Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Januari 2019


UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU

SINDROMA ASPIRASI MEKONIUM

Disusun Oleh :

Rizka Permatasari, S.Ked (13 17 777 14 228)

Pembimbing : dr. Winarny Abdullah, Sp.A

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2019

3
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Rizka Permatasari, S.Ked


No. Stambuk : 13 17777 14 228
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Al Khairaat Palu
Judul Referat : Sindrom Aspirasi Mekonium
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Bagian Ilmu Kesehatan Anak


RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, Januari 2019

Pembimbing Mahasiswa

dr. Winarny Abdullah, Sp.A Rizka Permatasari, S.Ked

4
BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang

diakibatkan oleh terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi.

Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang

mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar di dalam

kandungan bila terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa

menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan,

sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-

paru. Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran

udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. Cairan amnion yang berwarna

mekonium ditemukan pada 5-15% kelahiran, tetapi sindrom ini biasanya terjadi

pada bayi cukup bulan atau lewat bulan. Pada 5% bayi yang berkembang

pneumonia aspirasi, dimana 30% darinya memerlukan ventilasi mekanis dan 5-10

persennya dapat meninggal. Kegawatan janin dan hipoksia terjadi bersama dengan

masuknya mekonium ke dalam cairan amnion. 1,2,8

Kandungan mekonium antara lain adalah sekresi gastrointestinal, hepar,

dan pancreas janin, debris seluler, cairan amnion, serta lanugo. Cairan amnion

mekonial terdapat sekitar 10-15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan

(aterm), tetapi SAM terjadi pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan sepertiga diantara

membutuhkan bantuan ventilator. Adanya mekonium pada cairan amnion jarang

dijumpai pada kelahiran preterm. Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang

5
terkait, meningkat ketika mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia

perinatal. Beberapa bayi yang dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial

memperlihatkan distres pernapasan walaupun tidak ada mekonium yang terlihat

dibawah korda vokalis setelah kelahiran. Pada beberapa bayi, aspirasi mungkin

terjadi intrauterine, sebelum dilahirkan.1,8

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang

diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan

bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu penyebab yang

paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi baru lahir aterm

maupun post-term. Kandungan mekonium antara lain adalah sekresi

gastrointestinal, hepar, dan pancreas janin, debris seluler, cairan amnion, serta

lanugo. 1,8

2.2 Etiologi

Sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang mengandung

mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar (intrauterin) bila terjadi

stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan

penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi

gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu,

mekonium juga berakibat pada iritasi dan peradangan pada saluran udara,

menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. 3

7
efek
mediator
inflamasi
(sitokin,
dan edema disfungsi
eikosanoid)
alveolar surfaktan
dan
parenkimal
perubahan
daya elastis
kebocoran
paru
protein ke
(peningkatan
dalam jalan
resisten,
nafas
penurunan
kompli ens)
SAM
toksisitas
sumbatan langsung
jalan nafas oleh unsur
mekonium

efek hipoksemia vasokonstriksi


dalam intra uterin pulmoner
(perubahan oleh karena
bentuk vaskuler perubahan komponen
pulmonal, reaktivitas mekonium
perubahan pembuluh
parenkimal paru) darah paru

Bagan 1 : Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium

2.3 Faktor Resiko

Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah kehamilan post-

term, pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, diabetes mellitus pada ibu,

bayi kecil masa kehamilan (KMK), ibu yang perokok berat, penderita penyakit

paru kronik, atau penyakit kardiovaskular. 3

8
2.4 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium

Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf saluran

pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres hipoksia pada fetus.

Fetus yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya juga matur,

sehingga stimulasi vagal dari kepala atau penekanan pusat menyebabkan

peristalsis dan relaksasi sfingter ani, sehingga menyebabkan keluarnya mekonium.

