wilayah x
berhubungan dengan ketidaktahuan masyarakat tentang
perkembangan balita dan cara menstimulusnya.
4. Tingginya angka prematur dan atau BBLR pada bayi di
wilayah x berhubungan dengan ketidakmampuan
masyarakat dalam mencegah kejadian prematur dan
BBLR
5. Rendahnya angka keberhasilan ASI eksklusif pada bayi/
48
balita di wilayah x berhubungan dengan ketidaktahuan
masyarakat tentang ASI eksklusif
6. Angka cakupan imunisasi kurang dari target nasional di
wilayah x berhubungan dengan persepsi yang salah
tentang pemberian imunisasi (altrenatif : berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya pemberian imunisasi)
7. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap
pelaksanaan Posyandu di wilayah x berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan/ kasadaran masyarakat
tentang pentingnya membawa balita ke Posaandu
(alternatif : berhubungan dengan rendahnya motivasi
masyarakat, berhubungan dengan belum optimalnya
manajemen pelaksanaan Posyandu)
8. Rendahnya angka N/D pada bayi/ balita di wilayah x
berhubungan dengan ketidakmampuan orangtua
memenuhi kebutuhan gizi pada bayi/ balita

B. Diagnosis Risiko
1. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada
bayi/ balita dari keluarga miskin (kurang dari kebutuhan)
di wilayah X berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga memberikan kebutuhan gizi yang baik pada
anak.
2. Risiko kecelakaan pada balita di wilayah x berhubungan
dengan terdapatnya ancaman lingkungan fisik yang
berbahaya bagi bayi/ balita
3. Risiko terjadinya kekerasan pada bayi/ balita di wilayah
x berhubungan dengan ketidakmampuan orang tua
mengembangakan pola asuh yang tepat pada anak
4. Risiko gangguan tumbuh kembang pada bayi/ balita di
49
wilayah x berhubungan dengan ketidaktahuan orang tua
tentang tumbuh kembang balita

C. Diagnosis Potensial
1. Potensial peningkatan peran serta aktif masyarakat
dalam bidang kesehatan bayi/ balita di wilayah x
2. Potensial peningkatan jumlah atau strata Posyandu di
wilayah x
3. Potensial peningkatan jumlah dan kemampuan kader
dalam pelaksanaan Posyandu di wilayah x
4. Potensial peningkatan sarana dan prasarana Posyandu di
wilayah x
5. Potensial peningkatan kualitas pelayanan Posyandu di
wilayah x
6. Potensial pembentukan POSPAUD terintegrasi BKB di
wilayah x

III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Sebelum menyusun rencana asuhan keperawatan, maka
dilakukan penentuan skala prioritas dari masalah-masalah yang
ada. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memprioritaskan
masalah adalah :
1. Penentuan skala prioritas dilakukan bersama-sama dengan
masyarakat. Dalam menentukan masalah, bahasa diagnosis
keperawatan dapat disesuaikan menjadi bahasa yang
dipahami oleh masyarakat. Contoh : Diagnosis keperawatan
yang ditegakan oleh perawat adalah Risiko gangguan
tumbuh kembang pada bayi/ balita di wilayah x
berhubungan dengan ketidaktahuan orang tua tentang
tumbuh kembang balita, maka bahasa yang dipahami oleh
50
masyarakat adalah keterlambatan tumbuh kembang balita/
masalah tumbuh kembang balita.
2. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan
prioritas adalah : kesadaran dan motivasi masyarakat
terhadap masalah, kemampuan perawat untuk dapat terlibat
dalam penyelesaian masalah, ketersediaan sumberdaya di
masyarakat, konsekuensi jika masalah tidak bisa diselesaikan,
hasil yang dapat dicapai.

Rencana keperawatan komunitas disusun dengan


memperhatikan banyak faktor, terutama faktor masyarakat itu
sendiri, karena pada hakekatya masyarakatlah yang memiliki
rencana tersebut. Sebaliknya, perawat hanyalah sebagai fasilitator
dan motivator dalam menggerakan dinamika masyarakat untuk
dapat menolong dirinya sendiri. Oleh sebab itu, perencanaan
disusun bersama-sama dengan masyarakat yang biasanya dilakukan
dalam musyawarah masyarakat desa/ kelurahan.
Sebagai tenaga professional, perawat ditantang tidak hanya
sekedar menyusun rencana asuhan keperawatan saja, tetapi harus
mampu pula memastikan bahwa rencana tersebut merupakan
upaya yang paling maksimal, artinya perawat diharapkan tidak
hanya berperan di level pelaksanaan di masyarakat saja
(grassroot), namun pula harus merambah kepada level pengambil
keputusan (decision maker), dengan aktif melakukan lobi,
negosiasi, serta advokasi terhadap apa yang telah direncanakan
untuk dapat diwujudkan. Hal ini akan memaksa perawat untuk
mampu bekerja sama dengan berbagai pihak, baik dari kalangan
birokrat pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat, maupun
kalangan bisnis. Oleh karenanya penting dilakukan pendekatan
strategi yang mantap dengan memanfaatkan berbagai data primer,
sekunder dan tersier dari hasil pengkajian sebagai bukti.
51
Format rencana keperawatan pada masyarakat meliputi hal-
hal sebagai berikut:
Diagnosis / Masalah :
Tujuan :
Strategi :
Aktifitas :
Indikator keberhasilan :
Teknik evaluasi :
Penanggung Jawab :
Waktu Pelaksanaan :
Tempat :
Biaya :

