Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

Meconium Aspiration Syndrome (MAS)

Pembimbing:

dr. Andhika T. Hutapea Sp. A(K)

Disusun oleh:

Charlos Rohy 11.2022.209

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

JAKARTA
I. Definisi

Meconium aspiration syndrome (MAS) merupakan sekumpulan gejala yang


diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan bayi.
Meconium aspiration syndrome (MAS) adalah salah satu penyebab yang paling sering
menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi baru lahir aterm maupun post-term.
Kandungan mekonium antara lain adalah sekresi gastrointestinal, hepar, dan pancreas
janin, debris seluler, cairan amnion, serta lanugo. Cairan amnion mekonial terdapat
sekitar 10-15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan (aterm), tetapi MAS terjadi
pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan sepertiga diantara membutuhkan bantuan ventilator.
Adanya mekonium pada cairan amnion jarang dijumpai pada kelahiran preterm. Resiko
MAS dan kegagalan pernapasan yang terkait, meningkat ketika mekoniumnya kental dan
apabila diikuti dengan asfiksia perinatal. Beberapa bayi yang dilahirkan dengan cairan
amnion yang mekonial memperlihatkan distres pernapasan walaupun tidak ada
mekonium yang terlihat dibawah korda vokalis setelah kelahiran. Pada beberapa bayi,
aspirasi mungkin terjadi intrauterine, sebelum dilahirkan.1,8

II. Etiologi

Etiologi terjadinya meconium aspiration syndrome adalah cairan amnion yang


mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar (intrauterin) bila
terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan
penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan
pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu, mekonium juga
berakibat pada iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia
kimiawi. 3
efek
inflamasi mediator
dan edema (sitokin,
disfungsi
alveolar eikosanoid)
surfaktan
dan
parenkimal
perubahan
daya elastis
kebocoran
paru
protein ke
(peningkatan
dalam
resisten,
jalan nafas
penurunan
kompli ens)
MA
S toksisitas
sumbatan langsung
jalan nafas oleh unsur
mekonium

efek hipoksemia vasokonstriksi


dalam intra uterin pulmoner
(perubahan oleh karena
bentuk vaskuler perubahan komponen
pulmonal, reaktivitas mekonium
perubahan pembuluh
parenkimal paru) darah paru

Bagan 1. Etiologi Meconium aspiration syndrome (Clark, 2010)

III. FAKTOR RISIKO

Faktor resiko yang terkait kejadian MAS antara lain adalah kehamilan post-term,
pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, diabetes mellitus pada ibu, bayi kecil
masa kehamilan (KMK), ibu yang perokok berat, penderita penyakit paru kronik, atau
penyakit kardiovaskular. 3

IV. PATOFISIOLOGI MECONIUM ASPIRATION SYNDROME

Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf saluran


pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres hipoksia pada fetus. Fetus
yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya juga matur, sehingga stimulasi
vagal dari kepala atau penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingter
ani, sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium secara langsung mengubah
cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-bakterial dan setelah itu meningkatkan resiko
infeksi bakteri perinatal. Selain itu, mekonium dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian
meningkatkan insiden eritema toksikum. Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat
dari keluarnya mekonium dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar
mekonium sebelum, selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion mekonial
ini akan menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan
nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia dan hipertensi
pulmonal.3

i. Obstruksi jalan nafas


Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis. Obstruksi
parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli, biasanya termasuk
efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi alveoli menyebabkan ekspansi jalan nafas
selama inhalasi dan kolaps jalan nafas di sekitar mekonium yang terinspirasi di jalan
nafas, menyebabkan peningkatan resistensi selama ekshalasi. Udara yang terperangkap
(hiperinflasi paru) dapat menyebabkan ruptur pleura (pneumotoraks), mediastinum
(pneumomediastinum), dan perikardium (pneumoperikardium). 3

ii. Disfungsi surfaktan


Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis surfaktan.
Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti asam palmitat, asam
oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih tinggi dari pada surfaktan dan
melepaskannya dari permukaan alveolar, menyebabkan atelektasis yang luas. 3

iii. Pneumonitis kimia


Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat
mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin (termasuk tumor
necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1ß, I-L6, IL-8, IL-13) dan menyebabkan
pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam setelah aspirasi. Semua efek
pulmonal ini dapat menimbulkan gross ventilation-perfusion (V/Q) mismatch. 3

iv. Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir


Beberapa bayi dengan meconium aspiration syndrome mengalami hipertensi
pulmonal persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary hypertension of the
newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat dari stres intrauterin yang kronik
dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN lebih lanjut berperan dalam terjadinya
hipoksemia akibat sindrom aspirasi mekonium.3