Mekonium secara langsung mengubah cairan amniotik, menurunkan aktivitas

anti-bakterial dan setelah itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain

itu, mekonium dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan insiden

eritema toksikum. Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari keluarnya

mekonium dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar mekonium

sebelum, selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion mekonial ini

akan menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan

nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan, pneum onitis kimia dan

hipertensi pulmonal.3

a. Obstruksi jalan nafas

Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis. Obstruksi

parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli, biasanya

termasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi alveoli menyebabkan ekspansi

jalan nafas selama inhalasi dan kolaps jalan nafas di sekitar mekonium yang

terinspirasi di jalan nafas, menyebabkan peningkatan resistensi selama ekshalasi.

Udara yang terperangkap (hiperinflasi paru) dapat menyebabkan ruptur pleura

9
(pneumotoraks), mediastinum (pneumomediastinum), dan perikardium

(pneumoperikardium). 3

b. Disfungsi surfaktan

Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis surfaktan.

Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti asam palmitat,

asam oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih tinggi dari pada

surfaktan dan melepaskannya dari permukaan alveolar, menyebabkan atelektasis

yang luas. 3

c. Pneumonitis

Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat

mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin (termasuk

tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1ß, I-L6, IL-8, IL-13) dan

menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam setelah aspirasi.

Semua efek pulmonal ini dapat menimbulkan gross ventilation-perfusion (V/Q)

mismatch. 3

d. Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir

Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami hipertensi

pulmonal persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary hypertension of the

newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat dari stres intrauterin yang

kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN lebih lanjut berperan dalam

terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi mekonium.3

10
Bagan 2 : Patofisiologi sindrom aspirasi mikonium

2.5 Gambaran Klinis

Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium

yang kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil

yang dapat menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam pertama

setelah kelahiran dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan sianosis pada bayi

dengan kasus berat. Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat

menimbulkan pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau keduanya.

Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan, yang dapat hanya

ditandai oleh takikardia tanpa retraksi. Pada kondisi gawat nafas, dapat terjadi

distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam. Akan tetapi bila dalam

11
perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi, keadaan ini dapat

menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi.1

Takipnea dapat menetap selama beberapa hari atau bahkan beberapa

minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai dengan bercak-bercak

infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter anteroposterior bertambah,

dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada normal pada bayi dengan hipoksia berat

dan tidak adanya malformasi jantung mengesankan diagnosis sirkulasi jantung

persisten. PO2 arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi hipoksia,

biasanya ada asidosis metabolik. 1

2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi Laboratorium untuk Distres Pernafasan pada Bayi Baru Lahir

Tes Indikasi

Kultur darah Dapat menunjukan adanya bakteremia, tetapi hasil baru dapat

diperoleh setelah ± 48 jam

Gas darah Digunakan untuk menilai derajat hipoksemia (jika sampel

diambil dari darah arteri) atau kondisi asam basa (jika sampel

diambil dari kapiler)

