Anda di halaman 1dari 23

Laporan Pendahuluan

Meconium Aspiration Syndrome

A. KONSEP TEORI PENYAKIT


1. DEFINISI
Sindrom aspirasi mekonium (SAM) adalah sekumpulan gejala
yang diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion meconial kedalam
saluran pernapasan bayi. Sindrom aspirasi mekonium adalah salah satu
penyebab yang paling sering menyebaban kegagalan pernapasan pada
bayi baru lahir aterm maupun posterm. Kandungan mekonium antara lain
adalah sekresi gastrointenstinal, hepar, dan pankreas janin, debri celuler,
cairan amnion, serta lanugo. Cairan amnion mekonial terdapat sekitar 10-
15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan (aterm), tetapi SAM
terjadi pada 4-10% dari bayi bayi ini dan sepertiga diantaranya
membutuhkan bantuan ventilator. Adanya mekonium pada cairan amnion
jarang dijumpai pada kelahiran paterm. Resiko SAM dan kegagalan
pernapasan yang terkait meningkat ketika mekoniumnya kental dan
apabila diikuti dengan asfiksia perinatal. Beberapa bayi yang dilahirkan
dengan cairan amnion mekonial memperlihatkan distress pernapasan
walaupun tidak ada mekonium yang terlihat dibawah kordavokalis
setelah kelahiran. Pada beberapa bayi, aspirasi mungkin terjadi
intrauterin, sebelum dilahirkan.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


