Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan
makanan dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat
bervariasi dan masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara
klinis digunakan istilah malnutrisi energi dan protein (MEP) sebagai nama umum.
Penentuan jenis MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri
yang lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit),
dibantu dengan pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah, 1997).

B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Aplikasi keperawatan pada bayi/anak dengan gangguan system
pencernaan
1. DIARE
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang
lebih banyak dari biasanya (normal 100 – 200 ml per jam tinja),
dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat),
dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer,
Arif., et all. 1999). Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih
dari tiga kali sehari ( WHO, 1980), Gastroenteritis diartikan sebagai
buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer
dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin
(Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya),
parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel,
atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Mekanisme
dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul
diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di
dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian
terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Gejala Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,


hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi
yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat
badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
oleh deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam


karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan
Kussmaul).

Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa


renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan
kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai


timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

Komplikasi

a. Dehidrasi

b. Renjatan hipovolemik

c. Kejang

d. Bakterimia

e. Mal nutrisi

f. Hipoglikemia

g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

Tingkat Dehidrasi Gastroenteritis

a. Dehidrasi Ringan

Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor


kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang

Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor


kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.

c. Dehidrasi Berat

Kehilangan cairan 8 – 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti


tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai
koma, otot-otot kaku sampai sianosis.

Penatalaksanaan Medis

a. Pemberian cairan.

b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :

Memberikan asi.

Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan
makanan yang bersih.

c. Obat-obatan.

Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat


dehidrasinya dan keadaan umum

. Cairan per oral.

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut
diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l
dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi
gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum
dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.

b. Cairan parenteral.

Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai
dengan umur dan berat badannya.

1. Dehidrasi ringan.

1jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral

2. Dehidrasi sedang.

1jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari.


3. Dehidrasi berat.

Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg

· 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15


tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.

· 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20


tetes ).

· 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan
dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.

Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.

- 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15


tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).

- 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat
diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.

Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.

-1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20


tetes ).

-16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.

c. Diatetik ( pemberian makanan ).

Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien
dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien.

Hal – hal yang perlu diperhatikan :

Memberikan Asi.

Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan


vitamin, makanan harus bersih.

d. Obat-obatan.

Obat anti sekresi.

Obat anti spasmolitik.

Obat antibiotik.
Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan tinja.

Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila


memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,
bila memungkinkan.

Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.

b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau


parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.

Asuhan Keperawatan Gastroentrisis ( Diare )

Pengkajian Keperawatan

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan


penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi,
pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :

1. Identitas klien.

2. Riwayat keperawatan.

· Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia


kemudian timbul diare.

· Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan


elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar
cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering,
frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.

3. Riwayat kesehatan masa lalu.

Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.

4. Riwayat psikososial keluarga.

Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi
keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan
pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan
marah dan merasa bersalah.

5. Kebutuhan dasar.
· Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,
BAK sedikit atau jarang.

· Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan


berat badan pasien.

· Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.

· Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.

· Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat distensi abdomen.

6. Pemerikasaan fisik.

a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis


sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.

b. Pemeriksaan sistematik :

· Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering,
berat badan menurun, anus kemerahan.

· Perkusi : adanya distensi abdomen.

· Palpasi : Turgor kulit kurang elastis

· Auskultasi : terdengarnya bising usus.

c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.

d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat
badan menurun.

e. Pemeriksaan penunjang.

f.Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui
penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

Diagnosa Keperawatan GE

1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah
serta intake terbatas (mual)

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.

3. Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.

4. Kecemasan keluarga b/d perubahan status kesehatan anaknya.


5. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d
pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan
kognitif.

6. Kecemasan anak b.d Perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru

Intervensi

Rencana Keperawatan

Dx.1 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan
muntah serta intake terbatas (mual)

Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda
dehidrasi

Intervensi Rasional

Berikan cairan oral dan parenteral Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang
sesuai dengan program keluar bersama feses.Memberikan informasi status
rehidrasiPantau intake dan output. keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan
cairan pengganti.
Kaji tanda vital, tanda/gejala Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan
dehidrasi dan hasil pemeriksaan asam basa
laboratorium
Kolaborasi pelaksanaan terapi Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah
definitive penyebab diare diketahui
Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera


badan

Intervensi Rasional

Pertahankan tirah baring dan Menurunkan kebutuhan metabolik


pembatasan aktivitas selama fase
akut.
Pertahankan status puasa selama fase Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama
akut (sesuai program terapi) dan fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga
segera mulai pemberian makanan per terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan
oral setelah kondisi klien sesegera mungkin penting setelah keadaan klinis klien
mengizinkan memungkinkan.
Bantu pelaksanaan pemberian Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
makanan sesuai dengan program diet
Kolaborasi pemberian nutrisi Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan
parenteral sesuai indikasi mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut
Dx.3 : Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.

