PEMBIMBING :
PENYUSUN :
1
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat dengan topik “Hubungan Patofisiologi Stroke Associated
Penumonia” dengan lancar. Referat ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Saraf RSAL Dr. Ramelan Surabaya,
dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang beramanfaat bagi
pengetahuan penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari abntuan dan dukungan
berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
Penyusun
3
DAFTAR ISI
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. Gambar skematik dari jalur hubungan antara sistem saraf pusat dan sistem
imun .......................................................................................................................... 10
5
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Skor risiko untuk menentukan risiko tromboemboli pada fibrilasi atrium
dengan singkatan CHA2DS2-VAS (Congestive heart failure, Hypertension, Age ≥ 75
tahun, Diabetes mellitus, Stroke, Vascular disease, Age 65-74, Sex category). Skor
maksimal adalah 9, karena untuk usia diberikan skor 0, 1, atau 2............................. 24
6
Patofisiologi Stroke-Associated Pneumonia (SAP)
1. Teori Aspirasi
SAP dapat terjadi sekunder karena aspirasi. Aspirasi dan faktor resiko lain
seperti gangguan kesadaran dan disfagia berperan penting menimbulkan
terjadinya SAP. Banyak pasien stroke yang mengalami gangguan mekanisme
menelan menyebabkan aspirasi isi mulut selama tidur yang berhubungan
dengan transmisi dopamine abnormal. Blokade reseptor dopamine D1
menyebabkan inhibisi refleks menelan dan menurunkan substansi P pada end
organs (Hannawi et al., 2013).
2. Stroke-induced immunodepression
Imunodepresi karena stroke merupakan akibat dari aktivasi 3 sistem:
sistem simpatis, parasimpatis, dan hipotalamus-pituitari-adrenal axis. Stroke
menyebabkan apoptosis limfosit, perubahan produksi sitokin oleh Th1 yang
bersifat pro inflamasi menjadi Th2 yang bersifat anti inflamasi, bakteremia
spontan, dan pneumonia. Penelitian terdahulu juga menemukan bahwa blockade
aktivitas simpatis dapat mencegah infeksi bakteri dan penggunaan propranolol
(beta blocker) menurunkan mortalitas post stroke. Perubahan ini paling nyata
tampak pada pasien dengan stroke yang besar dan berhubungan dengan
predileksi lokasi stroke yaitu keterlibatan korteks insula (Hannawi et al., 2013).
7
Gambar 1. Patofisiologi Stroke-Associated Pneumonia (Hannawi et al., 2013)
8
Gambar 2. Skematik Hipothalamus - Pituitary - Adrenal axis (Smith and Vale,
2006).
9
1.2 Apoptosis Limfoid
Fosforilasi GRα merubahaktivitas transkripsi, sering dalam sel-sel gen
selektif. Studi awal menunjukkan fosforilasi GRα yang mutant adalah kompromi
dalam kemampuan mereka untuk mengaktifkan gen reporter. Selanjutnya,
dilaporkan fosforilasi Ser-211 berkorelasi dengan transkripsi bentuk aktif GRα,
sedangkan fosforilasi Ser-226 merusak kemampuan pensinyalannya (Oakley
and Cidlowski, 2010).
Fosforilasi Ser-211 diperlukan untuk apoptosis sel limfoid yang di induksi
glukokortikoid menunjukkan kekurangan dalam fosforilasi ini dapat menjadi
mekanisme dimana limfosit menjadi resisten terhadap glukokortikoid (Oakley and
Cidlowski, 2010).
Gambar 3. Gambar skematik dari jalur hubungan antara sistem saraf pusat dan
sistem imun (Chamorro, 2006)
10
Inflamasi memainkan peranan penting pada patogenesis dari stroke iskemik dan
ischemic brain injury lainnya. Iskemik serebral dapat merusak keseimbangan
dinamik antara respon pro-inflamasi dan anti-inflamasi. Ketika keadaan iskemik
terjadi, mediator inflamasi pada otak iskemik akan meningkat dan menginfiltrasi
sel imun, dimana memainkan peran kompleks pada patofisiologi iskemik serebral
(Jin et al, 2013).
1.1 Mediator Pro-inflamasi
a. Sitokin
Produksi sitokin meningkat pada otak pada berbagai penyakit,
termasuk stroke. Neutrofil sendiri akan mensekresi sitokin yang kemudian
akan mengaktivasi sel glia. Pada otak sitokin diekspresikan tidak hanya
pada sel sistem imun, tetapi juga dihasilkan oleh sel yang terdapat pada
otak seperti neuron dan glia (Meliana, 2016).
Sitokin yang paling banyak diteliti perannya dalam proses inflamasi
pada stroke iskemik akut adalah tumor necrosis factor-α (TNF- α),
interleukin (IL), IL-1β, IL-6, IL-20, IL-19, dan transforming growth factor
(TGF- β). Interleukin 1 β (IL-1β) dan TNF- α lebih banyak berperan pada
perburukan akibat cedera otak iskemik, sedangkan TGF- β dan IL-10
bersifat neuroprotektif. Peningkatan produksi sitokin proinflamasi dan
rendahnya antiinflamasi IL-19 terkait dengan besarnya luas infark dan
klinis yang lebih buruk. Peningkatan ekspresi IL-1β mRNA didapatkan
dalam 15-30 menit pertama setelah oklusi arteri serebri media permanen
dan peningkatan ekspresi protein IL-1β muncul dalam beberapa jam
kemudian dan tetap tinggi hingga 4 hari (Lakhan, 2009).
Tingginya kadar IL-1β dalam sirkulasi meningkatkan sirkulasi IL-6.
Kadar IL-6 dalam serum berkaitan dengan volume infark otak dan
merupakan prediktor kuat penurunan defisit neurologis dini (Lakhan,
2009).