a. Anatomi.
1) Saluran Pernafasan
nares anterior adalah saluran di dalam lubang hidung. Saluran itu
bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum Hidung
menghubungkan lubang-lubang sinus udara paranasalis yang
masuk ke dalam rongga-rongga hidung, dan juga menghubungkan
lubang- Labang nasolakrimal yang menyalurkan udara mata dari
mata ke dalam bagian bawah rongga nasalis, ke dalam hidung.
2) Rongga hidung
di lapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah,
bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir semua sinus
yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah
yang bernafas rawat epitelium silinder dan sel spitel, pengertian sel
cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu membuat permukaan nares
basah dan berlendir. Di atas septum nasalis dan konka. selaput
lendir ini paling tebal, yang diuraikan di bawah. Tiga tulang
kerang (konka) yang diselaputi epitelium pernapasan, yang
menjorok dari dinding lateral hidung ke dalam rongga, sangat
memperbesar permukaan selaput lendir tersebut. Sewaktu udara
melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat di
dalam vestibulum. Karena kontak dengan permukaan lendir yang
dilaluinya, udara menjadi hangat, dan karena penguapan air udara
dari permukaan selaput lendir, udara menjadi lembap.
3) Faring (tekak)
Adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan usofagus pada ketinggian tulang rawan.
Di belakang hidung (nasofaring), di belakang mulut (orofaring) dan
di belakang laring (faring-laringeal) Nares posterior adalah muara
rongga-rongga hidung ke nasofaring fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran di sebelah belakang trakea; selain itu juga memuat
beberapa jaringan otot. trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri
atas epitelium bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak yang
menuju ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan
butir- butir halus lainnya yang turut masuk bersama dengan
pernapasan dapat dikeluarkan. Tulang rawan berfungsi
mempertahankan agar trakea tetap terbuka; Karena itu, di sebelah
belakangnya tidak tersambung, yaitu di tempat trakea yang
menempel pada usofagus, yang memisahkan dari tulang belakang.
Trakea servikalis yang berjalan melalui leher disilang oleh istmus
ke- lenjar tiroid, yaitu belahan yang melingkari sisi-sisi trakea.
Trakea torasika berjalan pusatnya mediastinum di belakang
sternum,menyentuh arteri inominata dan arkus aorta. Usofagus
terletak belakang trakea. Kedua bronkus yang terbentuk dari
belahan dua trakea pada keting- gian kira-kira vertebra torakalis
kelima mempunyai struktur serupa dengan trakea dan melayani
oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah
dan kesamping ke arah tampak paru-paru. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih lebar dari yang kiri; sedikit lebih tinggi dari pada
arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang.
4) Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah faring yang
salah satunya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sog
ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di
bawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat
bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar di tulang
rawan tiroid, dan di sebelah bawah terdapat benjolan subkutaneus
yang dikenal sebagai jakun, yaitu di sebelah depan leher. Terdiri
atas dua lempeng lamina yang bersambung di garis tengah. Di tepi
atas terdapat lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak di
bawah tiroid. bentuknya seperti cincin mohor dengan mohor
cincinnya di sebelah belakang (ini adalah tulang rawan satu-
satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya
adalah kedua tulang rawan aritenoid menjulang di sebelah belakang
krikoid, kanan dan kiri tulang rawan kuneiform, dan tulang rawan
kormikulata yang sangat kecil. Terkait di puncak tulang rawan
tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katup tulang rawan dan
membantu menutup laring sewaktu-waktu. Bersedia melayani jenis
selaput lendir sama dengan yang di trakea, kecuali pita suara dan
bagian epiglotis yang melayani sel epitelium yang berlapis. Pita
suara terletak di sebelah dalam laring, berjalan dari tulang rawan
tiroid di sebelah depan sampai di kedua tulang rawan aritenoid.
Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid yang ditimbulkan oleh
berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan atau dikendurkan.
Dengan demikian lebar sela-sela antara pita-pita atau rima glotidis
berubah-rubah bernapas bernapas dan berbicara.
5) Trakea
tersusun atas enam belas sampai lingkaran tak lengkap berupa
cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan (rongga)
hidung. Vestibulum ini melayani epitelium bergaris van
bersambung dengan kulit. Lapisan nares anterior memuat sejumlak
pelengkap sebaseus yang ter-bulu kasar. Kelenjar-kaleng itu
bermua ke dalam rongga hidung.
6) Rongga Toraks
Rangka dada yang terdiri atas tulang dan tulang rawan telah
diuraikan pada halaman 62. Batas-batas yang rongga di dalam
toraks: Sternum dan tulang rawan iga-iga di depan, Kedua belas
ruas tulang punggung beserta cakram antarruas (diskus
intervertebralis) yang terbuat dari tulang rawan di belakang, Iga-
iga beserta otot interkostal di samping, Diafragma bawah, dan
Dasar leher di atas. Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi
penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya: pleura ini
membungkus setiap belah, membentuk batas lateral pada
mediastinum. Mediastinum ialah ruang di dalam rongga dada
antara kedua paru-paru. Isinya jantung dan pembuluh darah besar,
usofagus, duktus torasika, aorta desendens, vena kava superior,
saraf vagus dan frenikus, dan sejumlah besar makanan limfe.
7) Paru-Paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru
mengisi rongga dada. Terletak di sebelah kanan dan kiri dan di
tengah-tengah pembuluh darah yang paling besar dan struktur
lainnya terletak di dalam mediastinum
8) Lobus paru-paru
Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura.
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus paru-paru kiri dua lobus.
Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah pipa bronkial kecil
masuk ke dalam setiap lobula dan semakin bercabang, semakin
menjadi tipis akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, yang
merupakan kantong-kantong udara paru-paru. Jaringan paru-paru
elastis, berpori, seperti spons. Di dalam udara, paru-paru
mengapung karena udara yang ada di dalamnya. bronkus lobus
atas; cabang kedua setelah cabang utama lewat di bawah arteri,
bawah. Bronkus lobus tengah kel dari bronkus lobus bawah (lihat
Gambar 167). Bronkus kiri lebih panjang dan lebih luas dari yang