Tujuan : Nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada


perirektal

Intervensi Rasional

Atur posisi yang nyaman bagi klien, Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan
misalnya dengan lutut fleksi. mengurangi nyeri

Lakukan aktivitas pengalihan untuk Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian


memberikan rasa nyaman seperti kliendan meningkatkan kemampuan koping
masase punggung dan kompres
hangat abdomen
Bersihkan area anorektal dengan Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah
sabun ringan dan airsetelah defekasi iritasi
dan berikan perawatan kulit

Kolaborasi pemberian obat analgetika Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik
dan atau antikolinergik sesuai untuk menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan
indikasi sesuai indikasi klinis

Kaji keluhan nyeri dengan Visual Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan
Analog Scale (skala 1-5), perubahan intervensi selanjutnya
karakteristik nyeri, petunjuk verbal
dan non verbal
Dx.4 : Kecemasan keluarga b/d perubahan status kesehatan anaknya.

Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.

Intervensi Rasional

Dorong keluarga klien untuk Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan


membicarakan kecemasan dan alternatif pemecahan masalah
berikan umpan balik tentang
mekanisme koping yang tepat.
Tekankan bahwa kecemasan adalah Membantu menurunkan stres dengan mengetahui
masalah yang umum terjadi pada bahwa klien bukan satu-satunya orang yang
orang tua klien yang anaknya mengalami masalah yang demikian
mengalami masalah yang sama
Ciptakan lingkungan yang tenang, Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu
tunjukkan sikap ramah tamah dan peningkatan kecemasan
tulus dalam membantu klien.
Dx.5 : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi
informasi dan atau keterbatasan kognitif.

Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya, serta
mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.

Intervensi Rasional

Kaji kesiapan keluarga klien Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan


mengikuti pembelajaran, termasuk fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan
pengetahuan tentang penyakit dan sebelumnya.
perawatan anaknya.
Jelaskan tentang proses penyakit Pemahaman tentang masalah ini penting untuk
anaknya, penyebab dan akibatnya meningkatkan partisipasi keluarga klien dan keluarga
terhadap gangguan pemenuhan dalam proses perawatan klien
kebutuhan sehari-hari aktivitas
sehari-hari.
Jelaskan tentang tujuan pemberian Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga
obat, dosis, frekuensi dan cara klien dalam pengobatan.
pemberian serta efek samping yang
mungkin timbul

Jelaskan dan tunjukkan cara Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien
perawatan perineal setelah defekasi terhadap kebutuhan perawatan diri anaknya

Dx. 6 : Kecemasan anak b.d Perpisahan dengan orang tua, lingkugan


yang baru

Tujuan : Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-


tanda kenyamanan
Intervensi Rasional

Anjurkan pada keluarga untuk selalu Mencegah stres yang berhubungan dengan perpisahan
mengunjungi klien dan berpartisipasi
dalam perawatn yang dilakukan
Berikan sentuhan dan berbicara pada Memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress
anak sesering mungkin
Lakukan stimulasi sensory atau terapi Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara
bermain sesuai dengan ingkat optimun
perkembangan klien

