Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MATA KULIAH FISIOTERAPI KARDIOVASCULAR

Dosen Pengampuh :
Nurma Auliya Hamidah, S.Tr. Kes

Nama Kelompok :
1. Anastasia Muhammad (2002040090)
2. Sulistiani (2002040081)

D3 FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan
kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Dosen Ibu Nurma Auliya
Hamidah, S.Tr. Kes pada Mata Kuliah Fisioterapi Kardiovaskular Pulmonal di
Universitas Muhamadiyah Lamongan. Selain itu, kami juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang materi yang
diberikan.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Nurma
Auliya Hamidah, S.Tr. Kes selaku Dosen mata kuliah Fisioterapi Kardiovaskular
Pulmonal. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang kami ditekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran kami ucapkan terimakasih.

Lamongan, 16 Juli 2022


Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri
dari jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi
memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan
tubuh yang di perlukan dalam proses metabolisme tubuh. 

Pemeriksaan fisik paru adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh


perawat untuk melakukan pengkajian fisik pada pasien yang mengalami
abnormalitas system pernapasan yang meliputi, inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi. pemeriksaan paru sangat penting karena fungsi dari paru-
paru manusia mempengaruhi pola hidup manusia itu sendiri.

2.1 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sistem otonom kardiovascular dan respirasi di dalam tubuh?
2. Apa saja pemeriksaan fisik paru?
3.

3.1 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana sistem otonom kardiovascular dan respirasi di
dalam tubuh.
2. Mengetahui apa saja pemeriksaan fisik paru
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Otonom Cardiovascular


Sistem kardiovaskuler terdiri atas organ jantung dan pembuluh darah.
Fungsi sistem ini dapat dianalogikan dengan sistem pengairan di rumah
tangga, dimana organ jantung berperan sebagai pompa dan pembuluh darah
berperan sebagai salurannya atau pipanya. Sistem ini bertanggung jawab
untuk mentransportasikan darah dan zat yang dikandungnya ke seluruh
bagian tubuh manusia.

Untuk menjaga agar darah tetap mencapai seluruh bagian tubuh secara
terus-menerus maka jantung sebagai pompa harus berdenyut secara terus
menerus pula. Denyutan jantung diaturoleh sistem saraf otonom (SSO) yang
berada di luar kesadaran atau kendali kita sehingga kita tidak dapat mengatur
denyutan jantung seperti kehendak kita.

Sistem kardiovaskuler merupakan sistem tertutup artinya darah yang


ditransportasikan akan berada di dalam jantung dan pembuluh darah, tidak
dialirkan ke luar pembuluh darah. Berdasarkan arah aliran darah maka
pembuluh darah dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama adalah
pembuluh darah yang meninggalkan jantung (arteri) dan pembuluh darah
yang menuju jantung (vena). Berdasarkan ukuran penampangnya (diameter)
maka pembuluh darah (arteri dan vena) dapat dikelompokkan menjadi
pembuluh darah besar, sedang, dan kecil. Contoh pembuluh arteri besar
adalah aorta, a. iliaca commonis; pembuluh arteri sedang adalah a. tibialis, a.
radialis; sedangkan contoh vena besar adalah v. cafa superior dan inferior.
Diantara pembuluh darah arteri kecil (arteriole) dan vena kecil
(venule) akan terdapat saluran kecil yang disebut pembuluh kapiler.
Pembuluh kapiler ini menghubungkan bagian pembuluh darah arteri dan
vena. Pembuluh kapiler ini memiliki struktur histologis tertentu.

Sistem saraf otonom (ANS/ autonomic nervous system) berperan


penting dalam aktivitas involunter tubuh (yang diantaranya mencakup
termasuk homeostasis termoregulasi, kardiovaskular, dan gastrointestinal).
ANS terbagi kedalam dua cabang utama, yaitu sistem saraf simpatetik (SNS/
sympathetic nervous system), yang mengendalikan respon ”fight or flight",
dan sistem saraf parasimpatetik (PNS/ parasympatethic nervous system), yang
bertugas untuk mengawasi fungsi-fungsi pemeliharaan tubuh, yang
diantaranya mencakup fungsi pencernaan dan sistem genitourinari. Aktivitas
SNS dan PNS sangatlah penting untuk fungsi kehidupan manusia. Kondisi
penyakit maupun stres akibat tindakan operasi keduanya diketahui dapat
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada ANS, bahkan bisa
memicu efek yang berbahaya bagi tubuh.

