PENDAHULUAN
1
5. Apa saja gambaran klinis aspirasi sindrom meconium pada bayi?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang aspirasi sindrom meconium pada bayi?
7. Apa diagnosis aspirasi sindrom meconium pada bayi?
8. Apa diagnose banding sindrom aspirasi meconium pada bayi?
9. Bagaimana panatalaksanaan sindrom aspirasi meconium pada bayi?
10. Bagaimana asuhan keperawatan sindrom aspirasi meconium pada bayi?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
3
efek
mediator
inflamasi
(sitokin,
dan edema disfungsi
eikosanoid)
alveolar surfaktan
dan
parenkimal
perubahan
daya elastis
kebocoran
paru
protein ke
(peningkatan
dalam jalan
resisten,
nafas
penurunan
kompli ens)
SA
M toksisitas
sumbatan langsung
jalan nafas oleh unsur
mekonium
Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah kehamilan
post-term, pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, diabetes mellitus pada
ibu, bayi kecil masa kehamilan (KMK), ibu yang perokok berat, penderita
penyakit paru kronik, atau penyakit kardiovaskular.
4
2.4 Patofisiologi
5
dari pada surfaktan dan melepaskannya dari permukaan alveolar, menyebabkan
atelektasis yang luas.
3. Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat
mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin
(termasuk tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1ß, I-L6, IL-8, IL-13)
dan menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam setelah
aspirasi. Semua efek pulmonal ini dapat menimbulkan gross ventilation-
perfusion (V/Q) mismatch.
4. Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir
Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami hipertensi
pulmonal persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary hypertension of
the newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat dari stres intrauterin
yang kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN lebih lanjut berperan
dalam terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi mekonium.
6
2.5 Gambaran Klinis
7
2.7 Diagnosis
8
alveolus. Gambaran air bronchogram juga dapat dilihat namun efusi pleura
jarang terjadi. Sindrom ini biasanya terjadi pada bayi preterm yang berbeda
dengan sindroma aspirasi mekonium 3.
Diagnosa banding untuk kasus sindroma aspirasi mekonium antara lain :3
1. Sindrom-sindrom aspirasi lain
2. Hernia kongenital diafragmatik
3. Hipertensi pulmonal, idiopatik
4. Hipertensi pulmonal, persisten-neonatus
5. Sepsis
6. Transposisi arteri-arteri besar
9
toraks basah” di sekeliling penurunan volume konsolidasi
jantung, paru,
penumpukan cairan
intralobar
Terapi Suportif, oksigen Resusitasi, oksigen, Resusitasi, oksigen,
jika terjadi hipoksia ventilasi, surfaktan ventilasi, surfaktan
Pencegahan Kortikosteroid Kortikosteroid Jangan menunda
prenatal sebelum prenatal jika ada suctioning setelah
operasi sesar jika resiko kelahiran kelahiran,
usia kehamilan 37- preterm (usia amnioinfusi tidak
39 minggu kehamilan 24-34 bermanfaat
minggu)
Keterangan :
TTN = takipneu transien pada neonatus (transient tachypnea of the newborn = TTN);
SDR = sindroma distres respirasi (RDS = respiratory distress syndrome); SAM =
sindroma aspirasi mekonium (MAS = meconium aspiration syndrome)
Tabel 2.2 Perbedaan TTN, SDR, dan SAM
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan
dikirim ke unit perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care unit [NICU]).
Tata laksana yang dilakukan biasanya meliputi :
1. Umum
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan oksigen.
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik.
10
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada
dengan maksud untuk melepaskan lendir yang kental.
4. Pada SAM berat dapat juga dilakukan:
a. Pemberian terapi surfaktan.
b. Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen
tinggi ke dalam paru bayi.
c. Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang
terdapat di dalam ventilator. Penambahan ini berguna untuk
melebarkan pembuluh darah sehingga lebih banyak darah dan oksigen
yang sampai ke paru bayi.