2. Aplikasi keperawatan pada bayi/anak dengan gangguan gizi


1. Obesitas
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi
akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat
mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan jumlah
sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang
bertambah berat badannya, maka ukuran sel lemak akan
bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak.
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu
makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa
faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat
berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis,
obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan
akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di
jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan.
Keadaan obesitas ini, terutama obesitas sentral, meningkatkan
risiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya dengan
sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin yang terdiri
dari resistensi 10 insulin/hiperinsulinemia, hiperuresemia,
gangguan fibrinolisis, hiperfibrinogenemia dan hipertensi
(Sudoyo, 2009).
2. 2.2 Etiologi Obesitas
3. Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan
penting dalam menentukan asupan makanan dan metabolisme
energi, gaya hidup dan faktor lingkungan dapat berperan
dominan pada banyak orang dengan obesitas. Diduga bahwa
sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara
faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya
hidup, sosial ekonomi dan nutrisional (Guyton, 2007 )
4. a. Genetik
5. Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik
yang pasti untuk menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan,
karena anggota keluarga umumnya memiliki kebiasaan makan dan
pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti terkini
menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan
faktor genetik. Gen dapat berperan dalam obesitas dengan
menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang mengatur pusat
makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan lemak.
Penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah mutasi
MCR-4, yaitu penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang
ditemukan sejauh ini, defisiensi leptin kongenital, yang
diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan mutasi
reseptor leptin, yang juga jarang ditemui.
6. Semua bentuk penyebab monogenik tersebut hanya terjadi pada
sejumlah kecil persentase dari seluruh kasus obesitas. Banyak
variasi gen sepertinya berinterakasi dengan faktor lingkungan
untuk mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak (Guyton,
2007).
7. b. Aktivitas fisik
8. Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama
obesitas. Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang
teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi massa
lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat
menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan
adipositas. Oleh karena itu pada orang obesitas, peningkatan
aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi
melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat
badan (Guyton, 2007).
9. Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap
pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua
faktor: 1) tingkat aktivitas dan olahraga secara umum; 2) angka
metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua faktor tersebut
metabolisme basal memiliki tanggung jawab duapertiga dari
pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas fisik hanya
mempengaruhi sepertiga pengeluaran energi seseorang dengan
berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan
aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat
berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka
semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung
mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk
bekerja seharian akan mengalami penurunn metabolisme basal
tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu
siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi
sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga
secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme
basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam
penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori,
melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya
metabolisme normal (Guyton, 2007).
10. c. Perilaku makan
11. Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak
baik. Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa
sebab, diantaranya adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini
terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju.
Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah
psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai
sarana penyaluran stress. Perilaku makan yang tidak baik pada
masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga
memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena
kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru terutama
meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin besar
kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel
lemak. Oleh karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung
mengakibatkan obesitas pada dewasanya nanti (Guyton,
2007).
12. d. Neurogenik
13. Telah dibuktikan bahwa lesi di nukleus ventromedial
hipotalamus dapat menyebabkan seekor binatang makan secara
berlebihan dan menjadi obesitas. Orang dengan tumor hipofisis
yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas yang
progresif. Hal ini memperlihatkan bahwa, obesitas pada manusia
juga dapat timbul akibat kerusakan pada hipotalamus. Dua bagian
hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu
hipotalamus lateral (HL) yang menggerakkan nafsu makan
(awal atau pusat makan) dan hipotalamus ventromedial (HVM)
yang bertugas menintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat
kenyang). Dan hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL
rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau minum,
dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan minum
(diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian
HVM, maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan.
Dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian ventromedial
dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan
obesitas, serta terjadi perubahan yang nyata pada neurotransmiter
di hipotalamus berupa peningkatan oreksigenik seperti NPY dan
penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan α-
MSH pada hewan obesitas yang dibatasi makannya (Guyton,
2007) .
14. e. Hormonal
15. Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida
usus. Leptin adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang
dihasilkan oleh adiposit yang bekerja melalui aktivasi reseptor
hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah
makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon,
insulin diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan dan
penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol adalah
glukokortikoid yang bekerja dalam mobilisasi asam lemak
yang tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan
proteolisis (Wilborn et al, 2005).
16. f. Dampak penyakit lain
17. Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma
dari penyakit lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
obesitas adalah hypogonadism, Cushing syndrome,
hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma dan gangguan
lain pada hipotalamus. Beberapa anggapan menyatakan bahwa
berat badan seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan
komponenen neural. Berdasarkan anggapan itu maka sedikit
saja kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek pada berat
badan (Flieretal,2005).
18.
19. 2.3 Patofisiologi Obesitas
20. Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran
kalori dari tubuh serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life
style) yang menyebabkan penumpukan lemak di sejumlah
bagian tubuh (Rosen,2008). Penelitian yang dilakukan
menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat
kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan
humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik,
nutrisi,lingkungan, dan sinyal psikologis. Pengaturan
keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3
proses fisiologis, yaitu pengendalian rasa lapar dan kenyang,
mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi
hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini
terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus)
setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adiposa,
usus dan jaringan otot).
21. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar
serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat
katabolik(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal
pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta
berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida
gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK)
sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang
diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang
mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi (Sherwood,
2012).
22. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka
jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar
leptin dalam peredaran darah. Kemudian, leptin merangsang
anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi
Neuro Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu makan.
Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari
asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi
rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar
penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya
kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Jeffrey,
2009).
23.
24. 2.4 Manifestasi Klien
25. Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi
pada anak biasanya timbul menjelang remaja dan dalam masa
remaja terutama anak wanita, selain berat badan meningkat
dengan pesat, juga pertumbuhan dan perkembangan lebih cepat
(ternyata jika periksa usia tulangnya), sehingga pada akhirnya
remaja yang cepat tumbuh dan matang itu akan mempunyai tinggi
badan yang relative rendah dibandingkan dengan anak yang
sebayanya.
26. Bentuk tubuh, penampilan dan raut muka penderita obesitas :
27. a. Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan
relatif kecil dengan jari – jari yang berbentuk runcing.
28. b. Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif tampak
kecil dengan dagu yang berbentuk ganda.
29. c. Dada dan payudara membesar, bentuk payudara mirip dengan
payudara yang telah tumbuh pada anak pria keadaan demikian
menimbulkan perasaan yang kurang menyenangkan.
30. d. Abdomen, membuncit dan menggantung serupa dengan bentuk
bandul lonceng, kadang – kadang terdapat strie putih atau ungu.
31. e. Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas ditemukan
biasanya pada biseb dan trisebnya.
32. Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi yang
mungkin merupakan penyebab atau keadaan dari obesitas.
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di
dalam dinding dada bisa menekan paru - paru, sehingga timbul
gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya
melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa
terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan
untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari
penderita sering merasa ngantuk.
33. Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk
nyeri punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama
di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang sering
ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas
memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan
dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang
secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak.
Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan
sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.
34.
35. 2.5 Komplikasi
36. Mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas
apple shaped, sangat erat hubungannya dengan sindrom
metabolik. Sindrom metabolik merupakan satu kelompok kelainan
metabolik selain obesitas, meliputi resistensi insulin, gangguan
toleransi glukosa, abnormalitas lipid dan hemostasis, disfungsi
endotel dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama merupakan faktor resiko terjadinya
aterosklerosis dengan manifestasi penyakit jantung koroner
dan/atau stroke. Mekanisme dasar bagaimana komponen-
komponen sindrom metabolik ini dapat terjadi pada seseorang
dengan obesitas apple shaped dan bagaimana komponen-
komponen ini dapat menyebabkan terjadi gangguan vaskular,
hingga saat ini masih dalam penelitian (Soegondo,2007).
37.
38. 2.6 Pemeriksaan Penunjang
39. Diagnosis OA biasanya dilakukan berdasarkan riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik, tetapi evaluasi radiografi juga diperlukan.
Radiografi adalah sensitif dan murah sehingga dapat dijadikan
sebagai pemeriksaan rutin untuk OA (Siddiqui & Laborde, 2009).
40. Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan gizi.
41. Pada pemeriksaan antropometri tujuan yang hendak dicapai
adalah:
42. 1) Penapisan status gizi, yang diarahkan untuk orang
dengan keperluan khusus.
43. 2) Survei status gizi, yang ditujukan untuk memperoleh
gambaran status gizi masyarakat pada saat tertentu serta faktor
yang berkaitan.
44. 3) Pemantauan status gizi, yang digunakan untuk
memberikan gambaran perubahan status gizi dari waktu ke
waktu.
45. Pemeriksaan antropometri dilakukan dengan mengukur ukuran
fisik, seperti tinggi badan, berat badan serta lingkar beberapa
bagian tubuh tertentu.
46.
47. 2.7 Penatalaksanaan
48. a. Merubah gaya hidup
49. Diawali dengan merubah kebiasaan makan. Mengendalikan
kebiasaan ngemil dan makan bukan karena lapar tetapi karena
ingin menikmati makanan dan meningkatkan aktifitas fisik pada
kegiatan sehari-hari. Meluangkan waktu berolahraga secara teratur
sehingga pengeluaran kalori akan meningkat dan jaringan lemak
akan dioksidasi (Sugondo,2008).
50. b. Terapi Diet
51. Mengatur asupan makanan agar tidak mengkonsumsi
makanan dengan jumlah kalori yang berlebih, dapat dilakukan
dengan diet yang terprogram secara benar. Diet rendah kalori
dapat dilakukan dengan mengurangi nasi dan makanan
berlemak, serta mengkonsumsi makanan yang cukup
memberikan rasa kenyang tetapi tidak menggemukkan karena
jumlah kalori sedikit, misalnya dengan menu yang mengandung
serat tinggi seperti sayur dan buah yang tidak terlalu manis
(Sugondo, 2008).
52. c. Aktifitas Fisik
53. Peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen penting
dari program penurunan berat badan, walaupun aktifitas fisik
tidak menyebabkan penurunan berat badan lebih banyak dalam
jangka waktu enam bulan. Untuk penderita obesitas, terapi harus
dimulai secara perlahan, dan intensitas sebaiknya ditingkatkan
secara bertahap. Penderita obesitas dapat memulai aktifitas fisik
dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali
seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45
menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat
ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu
5 kali seminggu (Sugondo, 2008).
54. d. Terapi perilaku
55. Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya,
diperlukan suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang
muncul pada saat terapi diet dan aktifitas fisik. Strategi yang
spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan
dan aktifitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan
masalah, contigency management, cognitive restructuring dan
dukungan sosial (Sugondo,2008).
56. e. Farmakoterapi
57. Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam
program manajemen berat badan. Sirbutramine dan orlistat
merupakan obat-obatan penurun berat badan yang telah disetujui
untuk penggunaan jangka panjang. Sirbutramine ditambah diet
rendah kalori dan aktifitas fisik efektif menurunkan berat badan
dan mempertahankannya. Orlistat menghambat absorpsi lemak
sebanyak 30 persen. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan
penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi
parsial (Sugondo,2008).
58.
59.
60.
61. 2.8 Konsep Askep Obesitas
62.
63. 1. Pengkajian
64. Identitas Pasien
65. Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat,
dan nomor register.
66. 2. Riwayat kesehatan
67. Riwayat Kesehatan sekarang : keluhan pasien saat ini
68. Riwayat Kesehatan masa lalu : kaji apakah ada keluarga dari
pasien yang pernah menderita obesitas
69. Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah ada ada di antara
keluarga yang mengalami penyakit serupa atau memicu
70. Riwayat psikososial,spiritual : kaji kemampuan interaksi
sosial , ketaatan beribadah , kepercayaan.
71. 3. Pemerikasaan fisik :
72. Sistem kardiovaskuler :Untuk mengetahui tanda-tanda vital,
ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan
bunyi jantung.
73. Sistem respirasi :Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan
kesulitan napas