Bagan 2. Patofisiologi Meconium aspiration syndrome (Clark, 2010)

V. GAMBARAN KLINIS

Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium yang
kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil yang dapat
menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam pertama setelah kelahiran
dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan sianosis pada bayi dengan kasus berat.
Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat menimbulkan pneumothoraks atau
pneumomediastinum, atau keduanya. Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan
pernapasan, yang dapat hanya ditandai oleh takikardia tanpa retraksi. Pada kondisi gawat
nafas, dapat terjadi distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam. Akan tetapi
bila dalam perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi, keadaan ini dapat
menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi. Takipnea dapat menetap selama
beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai
dengan bercak-bercak infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter
anteroposterior bertambah, dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada normal pada bayi
dengan hipoksia berat dan tidak adanya malformasi jantung mengesankan diagnosis
sirkulasi jantung persisten. PO2 arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi
hipoksia, biasanya ada asidosis metabolik. 1

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi Laboratorium untuk Distres Pernafasan pada Bayi Baru Lahir
Tes Indikasi
Kultur darah Dapat menunjukan adanya bakteremia, tetapi hasil baru dapat
diperoleh setelah ± 48 jam
Gas darah Digunakan untuk menilai derajat hipoksemia (jika MASpel
diambil dari darah arteri) atau kondisi aMAS basa (jika
MASpel diambil dari kapiler)
Glukosa darah Hipoglikemia dapat menyebabkan atau memicu takipnea
Radiografi Digunakan untuk membedakan berbagai jenis distres
dada pernapasan
Hitung darah Leukositosis atau bandemia yang menunjukkan stress atau
lengkap infeksi
dan hitung Neutropenia yang berhubungan dengan infeksi bakteri
jenis Kadar hemoglobin yang rendah menunjukkan anemia
Kadar hemoglobin tinggi terjadi pada polisitemia
Kadar platelet yang rendah terjadi pada sepsis
Pungsi lumbal Jika terduga meningitis
Pulse Digunakan untuk mendeteksi hipoksia dan dibutuhkan untuk
oximetry oksigen tambahan
Tabel 1. Evaluasi Laboratorium untuk Distres Pernafasan (Clark, 2010)
Kondisi aMAS-basa:2
 V-Q mismatch dan stres perinatal sering terjadi dan sangat dibutuhkan pemeriksaan
kondisi aMAS-basa
 Asidosis metabolik akibat stres perinatal dapat diperburuk oleh asidosis respiratorik
oleh kelainan parenkim dan PPHN.
 Penilaian gas darah arteri untuk menentukan pH, tekanan parsial karbon dioksida
(pCO2), tekanan parsial oksigen (pO2), dan dan pengukuran tingkat oksigenasi secara
terus menerus menggunakan pulse oxymetri penting dilakukan untuk penanganan
yang tepat
Elektrolit serum: 2
 Pemeriksaan kadar natrium, kalium, dan kalsium dilakukan setelah bayi yang
mengalami MAS berusia 24 jam karena sindrom gangguan sekresi hormon
antidiuretik dan gagal ginjal akut merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stres
perinatal
Hitung darah lengkap : 2
 Kehilangan darah intrauterin maupun perinatal, juga infeksi, turut menyebabkan stres
perinatal
 Level hemoglobin dan hematokrit harus cukup untuk memastikan kapasitas
pengantaran oksigen yang adekuat
 Trombositopeni meningkatkan resiko perdarahan pada neonatus
 Neutropeni atau neutrofili dengan adanya left shift dapat mengindikasikan infeksi
bacterial perinatal
 Polisitemia dapat terjadi akibat hipoksia fetal yang kronis dan/atau akut. Polisitemia
berkaitan dengan penurunan aliran darah pulmonal dan dapat memicu hipoksia yang
terkait MAS dan PPHN

Pemeriksaan Radiologis 4
Radiografi dada diperlukan untuk hal-hal berikut:
 Memastikan cakupan kelainan intratorakal
 Mengidentifikasi area atelektasis dan sindroma blokade udara
 Memastikan posisi yang tepat untuk intubasi endotrakeal dan kateter umbilikalis

Nantinya, pada kasus MAS, setelah kondisi bayi cukup stabil, pemeriksaan radiologis
otak seperti MRI, CT scan, atau USG cranial, diindikasikan jika pemeriksaan neurologis bayi
menunjukkan adanya kelainan. Ekokardiografi perlu dilakukan pada kasus-kasus berat seperti
distress pernafasan yang berkepanjangan untuk mengevaluasi fungsi jantung pada persistent
pulmonary hypertension of the newborn (PPHN) dan masalah kongenital kardiovaskular.
Radiografi dada menunjukkan hiperinflasi dengan perselubungan yang merata. Hasil temuan
menunjukkan area atelectasis dengan area udara terperangkap. Kebocoran udara sering terjadi
menyebabkan terjadinya pneumothoraks, pneumomediastinum, pneumopericardium, dan/atau
pulmonary interstitial emphysema. Efusi pleura juga bisa terjadi4.