Dengan demikian, tujuan selama penanganan anestetik adalah untuk


memodifikasi respon otonom normal tubuh supaya dapat menjaga pasien
tetap dalam kondisi aman. Menurut para ahli anestesi saat ini diketahui
memiliki banyak obat-obatan farmakologis yang dapat merubah aktivitas
otonom; namun demikian, untuk menggunakan obat-obatan ini, harus
menelusuri pemahaman lebih jauh bagaimana ilmu tentang anatomi dan
fisiologi sistem saraf otonom .

2.2 Anatomi Sistem Saraf Otonom


a. sistem saraf simpatik

Serabut preganglionik SNS berasal dari wilayah torakolumbalis


spinalis. Badan sel neuron ini diketahui terletak pada materi abu-abu (gray
matter) tulang belakang, dan serabut saraf memanjang ke ganglia
berpasangan di sepanjang rantai simpatik, mengarah langsung secara
lateral ke kolumna vertebral, atau ke pleksus distal yang tidak berpasangan
(contohnya:Pleksus celiaca atau pleksus mesenterik). Serabut simpatetik
preganglionik tidak hanya bersinapsis pada ganglion di tingkat asalnya
pada korda spinalis, namun juga dapat menaiki dan menuruni ganglia
berpasangan sehingga timbul respons simpatetik yang tidak hanya terbatas
pada satu segmen saja. Neuron pascaganglionik SNS kemudian mengarah
ke organ target.

Dengan demikian, serabut praganglion simpatetik biasanya secara


relatif pendek, hal ini karena ganglia simpatetik biasanya berposisi dekat
dengan sistem saraf pusat (SSP), dan serabut pascaganglionik memanjang
sebelum menginervasi organ-organ efektor.

Representasi skematis sistem saraf otonom yang menggambarkan


inervasi fungsional organ-organ efektor tepi dan asal anatomik saraf
otonom tepi dari tulang belakang. Pada gambar sebelah kanan, ditampilkan
inervasi persarafan simpatetik dari paravertebral keorgan efektor. Pada
gambar sebelah kiri, ditampilkan invervasi persarafan parasimpatetik dari
paravertebral ke organ efektor.Angka romawi pada saraf yang berasal dari
daerah tektum batang otak adalah mengacu pada saraf-saraf kranial yang
memberikan aliran parasimpatetik ke organ-organ efektor kepala, leher,
dan trunkus/ batang tubuh.

Serabut praganglionik dan serabut pascaganglionik dari sistem saraf


parasimpatetik melepaskan asetilkolin (ACh) sebagai neurotransmiter.
Sedangkan untuk sistem saraf simpatetik, neurotransmitter yang
dilepaskan diujung terminal preganglionik dari sistem saraf simpatetik
adalah asetilkolin (ACh), dan neurotransmitter yang dilepas di serabut
pascaganglionik adalah norepinefrin (NE) (kecuali serabut
pascaganglionik untuk kelenjar keringat, yang melepaskan Ach).

Norepinefrin adalah neurotransmiter utama yang dilepaskan di ujung


terminal neuron pascaganglionik pada sinaps dengan organ target (Gambar
7-3). Neurotransmiter sistem saraf pusat primer lainnya adalah mencakup
epinefrin dan dopamin. Selain itu, kotransmiter, seperti adenosin trifosfat
(ATP) dan neuropeptida Y juga dapat memodulasi aktivitas simpatetik.
Norepinefrin dan epinefrin dapat mengikat secara pascasinaptik dengan
reseptor adrenergik, yang meliputi reseptor α1-, β1-, β2-, dan β3. Ketika
norepinefrin berikatan dengan reseptor α2, yang berlokasi secara
prasinapstik pada terminal simpatetik pascaganglionik, pelepasan
norepinefrin berikutnya pun menurun (umpan balik negatif). Dopamin (D)
berikatan dengan reseptor D1 secara pascasinaptik atau dengan reseptor-
reseptor D2 secara prasinaptik.

Pelepasan neurotransmiter norepinefrin (NE) dari ujung saraf yang


membangkitkan stimulasi reseptor-reseptor pascasinaptik menjadi 3 yaitu
α1, β1, dan β2. Stimulasi reseptor α2-prasinaptik dapat menghasilkan
penghambatan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf.
b. Sistem Saraf Parasimpatik

PNS muncul dari saraf kranial III, VII, IX, dan X, serta dari segmen.
Tidak seperti ganglia SNS, ganglia PNS berlokasi di dekat organ-organ
target nya (atau bahkan di dalam organ-organ tersebut). Seperti halnya
SNS, terminal saraf praganglionik dapat melepaskan ACh ke dalam sinaps,
dan sel postganglionik akan mengikat ACh melalui reseptor nikotinik.