IV. IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN


Implementasi sering dikatakan sebagai fase aksi dari proses
keperawatan. Di dalam asuhan keperawatan komunitas,
implementasi bukan hanya merupakan tindakan keperawatan,
tetapi merupakan tindakan kolaborasi bersama klien (masyarakat)
maupun profesi lain. Hal yang harus diingat dalam implementasi
asuhan keperawatan komunitas adalah tujuan utama, yaitu
menolong masyarakat untuk dapat menolong dirinya sendiri
mencapai level sehat yang optimum. Dalam melaksanakan
implementasi ini dapat dibagi dalam 2 kegiatan, yaitu fase
persiapan dan fase tindakan.
Pada fase persiapan, perawat harus yakin terhadap rencana
yang telah dibuat. Pada fase persiapan ini dapat digunakan
perawat untuk mengklarifikasi rencana asuhan keperawatan dan
berbagai fasilitas yang diperlukannya. Hal yang penting untuk
diingat bahwa implementasi asuhan keperawatan ini meminta
fleksibilitas dan penyesuaian terhadap hal-hal yang tidak dapat
52
diantisipasi sebelumnya.
Fase tindakan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat untuk:
1. Mengaplikasikan teori yang tepat ke dalam tindakan yang
dilaksanakannya.
2. Menolong memfasilitasi dalam menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk pengimplementasian rencana asuhan
keperawatan.
3. Mempersiapkan masyarakat untuk menerima pelayanan
kesehatan.
4. Memonitor dan mendokumentasikan perkembangan dari
implementasi.
Contoh tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya ASI
pada ibu-ibu baru melahirkan dan ibu menyusui
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang tumbuh
kembang balita pada keluarga yang memiliki balita
3. Melakukan pelatihan kader Posyandu tentang cara
pengisian KMS yang benar
4. Melakukan pemantauan keberhasilan program imunisasi
5. Melakukan pendidikan kesehatan tentang pentingnya
imunisasi
6. Melakukan pendampingan pelaksanaan Posyandu
7. Meningkatkan pengetahuan kader tentang kesehatan bayi/
balita
8. Memberikan pendidikan kesehatan tentang PHBS terutama
yang berkaitan dengan kesehatan balita
9. Memotivasi ibu-ibu balita untuk membawa balita datang ke
Posyandu

53
V. EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN
Evaluasi merujuk kepada pengukuran dan penetapan dari
efektifitas dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan. Evaluasi
merupakan tindakan penyelidikan yang mengaitkannya dengan
indikator keberhasilan. Dalam asuhan keperawatan komunitas,
evaluasi juga dilakukan untuk mengukur mutu pelayanan (quality
of services), program, dan penampilan perawat. Terdapat empat
tipe utama dalam melakukan evaluasi:
1. Evaluasi Proses
Evaluasi proses bertujuan untuk memastikan apakah kita
melakukan sesuai yang kita rencanakan. Dalam melakukan evalusi
proses, terdapat beberapa pertanyaan yang harus dijawab:
a. Apakah program/ kegiatan dilaksanakan sesuai dengan
apa yang direncakan?
b. Apakah program/ kegiatan tepat sasaran seperti yang
telah direncanakan?
c. Bagaimana tanggapan peserta terhadap program/
kegiatan?
d. Bagaimana pembagian tugas dan sumber daya antara
perawat (tenaga kesehatan) dengan partisipan?
2. Evaluasi Output
Evaluasi output berfokus pada pengukuran hasil seketika dari
program/ kegiatan pada kelompok sasaran. Evaluasi ini mengukur
pengetahuan, kemampuan/ keterampilan, dan sikap sasaran
sehubungan dengan kegiatan. Evaluasi output juga dapat
mengukur hasil pada lingkungan setelah program/ kegiatan.
Evaluasi output mengacu kepada indikator. Contoh evaluasi
output diantaranya adalah:
a. Mengukur pengetahuan peserta setelah tindakan
penyuluhan
b. Mengukur motivasi peserta setelah tindakan pembinaan
54
c. Mengukur keterampilan kader dalam mengisi KMS
setelah pelatihan Posyandu.
3. Evaluasi Outcome
Evaluasi outcome berfokus pada dampak jangka menengah
dari program/ kegiatan. Evaluasi outcome dapat berupa perubahan
perilaku yang dihasilkan dari program/ kegiatan. Contoh :
Keberlanjutan program, Peningkatan kualitas kegiatan Posyandu,
peningkatan jenis pelayanan di Posyandu, peningkatan jumlah D/S
di Posyandu, kenaikan berat badan bayi/ balita, meningkatnya
jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif, meningkatnya jumlah
kader yang aktif, dll.
4. Evaluasi Dampak
Evaluasi dampak berfokus pada evaluasi jangka panjang dari
program/ kegiatan. Evaluasi dampak dapat berupa mengkaji
peningkatan derajat kesehatan, sustainibilty program, hubungan
kemitraan, dll. Evaluasi dampak dapat dilakukan dengan
bekerjasama dengan instansi/ lembaga yang relevan, seperti
Kecamatan, Kelurahan, dll.

VI. DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN


Dokumentasi penting dilakukan sebagai bukti dari pelaksanaan
kegiatan keperawatan dan perlindungan hukum aktivitas
keperawatan. Perawat mendokumentasikan seluruh arsip dari
kegiatan mulai dari hasil pengkajian sampai dengan catatan
evaluasi. Dokumentasi juga dilengkapi dengan foto-foto kegiatan
serta arsip lainnya sebagai bukti keterlibatan/ peran serta aktif
masyarakat.

VII. SISTEM RUJUKAN


Sistem rujukan untuk pelayanan luar gedung pada agregat
(kelompok khusus) bayi/balita dapat diaplikasikan dengan
55
melibatkan peran serta aktif kader Posyandu. Kader dilatih untuk
mengetahui keadaan-keadaan bayi/balita di wilayahnya yang
memerlukan tindakan rujukan ke petugas/pelayanan kesehatan.
Perawat harus menindaklanjuti dan mengevaluasi setiap rujukan
yang ada.

4.1.2.3 Pelayanan Keperawatan pada Kelompok Khusus di Institusi


Perawat juga perlu memberikan perhatian khusus pada
kelompok-kelompok khusus yang terdapat di wilayah Puskesmas atau
di wilayah binaan perawat. Yang dimaksud kelompok khusus adalah
sekelompok masyarakat atau individu yang karena keadaan fisik,
mental maupun sosialnya budaya dan ekonominya perlu
mendapatkan bantuan, bimbingan dan pelayanan kesehatan dan
asuhan keperawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Diantara kelompok khusus disamping kelompok khusus populasi
adalah kelompok anak usia sekolah, kelompok pekerja, calon jemaah
haji, dan masyarakat rumah tahanan.
Tujuan umum asuhan keperawatan pada kelompok khusus
adalah untuk meningkatkan kemampuan dan derajat kesehatan
kelompok agar dapat menolong diri mereka sendiri (self care) dan
tidak tergantung kepada pihak lain. Dalam hal ini, perawat dapat
membagi kelompok khusus menjadi kelompok khusus di institusi
(sekolah, unit kerja, lapas, dll) dan kelompok khusus yang berada
dimasyarakat. Sebagai contoh, berikut dijabarkan petunjuk teknis

56
asuhan keperawatan yang diaplikasikan pada kelompok khusus anak
usia sekolah di sekolah dan masyarakat di lembaga pemasyarakatan.

ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK DI LEMBAGA


PEMASYARAKATAN
I. PENGKAJIAN

1. Pengkajian umum
Kaji nama, jenis kelamin, tempat tgl. Lahir, alamat,
pendidikan, agama, dan suku penghuni Lapas

2. Pengkajian Fisik
Kaji keadaan umum warga binaan, tanda-tanda vital, status
gizi, riwayat penyakit, dan alat bantu yang dipakai.