Gambar 1. Radiografi seri pada bayi baru lahir dengan aspirasi mekonium tanpa komplikasi. Gambaran
radiologis menunjukkan perselubungan perihilar pada paru, yang lebih berat pada daerah kanan
berbanding kiri4.

Gambar 1.2 Gambaran radiologis menunjukkan aspirasi mekonium yang berat. Gambaran radiologis diatas
menunjukkan perselubungan yang kasar pada parenkim paru dengan hiperekspansi yang berat. Terdapat
pneumomediastinum di kanan paru (ditunjukkan dengan panah), di batasi oleh lobus kanan dari thymus
(T)4.
Gambaran 1.3 Gambaran radiologis follow-up pada pasien diatas. Hasil didapatkan setelah memasukkan
bilateral thoracostomy tubes pada pneumotoraks dan menunjukkan pneumoperikardium (panah) and
gambaran yang sangat luscent dari paru. Hasil menunjukkan pada pasien ini terjadi pulmonary interstitial
emphysema4.

Gambar 1.4 Gambaran radiologis pasien yang diterapi dengan extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO). Gambaran radiopaque pada paru karena pulmonary bypass. Kanula (panah) masuk dari leher
kanan MASpai atrium kanan menunjukkan vena-vena ECMO. Endotracheal tube, nasogastric tube, dan

arteri umbilikalis kateter pada tempatnya4.


Radiografi Dada Bayi dengan MAS

Gambar 1.5 Radiografi dada MAS. A). Infiltrat linear sedang, menandakan aspirasi mekonium encer dalam
jumlah kecil. B). Infiltrat linear bilateral dan tidak merata, menandakan aspirasi mekonium encer dalam
jumlah sedang. C). Infiltrasi menyeluruh pada lapang paru yang tersebar tidak merata, menandakan
aspirasi mekonium encer dalam jumlah yang lebih besar. D). Atelektasis sebagian lobus kiri atas dengan
hiperaerasi paru kanan, menandakan aspirasi mekonium partikel besar dan kental. Bayi sering mengalami
kegagalan perkembangan pernapasan dan membutuhkan terapi pernapasan yang luas. 5

Pemeriksaan Lain
Ekokardiografi dapat dilakukan untuk memastikan struktur jantung yang normal serta
memeriksa fungsi jantung, juga tingkat keparahan hipertensi pulmonal dan shunting dari
kanan ke kiri.

VII. DIAGNOSIS SINDROME ASPIRASI MEKONIUM

Diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan berikut:


1. Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan bradikardia (denyut
jantung yang lambat)
2. Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan)
3. Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.
4. Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan.
5. Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal (ronki
kasar).
6. Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan: (1) Analisa gas darah
(menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan pO 2 dan peningkatan pCO2); (2)
Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru).

VIII. DIAGNOSA BANDING MECONIUM ASPIRATION SYNDROME

a) Transient tachypnea of the newborn (TTN)


Gambaran radiografi sering menunjukkan patchy opacities yang disebabkan
oleh cairan pada paru yang dalam proses resorpsi. Foto radiografi kontrol akan
menunjukkan infiltrate yang menghilang, berbeda dengan sindrom aspirasi
mekonium atau pneumonia.
b) Pneumonia neonatus
Terdapat patchy opacities yang berupa konsolidasi dan efusi pleura yang
ditemukan pada 2/3 kasus. Volume paru normal namun lapangan paru mungkin dapat
terjadi hyperinflated.
c) Respiratory distress syndrome
Pada gambaran radiologis, ditemukan gambaran radiopaque yang seragam,
ground-glass dan penurunan volume paru karena terjadi kolaps alveolus. Gambaran
air bronchogram juga dapat dilihat namun efusi pleura jarang terjadi. Sindrom ini
biasanya terjadi pada bayi preterm yang berbeda dengan meconium aspiration
syndrome 3.
Diagnosa banding lain untuk kasus meconium aspiration syndrome antara lain :3
1. Sindrom-sindrom aspirasi lain
2. Hernia kongenital diafragmatik
3. Hipertensi pulmonal, idiopatik
4. Hipertensi pulmonal, persisten-neonatus
5. Sepsis
6. Transposisi arteri-arteri besar