Glukosa darah Hipoglikemia dapat menyebabkan atau memicu takipnea

Radiografi dada Digunakan untuk membedakan berbagai jenis distres

pernapasan

Hitung darah Leukositosis atau bandemia yang menunjukkan stress atau

12
lengkap dan infeksi

hitung jenis Neutropenia yang berhubungan dengan infeksi bakteri

Kadar hemoglobin yang rendah menunjukkan anemia

Kadar hemoglobin tinggi terjadi pada polisitemia

Kadar platelet yang rendah terjadi pada sepsis

Pungsi lumbal Jika terduga meningitis

Pulse oximetry Digunakan untuk mendeteksi hipoksia dan dibutuhkan untuk

oksigen tambahan

Tabel 1. Evaluasi Laboratorium untuk Distres Pernafasan

Elektrolit serum: 2

 Pemeriksaan kadar natrium, kalium, dan kalsium dilakukan setelah bayi

yang mengalami SAM berusia 24 jam karena sindrom gangguan sekresi

hormon antidiuretik dan gagal ginjal akut merupakan komplikasi yang

sering terjadi pada stres perinatal

Hitung darah lengkap : 2

 Kehilangan darah intrauterin maupun perinatal, juga infeksi, turut

menyebabkan stres perinatal

 Level hemoglobin dan hematokrit harus cukup untuk memastikan

kapasitas pengantaran oksigen yang adekuat

 Trombositopeni meningkatkan resiko perdarahan pada neonatus

 Neutropeni atau neutrofili dengan adanya left shift dapat mengindikasikan

infeksi bacterial perinatal

13
Polisitemia dapat terjadi akibat hipoksia fetal yang kronis dan/atau akut.

Polisitemia berkaitan dengan penurunan aliran darah pulmonal dan dapat memicu

hipoksia yang terkait SAM dan PPHN.

2.6.2 Pemeriksaan Radiologis 4

Radiografi dada diperlukan untuk hal-hal berikut:

 Memastikan cakupan kelainan intratorakal

 Mengidentifikasi area atelektasis dan sindroma blokade udara

 Memastikan posisi yang tepat untuk intubasi endotrakeal dan kateter

umbilikalis

Nantinya, pada kasus SAM, setelah kondisi bayi cukup stabil, pemeriksaan

radiologis otak seperti MRI, CT scan, atau USG cranial, diindikasikan jika

pemeriksaan neurologis bayi menunjukkan adanya kelainan. Ekokardiografi perlu

dilakukan pada kasus-kasus berat seperti distress pernafasan yang berkepanjangan

untuk mengevaluasi fungsi jantung pada persistent pulmonary hypertension of the

newborn (PPHN) dan masalah kongenital kardiovaskular.

Radiografi dada menunjukkan hiperinflasi dengan perselubungan yang

merata. Hasil temuan menunjukkan area atelectasis dengan area udara

terperangkap. Kebocoran udara sering terjadi menyebabkan terjadinya

pneumothoraks, pneumomediastinum, pneumopericardium, dan/atau pulmonary

interstitial emphysema. Efusi pleura juga bisa terjadi4.

14
Gambar 1 : Radiografi seri pada bayi baru lahir dengan aspirasi mekonium tanpa

komplikasi. Gambaran radiologis menunjukkan perselubungan perihilar pada paru, yang

lebih berat pada daerah kanan berbanding kiri4.

Gambar 2 : Gambaran radiologis menunjukkan aspirasi mekonium yang berat. Gambaran

radiologis diatas menunjukkan perselubungan yang kasar pada parenkim paru dengan

hiperekspansi yang berat. Terdapat pneumomediastinum di kanan paru (ditunjukkan

dengan panah), di batasi oleh lobus kanan dari thymus (T)4.

2.7 Diagnosis Sindroma Aspirasi Mekonium

Diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan berikut:

15
 Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan bradikardia (denyut

jantung yang lambat)

 Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan)

 Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.

 Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan.

 Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal

(ronki kasar).

 Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan: (1) Analisa gas darah

(menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan pO2 dan peningkatan

pCO2); (2) Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru).

2.8 Diagnosa Banding Sindroma Aspirasi Mekonium

a) Transient tachypnea of the newborn (TTN) – Gambaran radiografi sering

menunjukkan patchy opacities yang disebabkan oleh cairan pada paru yang dalam

proses resorpsi. Foto radiografi kontrol akan menunjukkan infiltrate yang

menghilang, berbeda dengan sindrom aspirasi mekonium atau pneumonia.

b) Pneumonia neonatus – Terdapat patchy opacities yang berupa konsolidasi dan

efusi pleura yang ditemukan pada 2/3 kasus. Volume paru normal namun

lapangan paru mungkin dapat terjadi hyperinflated.

c) Respiratory distress syndrome – Pada gambaran radiologis, ditemukan

gambaran radiopaque yang seragam, ground-glass dan penurunan volume paru

karena terjadi kolaps alveolus. Gambaran air bronchogram juga dapat dilihat

16
namun efusi pleura jarang terjadi. Sindrom ini biasanya terjadi pada bayi preterm

yang berbeda dengan sindroma aspirasi mekonium 3.