Bila salah satu atau kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak
berhasil, patut dipertimbangkan untuk menggunakan extra corporeal
membrane oxygenation (ECMO). Pada terapi ini, jantung dan paru
buatan akan mengambil alih sementara aliran darah dalam tubuh bayi.
Sayangnya, alat ini memang cukup langka.
1. PENGKAJIAN
PENGKAJIAN FISIK
Riwayat antenatal ibu
Stress intra uterin
Status infant saat lahir
1. Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
2. Apgar skor dibawah 5
3. Terdapat mekonium pada cairan amnion
4. Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen
11
Pulmonarry
1. Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x
pernafasan per menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
2. Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah
mekonium dalam paru
3. Cyanosis
4. Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter
antero posterior (AP)
STUDY DIAGNOSTIK
Rontqen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan
diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragma dan
terdapatnya pneumothorax.
DATA LABORATORIUM
Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau
respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Risiko infeksi
12
Airway patency Auskultasi suara nafas
Aspiration Control sebelum dan sesudah
suctioning.
Informasikan pada klien
Kriteria Hasil :
dan keluarga tentang
Mendemonstrasikan suctioning
batuk efektif dan suara Minta klien nafas dalam
nafas yang bersih, tidak sebelum suction
ada sianosis dan dyspneu dilakukan.
(mampu mengeluarkan Berikan O2 dengan
sputum, mampu bernafas menggunakan nasal
dengan mudah, tidak ada untuk memfasilitasi
pursed lips) suksion nasotrakeal
Menunjukkan jalan nafas Gunakan alat yang steril
yang paten (klien tidak sitiap melakukan
merasa tercekik, irama tindakan
nafas, frekuensi Anjurkan pasien untuk
pernafasan dalam rentang istirahat dan napas dalam
normal, tidak ada suara setelah kateter
nafas abnormal) dikeluarkan dari
Mampu nasotrakeal
mengidentifikasikan dan Monitor status oksigen
mencegah factor yang pasien
dapat menghambat jalan Ajarkan keluarga
nafas bagaimana cara
melakukan suksion
Hentikan suksion dan
berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
13
saturasi O2, dll.
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
Lakukan suction pada
mayo
Berikan bronkodilator
bila perlu
Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl
Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
14
Monitor respirasi dan
status O2
15
rentang normal keseimbangan.
Monitor respirasi dan
status O2
Respiratory Monitoring
Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
Monitor suara nafas,
seperti dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan
16
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
17
Menunjukkan perilaku sebelum dan sesudah
hidup sehat tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik
bila perlu
Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
18
Batasi pengunjung
Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
19
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
20
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Contoh kasus
Seorang bayi perempuan usia gestasi 39-40 minggu berat lahir 3020
gram, lahir secara bedah Kaisar atas indikasi fetal distress dan ketuban pecah
dini. Bayi lahir menangis lemah, merintih, kurang aktif, dengan apgar skor
6/8. Warna ketuban saat lahir hijau kental. Setelah dilakukan resusitasi awal,
saturasi oksigen pada menit ke-10 tidak dapat lebih dari 72%.
21
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
4.1 Pembahasan
Pasien kemudian diputuskan dilakukan intubasi dan pembilasan bronkus
dengan larutan salin. Klinis perbaikan setelah tindakan dan diputuskan untuk
dilakukan ekstubasi dan ditransfer ke Neonatal Intensive Care Unit (NICU)
dengan Single nasal prong dengan Positive end expiratory pressure (PEEP) 7
dan fraksi inspirasi oksigen (FiO2) 21%.
Pada usia 2 jam, bayi terdapat retraksi berat, takipnea, dan desaturasi sampai
80%. Hasil pemeriksaan analisis gas darah kapiler menunjukkan asidosis
respiratorik dengan pH 7,25, pCO2 51 mmHg, HCO3 22 Meq/L, dan base excess
-5. Bantuan napas saat itu menggunakan Non-invasive ventilation (NIV).