Untuk membedakan antara gambaran TTN, RDS, dan MAS, dapat dilihat pada
tabel dibawah:
Pembeda TTN RDS MAS
Etiologi Cairan paru persisten Defisiensi surfaktan Iritasi dan obstruksi
Paru belum paru
berkembang
sempurna
Waktu Kapan saja Preterm Aterm atau post-
persalinan term
Faktor resiko Section cessarea, jenis kelamin laki- Cairan amnion
makrosomia, jenis laki, diabetes pada mekonial, kelahiran
kelamin laki-laki, ibu, kelahiran post-term
asma pada ibu, preterm
diabetes pada ibu
Gambaran Takipneu, sering kali Takipneu, hypoxia, Takipneu, hipoxia
klinis tanpa hipoksia sianosis
maupun sianosis
Temuan infiltrat pada infiltrat homogenus, Patchy atelectasis,
radiologis parenkim, ”siluet air bronchogram, konsolidasi
toraks basah” di sekeliling penurunan volume
jantung, paru,
penumpukan cairan
intralobar
Terapi Suportif, oksigen Resusitasi, oksigen, Resusitasi, oksigen,
jika terjadi hipoksia ventilasi, surfaktan ventilasi, surfaktan
Pencegahan Kortikosteroid Kortikosteroid Jangan menunda
prenatal sebelum prenatal jika ada suctioning setelah
operasi sesar jika resiko kelahiran kelahiran,
usia kehamilan 37- preterm (usia amnioinfusi tidak
39 minggu kehamilan 24-34 bermanfaat
minggu)
Keterangan :
TTN = takipneu transien pada neonatus (transient tachypnea of the newborn = TTN);
SDR = sindroma distres respirasi (RDS = respiratory distress syndrome); MAS =
meconium aspiration syndrome (MAS = meconium aspiration syndrome)
Tabel 2. Perbedaan TTN, SDR, dan MAS3

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Meconium aspiration syndrome