Diagnosa banding untuk kasus sindroma aspirasi mekonium antara lain :3

 Sindrom-sindrom aspirasi lain

 Hernia kongenital diafragmatik

 Hipertensi pulmonal, idiopatik

 Hipertensi pulmonal, persisten-neonatus

 Sepsis

 Transposisi arteri-arteri besar

A B

17
C

Gambar 3 : Radiografi dada pada TTN. A). Gambaran radiografi pada neonatus yang

berusia 6 jam. Aerasi yang berlebihan, bergaris-garis, bilateral, gambaran radiopaque

pada interstitial pulmonal, perihilar interstitial markings dan kardiomegali ringan. B).

Gambaran radiografi pada neonatus yang berusia 2 hari. Kardiomegali telah hilang dan

gambaran abnormalitas parenkim paru mulai menghilang namun perihilar markings

masih ada. C). Gambaran radiografi pada neonatus yang berusia 4 hari. Ukuran jantung

dan gambaran paru yang normal dapat terlihat.

A B

18
C

Gambaran 4 : Radiografi dada pada pneumonia neonatus. A). Terdapat gambaran

air bronchogram yang prominen di distal. B). Terdapat gambaran infiltrat padat dan kasar

yang menutupi jantung. Didapatkan juga gambaran air bronchogram yang prominen. C).

Terdapat penumpulan sinus phrenicostalis, garis radiodense tipis sepanjang hemithoraks

kanan lateral dan garis cairan pada fissura mayor kanan yang konsisten dengan efusi

pleura.

Untuk membedakan antara gambaran TTN, RDS, dan SAM, dapat dilihat

pada tabel dibawah:

Pembeda TTN RDS SAM

Etiologi Cairan paru Defisiensi surfaktan Iritasi dan

persisten Paru belum obstruksi paru

berkembang

sempurna

19
Waktu Kapan saja Preterm Aterm atau post-

persalinan term

Faktor resiko Section cessarea, jenis kelamin laki- Cairan amnion

makrosomia, jenis laki, diabetes pada mekonial,

kelamin laki-laki, ibu, kelahiran kelahiran post-term

asma pada ibu, preterm

diabetes pada ibu

Gambaran Takipneu, sering Takipneu, hypoxia, Takipneu, hipoxia

klinis kali tanpa hipoksia sianosis

maupun sianosis

Temuan infiltrat pada infiltrat homogenus, Patchy atelectasis,

radiologis parenkim, ”siluet air bronchogram, konsolidasi

toraks basah” di sekeliling penurunan volume

jantung, paru,

penumpukan cairan

intralobar

Terapi Suportif, oksigen Resusitasi, oksigen, Resusitasi,

jika terjadi hipoksia ventilasi, surfaktan oksigen, ventilasi,

surfaktan

Pencegahan Kortikosteroid Kortikosteroid Jangan menunda

prenatal sebelum prenatal jika ada suctioning setelah

operasi sesar jika resiko kelahiran kelahiran,

usia kehamilan 37- preterm (usia amnioinfusi tidak

20
39 minggu kehamilan 24-34 bermanfaat

minggu)

Keterangan :

TTN = takipneu transien pada neonatus (transient tachypnea of the newborn =

TTN); SDR = sindroma distres respirasi (RDS = respiratory distress syndrome);

SAM = sindroma aspirasi mekonium (MAS = meconium aspiration syndrome)

Tabel 1 : Perbedaan TTN, SDR, dan SAM3

2.8 Penatalaksanaan Sindroma Aspirasi Mekonium

A. Penatalaksanaan prenatal

Kunci penatalaksanaan aspirasi mekonium adalah penegahan selama masa

prenatal.

