Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

Variabilitas Detak Jantung pada Gangguan Psikiatri

Pembimbing:
dr. H. Muh Danial Umar, Sp.KJ., M.Kes

Oleh :
Charlos I.J Rohy - 112022209

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT


JIWA SOEHARTO HEERDJAN (GROGOL)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 11 DESEMBER 2023 – 13 JANUARI 2024
Pendahuluan

Detak jantung seketika sebagai respons terhadap gangguan fisiologis sering menunjukkan
pergerakan yang luar biasa pada pengukuran waktu ganda. Pergerakan ini dimediasi oleh sistem
saraf otonom (SSO) melalui persarafan parasimpatis dan simpatik yang dikenal sebagai
"variabilitas detak jantung" (HRV). Analisis HRV telah memberikan alat yang berguna dan tidak
invasif dalam penelitian klinis untuk menilai fungsi SSO, dan telah menghasilkan perhatian yang
cukup besar selama lebih dari dua dekade karena harganya yang relatif murah dan
ketersediaannya meluas. Hilangnya kontrol SSO yang normal dari dinamika jantung merupakan
faktor risiko penting untuk kejadian kardiovaskular yang merugikan. HRV digunakan untuk
mengukur risiko kardiovaskular dalam berbagai macam penyakit medis termasuk hipertensi,
infark miokard, gagal jantung, stroke, diabetes, dan gagal ginjal 1. Aplikasi analisis HRV yang
paling penting dan divalidasi adalah stratifikasi risiko infark miokard. Pengurangan HRV secara
signifikan berhubungan dengan peningkatan risiko mortalitas pada pasien pasca infark miokard
Menariknya, perasaan emosi sering dirujuk secara harfiah ke hati, seperti "patah hati"
untuk perasaan sedih, atau "hati berdebar" karena perasaan melihat orang yang dicintai.
Memang, penelitian tentang penyakit kardiovaskular telah menemukan bahwa faktor risiko
psikososial (misalnya, depresi atau permusuhan) berhubungan dengan disregulasi SSO 3. Karena
status mental juga berdampak pada SSO secara signifikan, analisis HRV dalam sakit mental
dapat menjelaskan psikobiologi gangguan psikiatri dalam kaitannya dengan fisiologi
kardiovaskular. Dalam artikel ini, kami meninjau prinsip teknik HRV dan aplikasinya terhadap
gangguan psikiatri. Kami juga menyoroti pendekatan baru analisis HRV untuk mempelajari
neurobiologi gangguan psikiatri dalam konteks kesimpulan genetik dan fisiologi tidur.

A. Variabel Denyut Jantung


Variabilitas denyut jantung mengukur interval antara detak jantung. Analisis variabilitas
denyut jantung berdasarkan interval RR. Banyak penelitian telah dilakukan untuk menunjukkan
adanya hubungan antara keadaan emosional, aktivitas fisiologis, dan fisik. Analisis HRV dapat
dibagi menjadi tiga area: jangka panjang (dalam 24 jam), jangka pendek (sekitar 5 menit), dan
ultra-pendek (kurang dari 5 menit). Beberapa penelitian mengusulkan ultra-pendek dari 1 menit
hingga 4 menit8.Antara domain waktu, domain frekuensi, dan metrik nonlinier, terdapat sekitar
50 indikator untuk HRV. Memantau orang selama rutinitas harian menjadi fokus penelitian ini.
Durasi tahap kalibrasi sekitar 10 menit meditasi (pernapasan tenang untuk menghitung frekuensi
denyut jantung dalam keadaan istirahat) dan 15 menit stres (permainan stres seperti uji warna
Stroop, aritmatika mental, dll.). Interval RR direkam dengan frekuensi satu per detik. Dalam
literatur, analisis HRV telah dianalisis untuk durasi pendek dan pengukuran 24 jam. Tidak ada
studi yang dilakukan pada ultra-pendek.
Sistem Saraf Otonom (ANS) adalah bagian dari sistem saraf dalam tubuh kita yang
mengatur fungsi organ manusia dan otot jantung serta kelenjar. Ini adalah sistem vital untuk
mengendalikan banyak fenom dalam tubuh kita, seperti perubahan suhu yang mengirimkan darah
ekstra ke beberapa organ, menyebabkan detak jantung melambat, dll. Sistem ini terbagi menjadi
dua area utama: sistem parasimpatik dan sistem simpatis. Mereka melayani organ yang sama
tetapi memiliki peran yang berlawanan. Sementara satu merangsang tubuh kita dan mendukung
reaksi berkelahi atau lari terhadap lingkungan, yang lain menenangkannya. Ketika perasaan
kecemasan, panik, ketakutan, kebahagiaan, dll. dirasakan, ini diinisiasi oleh sistem simpatis
sehingga mempersiapkan tubuh untuk aktivitas fisik dan respons emosional. Dengan kata lain,
"stres dan emosi" dipicu terutama oleh sistem simpatis sementara "relaksasi dan respons tenang"
dipicu oleh sistem parasimpatik. Analisis emosi menjadi fokus karya ini tentang stres
berdasarkan HRV yang dihitung dari interval RR yang diekstraksi dari sabuk monitor detak
jantung. Perekaman data adalah 1 detik untuk setiap pengamatan. Tidak ada indikator tunggal
yang dapat mengkategorikan HRV. Sistem kompleks ini mempertimbangkan perilaku paradoks
antara sistem parasimpatik dan sistem simpatis serta mekanisme pernapasan. Dalam banyak
penelitian, rasio LF/HF (Low Frequency/High Frequency) dianggap dapat diandalkan dalam
menyajikan keseimbangan simpatovagal. Dengan menggunakan rasio ini untuk kerangka
representasi dua dimensi dapat membantu dalam pengenalan stres 9. Namun, menggunakan hanya
indikator ini tidak cukup untuk penelitian ini, sehingga menganalisis data harian termasuk
berbagai jenis emosi, seperti ketakutan, panik, kebahagiaan, stres, kepuasan, dll. Makalah ini
menyajikan potensi manfaat menggunakan Mesin Vector Pendukung (SVM) untuk
mengidentifikasi stres mental berdasarkan variabilitas denyut jantung. Kompleksitas denyut
jantung mengindikasikan fleksibilitas Sistem Saraf Otonom (ANS) dan efek modulasi simpato-
vagal pada variabilitas HR. Beberapa indikator HRV dipertimbangkan dari domain waktu dan
frekuensi hingga analisis Poincaré dan statistik. Tujuannya adalah untuk membedakan antara
efek fluktuasi simpato-vagal dan emosi pada variabilitas HR.
Emosi dan cara mereka diekspresikan berbeda dari satu orang ke orang lain. Banyak
penelitian telah dilakukan di bidang ini, dan sebagian besar dari mereka menunjukkan bahwa
memiliki sikap positif, dikelilingi oleh perasaan positif, membantu orang untuk hidup lebih lama
dibandingkan dengan mereka yang selalu merasa marah, takut, dan stres. Pada tahun 1977,
psikolog Amerika Caroll Ellis Izard mengklasifikasikan emosi ke dalam sepuluh kategori;
kegembiraan, kejutan, kesedihan, kemarahan, jijik, meremehkan, malu, ketakutan, rasa bersalah,
minat atau kegembiraan. Seperti dikutip, stres secara teknis bukanlah emosi. Ini adalah perasaan
yang didasarkan pada reaksi atau stimulus. Studi terbaru berdasarkan teknologi mutakhir dari 37
publikasi, menunjukkan bahwa variabilitas denyut jantung adalah indikator yang dapat
diandalkan untuk pengenalan stres10.