Terminal saraf pascaganglionik kemudian akan melepaskan ACh ke


dalam sinapsis yang dimiliki oleh sel organ target. Reseptor ACh pada
organ target adalah reseptor muskarinik. Seperti halnya reseptor
adrenergik, reseptor muskarinik bergabung dengan protein G dan sistem
kurir kedua. ACh pun secara cepat dinonaktifkan di dalam sinaps oleh
enzim cholinesterase

2. 3 Mekanisme Pengaturan Vaskuler


Pengaturan pembuluh darah terutama terjadi pada arteriole sehingga
memungkinkan terjadi pengaturan distribusi darah sesuai kebutuhan tubuh
dan juga untuk membantu mengatur tekanan darah. Otot dalam arteriole
dapat mengalami kontraksi untuk mengatur diameternya. Pusat pengaturan
pembuluh darah (pusat vasomotor) terletak di medulla oblongata, pusat di
atasnya diperkirakan di korteks cerebri, dan hipotalamus. Selanjutnyaimpuls
dari pusat vasomotor ini disalurkan melalui serabut simpatis (T1 – L2) dan
parasimpatis (S2 – S4).

Berbeda dengan jantung, dimana faktor yang penting adalah sistem


parasimpatis, faktor penting dalam pengaturan pembuluh darah adalah
sistem simpatis. Sistem simpatis akan mengakibatkan vasokonstriksi pada
arteriole organ-organ dalam dan kulit, vasodilatasi pada arteriole ini terjadi
secara pasif akibat tekanan darah. Sedangkan pada arteriole otot rangka
simpatis mengakibatkan vasodilatasi. Serabut parasimpatis hanya mengatur
arteriole pada kelenjar ludah dan genital. Stimulasi parasimpatis pada kedua
organ ini akan mengakibatkan vasodilatasi. Terhadap sistem vena terjadi
aktivitas kontrol yang sama.

1. Refleks vasokontriksi

Stimulusnya adalah penurunan tekanan darah yang merangsang


baroreseptor di vena besar, arcus aorta dan sinus caroticus; perasaan tidak
menyenangkan : nyeri, bising, suhu tinggi; faktor fisik dan emosi;
penurunan suhu darah, kadar O2 dan peningkatan CO2 yang akan
merangsang chemoreseptor. Stimulus-stimulus ini akan merangsang pusat
refleks vasomotor di medulla oblongata. Kemudian pusat refleks ini akan
meningkatkan impuls simpatis, disalurkan melalui serabut eferen ke
arteriole organ dalam dan kulit. Efeknya adalah vasokonstriksi.
Vasokontriksi pada arteriole organ dalam terutama terjadi setelah adanya
stimulus berupa penurunan tekanan darah Sedangkan, vasokontriksi pada
arteriole kulit terutama terjadi pada stimuli berupa dingin atau nyeri.
Seluruh vasokontriksi ini, terutama yang terjadi pada organ dalam, akan
meningkatkan tekanan darah.

2. Refleks vasodilatasi

Stimulusnya adalah peningkatan venous return dan tekanan darah yang


merangsang baroreseptor di vena besar, arcus aorta dan sinus caroticus;
perasaan yang menyenangkan seperti keramahan; faktor fisik dan emosi;
penurunan kadar CO2 dan peningkatan suhu darah yang akan merangsang
chemoreseptor Stimulus-stimulus ini akan merangsang pusat refleks
vasomotor di medulla oblongata. Kemudian pusat refleks ini akan
menurunkan impuls vasokontriktor simpatis, disalurkan melalui serabut
eferen ke arteriole koroner, arteriole otot rangka dan arteriole pada organ
dalam dan kulit. Efeknya adalah vasodilatasi arteriole koroner diikuti
peningkatan metabolisme otot jantung; vasodilatasi arteriole otot rangka,
vasodilatasi arteriole organ dalam, vasodilatasi arteriole kulit, dan juga
vasodilatasi pada jaringan erektil di daerah genital. Vasodilatasi arteriole
kulit terutama terjadi setelah adanya stimulus berupa perasaan nyaman dan
adanya pijatan lembut. Sedangkan, vasodilatasi arteriole organ dalam
terutama terjadi pada stimuli peningkatan tekanan darah. Seluruh
vasodilatasi akan menurunkan tekanan darah.