1. Identifikasi kehamilan beresiko tinggi. Pencegahan dimuai dengan mengenali

faktor predisposisi maternal yang dapat menyebabkan insufisiensi

uteropasental yang berujung pada hipoksia fetus selama proses kelahiran.

Pada kehamilan yang berlangsung sampai melewati waktu perkiraan

kelahiran, induksi yang dilakukan secepatnya pada minggu ke-41 dapat

membantu pencegahan aspirasi mekonium. 8

2. Pemantauan. Selama kelahiran, observasi dan pemantauan janin yang

seksama perlu dilakukan. Tanda kegawatan janin apapun (misal: adanya

cairan mekonial dan ruptur membran, takikardi fetus, atau pola deselerasi)

mengharuskan penilaian kesejahteraan janin dengan cermat, meliputi detak

jantung fetus dan pH kulit kepala fetus. Jika penilaian menunjukkan adanya

21
fetal kompromi, tindakan korektif diperlukan atau fetus harus dilahirkan tepat

pada waktunya. 8

3. Amnioifusion. Pada ibu-ibu dengan cairan amnion mekonial yang sangat

kental maupun cukup kental, amnioinfusi efektif dalam menurunkan angka

kejadian deselerasi kecepatan denyut jantung fetus yang bervariasi dengan

melepaskan kompresi pada korda umbilikalis selama persalinan. Akan tetapi,

efisiensinya dalam menurunkan resiko dan tingkat keparahan aspirasi

mekonium belum dapat dibuktikan. 8

B. Penatalaksanaan di kamar bersalin

Intervensi pediatrik yang sesuai untuk neonatus yang lahir dengan cairan

amnion mekonial tergantung pada bugar tidaknya bayi. Hal ini dapat dinilai

dengan adanya pernapasan spontan, denyut jantung > 100 x/menit, gerakan

spontan, atau ekstrimitas yang berada dalam posisi fleksi. Bagi bayi-bayi

bugar ini, hanya penanganan rutin yang diperbolehkan, tanpa melihat

konsistensi mekoniumnya. Sedangkan bagi bayi-bayi dengan distres, intubasi

secepat mungkin dan pipa endotrakealnya harus dihubungkan dengan alat

penghisap mekonium pada tekanan 100 mmHg. Ventilasi tekanan positif harus

dihindari jika memungkinkan, hingga pengisapan trakea dilakukan. 8

C. Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan aspirasi mekonium. Neonatus dengan

mekonium yang terdapat di bawah korda vokalis berpotensi mengalami

hipertensi pulmonal, sindrom kebocoran udara, da pneumonitis serta harus

diobservasi secara ketat untuk melihat adanya tanda-tanda distres pernapasan.

1. Penatalaksanaan respirasi

22
a. Pembersihan paru (pulmonary toilet). Jika pengisapan trakea belum mampu

membersihkan sekret secara maksimal, dapat disarankan untuk membiarkan

pipa endotrakeal tetap terpasang untuk pembersihan paru pada neonatus

dengan kasus simtomatik. Fisioterapi dada setiap 30-60 menit, semampunya,

dapat membantu membersihkan jalan napas. Fisioterapi dada

dikontraindikasikan pada neonatus dengan kondisi labil jika diduga ada

keterlibatan PPHN. 8

b. Pemeriksaan kadar gas darah arteri. Pengukuran kadar gas darah arteri

dibutuhkan untuk menilai kebutuhan ventilasi dan oksigen tambahan. 8

c. Pemantauan kadar oksigen. Pulse oxymeter dapat memberi informasi penting

mengenai status respirasi dan memantu mencegah hipoksemi.