B. Metode
Metode analisis pada variabilitas detak jantung (HRV) mencakup berbagai pendekatan
untuk memahami pola dan perubahan dalam interval antar detak jantung. Berikut adalah
beberapa metode umum yang digunakan dalam analisis HRV:

1. Domain Waktu:
 SDNN (Standar Deviasi dari Interval R-R): Mengukur variabilitas detak jantung
dalam interval waktu tertentu.
 RMSSD (Akar Kuadrat dari Mean Squared Differences):Mengukur variabilitas detak
jantung yang disebabkan oleh perbedaan antara interval detak jantung yang berurutan.

2. Domain Frekuensi:
 Komponen Nizam Rendah (LF): Mewakili variabilitas detak jantung pada rentang
frekuensi rendah, terkait dengan pengaturan simpatik dan parasimpatik.
 Komponen Nizam Tinggi (HF): Mewakili variabilitas detak jantung pada rentang
frekuensi tinggi, terutama terkait dengan pengaturan parasimpatik.
 LF/HF Ratio: Menunjukkan keseimbangan antara aktivitas simpatik dan
parasimpatik.

3. Analisis Nonlinier:
 Poincaré Plot: Merepresentasikan variabilitas detak jantung dalam plot dua dimensi,
memberikan gambaran visual tentang kompleksitas HRV.
 Fraktal Analysis: Menggunakan konsep fraktal untuk memahami pola yang kompleks
dalam HRV.

4. Analisis Spektral:
 Analisis Daya Spektral: Mengukur distribusi energi detak jantung dalam berbagai
rentang frekuensi.
 Transformasi Wavelet: Memungkinkan analisis frekuensi yang lebih baik pada
interval waktu tertentu.

5. Analisis Pada Domain Kompleks:


 Variabilitas Detak Jantung Ultra-Pendek (Ultra-Short Term HRV): Mengukur HRV
dalam durasi kurang dari 5 menit, bahkan dalam rentang 1 hingga 4 menit.

6. Analisis Menggunakan Model Matematika:


 Model Dinamika Sistem: Memodelkan HRV sebagai sistem dinamis untuk
memahami interaksi kompleks antara komponen otonom dan mekanisme pernapasan.

Metode-metode ini sering digunakan bersama-sama atau secara terpisah tergantung pada
tujuan penelitian dan jenis data yang dikumpulkan. Analisis HRV dapat memberikan wawasan
tentang fungsi otonom, respons terhadap stres, dan kondisi kesehatan umum seseorang.