3. Pengkajian Epidemiologi
Perawat perlu mengkaji klien secara individu untuk
mengetahui masalah kesehatan fisik. Perawat perlu untuk
mengidentifikasi masalah yang memiliki kejadian yang tinggi di
institusi. Area yang perlu diperhatikan meliputi penyakit
menular (TBC, HIV/AIDS, hepatitis B dan penyakit seksual
lainnya), penyakit kronik, cedera dan kehamilan :
1. Penyakit menular meliputi :
o TBC
Perawat sebaiknya menanyakan gejala dan riwayat
penyakit agar pasien yang terinfeksi dapat diisolasi.
o HIV AIDS
Perawat mengkaji riwayat HIV, perilaku beresiko tinggi
dan riwayat atau gejala infeksi oportunistik yang
mungkin terjadi pada semua tahanan.
57
o Hepatitis B dan penyakit seksual lain
Perawat mengkaji riwayat penyakit menular seksual dan
hepatitis B serta waspada adanyatanda fisik dan gejala
penyakit ini.
2. Penyakit kronis yang biasa terjadi antara lain : diabetes,
hipertensi, penyakit jantung, dan paru serta kejang.
Perawat harus mengkaji dengan tepat riwayat kesehatan
dari warga binaan, anggota keluarga dan pemberi
pelayanan kesehatan di komunitas. Perawat harus
mengkaji adanya penyakit / kondisi kronik pada warga
binaan dan mengidentifikasi masalah dengan tingkat
kejadian yang tinggi di institusi / populasi dimana ia
bekerja.
3. Cedera
Merupakan area lain dari fungsi fisiologis yang harus dikaji
oleh perawat. Cedera mungkin diakibatkan karena
aktivitas sebelum penahanan, tindakan petugas atau
kecelakaan yang terjadi selama di tahanan. Perawat harus
memperhatikan potensial terjadinya cedera internal dan
mengkaji tanda – tanda trauma.
4. Kehamilan
Kaji kehamilan mengenai usia kehamilan, keluhan fisik
yang dirasakan, kehamilan keberapa, posisi bayi dan
rencana melahirkan.

4. Pengkajian Perilaku dan lingkungan.


A. Pengkajian Perilaku
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan di lapas
meliputi diet, penyalahgunaan obat, merokok,
kesempatan berolahraga/ rekreasi, serta penggunaan
kondom di lingkungan lembaga pemasyarakatan.
58
Kaji adakah warga binaan yang mengalami gangguan
tidur, cemas, depresi, menarik diri, berbicara sendiri
ataupun adanya waham.
Pengkajian psikologis pada warga binaan di lapas juga
penting karena :
a. Banyak tahanan yang mengalami penyakit mental
yang terjadi selama berada di tahanan, akan tetapi
layanan kesehatan mental mungkin kurang
diperhatikan dibeberapa lapas.
b. Berada di tahanan merupakan hal yang
menimbulkan stress dan menimbulkan efek psikis
seperti depresi dan bunuh diri. Perawat di lapas
harus mewaspadai tanda – tanda depresi dan
masalah mentallain pada warga binaan dan
mengkaji potensi terjadinya bunuh diri. Semua
warga binaan harus mempunyai program
pencegahan bunuh diri dan penanganan bunuh diri.
Perwat harus melakukan pengawasan yang ketat
pada warga binaan yang berada dalam isolasi .
c. Lingkungan dalam Lembaga Pemasyarakatan juga
dapat menimbulkan kekerasan seksual yang
menimbulkan konsekuensi psikis. Dalam mengkaji
hal ini, perawat harus mewaspadai tanda – tanda
kekerasan dan menanyakan pada warga binaan
mengenai masalah ini. Jika kekerasan seksual telah
terjadi, perawat perlu untuk melindungi klien dari
cedera yang lebih lanjut.
d. Warga binaan yang dihukum mati, memerlukan
dukungan emosi dan psikologis. Perawat harus
mengkaji masalah psikis yang timbul dan membantu
mereka melalui konseling dengan tepat.
59
B. Pengkajian Lingkungan
Perawat di Lembaga Pemasyarakatan harus
mengkaji lingkungan tempat tinggal warga binaan
yaitu mencakup pencahayaan ruangan, ventilasi,
luas ruangan hal ini menjadi penting dalam kondisi
kesehatan warga binaan.

5. Pengkajian Administratif dan Policy


Perawat di lapas juga mengkaji keadekuatan sistem
pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan Warga
binaan. Fasilitas di Lembaga Pemasyarakatan bisa
menggunakan salah satu pendekatan di bawah ini untuk
menyediakan perawatan kesehatan untuk tahanan.
Fasilitas yang harus dikaji diantaranya kesesuaian antara
jumlah tenaga kesehatan (perawat, dokter dan tenaga
kesehatan lain) serta sarana dan prasarana (ruangan untuk
pemeriksaan, obat-obatan dan alat habis pakai) yang
dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan di Lembaga
Pemasyarakatan sehingga tenaga kesehatan dapat
memberikan pelayanan kesehatan kepada warga binaan
secara menyeluruh.

II. Diagnosis Keperawatan


1. Resiko meningkatnya angka kejadian HIV-AIDS pada
kelompok warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatanberhubungan dengan kurangnya
pengetahuan mengenai penyakit HIV-AIDS yang ditandai
dengan :
o Warga binaan di lapas tidak mengetahui penyakit HIV-
AIDS.
o Tingkat Hunian mencapai 200%
60
o Warga binaan bertatto
o Ada warga binaan menggunakannarkoba suntik secara
bersama-sama.
o Terdapat warga binaan dengan seksual menyimpang.
2. Resiko meningkatnya angka kejadian Penyakit
MenularSeksual (PMS) pada kelompok warga binaan di
Lembaga Pemasyarakatan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan mengenai PMS yang ditandai dengan :
o Warga binaan di lapas tidak mengetahui penyakit IMS
o Terdapat warga binaan dengan Keluhan IMS
o Terdapat warga binaan dengan seksual menyimpang
3. Cemas berhubungan dengan perubahan konsep diripada
kelompok warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan
ditandai dengan:
Data Subyektif:
o Warga binaanmenyatakan kekhawatiran tentang anak
(pengasuhan/pendidikan anak, pasangan takut kawin
lagi/diceraikan)
o Warga binaan terlihat sedih, menangis , menyesal dan
bingung
o Warga binaan menyatakan cemas mengenai vonis
(takut jika mendapatkan vonislama)
Data Obyektif:
o Warga Binaan mengeluh sakit kepala, sulit tidur,
kurang nafsu makan, gelisah, tidak nyaman dan
memperlihatkan perilaku mencari perhatian
4. Harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya
pola koping pada kelompok warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan ditandai dengan:
Data Subjektif:
o Warga binaan mengungkapan ingin dihargai.
61
o Warga binaan mengungkapan tidak ada lagi yang
perduli
o Warga binaan mengungkapkan tidak bisa apa-apa
o Warga binaan mengungkapkan dirinya tidak berguna
o Warga binaan mengungkapkan semua adalah
kesalahannya
o Warga binaan mengungkapkan malu dengan keluarga
dan tetangga
Data Objektif:
o Warga binaan merusak diri sendiri dan orang lain
o Warga binaan mudah marah
o Warga binaan menarik diri dari hubungan sosial
o Warga binaan tidak mau makan dan sulit tidur
o Warga binaan tampak sedih dan murung
o Warga binaan tidak dapat melakukan aktifitas yang
seharusnya dapat dilakukan
5. Resiko terjadi penularan penyakit TB Paru pada warga
binaan di lembaga pemasyarakatan berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang penyakit TB ditandai
dengan warga binaan menderita penyakit TB Paru, dan
hunian yang padat.
6. Potensial peningkatan kesehatan warga binaan