kanan. dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah
menjadi cabang beberana yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
9) Bronkus pulmonaris
Trakea terbelah menjadi dua bronkus utama bronkus ini bercabang
lagi sebelum masuk paru-paru.dalam perjalanannya menjelajahi
paru-paru, bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan beranting
lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan struktur
serupa dengan trakea yang mempunyai dinding fibrusa berotot
yang mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium
bersilia. Makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal
dinding fibrusa berotot dan lapisan silia. Rronkus terminalis masuk
ke dalam saluran yang lain yang disebut vestibula, dan di sini
membran pelapisnya mulai berubah sifatnya; lapisan anirelium
bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih. Dari vestibula
berjalan beberapa infundibula dan di dalam dindingnya dijumpai
kan- vong-kantong udara itu. Kantong udara atau alveoli terdiri
atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan di sinilah darah
hampir langsung bersentuhan dengan udara-suatu jaringan
pembuluh darah kapiler media dan pertukaran gas pun terjadi.
10) Pembuluh darah dalam paru-paru
Arteri pulmonalis membawa darah vang sudah tidak mengandung
oksigen dari ventrikel kanan jantung paru-paru; cabang-cabangnya
saluran saluran saluran air, bercabang dan bercabang lagi sampai
menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah-belah jaringan kapiler
dan kapiler itu- nyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.
Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit, maka praktis merah
membuat baris tunggal. Alirannya bergerak lambat dan jauh dari
udara dalam alveoli hanya oleh dua membran yang pertukaran gas
berlangsung dengan difusi, yang merupakan fungsi pernapasan.
Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi sampai menjadi
pembuluh darah yang lebih besar dan akhirnya dua vena
pulmonaris meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi
oksigen ke atrium kiri jantung untuk dikirim ke seluruh tubuh
melalui aorta. Pembuluh darah vang dilukiskan sebagai arteria
bronkialis membawa darah yang berisi oksigen toraksika ke paru-
paru guna beri makan dan menghantarkan oksigen ke dalam
jaringan paru-paru itu sendiri. Cabang membentuk pleksus kapiler
yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang
akhir arteri pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler akhirnya ke
dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian dibawa masuk ke
dalam vena pulmonaris. Sisa darah itu diantarkan oleh vena
bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena kava superior. Maka
dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.
11) Pernapasan jaringan atau perna- pasan interna
Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen
(oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan akhir. nya
mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel
jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan
menggambarkan oksigen berlangsung, dan darah menerima sebagai
gantinyahasil buangan oksidasi yaitu karbon dioksida.
12) Hilus atau tampuk
Paru-paru dibentuk oleh struktur berikut : Hilum (tutup) paru-paru
dibentuk oleh struktur berikut: Arteri pulmonalis, yang
mengembalikan darah tanpa oksigen ke paru-paru untuk diisi
dengan oksigen. Vena pulmonalis, yang mengembalikan darah
berisi oksigen dari paru-paru ke jantung. Bronkus yang bercabang
dan ranting pembentuk pohon bronkial merupakan saluran udara
utama. Arteri bronkial, keluar dari aorta dan mengantarkan darah
arteri ke jaringan paru-paru. Vena bronkial, mengembalikan
sebagian darah dari paru-paru ke vena kava superior. Pembuluh
getah bening, yang masuk dan keluar dari paru-paru, sangat
banyak. Paru-paru dilayani oleh saraf vagus dan saraf simpatis.
Kelenjar getah bening. Semua pembuluh getah bening yang
menjelajahi struktur paru-paru dapat menyalurkan ke kelenjar di
kanopi paru-paru.
13) Pleura
Setiap paru-paru-paru, membran serosa rangkap dua, yaitu pleura.
Pleura viseralis erat melapisi paru-paru, masuk dalam fisura, dan
dengan demikian lobus satu dari yang lain. Membran ini kemudian
dilipat kembali di sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura
parietalis, dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang
melapisi iga-iga ialah pleura kostalis, yang menutupi diafragia
yaitu pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak di leher
keberadaan pleura servikalis. Pleura ini terjadi oleh membran yang
kuat bernama membiat suprapleuralis (fasia Sibson) atas membran
ini terletak arter subklavia. lapisan pleura itu ada sedikit eksudat
untuk meminyaki permukaannya dan menghindarkan gesekan
antara paru-pa dan dinding dada bernapas bergerak. Dalam
keadaan sehat kedua lapisan itu satu dengan yang lain erat
bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu adalah ruang yang tidak
nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan yang
kedua pleura itu dan ruang di antaranya menjadi jelas.
b. Fisiologi Pernapasan
Fungsi paru paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.
Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna,
oksigen yang dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu
bernapas; aksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke
alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris.
Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang
memakai oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan
dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung.
Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah
meninggallkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan
pada tingkat hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler alveoli, dan
setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui
hidung dan mulut.
Empat proses berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau
þernapasan eksterna:
1) Ventilasi pulmoner, atau olah raga yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
2) arus darah melalui paru-paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sehingga dalam jumlah
tepat dapat bagian tubuh.
4) Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan
kapiler. CO2 lebih mudah berdifusi oksigen.
Semua ini diatur sedemikian rupa sehingga darah yang
meninggalkan paru-paru menerima tepat CO2, dan O2 ,. Pada waktu
gerak badan, lebih banyak darah datang paru-paru membawa terlalu
banyak CO2, dan terlampau sedikit O2 jumlah CO2, itu tidak dapat
dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar
kreativitas dan pernapasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan
CO2, dan memungut lebih banyak O2,