1. Metode Domain Waktu4


Pengukuran dalam domain waktu pada Variabilitas Detak Jantung (HRV) melibatkan
analisis interval antar detak jantung yang direkam secara kronologis. Beberapa parameter umum
yang diukur dalam domain waktu HRV meliputi:

a) SDNN (Standar Deviasi dari Interval R-R): SDNN mengukur variabilitas detak
jantung dalam interval waktu tertentu, memberikan gambaran umum tentang fluktuasi
detak jantung.
b) RMSSD (Akar Kuadrat dari Mean Squared Differences): RMSSD mengukur
variabilitas detak jantung yang disebabkan oleh perbedaan antara interval detak jantung
yang berurutan, memberikan informasi khusus tentang aktivitas parasimpatik.
c) NN50 (Jumlah pasangan interval R-R yang berbeda lebih dari 50 ms):Menunjukkan
jumlah pasangan interval detak jantung yang berbeda lebih dari 50 milidetik, memberikan
gambaran tentang aktivitas parasimpatik yang lebih tinggi.
d) pNN50 (Proporsi NN50 terhadap semua interval detak jantung): Menunjukkan
proporsi NN50 terhadap jumlah total interval detak jantung, memberikan persentase
aktivitas parasimpatik dalam rentang waktu tertentu.
e) Histogram Interval RR: Distribusi frekuensi dari interval detak jantung, memberikan
gambaran tentang pola detak jantung dalam domain waktu.

Pengukuran dalam domain waktu ini memberikan informasi yang penting tentang
fluktuasi detak jantung pada tingkat detik atau menit. Analisis ini berguna untuk memahami
aktivitas otonom dan mengidentifikasi perubahan yang terjadi dalam respons terhadap stimulus
tertentu. Parameter-parameter ini dapat memberikan wawasan tentang kesehatan kardiovaskular,
tingkat stres, dan regulasi otonom seseorang.

2. Metode Domain Frekuensi1,6,7,8


Metode domain frekuensi dalam analisis Variabilitas Detak Jantung (HRV) melibatkan
pemahaman pola detak jantung dalam spektrum frekuensi tertentu. Salah satu dasar ritme yang
umum digunakan dalam analisis HRV adalah membagi variabilitas detak jantung menjadi
komponen frekuensi tertentu, yang biasanya terkait dengan aktivitas sistem saraf otonom.
Berikut adalah dasar ritme yang umum digunakan dalam metode domain frekuensi HRV:
a) Komponen Nizam Rendah (LF - Low Frequency):
 Rentang frekuensi: 0.04 - 0.15 Hz (atau 40 - 150 mHz).
 Korelasi dengan aktivitas simpatis dan parasimpatis.
 Terkait dengan regulasi tekanan darah dan respon sistem saraf otonom terhadap stres
fisik dan mental.

b) Komponen Nizam Tinggi (HF - High Frequency):


 Rentang frekuensi: 0.15 - 0.4 Hz (atau 150 - 400 mHz).
 Utamanya dipengaruhi oleh aktivitas parasimpatis.
 Terkait dengan respons sistem saraf otonom terhadap relaksasi dan pemulihan setelah
stres.

c) Komponen Nizam Ultra-Rendah (VLF - Very Low Frequency):


 Rentang frekuensi: 0.0033 - 0.04 Hz (atau 3.3 - 40 mHz).
 Berhubungan dengan pengaturan hormonal dan sirkadian (ritme harian) tubuh.
 Kadang-kadang dapat mencerminkan fluktuasi yang lebih panjang dalam regulasi
otonom.

Analisis dasar ritme dalam domain frekuensi ini memberikan wawasan tentang kontribusi
relatif dari sistem saraf simpatik dan parasimpatis dalam mengatur variabilitas detak jantung.
Sebagai contoh, rasio LF/HF sering digunakan untuk mengevaluasi keseimbangan aktivitas
antara sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Pengukuran dalam domain frekuensi membantu
memahami perubahan dinamika detak jantung dalam konteks respons terhadap stimulus atau
kondisi tertentu.
3. Metode Nonlinear9-11
Metode nonlinier dalam analisis Variabilitas Detak Jantung (HRV) melibatkan
pendekatan yang lebih canggih untuk memahami pola detak jantung yang kompleks dan
hubungan nonlinier antara interval antar detak jantung. Dua aspek utama dari metode nonlinier
yang sering digunakan adalah analisis kompleksitas dan kemiripan. Berikut adalah penjelasan
singkat mengenai keduanya:

a) Analisis Kompleksitas:
 Poincaré Plot: Merepresentasikan variabilitas detak jantung dalam plot dua
dimensi. Poincaré plot membantu mengidentifikasi pola yang kompleks dan dapat
memberikan wawasan tentang fluktuasi detak jantung yang tidak terdeteksi
dengan mudah dalam analisis linier.
 Fraktal Analysis: Menggunakan konsep fraktal untuk memahami struktur
geometris yang kompleks dalam HRV. Ini dapat memberikan informasi tentang
kompleksitas dan pola yang berulang dalam data detak jantung.

b) Analisis Kemiripan:
 Kemiripan Detak Jantung (Heart Rate Similarity): Melibatkan perbandingan
pola detak jantung selama periode waktu tertentu untuk mengidentifikasi
kesamaan atau perubahan dalam struktur detak jantung. Ini dapat memberikan
wawasan tentang respons fisiologis dan emosional terhadap stimulus tertentu.
 Analisis Keteraturan: Mengukur tingkat keteraturan atau keacakan dalam pola
detak jantung. Salah satu metode yang umum digunakan adalah Approximate
Entropy (ApEn), yang memberikan indikasi tentang sejauh mana keteraturan
dalam interval antar detak jantung.