III. Perencanaan dan Implementasi


Diagnosis 1
 Tujuan
Tujuan umum:
Tidak terjadi penyebaran virus HIV di Lapas
Tujuan khusus:
1. Terjadinya peningkatan pengetahuan warga binaan tentang
penyakit HIV/ AIDS
2. Terbentuknya perilaku positif warga binaan dalam
62
mencegah penularan virus HIV
3. Terbentuknya jejaring kerjasama dengan unsur di dalam
Lapas dan unsur di luar Lapas dalam pengendalian HIV
AIDS pada warga binaan
 Rencana Kegiatan
Promotif
 Penyuluhan Kelompok mengenai pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, cara penularan dan pengobatan penyakit
HIV-AIDS.
 Lakukan pendekatan agama dalam pemahaman prilaku
yang baik
Preventif
 Pemeliharaan kesehatan individu yang sakit
 Pendidikan tahap awal pada warga binaan pada saat
mepenaling
 Kolaborasi dengan tim HIV-AIDS Dinkes atau Puskesmas
untuk melaksanakan Konseling dan Testing (VCT).
 Konseling pada warga binaan dengan hasil test HIV (+)
Kuratif
 Kolaborasi dengan tim HIV-AIDS (CST) LAPAS atau RS
Rujukan bagi warga binaan dengan AIDS dalam rangka
untuk mendapatkan Perawatan Kronis, Perawatan Acut,
maupun Perawatan Paliatif
Diagnosis 2
 Tujuan
Tujuan umun:
Tidak terjadi peningkatan angka kejadian PMS di Lapas
Tujuan khusus:
1. Teratasinya penyakit IMS pada warga binaan di Lapas
2. Terjadinya peningkatan pengetahuan warga binaan tentang
IMS
63
3. Terbentuknya perilaku positif warga binaan dalam
mencegah penularan virus HIV
 Rencana Kegiatan
Promotif
 Penyuluhan Kelompok mengenai pengertian, penyebab,
penularan, pengobatan dan perawatan Penyakit Menular
Seksual.
 Lakukan pendekatan agama mengenai perilaku yang baik

Preventif
 Pemeliharaan kesehatan individu yang sakit
 Pendidikan tahap awal pada warga binaan pada saat awal
masuk ke Lapas
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk pemeriksaan dan
pengobatan PMS Secara berkala.
 Konseling Individu untuk merubah perilaku sex dan
penggunaan kondom
Kuratif
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain atau RS bagi Warga
binaan dengan PMS yang harus dirujuk

Diagnosis 3
 Tujuan
Tujuan Umum:
Semua Warga Binaan tidak mengalami kecemasan
Tujuan Khusus:
1. Warga binaan dapat menerima perubahan konsep diri
sebagai warga binaan
2. Warga binaan mampu membina hubungan saling percaya.
3. Warga binaan mampu melakukan aktifitas sehari-hari.
4. Warga binaanmampu Mengekspresikan dan
64
mengidentifikasi tentang kecemasannya.
5. Warga binaanmampu mengidentifikasi situasi yang
menyebabkan cemas.
6. Warga binaan mampu Meningkatkan kesehatan fisik dan
kesejahteraannya.
7. Warga binaan mampu klien terlindung dari bahaya.
 Rencana TIndakan
o Lakukan kegiatan pengenalan lingkungan (Mapenaling)
pada warga binaan baru.
o Dorong warga binaan untuk aktif mengikuti kegiatan di
Lembaga Pemasyarakatan (keagamaan dan olahrga)
o Koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
pembinaan keluarga warga binaan
o Koordinasi dengan Puskesmas/pengelola program
kesehatan jiwa Puskesmas setempat untuk konseling

Diagnosis 4
 Tujuan
Tujuan Umum:
Harga diri rendah dapat teratasi
Tujuan Khusus:
1. Warga binaan dapat mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki
2. Warga binaan dapat menilai kemampuan yang dapat
digunakan
3. Warga binaan dapat menetapkan / memilih kegiatan yang
sesuai kemampuan
4. Warga binaan dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih
sesuai kemampuan
5. Warga binaan dapat menyusun jadwal untuk melakukan
kegiatan
65
 Rencana Tindakan
o Identifikasi kemampuan dan asek positif yang dimiliki
o Nilai kemampuan yang dapat digunakan
o Bantu memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
o Latih kemampuan yang dipilih
o Bantu membuat daftar kegiatan sehari hari
o Fasilitasi kegiatan yang diminati
o Lakukan terapi aktifitas kelompok yang sesuai

Diagnosis 5
 Tujuan
Tujuan Umum:
Tidak terjadi penularan TB paru pada warga binaan
Tujuan Khusus:
1. Teratasinya penyakit TBC pada warga binaan di Lapas
2. Terjadinya peningkatan pengetahuan warga binaan tentang
TBC
3. Terbentuknya perilaku positif warga binaan dalam
mencegah penularan TBC
4. Terciptanya lingkungan Lapas yang sehat
 Rencana Tindakan
o Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian,
penyebab, penularan, pengobatan dan perawatan penyakit
TB Paru.
o Lakukan skrining TB Paru pada warga binaan yang diduga
menderita penyakit TB Paru.
o Lakukan isolasi pada penderita TB Paru
o Tingkatkan kebersihan lingkungan hunian warga binaan
o Kolaborasi dengan Tim Medis untuk pengobatan TB Paru
o Tingkatkan kesehatan warga binaan yang menderita TB
Paru
66
o Bentuk PMO

Diagnosis 6
 Tujuan
Tercapainya derajat kesehatan optimal dari warga binaan
 Rencana Tindakan
o Bina perilaku hidup bersih dan sehat
o Dorong pemanfaatan waktu kepada aktifitas yang positif
o Bentuk kelompok peduli kesehatan sesuai keadaan

IV. Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan pada perencanaan.