Bayi kemudian diputuskan untuk diintubasi dan bantuan napas diambil alih
ventilator konvensional dengan setting PC/AC 30/5 rate 60x/menit dan FiO2
40%. Bayi masih terdapat desaturasi sampai 40% dengan bantuan ventilator,
kemudian diputuskan untuk dilakukan pemasangan High Frequency Osscilatory
ventilation (HFO) dimulai dari setting PAW 13, amplitude 30, frekuensi 8, dan
FiO2 100%. Klinis bayi mulai stabil (tidak ada retraksi dinding dada, tidak
sianosis, dan saturasi oksigen 95-98%) pada PAW 17, amplitude 30 frekuensi 8
FiO2 30%.
Bayi kemudian dilakukan bilas surfaktan. Satu flaccon surfaktan dilarutkan
dengan NaCl 0,9% sampai dengan 30 ml. Cairan kemudian dimasukkan melalui
ETT dengan cepat, dilakukan bagging selama 1-2 menit, kemudian dilakukan
penghisapan. Cairan yang keluar setelah penghisapan merupakan cairan kental
berwarna putih kehijauan. Bilas dilakukan selama 2 kali. Setelah dilakukan bilas
surfaktan, setting HFO dapat diturunkan. Amplitudo dapat diturunkan menjadi
23 dan FiO2 sampai 21%. Pada pemeriksaan darah perifer lengkap didapatkan:
Hb 16,7 mg/dL, ht 49,1%, leukosit 27.170/mm3, Trombosit 218.000/ mm3.
Pemeriksaan marker infeksi menunjukkan tidak ada peningkatan ditandai dengan
nilai CRP 5 mg/dL dan ratio neutrofil matur:imatur sebesar 0,19. Pada
22
pemeriksaan ekokardiografi didapatkan Persistent pulmonary hypertension
(PPHN) dan Persistent ductus arteriosus (PDA). Bayi kemudian diberikan
inhalasi illoprost 2,5 mcg setiap 6 jam, antibiotik lini pertama, dan surfactant
replacement. Bayi dapat disapih dari ventilator pada usia 72 jam dan dapat
rawat jalan pada usia 5 hari. Bayi usia gestasi 39-40 minggu dan berat lahir
3020 gram dengan sindroma aspirasi mekonium, dilakukan bilas surfaktan
melalui endotracheal tube (ETT). Setelah dilakukan tindakan bilas surfaktan,
klinis respirasi perbaikan dan bayi dapat cepat disapih dari ventilator.
23
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
24
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan
Anak. Vol. 1 Edisi 15. ECG : Jakarta. Halaman 600-601.
Mathur, NC. 2007. Meconium Aspiration Syndrome.
http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION
%20SYNDROME.pdf.
Clark, M.B. 2010. Meconium Aspiration Syndrome. www.medscape.com/ http://
portal neonatal.com.br/outras-especialidades /arquivos/ Meconium
Aspiration Syndrome.pdf
Leu M., 2011, Meconium Aspiration Imaging, http://emedicine.medscape.com/
article/410756-overview#a22
Hermansen, C.L., dan Kevin N. Lorah. 2007. Respiratory Distress in the Newborn.
Am Fam Physician. 2007 Oct 1;76(7):987-994.
http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p987.html
Yeh TF, Harris V, Srinivasan G, Lilien L, Pyati S. Roentgenographic findings in
infants with meconium aspiration syndrome. JAMA. 2000. ;242:60–63
Yeh, TF. 2010. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome: Pathogenesis
and Current Management. American Association of Pediatrics.
http://neoreviews.aap publications.org.
Gomella. 2009. Neonatology : Management Procedures Call Problems Sixth
Edition. Lange Clinical Science : New York.
Rudolph, CD, et al. 2002. Rudolph's Pediatrics, 21th Edition. McGraw-Hill
Professional : New York.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
25
NANDA Internasional NURSING DIAGNOSES Definition & Classification
2012-2014. . United States of America, Blackwell Publishing. 2012.
26