3.1 Respirasi
Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari
pengambilanoksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di
dalam tubuh. Manusia dalambernapas menghirup oksigen dalam udara
bebas dan membuang karbon dioksida kelingkungan. Respirasi dapat
dibedakan atas dua jenis, yaitu :

- Respirasi Luar merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan
udara.

- Respirasi Dalam merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke


sel-seltubuh. Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas
ke udara dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :

1. Respirasi / Pernapasan Dada

- Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut

- Tulang rusuk terangkat ke atas .

- Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada


kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.
2. Respirasi / Pernapasan Perut

- Otot difragma pada perut mengalami kontraksi

- Diafragma datar

- Volume

Rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada dada
mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru. Normalnya manusia butuh
kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh bekerja berat
maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan
bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus,
hemoglobin akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan
dengan besar kecil tekanan udara. Pada pembuluh darah arteri, tekanan
oksigen dapat mencapat 100 mmHg dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada
pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter air raksa dengan 12 cc
oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak
200cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida /
CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu
dengan bantuan darah.

Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :

- Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2

- Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2

- Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2

- Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 +


CO2

Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung


oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan
uap air. Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada
peristiwa bernapas terjadi pelepasan energy. Sistem Pernapasan pada
Manusia terdiri atas:
1. Hidung

2. Faring

3. Trakea

4. Bronkus

5. Bronkiouls

6. paru-paru

3.2 Anatomi Sistem Pernafasan


Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring,
trakea, karina, bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis,
bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus
alveolus dan alveoli. Terdapat Lobus, dextra ada 3lobus yaitu lobus
superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus yaitu
lobussuperior dan lobus inferior. Pulmo dextra terdapat fissura horizontal
yang membagi lobus superior dan lobus media, sedangkan fissura oblique
membagi lobus media dengan lobus inferior. Pulmo sinistra terdapat fissura
oblique yang membagi lobus superior dan lobus inferior. Pembungkus paru
(pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan Visceralis (dalam),
diantara 2 lapisan tersebut terdapat rongga pleura (cavum pleura).

1. Hidung

Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior
yang dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan.
Permukaan luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea besar dan rambut.
Terdapat epitel respirasi: epitel berlapissilindris bersilia bersel goblet dan
mengandung sel basal. Didalamnya ada konka nasalis superior, medius dan
inferior. Lamina propria pada mukosa hidung umumnya mengandung
banyak pleksus pembuluh darah.

2. Alat penghirup
Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet,
dengan laminabasal yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel
penyokong, sel basal dan selolfaktoris.

3. Sinus paranasal

Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang


tengkorak yang berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4 sinus:
maksilaris, frontalis, etmoidalis dan sphenoidalis.

4. Faring

Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan


menyatu dan menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke
oesophagus. Pada saat bernapas udara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga :
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Mukosa pada nasofaring sama
dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan laringofaring sama dengan
saluran cerna. Mukosa faring tidak memilki muskularis mukosa. Lamina
propria tebal, mengandung serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatu
dengan jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi epitel
berlapis gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni.

5. Laring

Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak


antara faring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan
krikoid. Muskulus ekstrinsik mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus
intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan
fonasi. Lapisan laring merupakan epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki
epitel selapis gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk
suara, dan menutup trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan
mukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara (lipat suara).
Celah diantarapita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu terdapat
mukosa dan lamina propria. Pita suara terdapat jaringan elastis padat, otot
suara ( otot rangka). Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan Inferior.
Inervasi: N Laringealis superior.
6. Trakea

Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi


oleh jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan,
mukosa, epitel bersilia, jaringan limfoid dan kelenjar.

7. Bronchus

Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama. Bronki
primer bercabang menjadi bronki lobar, bronki segmental, bronki
subsegmental. Struktur bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin
berupa lempeng tulang rawan tidak teratur. Makin ke distal makin
berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang samasekali. Otot polos
tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa tersusun atas lipatan memanjang.
Epitel bronkus : kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dan kelenjar
submukosa. Lamina propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel mast,
eosinofil.

8. Bronchiolus

Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang rawan,


tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan
jaringan ikat longgar. Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia
(sel Clara). Lamina propria tidak mengandung sel goblet.