74. Sistem hematologi :Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan
leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan,
mimisan.
75. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan
keluhan sakit pinggang.
76. Sistem musculoskeletal :Untuk mengetahui ada tidaknya
kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat
fraktur atau tidak.
77. Sistem kekebalan tubuh :Untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran kelenjar getah bening.
78.
79. 4. Pemeriksaan penunjang :
80. Pemeriksaan metabolik / endokrin dapat menyatakan tak normal,
misal : hipotiroidisme, hipopituitarisme, hipogonadisme, sindrom
cushing (peningkatan kadar insulin).
81. Pola fungsi kesehatan
82. a) Aktivitas istirahat :Kelemahan dan cenderung mengantuk,
ketidakmampuan / kurang keinginan untuk beraktifitas.
83. b) Sirkulasi :Pola hidup mempengaruhi pilihan makan, dengan
makan akan dapat menghilangkan perasaan tidak senang.
84. c) Makanan / cairan : Mencerna makanan berlebihan
85. d) Kenyamanan :Pasien obesitas akan merasakan
ketidaknyamanan berupa nyeri dalam menopang berat badan atau
tulang belakang
86. e) Pernafasan : Pasien obesitas biasanya mengalami dipsnea
87. f) Seksualitas : Pasien dengan obesitas biasanya mengalami
gangguan menstruasi dan amenouria.
88.
89. 2.9 Diagnosa Keperawatan yang mungkin Muncul
90. 1. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
denganintake makanan yang lebih.
91. 2. Gangguan pencitraan diri yang berhubungan dengan biofisika
atau psikosial pandangan px tehadap diri.
92. 3. Hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan ungkapan
atau tampak tidak nyaman dalam situasi sosial.
93. 4. Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, nyeri, ansietas, kelemahan dan obstruksi
trakeobronkial.
94.
95.
96.
97.
98. 2.10 Perencanaan
99. Setelah pengumpulan data, megelompokkan dan menentukan
diagnosa keoerawatan yang mungkin muncul, maka tahapan
selanjutnya adalah menentukkan prioritas, tujuan dan rencana
tindakkan keperawatan.
100. Diagnosa 1
101. Perubahan nutrisi :
102. Lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake
makanan yang lebih.
103. Tujuan :
104. Kebutuhan nutrisi kembali normal.
105. Kriteria hasil :
106. Perubahan pola makan dan keterlibatan individu dalam
program latihan
107. Menunjukan penurunan berat badan.
108. Intervensi :
109. 1. Kaji penyebab kegemukan dan buat rencana makan dengan
pasien
110. 2. Timbang berat badan secara periodik
111. 3. Tentukan tingkat aktivitas dan rencana program latihan diet
112. 4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentujan keb kalori
dan nutrisi penurunan berat badan
113. 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penekan
nafsu makan (ex.dietilpropinion)
114. Rasional :
115. 1. Mengidentifikasi / mempengaruhi penentuan intervensi
116. 2. Memberikan informasi tentang keefektifan program
117. 3. Mendorong px untuk menyusun tujuan lebih nyata dan
sesuai dengan rencana
118. 4. Kalori dan nurtisi terpenuhi secara normal
119. 5. Penurunan berat badan
120. Diagnosa 2
121. Gangguan pencitraan diri b.d biofisika atau psikosial
pandangan px tehadap diri
122. Tujuan :
123. Menyatakan gambaran diri lebih nyata
124. Kriterian hasil :
125. Menunjukkan beberapa penerimaan diri dari pandangan
idealisme
126. Mengakui indiviu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
127. Intervensi :
128. 1. Beri privasi kepada px selama perawatan
129. 2. Diskusikan dengan px tentang pandangan menjadi
gemuk dan apa artinya bagi px trsebut
130. 3. Waspadai mitos px / orang terdekat
131. 4. Tingkatkan komunikasi terbuka dengan px untuk
menghondari kritik
132. 5. Waspadai makan berlebih
133. 6. Kolaborasi dengan kelompok terapi
134. Rasional :
135. 1. Individu biasanya sensitif terhadap tubuhnya sendiri
136. 2. Pasien mengungkapkan beban psikologisnya
137. 3. Keyakinan tentang seperti apa tubuh yang ideal atau
motifasi dapat menjadi upaya penurunan berat badan
138. 4. Meningkatkan rasa kontrol dan meningkatkan rasa ingin
menyelesaikan masalahnya :
139. a. Pola makan terjaga
140. b. Kelompok terapi dapat memberikan teman dan motifasi
141. Diagnosa 3
142. Hambatan interaksi sosial b.d ungkapan atau tampak tidak
nyaman dalam situasi sosial
143. Tujuan :
144. Mengungkapkan kesadaran adanya perasaan yang
menyebabkan interaksi sosial yang buruk
145. Kriteria hasil :
146. Menunjikan peningkatan perubahan positif dalam perilaku
sosial dan interpersonal
147. Intervensi :
148. 1. Kaji perilaku hubungan keluarga dan perilaku sosial
149. 2. Kaji penggunaan ketrampilan koping pasien
150. 3. Rujuk untuk terapi keluarga atau individu sesuai dengan
indikasi
151. Rasional :
152. 1. Keluarga dapat membantu merubah perilaku sosial
pasien
153. 2. Mekanisme koping yang baik dapat melindungi pasien
dari perasaan kesepian isolasi
154. 3. Pasien mendapat keuntungan dari keterlibatan orang
terdekat untuk memberi dukungan
155. Diagnosa 4
Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, nyeri , ansietas , kelemahan dan obstruksi
trakeobronkial
Tujuan :
Mengembalikan pola napas normal
Kriteria hasil :
Mempertahankan ventilasi yang adekuat
Tidak mengalami sianosis atau tanda hipoksia lain
Intervensi :
1. Awasi , auskultasi bunyi napas
2. Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
3. Bantu lakukan napas dalam, batuk menekan insisi
4. Ubah posisi secara periodik
5. Berikan O2 tambahan / alat pernapasan lain
Rasional :
1. Peranapasan mengorok/ pengaruh anastesi menurunkan
ventilasi, potensial atelektasis, hipoksia.
2. Mendorong pengembangan diafragma sehingga ekspansi
paru optimal, pasien lebih nyaman.
3. Ekspansi paru maksimal, pembersihan jalan napas, resiko
atelektasis minimal.
4. Memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan
penurunan kerja napas.