Membandingkan saturasi oksigen pada tangan kanan dengan ekstrimitas

bawah membantu mengidentifikasi bayi dengan pirau dari kanan ke kiri

akibat hipertensi pulmonal. 7

d. Radiografi thoraks. Radiografi thoraks sebaiknya diambil setelah kelahiran

jika neonatus dalam kondisi distres. Radiografi thoraks juga dapat membantu

menentukan pasien mana yang berpotensi mengalami distres napas. Akan

tetapi, gambaran radiografi sering tidak sebanding dengan presentasi klinis. 8

e. Pemakaian antibiotik. Mekonium menghambat potensi bakteriostatik pada

cairan mekonium normal. Karena susahnya membedakan aspirasi mekonium

dari pneumoni secara radiologis, neonatus dengan gambaran infiltrate pada

radiografi toraks, sebaiknya mulai diberi antibiotik spektrum luas (ampisilin

dan gentamisin), setelah sampel untuk kultur telah diperoleh. 8

23
f. Oksigen tambahan. Salah satu tujuan utama pada kasus-kasus SAM adalah

mencegah episode hipoksia alveolar yang akan mengarah pada vasokonstriksi

pulmonal dan menjadi PPHN. Oleh karena itu, oksigen tambahan diberikan

sebanyak-banyaknya dengan tujuan mempertahankan tekanan parsial O2

sebesar 80-90 mmHg, bahkan lebih tinggi karena resiko retinopati seharusnya

kecil pada bayi-bayi aterm. Pencegahan hipoksia alveolar juga dicapai dengan

penyapihan bayi-bayi ini secara hati-hati dari terapi oksigen. Kebanyakan

pasien masih labil, sehingga penyapihan harus dilakukan secara perlahan,

terkadang dengan penurunan 1% setiap kali. Pencegahan hipoksia alveolar

juga meliputi kewaspadaan terhadap terjadinya kebocoran udara dan

meminimalisir intervensi pasien. 8

g. Ventilasi mekanik. Pasien pada kasus-kasus berat yang terancam gagal napas

yang disertai hiperkapnia dan hipoksemia persisten membutuhkan ventilasi

mekanik. Neonatus yang tidak membaik dengan ventilasi konvensional harus

diuji coba menggunakan ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = high frequency

ventilation).

i. Pengaturan kecepatan. Ventilasi harus disesuaikan dengan individu masing-

masing pasien. Pasien-pasien SAM umumnya membutuhkan tekanan

inspirasi dan kecepatan yang lebih tinggi dibanding pasien dengan HMD

(hyaline membrane disease). Lebih diutamakan menggunakan model ventilasi

yang memungkinkan pasien mengatur frekuensi napasnya (ventilasi yang

hanya mendampingi atau menyokong tekanan). Masa inspirasi yang relative

24
singkat memungkinkan ekspirasi yang adekuat pada pasien yang rentan

mengalami terperangkapnya udara dalam paru (air trapping). 8

ii. Komplikasi pulmonal. Kebocoran udara harus selalu diwaspadai. Untuk

setiap penurunan kondisi klinis yang tidak jelas penyebabnya, kemungkinan

pneumotoraks harus selalu dipikirkan. Dengan timbulnya atelektasis,

perangkap udara, dan penurunan kompliansi paru, pasien yang beresiko

mengalami kebocoran udara mungkin membutuhkan tekanan saluran napas

rata-rata yang tinggi. Ventilasi ditujukan untuk mencegah hipoksemia dan

menyediakan ventilasi yang adekuat pada tekanan saluran napas yang

serendah-rendahnya untuk menurunkan resiko kebocoran udara. 8

h. Ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = high frequency ventilation). Ventilasi