3. ETIOLOGI
Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan
amnion yang mengandung mekoniu terinhalasi oleh. Mekonium dapat
keluar (intrauterin) bila terjadi stres/kegawatan intrauterin. Mekonium
yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada
saluran pernapasan, sehingga terjadi gangguan pernapasan dan gangguan
pertukaran udara di paru-paru. Selain itu, mekonium juga berakibat pada
iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu
pneumonia kimiawi.

4. PATOFISIOLOGI
Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi
saraf saluran pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres
hipoksia pada fetus. Fetus yang mencapai masa matur saluran
gastrointestinalnya juga matur, sehingga stimulasi vagal dari kepala atau
penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingterani,
sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium secara
langsung mengubah cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti bakterial
dan setelah itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu,
mekonium dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkaan
insiden eritema toksikum. Bagaimanapun komplikasi yang paling berat
dari keluarnya mekonium dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion
yang tercemar mekonium sebelum, selama, maupun setelah kelahiran.
Aspirasi cairan amnion mekonial ini akan menyebabkan hipoksia melalui
4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan nafas (total maupun
parsial), disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia dan hipertensi pulmonal.
1. Obstruksi jalan nafas
Obstruksi jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis.
Obstruksi parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi
alveoli, biasanya termasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi
alveoli menyebabkan ekspansi jalan nafas selama inhalasi dan kolaps
jalan nafas di sekitar mekonium yang terinspirasi di jalan nafas,
menyebabkan peningkatan resistensi selama ekshalasi. Udara
terperangkap (hiperinfalsi paru) dapat menyebabkan ruptur pleura
(pneumotoraks), mediastinum (pneumomediastinum), dan perikardium
(pneumoperikardium).
2. Disfungsi surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat
sintesis surfaktan. Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak
bebas (seperti asam palmitat, asam oleat), memiliki tekanan permukaan
minimal yang lebih tinggi dari pada surfaktan dan melepaskannya dari
permukaan alveolar, menyebabkan atelektasis yang luas.
3. Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang
dapat mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan
sitokin (termasuk tumor necrosis faktor (TNF)-, Interleukin (IL)-1β, I-
L-6, IL-8, IL-13), dan menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai
dalam beberapa jam setelah aspirasi. Semua efek pulmonal ini dapat
menimbulkan gross ventilation-perfusion (V/Q) mismatch.
4. Hipertensi pulmonal persistem pada bayi baru lahir
Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami
hipertensi pulmonal persistem pada bayi baru lahir (persistent pulmonary
hypertension of the nerborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai
akibat dari stres intrauterin yang kronik dan penebalan pembuluh
pulmonal. PPHN lebih lanjut berperan dalam terjadinya hipoksemia
akibat sindrom aspirasi mekonium.

5. KOMPLIKASI
1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Aspirasi pnemonia
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk menderita (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama
kehidupannya. Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa
meregenerasi jaringan paru-paru. Dengan demikian, prognisis jangka
panjang tetap baik.
Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan
menderita penyakit paru kronik, bahkan mungkin juga menderita
abnormalitas perkembangan dan juga ketulian. Pada kasus yang jarang
terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian.

6. MANIFESTASI KLINIK
Didalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama,
mekonium yang kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan
obstruksi jalan napas kecil yang dapat menimbulkan kegawatan
pernapasan dalam beberapa jam pertama setelah kelahiran dengan gejala
takipnea, rekraksi, stridor, dan sianosi pada bayi dengan kasus berat.
Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat menimbulkan
pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau keduanya. Pengobatan
tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan, yang dapat hanya ditandai
oleh takikardia tanpa rektraksi. Pada kondisi gawat nafas, dapat terjadi
distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam. Akan tetapi bila
dalam perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi,
keadaan ini dapat menjadi berat dan kemungkian mortalitasnya tinggi.
Takipnea dapat menetap selamat beberapa hari atau bahkan beberapa
minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai dengan bercak-
bercak infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter
anteroposterior bertambah, dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada
normal pada bayi dengan hipoksia berat dan tidak adanya malformasi
jantung mengesankan diagnosis sirkulasi jantung persisten. PO 2 arteri
dapat rendah pada penyakit lain, dan jika tidak terjadi hipoksia, biasanya
ada asidosis metabolik.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Rontgen dada untuk menemukan adanya atelaktasis peningkatan
diameter antero posterior, hiperinflation, flaneted diaphragm akibat
obstruksi dan terdapatnya pneumothorax (gambaran infiltrat kasar
dan iregular pada paru).
2. Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau
respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja
bayi akan dikirim ke unit perawat intensif neonatal (neonatal intensive
care unit [NICU]). Tata laksanan yang dilakukan biasanya meliputi :
1. Umur
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan
oksigen.
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan,antara lain antibiotik. Antibiotik diberikan
untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi
mekanik.
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penumpukan
pada dada dengan maksud untuk melepaskan lendiri yang kental.
4. Pada SAM berat dapat juga dilakukan :
a. Pemberian terapi surfaktan.
b. Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara
beroksigen tinggi ke dalam paru bayi.
c. Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang
terdapat di dalam ventilator: penambahan ini berguna untuk
melebarkan pembuluh darah sehingga lebih banyak darah dan
oksigen yang sampai ke paru bayi. Bila salah satu atau
kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak berhasil, patut
dipertimbangkan untuk menggunakan extra corporeal
membrane oxygenation (ECMO). Pada terapi ini, jantung dan
paru buatan akan mengambil alih sementara aliran darah dalam
tubuh bayi. Sayangnya, alat ini memang cukup langka.