V. Dokumentasi
Perawat mendokumentasikan semua proses keperawatan yang
dilakukan

ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK KHUSUS


PADA SEKOLAH/PONDOK PESANTREN

I. Pengkajian
Dimensi Fisik
1. Usia
a. Komposisi usia populasi anak sekolah (siswa laki–laki
dan guru laki-laki dan perempuan)
b. Apakah terdapat anak dengan keterlambatan
perkembangan
c. Apakah terdapat perkembangan yang spesifik

67
berhubungan dengan populasi siswa (perkembangan
seksual, kesehatan reproduksi, psikologi siswa)
2. Genetik
a. Bagaimana proporsi siswa laki-laki dan perempuan
b. Ras/ suku/ etnik populasi
c. Genetik yang dapat menurunkan ke anak dari orang
tua?
d. Jenis penyakit yang diderita?

3. Fungsi Fisiologis
a. Adakah masalah kesehatan (prevalence jenis penyakit)
b. Insidens penyakit menular?
c. Apakah terdapat siswa yang mengalaminya?
d. Bagaimana cakupan imunisasi?
Dimensi Psikologis
1. Adakah promosi kesehatan yang dilakukan?
2. Bagaimana kualitas hubungan antar siswa?
3. Tipe disiplin yang digunakan di sekolah? Apakah tepat? Fair
dan konsisten dilakukan?
4. Apakah ada tekanan pada siswa untuk penampilan?
5. Bagaimana kualitas hubungan antara orang tua dengan
sekolah?
DimensiFisik Sekolah
1. Letak lokasi sekolah? Apakah terdapat hazard dekat sekolah
(polusi, kimia, alat)?
2. Adakah area untuk bermain yang aman? Apakah alat
permainan aman?
3. Apakah terdapat binatang di lingkungan sekolah?
4. Apakah terdapat tanaman beracun/ alergik di lingkungan
sekolah?
5. Keadaan di lingkungan sekolah: panas, penerangan,
68
ventilasi?
6. Tingkat kebisingan lingkungan sekolah?
7. Apakah kebersihan makanan adekuat untuk mencegah
penyakit menular, kecacingan?
8. Apakah fasilitas toilet baik dan adekuat?
9. Adakah bahaya listrik?
Dimensi Sosial
1. Bagaimana sikap masyarakat terhadap pendidikan?
2. Apakah masyarakat mendukung terhadap program
sekolah?
3. Bagaimana keamanan lingkungan sekolah?
4. Apa sumber daya yang ada di lingkungan sekolah?
5. Bagaimana status social ekonomi siswa dan staf?
6. Latar belakang budaya siswa dan staf?
7. Tipe lingkungan rumah siswa? Kemungkinan terjadinya
kekerasan?
8. Latar belakang pendidikan orang tua siswa?
9. Adakah siswa yang tuna wisma?
10. Apakah terdapat konflik antargroup di populasi sekolah?
Dimensi Perilaku
1. Polakonsumsi
a. Apa kebutuhan nutrisi dan status nutrisi siswa dan staf?
b. Apa program peningkatan kualitas nutrisi sekolah?
c. Pengetahuan tentang nutrisi siswa, guru dan keluarga?
d. Kebiasaan merokok siswa dan staf?
2. Latihan dan aktivitas
a. Apa pola istirahat dan aktivitas di sekolah?
b. Kesempatan danjenis rekreasi?
c. Keamanan alat saat olah raga?
3. Penggunaanpengobatan
a. Adakah populasi sekolah yang melakukan pengobatan
69
rutin? Apa jenis pengobatannya?
Dimensi Sistem Kesehatan
1. Apakah pelayanan kesehatan ada di sekolah?
2. Bila ada apakahadekuat?

II. Diagnosis Keperawatan


1. Contoh tipe diagnosis keperawatan individu:
a. Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas
olahraga berhubungan dengan gangguan pada pola
nafas sekunder Asthma.
b. Kebutuhan rujukan untuk perlindungan anak
berhubungan dengan perilaku kekerasan fisik oleh
orang tua.
2. Contoh Diagnosa keperawatan populasi sekolah:
Kebutuhan akan pendidikan kesehatan berhubungan
dengan tingginya angka kejadian penyalahgunaan obat di
lingkungan masyarakat.

III. Perencanaan dan Implementasi Keperawatan


Perencanaan dalam keperawatan kesehatan sekolah meliputi
tindakan-tindakan pada setiap tingkatan pencegahan yaitu
pencegahan primer, sekunder dan tersier.
1. Prevensi primer, antara lain:
a. Pembentukan kelompok dukungan sebaya dalam upaya
kesehatan (Perawat Kecil)
b. Pemberianimunisasianaksekolah
c. Meningkatkan rasa amanpopulasisekolah
d. Memberikan pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan.
e. Pencegahan masalah yang berkaitan dengan makanan
dan nutrisi
f. Upaya meningkatkanself image
70
g. Meningkatkan keterampilan koping
h. Meningkatkan hubungan interpersonal
i. Melaksanakan kunjungan ke rumah siswa.
2. Prevensi sekunder, antara lain:
a. Melakukan skrining
b. Melaksanakan system rujukan
c. Melaksanakan konseling
d. Melakukan tindakan pelayanan keperawatan.
3. Prevensi tersier, antara lain;
a. Pencegahan rekuren kondisi akut
b. Pencegahan komplikasi
c. Pencegahan efek yang ditimbulkan

IV. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan terhadap input (jumlah pihak sekolah
dan siswa yang berpartisipasi, dukungan dana kegiatan yang
didapatkan, dll), proses (keterlibatan pihak sekolah dan siswa
dalam kegiatan upaya kesehatan di sekolah), dan output (angka
temuan kasus, derajat kesehatan siswa, pengetahuan siswa,
keterampilan siswa, angka kesakitan, cakupan imunisasi, dll).