Metode nonlinier ini digunakan untuk menangkap kompleksitas dan ketidaklinearan


dalam data detak jantung, yang tidak selalu dapat dijelaskan dengan metode analisis linier.
Analisis ini bermanfaat dalam memahami respons fisiologis dan emosional yang lebih halus serta
dalam mengidentifikasi pola yang mungkin tidak terdeteksi oleh metode linier tradisional.

4. Analisis Fluktuasi Detrended12,13


Analisis fluktuasi Detrended (Detrended Fluctuation Analysis atau DFA) adalah metode
statistik yang digunakan untuk mengevaluasi sifat skala panjang dalam data deret waktu,
termasuk Variabilitas Detak Jantung (HRV). DFA membantu mengidentifikasi apakah fluktuasi
dalam data cenderung mengikuti pola tertentu, seperti kecenderungan linear atau nonlinier dalam
berbagai skala panjang. Berikut adalah beberapa poin utama terkait dengan analisis fluktuasi
Detrended:

a) Prosedur Dasar:
 Detrending: Data deret waktu HRV sering kali memiliki tren atau pola umum
yang harus dihilangkan sebelum analisis lebih lanjut. Prosedur detrending dalam
DFA bertujuan untuk menghapus tren atau pola linier dari data.

b) Langkah-langkah Analisis:
 Divisi Data: Data HRV dibagi menjadi segmen-segmen non-overlapping atau
jendela waktu yang lebih kecil.
 Detrending: Menghilangkan tren atau pola linier dari setiap segmen data.
 Rata-rata Kuadrat Deviasi: Menghitung rata-rata kuadrat deviasi dari fluktuasi
setelah detrending untuk setiap skala panjang.
 Regresi Log-log: Menganalisis hubungan antara skala panjang dan rata-rata
kuadrat deviasi dalam skala log-log.

c) Indeks DFA (α):


Pembentukan Garis Regresi: DFA menghasilkan garis regresi log-log, dan kemiringan
dari garis ini (biasanya dilambangkan sebagai α) memberikan informasi tentang sifat skala
panjang dalam data.
 Alpha (α) kurang dari 0,5: Menunjukkan fluktuasi yang bersifat antikorrelasi (tren
menurun).
 Alpha (α) sama dengan 0,5: Menunjukkan fluktuasi yang bersifat acak atau tidak
beraturan.
 Alpha (α) lebih dari 0,5: Menunjukkan fluktuasi yang bersifat korrelasi positif
(tren naik).

Analisis fluktuasi Detrended memberikan wawasan tentang struktur temporal dan skala
panjang dalam HRV. Ini digunakan untuk mengevaluasi apakah fluktuasi dalam HRV bersifat
persisten, acak, atau mengikuti pola tertentu pada berbagai skala waktu.

5. Entropi Multiskala
Entropi Multiskala (Multiscale Entropy atau MSE) adalah metode analisis yang
digunakan untuk mengevaluasi kompleksitas sinyal pada berbagai skala waktu. Teknik ini
digunakan dalam berbagai bidang, termasuk analisis Variabilitas Detak Jantung (HRV), untuk
mengukur sejauh mana fluktuasi sinyal bervariasi pada skala waktu yang berbeda. Berikut adalah
beberapa poin utama terkait dengan Entropi Multiskala:

a) Multiskala Entropy (MSE):


 Tujuan Utama: Mengukur kompleksitas sinyal pada skala waktu yang berbeda
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang struktur dinamis sinyal.
 Proses Analisis: Sinyal dibagi menjadi segmen-segmen non-overlapping pada
berbagai skala waktu, dan entropi diperoleh untuk setiap skala.

b) Langkah-langkah Analisis:
 Divisi Data: Sinyal HRV dibagi menjadi segmen-segmen non-overlapping pada
berbagai skala waktu.
 Perhitungan Entropi: Entropi dihitung untuk setiap segmen sinyal pada masing-
masing skala waktu. Entropi dapat dihitung menggunakan metrik entropi seperti
Aproximate Entropy (ApEn) untuk setiap skala.
 Rata-rata Entropi: Rata-rata entropi dihitung untuk semua skala waktu yang
dievaluasi.

c) Interpretasi Hasil:
 Entropi yang Tinggi: Menunjukkan kompleksitas yang tinggi pada skala waktu
tertentu, di mana fluktuasi sinyal bervariasi secara signifikan.
 Entropi yang Rendah: Menunjukkan struktur yang lebih teratur atau kurang
kompleks pada skala waktu tertentu.

d) Penerapan pada HRV:


 Penggunaan pada Variabilitas Detak Jantung: MSE digunakan untuk
mengukur kompleksitas dinamika HRV pada berbagai tingkat waktu, yang dapat
memberikan wawasan tentang adaptabilitas sistem saraf otonom.

Analisis Entropi Multiskala memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang


struktur kompleksitas sinyal pada tingkat waktu yang berbeda. Dengan menerapkan metode ini
pada HRV, peneliti dapat mendapatkan wawasan tambahan tentang dinamika regulasi otonom
dan respons sistem kardiovaskular terhadap berbagai kondisi atau stimulus.

