3. ETIOLOGI
Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan
amnion yang mengandung mekoniu terinhalasi oleh. Mekonium dapat
keluar (intrauterin) bila terjadi stres/kegawatan intrauterin. Mekonium
yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada
saluran pernapasan, sehingga terjadi gangguan pernapasan dan gangguan
pertukaran udara di paru-paru. Selain itu, mekonium juga berakibat pada
iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu
pneumonia kimiawi.
4. PATOFISIOLOGI
Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi
saraf saluran pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres
hipoksia pada fetus. Fetus yang mencapai masa matur saluran
gastrointestinalnya juga matur, sehingga stimulasi vagal dari kepala atau
penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingterani,
sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium secara
langsung mengubah cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti bakterial
dan setelah itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu,
mekonium dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkaan
insiden eritema toksikum. Bagaimanapun komplikasi yang paling berat
dari keluarnya mekonium dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion
yang tercemar mekonium sebelum, selama, maupun setelah kelahiran.
Aspirasi cairan amnion mekonial ini akan menyebabkan hipoksia melalui
4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan nafas (total maupun
parsial), disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia dan hipertensi pulmonal.
1. Obstruksi jalan nafas
Obstruksi jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis.
Obstruksi parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi
alveoli, biasanya termasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi
alveoli menyebabkan ekspansi jalan nafas selama inhalasi dan kolaps
jalan nafas di sekitar mekonium yang terinspirasi di jalan nafas,
menyebabkan peningkatan resistensi selama ekshalasi. Udara
terperangkap (hiperinfalsi paru) dapat menyebabkan ruptur pleura
(pneumotoraks), mediastinum (pneumomediastinum), dan perikardium
(pneumoperikardium).
2. Disfungsi surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat
sintesis surfaktan. Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak
bebas (seperti asam palmitat, asam oleat), memiliki tekanan permukaan
minimal yang lebih tinggi dari pada surfaktan dan melepaskannya dari
permukaan alveolar, menyebabkan atelektasis yang luas.
3. Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang
dapat mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan
sitokin (termasuk tumor necrosis faktor (TNF)-, Interleukin (IL)-1β, I-
L-6, IL-8, IL-13), dan menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai
dalam beberapa jam setelah aspirasi. Semua efek pulmonal ini dapat
menimbulkan gross ventilation-perfusion (V/Q) mismatch.
4. Hipertensi pulmonal persistem pada bayi baru lahir
Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami
hipertensi pulmonal persistem pada bayi baru lahir (persistent pulmonary
hypertension of the nerborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai
akibat dari stres intrauterin yang kronik dan penebalan pembuluh
pulmonal. PPHN lebih lanjut berperan dalam terjadinya hipoksemia
akibat sindrom aspirasi mekonium.
5. KOMPLIKASI
1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Aspirasi pnemonia
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk menderita (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama
kehidupannya. Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa
meregenerasi jaringan paru-paru. Dengan demikian, prognisis jangka
panjang tetap baik.
Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan
menderita penyakit paru kronik, bahkan mungkin juga menderita
abnormalitas perkembangan dan juga ketulian. Pada kasus yang jarang
terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian.
6. MANIFESTASI KLINIK
Didalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama,
mekonium yang kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan
obstruksi jalan napas kecil yang dapat menimbulkan kegawatan
pernapasan dalam beberapa jam pertama setelah kelahiran dengan gejala
takipnea, rekraksi, stridor, dan sianosi pada bayi dengan kasus berat.
Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat menimbulkan
pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau keduanya. Pengobatan
tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan, yang dapat hanya ditandai
oleh takikardia tanpa rektraksi. Pada kondisi gawat nafas, dapat terjadi
distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam. Akan tetapi bila
dalam perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi,
keadaan ini dapat menjadi berat dan kemungkian mortalitasnya tinggi.
Takipnea dapat menetap selamat beberapa hari atau bahkan beberapa
minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai dengan bercak-
bercak infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter
anteroposterior bertambah, dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada
normal pada bayi dengan hipoksia berat dan tidak adanya malformasi
jantung mengesankan diagnosis sirkulasi jantung persisten. PO 2 arteri
dapat rendah pada penyakit lain, dan jika tidak terjadi hipoksia, biasanya
ada asidosis metabolik.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Rontgen dada untuk menemukan adanya atelaktasis peningkatan
diameter antero posterior, hiperinflation, flaneted diaphragm akibat
obstruksi dan terdapatnya pneumothorax (gambaran infiltrat kasar
dan iregular pada paru).
2. Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau
respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja
bayi akan dikirim ke unit perawat intensif neonatal (neonatal intensive
care unit [NICU]). Tata laksanan yang dilakukan biasanya meliputi :
1. Umur
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan
oksigen.
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan,antara lain antibiotik. Antibiotik diberikan
untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi
mekanik.
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penumpukan
pada dada dengan maksud untuk melepaskan lendiri yang kental.
4. Pada SAM berat dapat juga dilakukan :
a. Pemberian terapi surfaktan.
b. Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara
beroksigen tinggi ke dalam paru bayi.
c. Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang
terdapat di dalam ventilator: penambahan ini berguna untuk
melebarkan pembuluh darah sehingga lebih banyak darah dan
oksigen yang sampai ke paru bayi. Bila salah satu atau
kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak berhasil, patut
dipertimbangkan untuk menggunakan extra corporeal
membrane oxygenation (ECMO). Pada terapi ini, jantung dan
paru buatan akan mengambil alih sementara aliran darah dalam
tubuh bayi. Sayangnya, alat ini memang cukup langka.
2. PATHWAY
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Risiko infeksi
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Putra TR, Mutiara H. Sindroma Aspirasi Mekonium. J Medula unila 2017 Jan;
7(1:74-79).
Pearc EC, editor. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis (Handoyo SY, editor
Bahasa Indonesia). Jakarta: Prima Grapika; 2013.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.