A. Penatalaksanaan prenatal
Kunci penatalaksanaan aspirasi mekonium adalah pencegahan selama masa prenatal.
1. Identifikasi kehamilan beresiko tinggi. Pencegahan dimuai dengan mengenali faktor
predisposisi maternal yang dapat menyebabkan insufisiensi uteropasental yang
berujung pada hipoksia fetus selama proses kelahiran. Pada kehamilan yang
berlangsung sampai melewati waktu perkiraan kelahiran, induksi yang dilakukan
secepatnya pada minggu ke-41 dapat membantu pencegahan aspirasi mekonium. 8
2. Pemantauan. Selama kelahiran, observasi dan pemantauan janin yang seksama perlu
dilakukan. Tanda kegawatan janin apapun (misal: adanya cairan mekonial dan
ruptur membran, takikardi fetus, atau pola deselerasi) mengharuskan penilaian
kesejahteraan janin dengan cermat, meliputi detak jantung fetus dan pH kulit kepala
fetus. Jika penilaian menunjukkan adanya fetal kompromi, tindakan korektif
diperlukan atau fetus harus dilahirkan tepat pada waktunya. 8
3. Amnioifusion. Pada ibu-ibu dengan cairan amnion mekonial yang sangat kental
maupun cukup kental, amnioinfusi efektif dalam menurunkan angka kejadian
deselerasi kecepatan denyut jantung fetus yang bervariasi dengan melepaskan
kompresi pada korda umbilikalis selama persalinan. Akan tetapi, efisiensinya dalam
menurunkan resiko dan tingkat keparahan aspirasi mekonium belum dapat
dibuktikan. 8
B. Penatalaksanaan di kamar bersalin
Intervensi pediatrik yang sesuai untuk neonatus yang lahir dengan cairan amnion
mekonial tergantung pada bugar tidaknya bayi. Hal ini dapat dinilai dengan adanya
pernapasan spontan, denyut jantung > 100 x/menit, gerakan spontan, atau ekstrimitas
yang berada dalam posisi fleksi. Bagi bayi-bayi bugar ini, hanya penanganan rutin yang
diperbolehkan, tanpa melihat konsistensi mekoniumnya. Sedangkan bagi bayi-bayi
dengan distres, intubasi secepat mungkin dan pipa endotrakealnya harus dihubungkan
dengan alat penghisap mekonium pada tekanan 100 mmHg. Ventilasi tekanan positif
harus dihindari jika memungkinkan, hingga pengisapan trakea dilakukan. 8
C. Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan aspirasi mekonium. Neonatus dengan mekonium
yang terdapat di bawah korda vokalis berpotensi mengalami hipertensi pulmonal, sindrom
kebocoran udara, da pneumonitis serta harus diobservasi secara ketat untuk melihat
adanya tanda-tanda distres pernapasan.
1. Penatalaksanaan respirasi
a. Pembersihan paru (pulmonary toilet). Jika pengisapan trakea belum mampu
membersihkan sekret secara maksimal, dapat disarankan untuk membiarkan
pipa endotrakeal tetap terpasang untuk pembersihan paru pada neonatus dengan
kasus simtomatik. Fisioterapi dada setiap 30-60 menit, semampunya, dapat
membantu membersihkan jalan napas. Fisioterapi dada dikontraindikasikan pada
neonatus dengan kondisi labil jika diduga ada keterlibatan PPHN. 8
b. Pemeriksaan kadar gas darah arteri. Pengukuran kadar gas darah arteri
dibutuhkan untuk menilai kebutuhan ventilasi dan oksigen tambahan. 8
c. Pemantauan kadar oksigen. Pulse oxymeter dapat memberi informasi penting
mengenai status respirasi dan memantu mencegah hipoksemi. Membandingkan
saturasi oksigen pada tangan kanan dengan ekstrimitas bawah membantu
mengidentifikasi bayi dengan pirau dari kanan ke kiri akibat hipertensi
pulmonal.7
d. Radiografi thoraks. Radiografi thoraks sebaiknya diambil setelah kelahiran jika
neonatus dalam kondisi distres. Radiografi thoraks juga dapat membantu
menentukan pasien mana yang berpotensi mengalami distres napas. Akan tetapi,
gambaran radiografi sering tidak sebanding dengan presentasi klinis. 8
e. Pemakaian antibiotik. Mekonium menghambat potensi bakteriostatik pada
cairan mekonium normal. Karena susahnya membedakan aspirasi mekonium
dari pneumoni secara radiologis, neonatus dengan gambaran infiltrate pada
radiografi toraks, sebaiknya mulai diberi antibiotik spektrum luas (ampisilin dan
gentamisin), setelah sampel untuk kultur telah diperoleh. 8
f. Oksigen tambahan. Salah satu tujuan utama pada kasus-kasus MAS adalah
mencegah episode hipoksia alveolar yang akan mengarah pada vasokonstriksi
pulmonal dan menjadi PPHN. Oleh karena itu, oksigen tambahan diberikan
sebanyak-banyaknya dengan tujuan mempertahankan tekanan parsial O 2 sebesar
80-90 mmHg, bahkan lebih tinggi karena resiko retinopati seharusnya kecil pada
bayi-bayi aterm. Pencegahan hipoksia alveolar juga dicapai dengan penyapihan
bayi-bayi ini secara hati-hati dari terapi oksigen. Kebanyakan pasien masih labil,
sehingga penyapihan harus dilakukan secara perlahan, terkadang dengan
penurunan 1% setiap kali. Pencegahan hipoksia alveolar juga meliputi
kewaspadaan terhadap terjadinya kebocoran udara dan meminimalisir intervensi
pasien. 8
g. Ventilasi mekanik. Pasien pada kasus-kasus berat yang terancam gagal napas
yang disertai hiperkapnia dan hipoksemia persisten membutuhkan ventilasi
mekanik. Neonatus yang tidak membaik dengan ventilasi konvensional harus
diuji coba menggunakan ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = high frequency
ventilation).
i. Pengaturan kecepatan. Ventilasi harus disesuaikan dengan individu masing-
masing pasien. Pasien-pasien MAS umumnya membutuhkan tekanan
inspirasi dan kecepatan yang lebih tinggi dibanding pasien dengan HMD
(hyaline membrane disease). Lebih diutamakan menggunakan model
ventilasi yang memungkinkan pasien mengatur frekuensi napasnya (ventilasi
yang hanya mendampingi atau menyokong tekanan). Masa inspirasi yang
relative singkat memungkinkan ekspirasi yang adekuat pada pasien yang
rentan mengalami terperangkapnya udara dalam paru (air trapping). 8
ii. Komplikasi pulmonal. Kebocoran udara harus selalu diwaspadai. Untuk
setiap penurunan kondisi klinis yang tidak jelas penyebabnya, kemungkinan
pneumotoraks harus selalu dipikirkan. Dengan timbulnya atelektasis,
perangkap udara, dan penurunan kompliansi paru, pasien yang beresiko
mengalami kebocoran udara mungkin membutuhkan tekanan saluran napas
rata-rata yang tinggi. Ventilasi ditujukan untuk mencegah hipoksemia dan
menyediakan ventilasi yang adekuat pada tekanan saluran napas yang
serendah-rendahnya untuk menurunkan resiko kebocoran udara. 8
h. Ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = high frequency ventilation). Ventilasi jet
berfrekuensi tinggi dan ventilasi osilasi berfrekuensi tinggi.cukup efisien bagi
pasien yang gagal mencapai ventilasi adekuat dengan metode konvensional.
HFV juga telah digunakan untuk memaksimalkan keuntungan inhalasi nitrit
oksida. 8
i. Surfaktan. Neonatus dengan meconium aspiration syndrome yang berat dan
membutuhkan ventilasi mekanik, serta tampak secara radiologis adanya kelainan
parenkim paru, kemungkinan besar akan mendapat efek positif dari terapi
surfaktan yang dini. Karena adanya keterkaitan hipertensi pulmonal,
pemantauan ketat saat terapi surfaktan dibutuhkan untuk mencegah obstruksi
transien jalan napas yang dapat terjadi selama penyulingan surfaktan. 8
j. Nitrit oksida inhalasi. Hipertensi pulmonal dapat diterapi secara efektif dengan
inhalasi nitrit oksida. Terjadi vasodilatasi arteriol pulmonal yang selektif akibat
nitrit oksida yang bekerja langsung pada otot polos vascular, yaitu dengan
mengaktivasi guanilat siklase, sehingga meningkatkan siklik guanosin
monofosfat. Karena diberi per inhalasi, efek yang timbul hanya bersifat lokal.
Hal ini terjadi karena nitrir oksida akan diinaktivasi oleh hemoglobin begitu
mencapai pembuluh darah. Oleh karena itu, pengaruhnya pada sistem-sistem
lain dalam tubuh cukup minimal, akan tetapi, kadar methemoglobin harus terus
dipantau. 8
k. Oksigenasi membran ekstra korporeal (ECMO = extracorporeal membrane
oxygenation). Pasien yang gagal dengan terapi-terapi sebelumnya dapat
diusulkan untuk dilakukan oksigenasi membran ekstra korporeal. Index
oksigenasi ( F I O × P aw ×100 × PaO2) > 40, dengan P aw (tekanan rata-rata
2