V. Dokumentasi
Perawat mendokumentasikan semua proses keperawatan yang
dilakukan

71
4.1.2.3.1 Pembinaan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
(Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat)
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
merupakan sarana untuk mendorong pemberdayaan masyarakat
di bidang kesehatan agar dapat menolong dirinya sendiri, dalam
mencegah dan mengendalikan penyakit, untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Perawat seyogyanya dapat memfasilitasi
pembentukan dan pembinaan UKBM-UKBM yang diperlukan
masyarakat.
Perawat memegang peranan penting dalam menjalankan
fungsinya, pada berbagai upaya kesehatan pemberdayaan
masyarakat, seperti posyandu, posbindu, desa/RW siaga,
surveilance berbasis masyarakat dan kegiatan UKBM lainnya.
Perawat dapat melakukan kerja sama dengan petugas kesehatan
lain saat melaksanakan kegiatan yang memerlukan kemampuan
teknis tertentu yang bukan kewenangan perawat.
Pada dasarnya, kegiatan pemberdayaan masyarakat
adalah suatu proses pengorganisasian masyarakat agar mampu
mengenali masalahnya sendiri serta merancang tindakan-
tindakan pemecahan masalah secara bersama-sama untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan. Kegiatan pengorganisasian
masyarakat dapat dilakukan melalui survey mawas diri (SMD)
dan musyawarah masyarakat (MMRW, MMDesa/ Kelurahan,
MMKecamatan).
72
Survey Mawas Diri

Survey Mawas Diri (SMD) adalah kegiatan pengenalan,


pengumpulan dan pengkajian masalah kesehatan oleh sekelompok
masyarakat setempat di bawah bimbingan petugas kesehatan di
desa / kelurahan. Dalam hal ini petugas kesehatan yang
membimbing sebaiknya bidan desa atau perawat
penanggungjawab daerah binaan di desa/kelurahan tersebut. SMD
dilaksanakan oleh sekelompok warga masyarakat yang telah
ditunjuk dalam pertemuan tingkat desa / kelurahan, dimana waktu
pelaksanaannya sesuai hasil kesepakatan pertemuan tersebut.
Adapun tujuan dari SMD ini adalah :
1. Masyarakat mengenal, mengumpulkan data, mengkaji
masalah kesehatan yang ada di desa dalam rangka
menyiapkan desa siaga
2. Timbulnya kesadaran masyarakat untuk mengetahui
masalah kesehatan dan potensi yang ada di desanya yang
dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan kesehatan.

Cara Pelaksanaan SMD:


Perawat dan kader/kelompok warga yang ditugaskan untuk
melaksanakan SMD melakukan kegiatan meliputi :
1. Pengenalan instrumen (daftar pertanyaan) yang akan
dipergunakan dalam pengumpulan data dan informasi
masalah kesehatan.
2. Penentuan sasaran baik jumlah KK ataupun lokasinya
3. Penentuan cara memperoleh informasi masalah kesehatan
dengan cara wawancara yang menggunakan daftar
pertanyaan.

73
Musyawarah Masyarakat

Musyawarah Masyarakat adalah pertemuan perwakilan warga


RW/ desa/ kelurahan/ kecamatan (sesuai dengan tingkat
pelaksanaannya) beserta tokoh masyarakatnya dan para petugas
kesehatan/ lintas sektor untuk membahas hasil Survei Mawas Diri
(SMD) dan merencanakan penanggulangan masalah kesehatan yang
ada. MM harus dihadiri oleh pemuka masyarakat, petugas kesehatan
Puskesmas (bidan desa/ perawat penanggung jawab daerah binaan/
penanggung jawab program kesehatan yang terkait dengan masalah
kesehatan di wilayah tersebut) dan sektor terkait di tingkat kelurahan
dan kecamatan.
Tujuan musyawarah masyarakat adalah :
1. Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya
2. Masyarakat bersepakat untuk menanggulangi masalah
kesehatan
3. Masyarakat menyusun rencana kerja untuk menanggulangi
masalah kesehatan
Musyawarah masyarakat harus dilaksanakan segera setelah
SMD dilaksanakan. Adapun contoh langkah pelaksanaannya jika
dilakukan ditingkat desa/ kelurahan adalah:
1) Pembukaan dilakukan oleh kepala desa /lurah dengan
menguraikan tujuan musyawarah dan menghimbau seluruh
peserta agar aktif mengemukakan pendapat dan
pengalaman sehingga membantu pemecahan masalah yang
dihadapi bersama.
2) Perkenalan peserta yang dipimpin oleh kader untuk
menimbulkan suasana keakraban
3) Penyajian hasil survey oleh kader selaku tim pelaksana SMD.
4) Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas
dasar pengenalan masalah kesehatan dan hasil SMD
74
dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari petugas
kesehatan (bidan desa atau perawat penanggungjawab
daerah binaan)
5) Menggali potensi dan menemukenali potensi yang ada di
masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi
6) Penyusunan rencana kerja penanggulangan masalah
kesehatan yang dipimpin kepala desa / lurah.
7) Menyimpulkan hasil musyawarah berupa penegasan tentang
rencana kerja oleh kepala desa / lurah
8) Penutup

Contoh Matrik Rencana Kegiatan hasil musyawarah masyarakat :


Pihak
Tem P Sumber
No Kegiatan Waktu Target yg
pat J Daya
terlibat

Setelah kegiatan musyawarah tersebut, kader/tokoh masyarakat


membantu kepala desa/lurah untuk menyebarkan hasil musyawarah
berupa rencana kerja penanggulangan masalah kesehatan dan
membantu menindaklanjuti untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya.
Perawat terus mendampingi, memonitor, dan mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah disepakati. Pada saat
musyaarah masyarakat mungkin saja tumbuh keinginan masyarakat
untuk membentuk atau merevitalisasi berbagai UKBM. Oleh sebab
itu, perawat berkewajiban untuk memfasilitasinya.

75
4.1.3 Pencatatan & pelaporan
Pendokumentasian kegiatan merupakan kegiatan yang sangat
penting sebagai salah satu output dari kegiatan / pelayananyang
diberikan.Dokumentasi hasil kegiatan bisa berupa :
1) Asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan
2) Register pelayanan klien (pusling)
3) Kohort bayi, ibu, balita dan KB
4) Catatan imunisasi
5) Daftar hadir dan notulen (kegiatan penyuluhan / pertemuan)
6) Data penemuan kasus penyakit
7) Log book / visum kegiatan staf

4.2 Kegiatan Pendidikan/Pelatihan


Pelaksanakan kegiatan pendidikan/ pelatihan bertujuan
meningkatkan kapasitas kemampuan perawat ataupun mahasiswa
dalam melaksanakan praktik perawatan kesehatan masyarakat.
Ada beberapa hal yang harus direncanakan/ dipersiapkanterkait
hal ini. Berikut adalah penjelasan tentang tahap persiapan dan
pelaksanaan pendidikan di Sentra Keperawatan.