9. Bronchiolus respiratorius

Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru. Lapisan


: epitel kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis
(alveoli).

10. Duktus alveolaris

Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat alveoli


bermuara.

11. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara
yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa
antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus.

Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar
besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya
10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II) jumlahnya
12 %, menempati 5 % alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa
alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek,
permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan
surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps
alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut
interstisial. Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit
limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama
dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma sel ini
terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi jumlah sel
lainnya.

12. Pleura

Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat


elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral,
yang melekat pada dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas
mengandung banyak kapiler dan pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n.
frenikus dan n. interkostal.

3.3 Mekanisme Pernafasan Manusia


Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:

A. Pernafasan dada

Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang
rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk
luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk
dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke
posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka tulang
rusuk akan terangkat sehingga volume dada bertanbah besar.

Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam rongga dada lebih


kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena tekanan udara kecil pada
rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk
ke dalam tubuh, proses ini disebut proses ’inspirasi’ Sedangkan pada proses
espirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke
posisi semuladan menyebabkan tekanan udara didalam tubuh meningkat.
Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara
terdorong ke luar tubuh, proses ini disebut ’espirasi’.

B. Pernafasan perut

Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan
otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma
akan mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada bertambah besar
sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan udara
menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara mengalir masuk ke
paru- paru(inspirasi). Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara
otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan
dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya
pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu
pernapasan luar dan pernapasan dalam.

Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam
alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah
pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan
udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di
luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila
tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar. Sehubungan
dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas
dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada
dan perut terjadi secara bersamaan.

3.4 Frekuensi Pernafasan


Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas
disebut sebagai frekuensi pernapasan. Pada umumnya, frekuensi pernapasan
manusia setiap menitnya sebanyak 15-18 kali. Cepat atau lambatnya
frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh beberapafaktor, diantaranya :

- Usia
Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin rendah frekuensi
pernapasannya.Hal ini berhubungan dengan energy yang dibutuhkan.
- Jenis kelamin
Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan yang lebih
tinggidibandingkan dengan wanita. Kebutuhan akan oksigen serta
produksi karbondioksidapada pria lebih tinggi dibandingkan wanita.
- Suhu tubuh
Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka aka semakin cepat frekuensi
pernapasannya, hal ini berhubungan dengan penigkatan proses metabolism
yang terjadi dalam tubuh.
- Posisi atau kedudukan tubuh
Frekuensi pernapasan ketika sedang duduk akan berbeda dibandingkan
dengan ketika sedang berjongkok atatu berdiri.Hal ini berhubungan erat
dengan energy yang dibutuhkan oleh organ tubuh sebagai tumpuan berat
tubuh.
- Aktivitas
Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti olahragawan akan
membutuhkan lebih banyak energi daripada orang yang diamatau santai,
oleh karena itu, frekuensi pernapasan orang tersebut juga lebih tinggi.
Gerakan dan frekuensi pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang
terdapat di otak. Selain itu, frekuensi pernapasan distimulus oleh
konsentrasi karbondioksida (CO₂) dalam darah.
4.1 Pemeriksaan Fisik Paru
Menurut Tambunan (2011: 56) menyatakan bahwa pemeriksaan fisik
paru merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk
melakukan pengkajian fisik pada pasien yang mengalami abnormalitas sistem
pernapasan yang meliputi, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi Palpasi
dan perkusi thorak itu sendiri

Menurut Bickley ( 2014 : 74) butuh keahlian berpengalaman yang


digunakan dalam penilaian respirasi. Hal ini melibatkan penggunaan tangan
dan jari untuk mendapatkan informasi melalui sensasi raba dan pendengaran.
Auskultasi dada juga merupakan keahlian yang diperoleh dari pengalaman;
namun keahlian ini secara umum digunakan oleh banyak tenaga kesehatan
dan harus dipertimbangkan secara lebih terinci.

Auskultasi (mendengarkan melalui alat bantu , biasanya stetoskop) ke


dada dapat memberikan informasi akurat dan diagnostik mengenai kondisi
jantung , paru, dan pleura. Pasien harus diinformasikan secara penuh
mengenai prosedurnya dan persetujuan serta privasi mereka dipastikan.
Pasien harus berada dalam posisi duduk jika mungkin untuk mendapat akses
ke daerah anterior, posterior, dan lateral toraks. Hal ini dilakukan dengan
menempatkan diafragma atau sungkup stetoskop ke kulit pasien dan
mendengarkan inspirasi maupun ekspirasi. Perbandingan harus dibuat antara
sisi kanan dan kiri, dengan stetoskop ditempatkan pada lokasi yang serupa.