jalan napas) ≥ 20 cmH2O, dapat memprediksi neonatus yang membutuhkan


ECMO. Dibandingkan dengan kelompok populasi lain yang membutuhkan
ECMO, bayi dengan MAS memiliki angka kelangsungan hidup yang tinggi,
yaitu sebesar 93-100%.8
2. Penatalaksanaan umum
Neonatus dengan aspirasi mekonium yang membutuhkan resusitasi sering kali juga
mengalami kelainan metabolik, seperti hipoksia, asidosis, hipoglikemia, dan
hipokalsemia. Pasien-pasien ini kemungkinan telah mengalami asfiksia perinatal,
sehingga diperlukan pemantauan adanya kerusakan organ. 8
Pedoman penatalaksanaan bayi yang terpapar mekonium menurut The American Academy of
Pediatrics Neonatal Resuscitation Program (NRP) Steering Committee adalah sebagai
berikut:
 Jika bayi tidak bugar (didefinisikan sebagai kondisi tonus otot yang lemah dan usaha
napas yang kurang maupun tidak ada): suction trakea langsung setelah kelahiran.
Suction dilakukan selama tidak lebih dari 5 detik. Jika tidak didapatkan cairan
mekonial, jangan ulangi intubasi dan suction. Sebaliknya, jika didapatkan cairan
mekonial tanpa adanya bradikardi, lakukan reintubasi dan suction. Jika bradikardi,
lakukan ventilasi tekanan positif dan rencanakan suction ulang setelah beberapa
waktu.
 Jika bayi bugar (didefinisikan sebagai kondisi usaha napas yang cukup, menangis,
tonus otot cukup, dan warna kulit yang baik): bersihkan sekresi dan mekonium dari
mulut lalu hidung menggunakan bulb syringe atau selang suction yang besar. Pada
kondisi apapun, langkah-langkah resusitasi berikutnya harus mencakup: pengeringan,
reposisi, dan pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
 Pedoman ini terus diperbaharui sesuai evidence-base terbaru.
Diet bayi dengan MAS: 8
 Distres perinatal dan distres napas yang berat merupakan halangan untuk pemberian
makanan.
 Terapi cairan intravena dimulai dengan infuse dekstrosa yang adekuat untuk
mencegah hipoglikemi.
 Beri tambahan elektrolit, lipid, dan vitamin secara progresif untuk memastikan asupan
nutrisi yang adekuat serta untuk mencegah defisiensi asam amino esensial dan asam
lemak.
Bagan 3. Algoritma Penatalaksanaan Meconium aspiration syndrome3