C. Aplikasi Variabilitas Detak Jantung pada Gangguan Psikiatri


Beberapa gejala dan simtom dari gangguan psikiatri berhubungan dengan disregulasi
SSO. Contohnya, pasien depresi biasanya mengeluhkan mulut kering, konstipasi/diare atau
insomnia. Berdasarkan pengamatan klinis hal ini terjadi tidak terbatas hanya pada pasien depresi
saja tetapi meluas untuk penyakit mental lainnya. Perubahan fungsi pada SSO yang dinilai
berdasarkan analisis HRV, telah diteliti dalam gangguan psikiatri sebagai berikut:

1. Gangguan Depresi19
Penelitian yang mencari hubungan antara depresi dan disregulasi SSO sedag marak
menjadi perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
depresi merupakan risiko independen dari morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Pasien yang
menderita penyakit kardiovaskuler (contoh; infark miokard atau penyakit jantung coroner) yang
komorbid dengan depresi, diketahui memiliki pengurangan nilai HRV jangka pendek dan jangka
panjang . Penelitian lebih lanjut lainnya menunjukkan bhwa pengurangan nilai HRV pada pasien
dengan penyakit jantung iskemik dan depresi dapat diterapi dengan menggunakan anti depressan.
Dalam mempelajari nilai HRV pada depresi sendiri, hasil kontra didapatkan, tetapi banyak
artikel publikasi menunjukkan bahwa depresi sendiri berhubungan dengan pengurangan HRV.
Walaupun demikian, laporan terbaru menjelaskan bahwa penggunaan antidepressant dapat
berkontribusi pada pengurangan nilai HRV pada orang depresi.
2. Gangguan Cemas16,22,23
Gangguan cemas adalah penyakit mental khas lainnya yang biasa memiliki gangguan
pada SSO. Gangguan cemas biasanya dihubungkan dengan peningkatan mortalitas
kardiovaskular. Pasien dengan gangguan panik atau kecemasan fobia memiliki risiko tinggi
dalam penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan subjek kontrol. Stress diketahui dapat
mengubah keseimbangan simpatofagal terutama pada saraf simpatis. Penelitian terbaru
menggunakan analisis HRV menunjukkan penurunan fungsi fagal jantung dan fungsi simpatis
yang relatif meningkat pada pasien dengan gangguan cemas. Penelitian lainnya juga menjelaskan
hubungan antara kecemasan dengan disfungsi SSO menggunakan analisis HRV. Palpitasi,
sebuah symptom khas pada serangan panik, berhubungan pada penurunan aktivitas parasimpatis
pusat, merujuk pada peningkatan denyut jantung selama serangan panik.
3. Skizofrenia24-26
Tanda neurologis ‘halus’ seperti disfungsi otonom terkait dalam skizofrenia karena
sistem limbik dan bagian otak subkortikal yang terkait terlibat dalam urutan kontrol tertinggi
pada SSO. Pasien skizofrenia tanpa pengobatan medis menunjukkan penurunan RMSSD,
pNN50, dan daya spektrum frekuensi tinggi dibandingkan dengan subjek kontrol yang sehat,
menunjukkan penurunan modulasi vagal. Penelitian lain telah mengamati hubungan antara
penurunan tonus vagal pada pasien skizofrenia dan peningkatan keparahan gejala psikosis. Obat
antipsikotik tertentu diketahui memiliki efek buruk pada fungsi SSO. Pasien yang diobati dengan
obat antipsikotik, terutama clozapine, menunjukkan disregulasi ANS dan repolarisasi jantung
abnormal. Data-data tersebut menunjukkan bahwa baik penyakit skizofrenia dan pengobatannya
dapat mempengaruhi peningkatan risiko komorbiditas kardiovaskular. Hubungan antara
penggunaan antipsikotik dan kejadian kardiovaskular yang buruk masih belum sepenuhnya
dipahami. Amisulprida diketahui dapat melindungi fungsi SSO dibandingkan olanzapine setelah
obat pasien dialihkan dari obat anti-psikotik generasi pertama.
4. Gangguan Psikiatri Lainnya27,29
 Karakter kepribadian tertentu seperti kebencian, diketahui berhubungan dengan
disregulasi SSO. Pria dengan kebencian menunjukkan penurunan modulasi vagal
dan keunggulan simpatik yang diukur dengan indeks HRV spektral.
 Disregulasi SSO terlibat dalam penyakit mental lainnya. Bukti terbatas
menunjukkan kemungkinan hubungan antara gangguan bipolar dan ANS
disregulasi tetapi hasil yang bertentangan juga dilaporkan. Pasien dengan kelainan
bipolar dapat diobati dengan obat antimanik seperti lithium, valproate atau
carbamazepine, yang tidak menunjukkan efek signifikan pada HRV. Sebuah
penelitian terbaru telah menemukan bahwa pasien bipolar dengan kompleksitas
penurunan denyut jantung memiliki gejala kejiwaan yang lebih parah,
menunjukkan bahwa disregulasi SSO dalam gangguan bipolar mungkin
tergantung pada fase penyakitnya.
 HRV mungkin terlibat dalam Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
(ADHD), karena tonus simpatik sangat penting untuk kewaspadaan dan motivasi.
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa pasien ADHD memiliki nilai spektral
simpatik HRV terkait yang lebih rendah dibandingkan dengan subyek sehat. Tapi
satu studi terbaru menemukan hasil yang bertentangan, dan studi lain
menunjukkan tidak ada hubungan antara ADHD dan perubahan keseimbangan
simpatovagal.
 Demensia adalah gangguan neuropsikiatri lain yang komorbid dengan disregulasi
SSO. Sebuah penelitian melaporkan temuan dari sebuah hubungan antara
pengurangan modulasi parasimpatis dan gangguan kognitif pada wanita lansia
yang cacat dan tinggal di komunitas. Kami juga menunjukkan bahwa sampel
lansia veteran yang tidak mengalami demensia yang telah mengalami penurunan
fungsi kognitif, terutama yang berkaitan dengan memori jangka pendek dan
perhatian, ditemukan berhubungan dengan penurunan indeks HRV parasimpatis,
menandakan patofisiologi umum yang mendasari disfungsi kognitif dan SSO.