1. KWASHIORKOR DAN MARAMUS


Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein.
Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan
status sosial ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan
makanan yang cukup mengandung protein hewani seperti daging, telur, hati,
susu dan sebagainya. Makanan sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi
dari protein nabati dalam kacang-kacangan tetapi karena kurangnya
pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi protein.

Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan


sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi
protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam
waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik
kwashiorkor.

Gambaran Klinik dan Diagnosis

Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya


berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama (Ngastiyah, 1997)

Gambaran Klinik Kwashiorkor:

Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar)

Tabel 1: Perkiraan Berat Badan (Kg)

1. Lahir 3,25

2. 3-12 bulan (bln + 9) / 2

3. 1-6 tahun (thn x 2) + 8

4. 6-12 tahun {(thn x 7) – 5} / 2

(Soetjiningsih, 1998, hal. 20)

Tabel 2: Perkiraan Tinggi Badan (Cm)

1. 1 tahun 1,5 x TB lahir

2. 4 tahun 2 x TB lahir

3. 6 tahun 1,5 x TB 1 thn

4. 13 tahun 3 x TB lahir

5. Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn

(Soetjiningsih, 1998, hal. 21)

Perubahan mental (cengeng atau apatis)

Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat)

Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)

Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan


mudah dicabut)
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy
pavement dermatosis.

Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan
batas yang tegas)

Anemia akibat gangguan eritropoesis.

Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar globulin


normal, kadar kolesterol serum rendah.

Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan
infiltrasi sel mononukleus.

Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan


degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis
dan sebagainya)

Gambaran Klinik Marasmus:

Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi

Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)

Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.

Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah kulit

Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah tampak
lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol

Vena superfisial tampak lebih jelas

Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.

Konsep Asuhan Keperawatan Marasmik-Kwashiorkor

Riwayat Keperawatan

Riwayat Keperawatan Sekarang


Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan
(berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan
keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.

Riwayat Keperawatan Sekarang

Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi
dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan
kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif
lama).

Riwayat Kesehatan Keluarga

Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan


komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.

Pengkajian Fisik

Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan


komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara
umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan
status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen,
ekstremitas dan genito-urinaria.

Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran


antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan
kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:

Penurunan ukuran antropometri

Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)

Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra

Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot


intercostal)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi
diare.

Edema tungkai

Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis


terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas
jari kaki, paha dan lipat paha)

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis


normositik normokrom karen

A adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di


samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan
gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun.
Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan
pada paru.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan


Marasmik-Kwashiorkor adalah:

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare.

Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan


kehilangan akibat diare.

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang
tidak adekuat.

Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi


trakheobronkhial.

Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder
terhadap infeksi saluran pernapasan
Rencana Keperawatan

Rencana Keperawatan

1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia
dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Klien akan menunjukkan Jelaskan kepada keluarga Meningkatkan pemahaman keluarga
pening-katan status gizi. tentang penyebab malnutrisi, tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi pemulihan, untuk pemulihan klien sehingga dapat
susunan menu dan meneruskan upaya terapi dietetik yang
Kriteria: pengolahan makanan sehat telah diberikan selama hospitalisasi.
seimbang, tunjukkan contoh
Keluarga klien dapat
jenis sumber makanan
menjelaskan penyebab
ekonomis sesuai status sosial
gangguan nutrisi yang dialami
ekonomi klien.
klien, kebutuhan nutrisi
pemulihan, susunan menu dan
pengolahan makanan sehat
Tunjukkan cara pemberian
seimbang. Meningkatkan partisipasi keluarga dalam
makanan per sonde, beri
pemenuhan kebutuhan nutrisi klien,
Dengan bantuan perawat, kesempatan keluarga untuk
mempertegas peran keluarga dalam upaya
keluarga klien dapat melakukannya sendiri.
pemulihan status nutrisi klien.
mendemonstrasikan
pemberian diet (per sonde/per
oral) sesuai program dietetik. Laksanakan pemberian
roborans sesuai program
terapi. Roborans meningkatkan nafsu makan,
proses absorbsi dan memenuhi defisit
yang menyertai keadaan malnutrisi.
Timbang berat badan, ukur
lingkar lengan atas dan tebal
lipatan kulit setiap pagi. Menilai perkembangan masalah klien.
2) Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan
kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).