4.2 Pengkajian Pemeriksaan Paru:


1. Inspeksi
Dada dikaji tentang postur bentuk, kesimetrisan serta warna kulit,
perbandingan bentuk dada anterior, posterior, dan transversal pada bayi 1 :
1, dewasa 1 : 2 bentuk abnormal pada kondisi tertentu:

a. Pigeon chest: bentuk dada seperti burung diameter transversal sempit,


anterior posterior, membesar atau lebar, tulang sternum menonjol
kedepan.
b. Funnel chest : bentuk dada diameter sternum menyempit, anterior
posterior menyempit, transversal melebar.
c. Barrel chest : bentuk dada seperti tong, diameter anterior posterior
transversal memiliki perbandingan 1:1, juga amati kelainan tulang
belakang seperti kifosis, lordosis, dan scoliosis.

Pada pengkajian dada dengan inspeksi juga perhatikan:

a. Frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernapas.


b. Sifat bernapas : pernapasan perut atau dada
c. Adakah retraksi dada, jenis : retraksi ringan, sedang, dan berat
d. Ekspansi paru simetris ataukah tidak
e. Irama pernapasan : pernapasan cepat atau pernapasan dalam
(pernapasan kussmoul)
f. Pernapasan biot : pernapasan yang ritme maupun amplitudenya tidak
teratur diselingi periode apnea
g. Cheyne stokes : pernapasan dengan amplitude mula-mula kecil makin
lama makin besar kemudian mengecil lagi diselingi peripde apnea

2. Palpasi

Palpasi dada bertujuan mengkaji kulit pada dinding dada, adanya nyeri
tekan, masssa, kesimetrisan ekspansi paru dengan menggunakan telapak tangan
atau jari sehingga dapat merasakan getaran dinding dada dengan meminta
pasien mengucapkan tujuh puluh tujuh secara berulang –ulang . getaran yang
diraskan disebut : vocal fremetus. Perabaan dilakukan diseluruh permukaan
dada(kiri,kanan depan, belakang) umumnya pemeriksaan ini bersifat
membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau kurang bergetar,adanya
kondisi pendataan paru akan terasa lebih bergetar, adanya kondisi pemadatan
paru akan terasa lebih bergetar seperti pnimonia,keganasan pada pleural
effusion atau pneumathorak akan terasa kurang bergetar.

3. Perkusi
Perkusi dinding thorak dengan cara mengetuk dengan jari tengah, tangan
kanan pada jari tengah tangan kiri yang ditempeklan erat pada dinding dada
celah interkostalis. Perkusi dindng thorak bertujuan untuk mengetahui batas
jantung, paru, serta suara jantung maupun paru. Suara paru normal yang
didapat dengan cara perkusi adalah resonan atau sonor, seperti dug, dugm dug,
redup atau kurang resonan suara perkusi terdengar bleg, bleg, bleg. Pada kasus
terjadnya konsolidasi paru seperti pneumonia, pekak atau datar terdengar
mengetuk paha sendiri seperti kasus adanya cairan rongga pleura, perkusi
hepar dan jantung . hiperesonan/tympani suara oerkusi pada daerah berongga
terdapat banyak udara seperti lambung, pneumothorax dan coverna paru
terdengar dang, dang, dang.

a. Batas paru hepar : di ICS 4 sampai ICS ke 6


b. Batas atas kiri jantung ICS 2-3
c. Batas atas kanan jantung :ICS 2 linea sternalis kanan
d. Batas kiri bawah jantung line media clavicuralis ICS ke 5 kiri

3. Auskultasi
Auskultasi paru adalah menedengarkan suara pada dinding thorax
menggunakan stetoskope karena sistematik dari atas ke bawah dan
membandngkan kiri maupun kanan suara yang didengar adalah :

a. Suara napas
1) Vesikuler : suara napas vesikuler terdengar di semua lapang paru yang
normal, bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari
ekspiasi.
2) Brancho vesikuler: tedrdengar di daerah percabangan bronchus dan
trachea sekitar sternum dari regio inter scapula maupun ICS 1: 2.
Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. 3) Brochial : terdengar di
dzerah trachea dan suprasternal notch bersifat kasar, nada tinggi,
inspirasi lebih pendek, atau ekspirasi
b. Suara tambahan

Pada pernapasan normal tidak ditemukan suara tambahan, jika


ditemukan suara tambahan indikasi ada kelainan,adapun suara tambahan
adalah :

1) Rales/Krakles
Bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket saat saluran halus
pernapasan mengembang dan tidak hilang, suruh pasien batuk, sering
ditemui pada pasien dengan peradangan paru seperti TBC maupun
pneumonia.
2) Ronchi

Bunyi dengan nada rendah, sangat kasar terdengar baik inspirasi


maupun ekspirasi akibat terkumpulnya secret dalam trachea atau
bronchus sering ditemui pada pasien oedema paru, bronchitis.