5. Inferensi genetik pada Variabilitas Denyut Jantung23,26


 Analisis HRV telah diajukan untuk menjadi penanda fenotipik kuantitatif dari
aktivitas ANS. Penelitan keluarga dan kembar menunjukkan pengaruh genetik
yang signifikan pada berbagai nilai HRV, dengan heritabilitas yang diperkirakan
hingga 65%. Beberapa genetik polimorfisme yang terkait dengan fungsi
kardiovaskular ditemukan mempengaruhi HRV. Sebagai contoh, komponen
spektral frekuensi tinggi (vagal) dari HRV berhubungan dengan polimorfisme
umum dari gen yang mengkodekan enzim yang mengkonversi angiotensin.
Variasi polimorfik dalam gen transporter kolin secara signifikan berhubungan
dengan indeks vagal terkait HRV. Sebuah gen polimorfisme yang dikodekan
untuk reseptor β2-adrenergik berhubungan dengan keseimbangan modulasi
simpatovagal. Baru-baru ini, polimorfisme pada gen protein C-reaktif
menunjukkan berperan pada kedua tingkat protein C-reaktif dan HRV dalam
sampel dewasa yang sehat.
 Bukti-bukti hubungan antara HRV dan gen yang mengkode gangguan
neuropsikiatrik terbatas. Di laboratorium kami, kami baru-baru ini
mengidentifikasi dua gen terkait neuropsikiatrik yang terkait dengan perubahan
dalam pengukuran HRV: gen apolipoprotein E (APOE) dan gen neurotropik
turunan otak (BDNF).
6. Gen Apolipoprotein E dan kompleksitas detak jantung9,18
Penuaan dan penyakit lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan kompleksitas
perilaku atau fisiologis yang berkurang. Sedikit yang diketahui tentang predisposisi genetik
untuk mengurangi kompleksitas fisiologis pada lanjut usia. Kami menerapkan analisis MSE
(seperti yang ditunjukkan dalam metode HRV nonlinier) untuk memeriksa efek genotipe APOE
pada kompleksitas denyut jantung dalam kelompok orang dewasa lansia yang sehat. Hasil kami
menunjukkan bahwa berkurangnya kompleksitas fisiologis dikaitkan dengan alel APOE ε4
dalam sampel lansia ini, menunjukkan peran penting inferensi genetik pada penuaan fisiologis
dan disregulasi ANS (Gambar 2). Menariknya, penelitian telah menunjukkan bahwa
kegiatan/latihan yang meningkatkan tonus vagal (misalnya, meditasi atau latihan Tai-Chi) dapat
melindungi fungsi jantung. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui
apabila perawatan pencegahan yang tepat dapat mengkompensasi dampak buruk alel APOE ε4
pada fungsi fisiologis.

7. Gen faktor neurotropik turunan otak dan keseimbangan simpatovagal24


BDNF, protein sekretorik dalam kelompok neurotropik, berperan penting dalam
kelangsungan hidup, pengembangan dan pemeliharaan sistem saraf. Sebuah fungsi polimorfisme
Val66Met dalam agen bndf di tubuh manusia diketahui dalam penelitian manusia dan hewan
mempengaruhi sifat dan perilaku kecemasan yang dapat memiliki kemungkinan neurotropik
atau efek regulasi dalam di neuron terkait dalam sistem simpatis dan parasimpatetik. Kami
mempelajari hubungan antara polimorfisme BDNF Val66Met dan komponen waktu / frekuensi
HRV pada subyek sehat. Kami menemukan bahwa subjek dengan genotip BDNF Met / Met
mengalami penurunan RMSSD, pNN50, dan daya frekuensi tinggi dan rasio peningkatan
frekuensi rendah / frekuensi tinggi. Temuan studi tersebut menunjukkan adanya perubahan
keseimbangan simpatovagal dengan pengurangan modulasi parasimpatik dan kemungkinan
peningkatan aktivitas simpatik (Gambar 2). Pengamatan ini mengarah pada penelitian lebih
lanjut ketidakseimbangan ANS terkait BDNF pada kejadian gangguan kecemasan dan penyakit
kardiovaskular.
8. Tidur: Sebuah Aplikasi Khusus yang Diadaptasi dari Analisis Variabilitas Detak
Jantung30
Fungsi ANS diketahui berubah dari bangun ke tidur atau selama tahapan tidur yang
berbeda. Umumnya, tonus parasimpatik mendominasi selama tidur, tetapi keseimbangan
simpatovagal bervariasi tergantung pada kedalaman dan tipe tahapan tidur. Oleh karena itu,
penghitungan HRV selama tidur, terutama nilai yang mengacu pada fungsi SSO, berguna pada
penilaian tidur dalam konteks fisiologis kardiovaskular.
Sekarang ini, sebuah metode baru untuk mengukur tidur, disebut analisis kopling
kardiopulmoner (KKP), dikembangkan berdasarkan perkiraan kopling SSO dan dorongan
pernapasan, menggunakan denyut jantung dan modulasi pernapasan amplitudo QRS, masing-
masing. Kedua informasi dapat dibaca dari satu saluran elektrokardiogram. Tidur yang stabil
secara fisiologis dikaitkan dengan kopling frekuensi tinggi antara denyut jantung dan respirasi
pada frekuensi 0,1 hingga 0,4 Hz, dimana fisiologis seperti tidur yang tidak stabil dikaitkan
dengan kopling frekuensi rendah antara denyut jantung dan respirasi pada kisaran 0,01 sampai
0,1 Hz. Keberadaan kopling frekuensi sangat rendah antara denyut jantung dan pernapasan di
bawah 0,01 Hz berhubungan dengan bangun atau tidur REM.
Analisis KKP telah divalidasi untuk mendeteksi sleep apneu hanya berdasarkan sinyal
elektrokardiogram. Kami juga telah menunjukkan penggunaan metode KKP dalam mengevaluasi
kualitas tidur pada pasien dengan depresi berat. Hasilnya menunjukkan bahwa pasien depresi
mengalami peningkatan tidur yang tidak stabil secara signifikan dibandingkan dengan kontrol
yang sehat, dan bahwa peningkatan tidur yang tidak stabil ini dapat dinormalisasi sebagian
menggunakan obat hipnotik. Menariknya, pengukuran spektral yang digunakan dalam analisis
KKP (yaitu, kopling frekuensi rendah atau tinggi) secara fundamental berbeda dari analisis HRV
spektral konvensional. Dalam analisis KKP, kami menggabungkan sinyal pernapasan dan denyut
jantung untuk mengukur tingkat kopling di antara keduanya.