Tujuan dan Kriteria


Intervensi Rasional
Hasil

Klien akan Lakukan/observasi Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk


menunjukkan keadaan pemberian cairan per mengatasi masalah kekurangan volume
hidrasi yang adekuat. infus/sonde/oral sesuai cairan.
program rehidrasi.

Kriteria:
Jelaskan kepada
Asupan cairan adekuat Meningkatkan pemahaman keluarga tentang
keluarga tentang upaya
sesuai kebutuhan upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam
rehidrasi dan partisipasi
ditambah defisit yang pelaksanaan terpi rehidrasi.
yang diharapkan dari
terjadi.
keluarga dalam
Tidak ada tanda/gejala pemeliharan patensi
dehidrasi (tanda-tanda pemberian infus/selang
vital dalam batas sonde.
normal, frekuensi
defekasi ≤ 1 x/24 jam
dengan konsistensi Kaji perkembangan Menilai perkembangan masalah klien.
padat/semi padat). keadaan dehidarasi
klien.

Penting untuk menetapkan program rehidrasi


Hitung balans cairan.
selanjutnya.
3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Klien akan mencapai Ajarkan kepada orang Meningkatkan
pertumbuhan dan tua tentang standar pengetahuan keluarga
perkembangan sesuai pertumbuhan fisik dan tentang keterlambatan
standar usia. tugas-tugas pertumbuhan dan
perkembangan sesuai perkembangan anak.
Kriteria: usia anak.
Pertumbuhan fisik
(ukuran antropometrik) Lakukan pemberian
sesuai standar usia. makanan/ minuman Diet khusus untuk
Perkembangan motorik, sesuai program terapi pemulihan malnutrisi
bahasa/ kognitif dan diet pemulihan. diprogramkan secara
personal/sosial sesuai bertahap sesuai dengan
standar usia. Lakukan pengukuran kebutuhan anak dan
antropo-metrik secara kemampuan toleransi
berkala. sistem pencernaan.

Menilai perkembangan
masalah klien.
4) Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi
trakheobronkhial (Carpenito, 2000, hal. 575-580).

Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
Klien tidak mengalami .
aspirasi. Periksa dan pastikan Merupakan tindakan
letak selang sonde pada preventif,
Kriteria: tempat yang semestinya meminimalkan risiko
Pemberian secara berkala. aspirasi.
makan/minuman per
sonde dapat dilakukan Periksa residu lambung
tanpa mengalami setiap kali sebelum
aspirasi. pemberian makan- Penting untuk menilai
Bunyi napas normal, an/minuman. tingkat kemampuan
ronchi tidak ada. absorbsi saluran cerna
Tinggikan posisi kepala dan waktu pemberian
klien selama dan sampai makanan/minuman yang
1 jam setelah pemberian tepat.
makanan/minuman.

Ajarkan/demonstrasikan Mencegah refluks yang


tatacara pelaksanaan dapat menimbulkan
pemberian makanan/ aspirasi.
minuman per sonde,
beri kesempatan
keluarga melakukan-nya
setelah memastikan Melibatkan keluarga
keamanan penting bagi tindak
klien/kemampuan lanjut perawatan klien.
keluarga.

Observasi tanda-tanda
aspirasi.

Menilai perkembangan
masalah klien.

5) Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder
terhadap infeksi saluran pernapasan (Carpenito, 2000, hal. 799-801).

Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
Fisioterapi dada
Klien akan Lakukan fisioterapi meningkatkan pelepasan
menunjukkan jalan dada dan suction secara sekret. Suction
napas yang efektif. berkala. diperlukan selama fase
hipersekresi
Kriteria: Lakukan pemberian trakheobronkhial.
Jalan napas bersih dari obat
sekret, sesak napas tidak mukolitik/ekspektorans Mukolitik memecahkan
ada, pernapasan cuping sesuai program terapi. ikatan mukus;
hidung tidak ada, bunyi ekspektorans
napas bersih, ronchi Observasi irama, mengencerkan m,ukus.
tidak ada. kedalaman dan bunyi
napas.
Menilai perkembangan
maslah klien.

BABIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. Ke-6, EGC, Jakarta.

Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta

Ayu, R., & Sartika, D. (2011). FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ANAK 5-15 TAHUN DI
INDONESIA, 15(1), 37–43.
Hariyanto, D., Madiyono, B., Sjarif, D. R., & Sastroasmoro, S. (2009). Hubungan Ketebalan
Tunika Intima Media Arteri Carotis dengan Obesitas pada Remaja, 11(3).

Anda mungkin juga menyukai