3) Wheezing

Bunyi musical terdengar “ngii...” yang bisa ditemukan pada fase


ekspirasi maupun ekspirasi akibat udara terjebak pada celah yang
sempit seperti oedema pada brochus.

4) Fleural Friction Rub


Suatu bunyi terdengar kering akibat gesekan pleura yang meradang,
bunyi ini biasanya terdengar pada akhir inspirasi atau awal ekspirasi,
suara seperti gosokan amplas.
5) Vocal resonansi

Pemeriksaan mendengarkan dengan stethoscope secara sistematik


disemua lapang guru, membandingkan kanan dan kiri pasien diminta
mengucapkan tujuh puluh tujuh berulang-ulang.

a) Vokal resonan normal terdengar intensitas dan kualitas sama antara


kanan dan kiri.
b) Bronchophoni : terdengar jelas dan lebih keras dibandingkan sisi
yang lain umumnya akibat adanya konsolidasi.
c) Pectorilequy : suara terdengar jauh dan tidak jelas biasanya pada
pasien effusion atau atelektasis.
d) Egopony : suara terdengar bergema seperti hidungnya tersumbat.

4.3 Cara Pemeriksaan Fisik Paru


Kunci dari settiap teknik pengkajian ini adalah untuk mengembangkan
pendekatan yang sistematik, teknik yang paling tepat yaitu jika pengkajian
dimula dari kepala lalu ke tubuh bagian bawah. Kemudian hal yang perlu
disiapakan dan diperhatikan oleh perawat ada pada saat pengkajian antara lain
yatu : peralatan yang diperlukan, cuci tangan sebelum melakukan prosedur,
siapkan pasien, pastikan lingkungan yang kondusif, jaga privasi pasien,
pemeriksaan harus efektif dan efisien bagi perawat dan pasien, dan gunakan
universal precaution. Berikut merupakan cara-cara yang digunakan dalam
pemeriksaan fisik paru menurut George Lawry (2015 : 81) sebagai berikut :

1. Inspeksi

a. Pemeriksaan dada dimulai dari thoraks posterior, klien pada posisi duduk
b. Dada di observasi dengan membandingkan satu sisi dengan sisi yang
lainnya.
c. Tindakan dilakukan dari atas(apex) sampai ke bawah.

d. Inspeksi thoraks posterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,
massa, gangguan tulang belakang seperti : kiposis, skoliosis, dan lordosis.

e. Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan


dada.

f. Observasi tipe pernapasan, seperti : pernapasan hidung atau pernapasan


diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.

g. Saat mengobservasi respirasi, catat durasi, dari fase inspirasi (I) dan fase
ekspirasi (E). Ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi jalan napas dan sering ditemukan
pada klien Chronic Airflow Limitation(CAL)/COPD.

h. Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter antero posterior (AP)


dengan diameter lateral/transversal(T). Ratio ini normalnya berkisar 1:2
sampai 5:7, tergantung dari cairan tubuh klien.

i. Kelainan pada bentuk dada:

1) Barrel Chest Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi


peningkatan diameter AP : T (1 : 1), sering terjadi pada klien emfisema.

2) Funnel Chest (Fectus Excavatium)

Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini akan
menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan
murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau
akibat kecelakaan kerja.

3) Pigeon Chest (Pectus Carinatum) Timbul sebagai akibat dari


ketidaktepatan sternum dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul
pada klien dengan kiposkoliosis berat.

4) Kiposkoliosis Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan


mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan
osteoporosis dan kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi
thoraks.

j. Kelianan bentuk tulang belakang:

1) Kiposis Meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis


menyebabkan klien tampak bongkok.

2) Skoliosis Melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi


vertebral.

k. Observasi kesimetrisan pergerakan dada

Gangguan pergerakan dada atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan


penyakit pada paru atau pleura.

l. Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat


mengindikasikan obstruksi jalan napas.