D. Keterbatasan Analisis Variabilitas Detak Jantung


Meskipun ada ratusan publikasi tentang analisis HRV yang memeriksa berbagai tindakan,
penerapan klinis praktis tetap mengecewakan. Masalah ini terutama karena kurangnya
spesifisitas analisis HRV dalam diagnosis dan prediksi hasil. Aritmia dan kebisingan juga secara
signifikan mempengaruhi akurasi estimasi HRV, bahkan dalam kasus algoritma domain waktu
sederhana, sehingga menghambat penggunaan teknik HRV pada pasien tertentu (misalnya,
pasien sakit medis atau yang tidak kooperatif, pasien sakit jiwa). Teknik yang lebih canggih,
termasuk ukuran domain frekuensi dan ukuran yang berasal dari dinamika nonlinier dan teori
kompleksitas, lebih sulit untuk divalidasi dan standarisasi [1].

Kesimpulan
Banyak area yang belum dipetakan dalam konteks fisiologi kardiovaskular dan penyakit
mental. Memahami hubungan antara gangguan kejiwaan dan kejadian kardiovaskular yang fatal,
kami dapat memberikan manajemen yang tepat pada pasien sakit mental untuk menurunkan
risiko penyakit kardiovaskular dan morbiditas dan mortalitas yang terkait. Selain itu,
melakukakan penelitian tentang kesimpulan genetik neuropsikiatrik pada dinamika jantung dapat
memberikan lebih banyak tilikan ke neurobiology dalam gangguan psikiatri. Kami memerlukan
studi prospektif dari disregulasi SSO dalam berbagai gangguan kejiwaan untuk mengevaluasi
psikopatologi yang berhubungan dengan komorbiditas kardiovaskular.
Daftar Pustaka