B. KONSEP PROSES KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Riwayat antenatal ibu
1) Stress intra uterin
b. Status infant saat lahir
1) Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
2) Apgar skor dibawah 5
3) Terdapat mekonium pada cairan amnion
4) Suctioning, resusitasi atau pemberian therapy oksigen
c. Pulmonary
1) Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60x
pernafasan permenit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
2) Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah
mekonium dalam paru.
3) Cyanosis
4) Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter
antero posterior (AP)
d. Pengkajian behavioral
1) Disminished activity

2. PATHWAY

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Risiko infeksi
4. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Dx Keperawatan NOC NIC


1 Bersihan jalan nafas NOC : NIC :
tidak efektif  Respitarory status : ventilation Airway suction
 Respiratory status :  Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
Airway patency  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
 Aspiration Control suctioning.
Kriteria Hasil :  Informasi pada klien dan keluarga tentang
 Mendemonstrasikan batuk efektif suctioning
dan suara nafas yang bersih,  Minta klien nafas dalam sebelum suction
tidak ada sianosis dan dyspneu dilakukan.
(mampu mengeluarkan sputum,  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
mampu bernafas dengan mudah, memfasilitasi suction nasotrakeal
tidak ada pursed lips)  Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
 Menunjukkan jalan nafas yang  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
paten (klien tidak merasa setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
tercekik, irama nafas, frekuensi  Monitor status oksigen pasien
pernafasan dalam rentan normal,  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
tidak ada suara nafas abnormal) suction
 Mampu mengidentifikasikan dan  Hentikan suction dan berikan oksigen apabila
mencegah factor yang dapat pasien menunjukkan bradikardi, penikatan saturasi
menghambat jalan nafas O2, dll.
Airway Management
 Buka jalan nafas, gunakan teknik chinlift atau jaw
thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 monitor respirasi dan status O2
2. Gangguan NOC : NIC :
Pertukaran Gas  Respiratory status : gas exchange Airway Management
 Respiratory status : ventilation  Buka jalan nafas, gunakan teknik chinlift atau jaw
 Vital Sign Status thrust bila perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Mendemonstrasikan peningkatan  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
ventilasi dan oksigenasi yang nafas buatan
adekuat  Pasang mayo bila perlu
 Memelihara kebersihan paru-  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
paru dan bebas dari tanda tanda
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
distress pernafasan
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Mendemonstrasikan batuk efektif
tambahan
dan suara nafas yang bersih,
 Lakukan suction pada mayo
tidak ada sianosis dan dyspneu
 Berikan bronkodilator bila perlu
(mampu mengeluarkan sputum,
 Berikan pelembab udara
mampu bernafas dengan mudah,
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
tidak ada pursed lips)
keseimbangan.
 Tanda tanda vital dalam rentang  Monitor respirasi dan status O2
normal Respiratory Monitoring
 Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
 Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
 Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
3. Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status Infection Control (kontrol infeksi)
 Knowledge : infection control  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Risk control  Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil :  Batasi pengunjung bila perlu
 Klien bebas dari tanda dan gejala  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
infeksi tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
 Mendeskripsikan proses meninggalkan pasien
penularan penyakit, factor yang  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
mempengaruhi penularan serta
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
penatalaksanaannya
keperawatan
 Menunjukkan kemampuan untuk
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
mencegah timbulnya infeksi
pelindung
 Jumlah leukosit dalam batas
 Pertahankan lingkungan aseptik selama
normal
pemasangan alat
 Menunjukkan perilaku hidup
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
sehat
sesuai dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kantung kemih
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerenranan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kulit pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Putra TR, Mutiara H. Sindroma Aspirasi Mekonium. J Medula unila 2017 Jan;
7(1:74-79).

Pearc EC, editor. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis (Handoyo SY, editor
Bahasa Indonesia). Jakarta: Prima Grapika; 2013.

Clark, M.B. 2010. Meconium Aspiration Syndrome.


http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION
%20SYNDROME.pdf.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA Internasional NURSING DIAGNOSES Definition & Classification


2012-2014. United States of America, Blackwell Publishing. 2012.

Anda mungkin juga menyukai