2. palpasi

Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan observasi


abnormalitas, mengindentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/tactile
premitus (vibrasi). Palpasi thorak untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji
saat inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak. Kaji juga kelembutan kulit,
terutama jika klien mengeluh nyeri. Vocal premitus : getaran dinding dada
yang dihasilkan ketika berbicara.
a. Leher

Trakea yang normal dalam garis lurus di antara otot


sternokleidomastoideus pada leher dengan mudah digerakkan serta dengan
mudah kembali ke posisi garis tengah setelah di geser. Massa dada, goiter, atau
cidera akut dapat mengubah posisi trakea, selain itu pada efusi pleura selalu
membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari yang sakit sementara aelektasis, trakea
sering tertarik ke bagian yang sakit.

b. Dada

1) Vocal fremitus adalah vibrasi yang dirasakan ketika pasien mengatakan “77”
(tujuh pulih tujuh). Vibrasi normal bila terasa di atas batang bronkus utama.
Bila teraba diatas perifer paru, hal ini menunjukkan konsulidasi sekresi atau
efusi pleura ringan sampai sedang.

2) Fremitus ronkhi adalah vibrasi yang teraba di atas sekresi dan sekresi dan
kongesti pada bronkus atau trakea.

3) Emfisema subkutan menyebabkan krepitasi di atas daerah yang terkena. Bila di


auskultasi, juga terdengar crackles. Hal ini dapat berpindah kedaerah yang
berbeda tergantung pada posisi pasien. Kebocoran udara dari suatu
pneumothoraks atau pneumomediastium ke dalam jaringan subkutan
menyebabkan emfisema subkutan.

3. Perkusi

Perkusi Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ


yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.

Jenis suara perkusi :

a. Suara perkusi normal: Resonan (sonor): bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada
jaringan paru normal. Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.
Timphany : musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara.

b. Suara perkusi abnormal Hipperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan


dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara .
Flatness : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat
didengar oleh perkusi daerah paha, dimana area seluruhnya berisi jaringan.

4. Auskultasi

Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan


suara napas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara . suara napas
normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring ke
alveoli, dengan sifat bersih.

a. Suara napas normal :

1) Bronchial : sering disebut juga dengan “tubular sound” karena suara ini
dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdengar keras,
nyaring, dengan hembusan yang lembut, fase ekspirasinya lebih panjang
daripada inspirasi, dan tidak ada henti diatara dua fase tersebut. Normal
terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch.

2) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara napas bronchial dan


vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang.
Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks
dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.

3) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih


panjang dari ekspirasi , ekspirasi terdengar seperti tiupan.

b. Suara napas tambahan :

1) Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara


nyaring, musikal,suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran udara
dengan melalui jalan napas yang menyempit.

2) Ronchi : terdngar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengan
perlahan, nyaring, suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi
kental dan peningkatan produksi sputum.
3) Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara :
kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura.
Sering kali klien juga mengalami nyeri saat bernapas dalam.

4) Crackles : setap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara
meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli
atau bronchiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan. Coarse crackles :
lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan
terpotong akibat terdapatrnya cairan atau sekresi pada jalan napas yang besar.
Mungkin akan berubah ketika klien batuk
DAFTAR PUSTAKA
Miller RD, Pardo MC eds. Autonomic Nervous System. In: Basics of Anesthesia -
6th ed.
Philadelphia. United States of America: Elsevier 2011.2. Morgan GE, Mikhail
MSeds. Adrenergic Agonists and Antagonists. In: Clinical Anesthesiologi.
New York: MC Graw Hill, 2006.
Anwar, Dodi. 2012. Hubungan Derajat Sesak Napas Penderita Penyakit Paru
Obstruktif
Kronik Menurut Kuesioner Modified Medical Research Council Scale Dengan
Derajat Penyakit
Paru Obstruktif Kronik. Jurnal Respir Indo Vol. 32, No. 4 Hlm 206
Bickley, L. S. 2014. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.
Jakarta: EGC.
Eviana. 2013. Panduan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Sagung Seto
Lawry, George V. 2015. Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Jakarta : Erlangga
Manalu, Novita Verayanti. 2016. Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Oleh Perawat
Rumah Sakit
Advent Bandar Lampung. Jurnal Skolastik Keperawatan, Vol. 2, No.1 Hlm. 13

Anda mungkin juga menyukai