1. W. von Rosenberg, T. Chanwimalueang, T. Adjei, U. Jaffer, V. Goverdovsky, and D. P.


Mandic, “Resolving ambiguities in the LF/HF ratio: LF-HF scatter plots for the
categorization of mental and physical stress from HRV,” Front. Physiol., vol. 8, no. JUN,
pp. 1–12, 2017.
2. H. G. Kim, E. J. Cheon, D. S. Bai, Y. H. Lee, and B. H. Koo, “Stress and heart rate
variability: A meta-analysis and review of the literature,” Psychiatry Investig., vol. 15,
no. 3, pp. 235–245, 2018.
3. C. Zhu et W. Sheng, « Multi-sensor fusion for human daily activity recognition in robot-
assisted living », in Proceedings of the 4th ACM/IEEE international conference on
Human robot interaction, 2018, p. 303–304.
4. L. Bao et S. S. Intille, « Activity recognition from user-annotated acceleration data », in
Pervasive computing, Springer, 2017, p. 1–17.
5. A. J. Brush, A. K. Karlson, J. Scott, R. Sarin, A. Jacobs, B. Bond, O. Murillo, G. Hunt,
M. Sinclair, K. Hammil, et others, « User experiences with activity-based navigation on
mobile devices », in Proceedings of the 12th international conference on Human
computer interaction with mobile devices and services, 2016, p. 73–82.
6. D. Huysmans et al., “Unsupervised Learning for Mental Stress Detection - Exploration of
Self-organizing Maps,” Proc. 11th Int. Jt. Conf. Biomed. Eng. Syst. Technol., no.
January, pp. 26–35, 2018.
7. Z. Jinbiao, L. Mao, and S. Oceanic, “- 8. 6,” vol. 10, no. 4, pp. 609–611, 1991.
8. C. Höcht, “Blood Pressure Variability: Prognostic Value and Therapeutic Implications,”
ISRN Hypertens., vol. 2013, p. 16, 2013.
9. C. E. Hastie, P. Jeemon, H. Coleman, L. McCallum, R. Patel, J. Dawson, W. Sloan, P.
Meredith, G. C. Jones, S. Muir, M. Walters, A. F. Dominiczak, D. Morrison, G. T.
McInnes, and S. Padmanabhan, “Long-term and ultra long-term blood pressure
variability during follow-up and mortality in 14,522 patients with hypertension.,”
Hypertension, vol. 62, no. 4, pp. 698–705, 2013.
10. J. Głuszek and T. Kosicka, “Visit-to-visit blood pressure variability and cardiovascular
and kidney diseases,” Nadcisnienie Tetnicze, vol. 20, no. 1, pp. 26–31, 2016.
11. M. et al. Poelman, “Relations between the residential fast-food environment and the
individual risk of cardiovascular diseases in the Netherlands: a nationwide follow-up
study,” Eur. J. Prev. Cardiol., no. April, 2018.
12. P. Krolak-Salmon, “La reconnaissance des émotions dans les maladies
neurodégénératives,” Rev. Med. Interne, vol. 32, no. 12, pp. 721–723, 2011.
13. S. Montel and C. Bungener, “Les troubles de l’humeur et des émotions dans la sclérose
en plaques : une revue de la littérature,” Rev. Neurol. (Paris)., vol. 163, no. 1, pp. 27–37,
2007.
14. Tasker F, de Greff A, Liu B, Shennan AH “Validation of a non-mercury ascultatory
device according to the European Society of Hypertension protocol: Rosssmax Mandaus
II. Blood Press. Monit”.14, pp.121–4, 2009.
15. P. Under and T. H. E. Hood, “NIH Public Access,” vol. 44, pp. 1–6, 2013.
16. A. Manuscript, A. Vertical, and A. Counts, “NIH Public Access,” vol. 33, no. 2, pp. 219–
230, 2013.
17. Coker-Bolt, P., Downey, R. J., Connolly, J., Hoover, R., Shelton, D., & Seo, N. J.
“Exploring the feasibility and use of accelerometers before, during, and after a camp-
based CIMT program for children with cerebral palsy”. Journal of pediatric rehabilitation
medicine, 10(1), pp. 27-36, 2017.
18. S. R. Dandu, M. M. Engelhard, A. Qureshi, J. Gong, J. C. Lach, M. Brandt-Pearce, and
M. D. Goldman, “Understanding the Physiological Significance of Four Inertial Gait
Features in Multiple Sclerosis,” IEEE J. Biomed. Heal. Informatics, vol. 22, no. 1, pp.
40–46, 2018.
19. Williams, R. A., Hagerty, B. M., & Brooks, G “Trier Social Stress Test: A method for
use in nursing research. Nursing research”, 53(4), 277-280, 2004.
20. M. Gröschi, “Données actuelle sur l’analyse hormonale salivaire. Current status of
salivary hormone analysis,” Ann Biol Clin, vol. 67, no. 5, pp. 493–504, 2009.
21. D. Nishimura, “Graphically speaking,” Science (80-. )., vol. 283, no. 5405, p. 1134, 1999.
22. M. R. Ebben, V. Kurbatov, and C. P. Pollak, “Moderating laboratory adaptation with the
use of a heart-rate variability biofeedback device (StressEraser®),” Appl. Psychophysiol.
Biofeedback, vol. 34, no. 4, pp. 245–249, 2009.
23. M. E. G. H. O’Donnell C., “Detection and management,” EmbaseTransfusion Med., no.
October 2017, pp. 64–69.
24. M. Marek, “Guidelines Heart rate variability,” Eur. Heart J., vol. 17, no. March, pp. 354–
381, 1996.
25. J. L. Hamilton and L. B. Alloy, “Atypical reactivity of heart rate variability to stress and
depression across development: Systematic Review of the literature and directions for
future research,” Clin. Psychol. Rev., vol. 50, pp. 67–79, 2016.
26. M. R. Gunnar, D. Ph, A. Herrera, C. E. Hostinar, and B. Sc, “Stress et développement
précoce du cerveau,” pp. 1–8, 2009.
27. J. Ham, D. Cho, J. Oh, and B. Lee, “Discrimination of multiple stress levels in virtual
reality environments using heart rate variability,” 2017 39th Annu. Int. Conf. IEEE Eng.
Med. Biol. Soc., pp. 3989–3992, 2017.
28. M. Buckert, J. Oechssler, and C. Schwieren, “Imitation under stress,” J. Econ. Behav.
Organ., vol. 139, pp. 252–266, 2017.
29. M. Garaulet, M. Canteras, E. Morales, G. López-Guimera, D. Sánchez-Carracedo, and M.
D. Corbalán-Tutau, “Validación de un cuestionario de comedores emocionales para uso
en casos de obesidad; cuestionario de comedor emocional (CCE),” Nutr. Hosp., vol. 27,
no. 2, pp. 645–651, 2012.
30. B. Liu, “Sentiment Analysis and Opinion Mining,” no. May, pp. 1–108, 2012.

Anda mungkin juga menyukai