Pencegahan Meconium aspiration syndrome


Pencegahan sebelum kelahiran
Penurunan insiden MAS selama dekade terakhir telah dikaitkan dengan penurunan
kelahiran lebih bulan, manajemen intensif pemantauan denyut jantung janin yang abnormal,
dan penurunan jumlah bayi yang memiliki nilai Apgar rendah. Pemantauan janin terus
menerus dengan alat elektronik diindikasikan untuk kehamilan yang rumit dengan adanya
cairan ketuban yang terwarnai mekonium. Pulse oximetry fetal merupakan modalitas baru
untuk surveilans janin antepartum, tetapi efek pada hasilnya tetap dipertanyakan. Kehamilan
lewat bulan sering dikaitkan dengan hipoksia intrauterin dan cairan ketuban yang terwarnai
mekonium, dan, seperti yang disebutkan sebelumnya, penurunan kehamilan lewat bulan telah
menyebabkan penurunan insidensi MAS. Amnioinfusion mungkin merupakan terapi yang
efektif untuk kehamilan dengan komplikasi oligohidramnion dan gawat janin. Amnioinfusion
mencairkan ketebalan mekonium dan dapat mencegah kompresi tali pusat dan aspirasi
mekonium. Namun, penelitian telah membuktikan bahwa meskipun strategi ini mengurangi
jumlah mekonium pada bayi lahir dari ibu yang memiliki cairan ketuban yang terwarnai
mekonium, hal ini gagal untuk mengurangi risiko MAS. Sebuah studi multicenter terbaru
oleh Fraser dan rekan menyimpulkan bahwa amnioinfusion tidak mengurangi risiko MAS
moderat MASpai berat dan MAS yang terkait dengan kematian perinatal pada bayi yang lahir
melalui mekonium kental. Ada juga bukti yang cukup menjelaskan bahwa amnioinfusion
mengurangi morbiditas neonatus yang terkait mekonium. Dengan demikian, amnioinfusion
tidak dianjurkan untuk wanita yang memiliki cairan ketuban yang terwarnai mekonium
sendirian kecuali ada bukti adanya oligohidramnion dan distress janin. Karena infeksi dan
korioamnionitis dapat berhubungan dengan MAS yang parah, pemberian awal terapi
antibiotic spectrum luas dalam kasus korioamnionitis maternal dapat mengurangi morbiditas
neonatus.7

Pencegahan selama kelahiran


Suction orofaringeal dan nasofaring segera setelah kelahiran kepala tetapi sebelum
kelahiran bahu dan dada telah menjadi praktik umum selama dua dekade terakhir ini, dimana
ditujukan untuk mengurangi insiden dan keparahan MAS. Namun, sebuah studi multicenter
baru-baru ini menunjukkan bahwa strategi ini tidak mencegah terjadinya MAS. Para peneliti
juga menunjukkan bahwa hal ini tidak mengurangi angka kematian, durasi ventilasi dan
terapi oksigen, atau kebutuhan untuk ventilasi mekanik. Oleh karena itu, seperti suction rutin
tidak lagi dianjurkan, meskipun dianjurkan, hanya pada kasus-kasus tertentu, seperti
terdapatnya cairan yang bernoda mekonium yang tebal atau berlebihan. 7