4.2.1 Persiapan
a. Pengkajian Kebutuhan Pembelajaran
Pengkajian kebutuhan pembelajaran dilakukan oleh
perawat koordinator perkesmas dan pembimbing praktek dari
76
institusi pendidikan. Sebelum mulai terjun ke lapangan, harus
dikaji dengan baik kebutuhan belajar peserta didik baik yang
meliputi kompetensi yang akan dicapai selama praktik.
Penetapan kebutuhan pembelajaran dilakukan oleh
pihak pendidikan dan dikomunikasikan ke pihak pelayanan.
Kesiapan pembelajaran dilapangan ditetapkan oleh perawat
koordinator Perkesmas. Setelah ada kesepakatan antara
pendidikan dan pelayanan, kemudian peserta didik harus
mengikuti pembekalan dan tes.
Pembekalan dan tes dilakukan untuk mengidentifikasi
kesiapan peserta didik dalam penguasaan pengetahuan,
keterampilan maupun sikap prasyarat praktik lapangan. Proses
pembelajaran dapat ditempuh hanya oleh peserta didik yang
mengikuti pembekalan dan lulus tes, sedangkan yang tidak
lulus harus mengikuti program pembelajaran di laboratorium
Sentra Keperawatan sampai dinyatakan lulus.
b. Sumber Belajar
Sumber belajar harus dipersiapkan sebelum praktik dimulai,
meliputi:
1) Pembimbing : tentukan pembimbing yang terdiri
dari pembimbing dari pihak pendidikan dan pembimbing
dari puskesmas/ dinas kesehatan kab/kota.
2) Sarana dan prasarana praktik (sesuai dengan Pedoman
Pengelolaan Sentra Keperawatan), persiapan sarana dan
77
prasarana di PKM setempat. Sarana dan prasarana yang
diperlukan dalam kegiatan pendidikan/ pelatihan dalam
Sentra Keperawatan di Puskesmas adalah:
 Ruangan yang akan dijadikan Sentra Keperawatan
dimana ruangan ini dijadikan pusat pelayanan
untuk keperawatan kesehatan masyarakat (lintas
program), penyimpanan data – data pendukung
perkesmas
 Visualisasi data kesehatan masyarakat
 Visualisasi data sasaran
 Visualisasi sumber daya
 Media edukasi bagi masyarakat seperti model,
poster, leaflet, dll.
c. Persiapan Lahan Praktik
Daerah yang akan digunakan untuk praktik ditentukan
bersama oleh pihak pelayanan dan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan kesesuaian antara kebutuhan belajar dan kebutuhan
masyarakat. Sebelum menurynkan peserta didik ke masyarakat
harus diperoleh persetujuan dari pemerintah daerah setempat
sesuai dengan aturan yang berlaku.

4.2.2 Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan pendidikan/ pelatihan meliputi:

78
a. Sosialisasi Sentra Keperawatan dilakukan oleh Puskesmas
bersama-sama institusi pendidikan, dengan mengundang
berbagai lintas Program dan Lintas Sektoral. Pada pertemuan
tersebut dihadirkan pemuka masyarakat (Camat, Lurah/
kades/kuwu, konsil kesehatan kecamatan, Polsek, koramil,
Kepala Sekolah, Kader kesehatan, Pemuka Agama dll). Pada
pertemuan tersebut disampaikan tentang tujuan , sasaran
waktu dan mekanisme kerja. Selain itu diharapkan pihak
lintas sektoral memberikan masukan mengenai penanganan
masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja.
b. Puskesmas menentukan darbin yang akan dikelola bersama-
sama institusi pendidikan, dengan melihat permasalahan
kesehatan setiap daerah binaan berdasarkan hasil lokakarya
mini bulanan dan triwulanan di wilayah kerja Puskesmas
tersebut. Puskesmas dan institusi pendidikan bersama-sama
menentukan jumlah mahasiswa yang akan ditempatkan di
daerah binaan dengan mempertimbangkan lokasi, jumlah
sasaran dan besaran masalah kesehatan yang ada. Penetapan
urutan daerah binaan sesuai dg kebutuhan mayarakat dan
jumlah mahasiswa/ peserta pelatihan.
c. Pembuatan kelompok dan penunjukan ketua kelompok
mahasiswa serta pembimbing dilakukan oleh institusi
pendidikan, sedangkan pembimbing dari Puskesmas
ditentukan oleh pihak Puskesmas.
79
d. Kalau perlu dibuat kontrak kerja antara tokoh masyarakat dan
ketua kelompok mahasiswa.
e. Pelaksanaan seluruh proses keperawatan bagi klien, baik di
dalam gedung maupun diluar gedung Puskesmas dilakukan
oleh perawat puskesmas , mahasiswa dan dosen
pembimbing.Pelayanan mahasiswa di sentra keperawatan
dibuat terjadwal dan mahasiswa diberikan target kompetensi
yang harus dicapai

Tahap pelaksanaan juga merupakan proses pembelajaran


yang dilakukan oleh peserta didik yang telah lulus tes dengan
bimbingan dari tenaga puskesmas dan pendidikan. Proses
bimbingan meliputi aktifitas:
 Pertemuan awal (Pre Conference), untuk pengenalan
tujuan pembelajaran setiap tahap
 Praktik lapangan, merupakan proses pembelajaran
dengan supervisi
 Pertemuan Akhir (Post Conference), untuk
mengidentifikasi hasil belajar pada setiap tahap.

4.2.3 Monitoring dan Evaluasi


a. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi selama proses praktik
berlangsung sesuai dengan tujuan, sasaran dan target yang

80
hendak dicapai baik dari aspek pendidikan maupun
pelayanan ( dapat dilakukan berupa diskusi refleksi kasus)
b. Pelaksanaan evaluasi akhir praktik(proses, hasil, umpan
balik dan rencana perbaikan untuk program berikutnya).
Dengan melibatkan Pendidikan, Puskesmas, Masyarakat
dan Dinkes setempat. Pada akhir program praktik
dilakukan evaluasi terhadap:
 Hasil pembelajaran, dimana dilakukan observasi dan
responsi terhadap hasil belajar peserta didik oleh
pembimbing dari institusi pendidikan keperawatan
dan pelayanan
 Proses dan program pembelajaran lapangan,
 Evaluasi dampak praktik mahasiswa terhadap
masyarakat.
c. Pencatatan dan pelaporan