jet berfrekuensi tinggi dan ventilasi osilasi berfrekuensi tinggi.cukup efisien

bagi pasien yang gagal mencapai ventilasi adekuat dengan metode

konvensional. HFV juga telah digunakan untuk memaksimalkan keuntungan

inhalasi nitrit oksida. 8

i. Surfaktan. Neonatus dengan sindroma aspirasi mekonium yang berat dan

membutuhkan ventilasi mekanik, serta tampak secara radiologis adanya

kelainan parenkim paru, kemungkinan besar akan mendapat efek positif dari

terapi surfaktan yang dini. Karena adanya keterkaitan hipertensi pulmonal,

pemantauan ketat saat terapi surfaktan dibutuhkan untuk mencegah obstruksi

transien jalan napas yang dapat terjadi selama penyulingan surfaktan. 8

j. Nitrit oksida inhalasi. Hipertensi pulmonal dapat diterapi secara efektif

dengan inhalasi nitrit oksida. Terjadi vasodilatasi arteriol pulmonal yang

25
selektif akibat nitrit oksida yang bekerja langsung pada otot polos vascular,

yaitu dengan mengaktivasi guanilat siklase, sehingga meningkatkan siklik

guanosin monofosfat. Karena diberi per inhalasi, efek yang timbul hanya

bersifat lokal. Hal ini terjadi karena nitrir oksida akan diinaktivasi oleh

hemoglobin begitu mencapai pembuluh darah. Oleh karena itu, pengaruhnya

pada sistem-sistem lain dalam tubuh cukup minimal, akan tetapi, kadar

methemoglobin harus terus dipantau. 8

k. Oksigenasi membran ekstra korporeal (ECMO = extracorporeal membrane

oxygenation). Pasien yang gagal dengan terapi-terapi sebelumnya dapat

diusulkan untuk dilakukan oksigenasi membran ekstra korporeal. Index

oksigenasi ( 𝐹𝐼𝑂2 × 𝑃𝑎𝑤


̅̅̅̅ × 100 × 𝑃𝑎𝑂2 ) > 40, dengan 𝑃𝑎𝑤
̅̅̅̅ (tekanan rata-rata

jalan napas) ≥ 20 cmH2O, dapat memprediksi neonatus yang membutuhkan

ECMO. Dibandingkan dengan kelompok populasi lain yang membutuhkan

ECMO, bayi dengan SAM memiliki angka kelangsungan hidup yang tinggi,

yaitu sebesar 93-100%.8

2. Penatalaksanaan umum

Neonatus dengan aspirasi mekonium yang membutuhkan resusitasi sering

kali juga mengalami kelainan metabolik, seperti hipoksia, asidosis,

hipoglikemia, dan hipokalsemia. Pasien-pasien ini kemungkinan telah

mengalami asfiksia perinatal, sehingga diperlukan pemantauan adanya

kerusakan organ. 8

26
Pedoman penatalaksanaan bayi yang terpapar mekonium menurut The American

Academy of Pediatrics Neonatal Resuscitation Program (NRP) Steering

Committee adalah sebagai berikut:

 Jika bayi tidak bugar (didefinisikan sebagai kondisi tonus otot yang lemah

dan usaha napas yang kurang maupun tidak ada): suction trakea langsung

setelah kelahiran. Suction dilakukan selama tidak lebih dari 5 detik. Jika tidak

didapatkan cairan mekonial, jangan ulangi intubasi dan suction. Sebaliknya,

jika didapatkan cairan mekonial tanpa adanya bradikardi, lakukan reintubasi

dan suction. Jika bradikardi, lakukan ventilasi tekanan positif dan rencanakan

suction ulang setelah beberapa waktu.

 Jika bayi bugar (didefinisikan sebagai kondisi usaha napas yang cukup,

menangis, tonus otot cukup, dan warna kulit yang baik): bersihkan sekresi

dan mekonium dari mulut lalu hidung menggunakan bulb syringe atau selang

suction yang besar. Pada kondisi apapun, langkah-langkah resusitasi

berikutnya harus mencakup: pengeringan, reposisi, dan pemberian oksigen

sesuai kebutuhan.

 Pedoman ini terus diperbaharui sesuai evidence-base terbaru.

Diet bayi dengan SAM: 8

 Distres perinatal dan distres napas yang berat merupakan halangan untuk

pemberian makanan.