Pencegahan setelah kelahiran


Intubasi endotrakeal dan suction dilakukan untuk menghilangkan mekonium pada
saluran napas bagian atas sebelum berpindah ke saluran napas bagian bawah. Mekonium
dapat bermigrasi ke jalan napas perifer melalui gerakan pernapasan spontan atau ventilasi
tekanan positif. Oleh karena itu, tampaknya logis bahwa intubasi endotrakeal dan suction
harus dilakukan sedini mungkin setelah melahirkan, yaitu, sebelum bayi mengambil napas
pertama atau sebelum pernapasan aktif. Saat ini, intubasi dan suction trakea rutin
direkomendasikan untuk kebanyakan bayi yang ketubannya terwarnai mekonium. Namun,
studi terbaru tidak mendukung dilakukan suction yang intensif, kecuali ketika respirasi bayi
tertekan. Sejak tahun 2005, The American Heart Association dan The Neonatal Resuscitation
Program telah merekomendasikan suction trakea hanya jika bayi tidak kuat, memiliki
penurunan tonus otot, atau memiliki denyut jantung kurang dari 100 denyut / menit. 7
Komplikasi Meconium aspiration syndrome
1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Pneumonia
4. PPHN
Bayi yang menderita MAS berat mempunyai kemungkin lebih besar untuk menderita
mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama kehidupannya. Tapi sejalan dengan
perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis
jangka panjang tetap baik. Bayi yang menderita MAS sangat berat mungkin akan menderita
penyakit paru kronik, bahkan mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan dan juga
ketulian. Pada kasus yang jarang terjadi, MAS dapat menimbulkan kematian.
Konsekuensi lebih lanjut sebagai dampak dari asfiksia antara lain : 7
1) Konsekuensi Kardiovaskular
a. Hipertensi pulmonal yang berkaitan dengan proses hipoksemia
b. Disfungsi miokard yang berkaitan dengan hipoksemia
2) Konsekuensi Pulmonal
a. Penurunan produksi surfaktan
b. Edema paru
c. Sindrom Aspirasi Mekonium
3) Konsekuensi Renal
a. Nekrosis tubular dan medular
b. Paralisis kandung kemih
4) Konsekuensi Sistem Saraf Pusat
a. Ensefalopati hipoksik-iskemik
b. Perdarahan intrakranial

Prognosis Meconium aspiration syndrome


Diperkirakan bahwa bayi yang teraspirasi mekonium memiliki mortalitas yang lebih
tinggi daripada mortalitas bayi yang tidak teraspirasi, dan aspirasi mekonium biasanya
menyebabkan proporsi kematian neonatus yang bermakna. Sisa masalah pada paru jarang
dijumpai , tetapi meliputi batuk bergejala, mengi, dan hiperinflasi persisten selama 5-10
tahun. Prognosis akhir bergantung pada luasnya jejas sistem saraf pusat akibat asfiksia, dan
adanya masalah-masalah terkait seperi adanya sirkulasi janin. 1
Kesimpulan
Meconium aspiration syndrome (MAS) merupakan sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan bayi. Dan
merupakan salah satu penyebab paling sering dari gagal napas pada bayi baru lahir terutama
pada bayi yang lahir lebih bulan atau di atas 40 minggu. Karena gejala yang ditimbukan
berfariasi namun paa umumnya berat apalagi dengan mendapat tatalaksana yang terlambar
sehingga pemantauan dan observasi serta diikuti dengan terapi profilaksis infeksi serta
pemenuhan nutrisi perlu dilakukan untuk menekan angka kematian bayi akibat MAS.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arvin, B.K. diterjemahkan oleh MASik wahab. 2021. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. Vol. 1 Edisi 8. ECG : Jakarta. Halaman 600-601.
2. Mathur, NC. 2017. Meconium Aspiration Syndrome.
http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION
%20SYNDROME.pdf.
3. Clark, M.B. 2010. Meconium Aspiration Syndrome. www.medscape.com/ http://
portal neonatal.com.br/outras-especialidades /arquivos/ Meconium Aspiration
Syndrome.pdf
4. Leu M., 2011, Meconium Aspiration Imaging, http://emedicine.medscape.com/
article/410756-overview#a22
5. Hermansen, C.L., dan Kevin N. Lorah. 2017. Respiratory Distress in the Newborn.
Am Fam Physician. 2017 May 15 1;76(7):987-994.
http://www.aafp.org/afp/2017/0515/p987.html
6. Yeh TF, Harris V, Srinivasan G, Lilien L, Pyati S. Roentgenographic findings in
infants with meconium aspiration syndrome. JAMA. 2020. ;242:60–63
7. Yeh, TF. 2020. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome: Pathogenesis and
Current Management. American Association of Pediatrics. http://neoreviews.aap
publications.org.
8. Gomella. 2019. Neonatology : Management Procedures Call Problems Sixth Edition.
Lange Clinical Science : New York.
9. Rudolph, CD, et al. 2012. Rudolph's Pediatrics, 21th Edition. McGraw-Hill
Professional : New York.
10. Johnson, M.,et all, 2012, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

11. Mansjoer, A. (2021). Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius FKUI

12. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2012, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

13. NANDA Internasional NURSING DIAGNOSES Definition & Classification 2012-


2014. . United States of America, Blackwell Publishing. 2012.

Anda mungkin juga menyukai