A. Kegiatan Penelitian dan Pengembangan


Kegiatan dimaksudkan sebagai sarana pengembangan dan
pemantapan keilmuan bidang keperawatan kesehatan
masyarakat, baik yang dilakukan oleh staf edukatif dengan
melibatkan mahasiswa, maupun petugas kesehatan lainnya.
Kegiatan ini meliputi:
a. Penelaahan masalah penelitian di lapangan;

81
b. Mengidentifikasi dan mengevaluasi sumber daya manusia dan
saranan yang dapat digunakan dalam bimbingan penelitian;
c. Memfasilitasi kegiatan penelitian di lapangan berupa
penyediaan data dasar, pembimbing, dan konsultasi
penelitian;
d. Pembuatan proposal penelitian;
e. Teknik operasional kegiatan penelitian lapangan;
f. Proses pelaksanaan pengambilan data di lapangan;
g. Pengolahan dan analisis hasil penelitian dengan menggunakan
berbagai aplikasi computer;
h. Pembuatan laporan penelitian;
i. Mengevaluasi kegiatan bimbingan praktek keperawatan di
masyarakat sebagai bagian dari bimbingan penelitian;
j. Melaksanakan kegiatan desiminasi hasil penelitian .

Pembimbing penelitian dapat berasal dari institusi


pendidikan,pelayanan, dan/atau Dinas Kesehatan dengan kualifikasi
pendidikan minimal S2 Keperawatan dan pengalaman sesuai dengan
bidang yang diteliti. Pengguna Sentra Keperawatan dalam hal ini
adalah mahasiswa, staf edukatif, LSM, instansi
pemerintah/swasta,semua lapisan masyarakat yang berminat.

82
4.3.1 Kegiatan Penelitian
Kegiatan penelitian dimaksudkan sebagai sarana
pengembangan dan pemantapan keilmuan bidang keperawatan dan
kesehatan masyarakat, baik dilaksanakan oleh staf edukatif maupun
petugas kesehatan lainnya. Kegiatan penelitian ini berupa :
1. Mengidentifikasi masalah-masalah yang perlu diteliti di
lapangan;
2. Menyusun dan mempromosikan proposal penelitian lapangan
3. Mengumpulkan data kesehatan masyarakat secara terus
menerus sebagai bagian kegiatan penelitian di lapangan;
4. Melakukan kegiatan penelitian secara berkesinambungan
dalam kerangka kegiatan mandiri maupun kerjasama dengan
stake holder lain;
5. Pembuatan laporan akhir penelitian;
6. Mengembangkan model pelayanan dan pendidikan
keperawatan yang memungkinkan dapat menunjang kegiatan
penelitian;
7. Membentuk kelompok peer review melalui kerjasama
dengan berbagai pihak terkait dalam rangka kegiatan
penelitian.

4.3.2 Desiminasi Hasil Penelitian


Desiminasi hasil penelitian merupakan kegiatan penyediaan
sarana informatif bagi para peneliti dalam rangka menyebarluaskan
83
dan memperkenalkan hasil penelitian, yang berkenaan dengan
kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan di lapangan. Secara
rinci tujuan pelaksanaan diseminasi dapat dijelaskan sebagai
berikut:Mengidentifikasi kegiatan penyebarluasan penelitian yang
akan, sedang, dan telah dilaksanakaMembantu penerapan dan
pemanfaatan hasil-hasil penelitian dalam kegiatan pelayanan dan
pendidikan keperawatanMelaksanakan kegiatan penelitian, baik
secara lisan berupa seminar, symposium dan lokakarya ilmiah,
maupun secara tertulis melalui publikasi ilmiah.
Menindaklanjuti hasil penelitian berupa penyusunan modul-
modul pelayanan kesehatan dan modul-modul pendidikan kesehatan
masyarakat sebagai bagian dari penyebarluasan hasil penelitian.
Sarana yang diperlukan dalam kegiatan penelitian dalam
Sentra Keperawatan di Puskesmas adalah:
a. Visualisasi data kesehatan masyarakat
b. Visualisasi data sasaran
c. Visualisasi sumber daya

84
BAB V
KEGIATAN PUSAT INFORMASI KESEHATAN DALAM
SENTRA KEPERAWATAN DI PUSKESMAS

Hasil aplikasi kegiatan di Sentra Keperawatan baik pelayanan,


pendidikan, maupun penelitian dapat menjadi informasi penting
yang dapat dimanfaatkan berbagai pihak untuk kegiatan-kegiatan
kesehatan masyarakat secara berkesinambungan. Visualisasi data
dapat dibuat dalam bentuk papan informasi, leaflet, atau dalam
program komputer yang dapat diakses oleh semua orang yang
memerlukannya. Diantara data yang dapat disimpan di Sentra
Keperawatan adalah:
a. Masalah kesehatan masyarakat yang ada di setiap wilayah;
b. Sasaran yang perlu mendapatkan tindakan keperawatan;
c. Sumber daya atau faktor pendukung yang akan
mempermudah tindakan keperawatan;
d. Faktor penghambat dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan;
e. Data mahasiswa yang praktik di Sentra Keperawatan, meliputi
: jumlah mahasiswa, jenis pendidikan dan jenjang
pendidikan/pelatihan;

85
f. Data penelitian yang pernah dilakukan meliputi:
topik/masalah penelitian, metode penelitian, dan hasil
penelitian.
Dokumentasi dapat disimpan dalam bentuk:
a. Asuhan keperawatan
b. Visualisasi data
c. Dokumen Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
d. Visum kegiatan pendidikan/pelatihan
e. Abstrak dan laporan penelitian
Data-data tersebut diarsipkan di Sentra Keperawatan.

86
DAFTAR PUSTAKA

Basavanthappa. 2008. Community Health Nursing. New Delhi:


Jaypee Brothers Publishers

Bomar, P. J. (2004). Promoting Health in Families: Applying Family


Research and Theoryto Nursing Practice. Philadelphia:
Saunders.

Denham, S. (2003). Family Health: A Framework for Nursing.


Philadelphia: F.A Davis Company.

Friedman, M. M. (1992). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik.


Jakarta: EGC.

Kaakinen, J.R., Coehlo, D.P., Gedaly-Duff, V., & Hanson, S.M.H.


(2010). Family Health Care Nursing: Theory, Practice &
Research. Philadephia: F.A. Davis Company.

Kemenkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Perkesmas di


Puskesmas. Jakarta: Kemenkes

Suharyati. 2014. Sentra Keperawatan: Konsep dan Aplikasi, Edisi ke-2.


Jakarta: EGC

Wright, L. M., & Leahey, M. (2009). Nurses and Families: A Guide to


Family Assessment and Intervention. Philadelphia: F.A Davis
Company

87
88

Anda mungkin juga menyukai