 Terapi cairan intravena dimulai dengan infuse dekstrosa yang adekuat untuk

mencegah hipoglikemi.

27
 Beri tambahan elektrolit, lipid, dan vitamin secara progresif untuk

memastikan asupan nutrisi yang adekuat serta untuk mencegah defisiensi

asam amino esensial dan asam lemak.

2.9 Komplikasi Sindroma Aspirasi Mekonium

1. Displasia bronkopulmoner

2. Pneumotoraks

3. Pneumonia

4. PPHN

Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar untuk

menderita mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama kehidupannya.

Tapi sejalan dengan perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru baru.

Dengan demikian, prognosis jangka panjang tetap baik. Bayi yang menderita

SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit paru kronik, bahkan

mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan dan juga ketulian. Pada

kasus yang jarang terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian.

Konsekuensi lebih lanjut sebagai dampak dari asfiksia antara lain : 7

1) Konsekuensi Kardiovaskular

a. Hipertensi pulmonal yang berkaitan dengan proses hipoksemia

b. Disfungsi miokard yang berkaitan dengan hipoksemia

2) Konsekuensi Pulmonal

a. Penurunan produksi surfaktan

b. Edema paru

28
c. Sindrom Aspirasi Mekonium

3) Konsekuensi Renal

a. Nekrosis tubular dan medular

b. Paralisis kandung kemih

4) Konsekuensi Sistem Saraf Pusat

a. Ensefalopati hipoksik-iskemik

b. Perdarahan intrakranial

2.10 Prognosis Sindroma Aspirasi Mekonium

Diperkirakan bahwa bayi yang teraspirasi mekonium memiliki mortalitas

yang lebih tinggi daripada mortalitas bayi yang tidak teraspirasi, dan aspirasi

mekonium biasanya menyebabkan proporsi kematian neonatus yang bermakna.

Sisa masalah pada paru jarang dijumpai , tetapi meliputi batuk bergejala, mengi,

dan hiperinflasi persisten selama 5-10 tahun. Prognosis akhir bergantung pada

luasnya jejas sistem saraf pusat akibat asfiksia, dan adanya masalah-masalah

terkait seperi adanya sirkulasi janin. 1

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Kosim, M.S. Infeksi Neonatal Akibat Air Ketuban Keruh. Semarang : Sari Pediatri. 2009
2. Arvin, B.K. Sindroma Aspirasi Mekonium Nelson Ilmu Kesehatan Anak Vol.
1 Edisi 15. ECG : Jakarta. 2000. h. 600-601.
3. Hendarwati, C. Asosiasi Tingkat Kekentalan, Adanya Sterkobilin dan
Bilirubin pada Air Ketuban Keruh dengan Terjadinya Sindroma Aspirasi
Mekonium. 2010. Availabel from :
https://core.ac.uk/download/pdf/11728296.pdf diakses 10 januari 2019.
4. Clark, M.B. Meconium Aspiration Syndrome. 2010. Available from :
http://portalneonatal.com.br/outras-especialidades/arquivos/Meconium
Aspiration Syndrome.pdf diakses 10 januari 2019.
5. Mathur, NC. Meconium Aspiration Syndrome. 2007. Available from :
http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION%20SY
NDROME.pdf diakses 11 januari 2019.
6. Yeh, TF. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome: Pathogenesis and
Current Management. American Association of Pediatrics. Available from :
http://neoreviews.aap publications.org. 2010 diakses 11 januari 2019.
7. Pudjiadi, A.H. Pedoman Pelayanan Medis IDAI Edisi II. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI. 2011
8. Bakhtiar,.Tatalaksana Bayi Baru Lahir Yang Mengalami Sindrom Aspirasi
Mekoneum. 2012 Available from : http://www.stikesayani.ac.id e-jurnal.
diakses 12 januari 2019

30

Anda mungkin juga menyukai