11
Gambar 4. Respon inflamasi pasca iskemik (Lakhan, 2009)
12
dianggap memiliki efek buruk dengan meningkatkan infiltrasi leukosit
(Lakhan, 2009).
c. Molekul Adesi Seluler
Ada makin banyak bukti bahwa molekul adesi seluler (CAMs)
mempunyai peran penting pada patofisiologi stroke iskemik akut. CAMs
dihasilkan lebih banyak pada hari pertama pascastroke oleh berbagai
sitokin dan bertanggung jawab untuk perlengketan dan migrasi leukosit.
Hubungan antara leukosit dan endotel vaskular dimediasi oleh tiga
kelompok utama dari CAMs, yaitu: selektin, superfamily gen
imunoglobulin, dan integrin (Meliana, 2016).
Selektin, terutama selektin-E dan –P diproduksi lebih banyak dan
memediasi pergerakan dan pengerahan leukosit pada stadium awal
iskemia (Meliana, 2016). Dalam beberapa jam pascastroke, ekspresi
ICAM-1 meningkat akibat stimulasi dari sitokin. Pasien dengan stroke
iskemik akut memiliki soluble ICAM-1 (sICAM-1) lebih tinggi dibandingkan
pasien dengan penyakit kardiovaskuler. Selain itu, kadar sICAM-1 secara
signifikan lebih tinggi pada pasien yang meninggal dibandingkan yang
selamat. Tingginya kadar sICAM-1 pada saat masuk rumah sakit dikaitkan
dengan kematian dini pada pasien stroke usia pertengahan yang
menunjukkan peran patogen proses inflamasi pada evolusi stroke iskemik
(Lakhan, 2009).
Sejumlah penelitian menggunakan binatang menunjukkan bahwa
setelah iskemia fokal sementara dan permanen, terjadi peningkatan
CAMs, terutama ICAM-1, selektin-E dan –P, sebelum invasi neutrofil ke
otak.
d. Matriks Metaloproteinase (MMPs)
MMP adalah kelompok enzim proteolitik yang bertanggung jawab
atas remodelling matriks ekstraselluler dan dapat mendegradasi semua
unsur pokoknya. Ekspresi MMPs pada otak dewasa sangat rendah untuk
dapat dideteksi, namun banyak MMP meningkat produksinya pada otak
13
sebagai respon terhadap injuri. Neuron, astrosit, mikroglia dan sel endotel
diketahui mengekspresikan MMPs setelah injuri (Lakhan, 2009).
MMP-2 dan MMP-9 terlibat dalam iskemia serebral. Peningkatan
kadar MMP-9 ditemukan dalam jaringan otak dan serum pasien dengan
stroke iskemik akut dan pada model binatang dengan stroke, yang dimulai
dari 12 jam pasca oklusi arteri serebri media permanen. MMP-9 biasanya
tidak ada dan merupakan MMP mayor yang terkait dengan proses
inflamasi neuron. Inhibisi dini dari MMP-9 (hari pertama) dapat
menurunkan infark pada hari ke 14 (Meliana, 2016).
14
Keberadaan sindrom imunodepresi yang diinduksi stroke mungkin
merupakan mekanisme adaptif untuk iskemia otak meskipun penelitian
lebih lanjut akan diperlukan untuk mengungkap klinis konsekuensi dari
perubahan imunologis ini (Chamorro, 2006).
Selain sel imun paru, makrofag alveolar (M), sel epitel alveolar (AEC /
Alveolar Epithelial Cells) menunjukkan berbagai macam reseptor yang mengenali
patogen atau produk lainnya. Aktivasi cepat makrofag alveolar dan epitel saluran
pernapasan sangat penting dan krusial terhadap efektivitas pertahanan host
selama infeksi bakteri di paru. Makrofag alveolar dan sel epitel paru telah
ditunjukkan untuk mengekspresikan reseptor α7 nicotinergic acetylcholine
(α7nAChR), yang telah diidentifikasi sebagai elemen down-stream yang dikenal
dengan jaras anti-inflamatori kolinergik (cholinergic anti-inflammatory pathway).
Jaras saraf, yang melibatkan nervus vagus parasimpatetik dan asetikolin
neurotransmitter, ditunjukkan sebagai feedback negatif untuk mencegah adanya
overreaksi yang memiliki potensi berbahaya terhadap sistem imun selama
kondisi inflamatori, misal seperti infeksi bakteri, dengan menekan produksi sitokin
proinflamasi dengan mengaktifkan makrofag yang berikatan dengan Ach ke
α7nAChR (Engel et al, 2015).
15
Stroke akan mengaktifkan jaras kolinergik anti-inflamatori secara
langsung, yang sangat terlibat pada pengembangan infeksi paru post-stroke
seperti : (Engel et al, 2015).
16
perifer, terutama pada natural killer cell dan respon T-cell. Penelitian ini
menunjukkan adanya peningkatan level katekolamin dan penurunan jumlah T-
cell di darah perifer, bersamaan dengan kerusakan fungsi sel T ex vivo pada
pasien stroke yang belum terjadi onset komplikasi berupa infeksi. Maka dari itu,
meskipun respon patofisiologi dari penyakit manusia ditunjukkan sebagai respon
genomic pada kondisi inflamatori akut (Engel et al, 2015).
Adanya supresi respon imun yang diinisiasi oleh paru terjadi karena
peningkatan sinyal kolinergik, yang dilanjutkan oleh saraf vagus parasimpatetik
dan α7nAChR yang terekspresi pada sel epitel alveolar dan makrofag alveolar.
Maka dari itu, adanya kerusakan dan disfungsi pada T/NK-sel yang dimediasi
oleh sistem saraf simpatetik dan kerusakan respon imun yang diinisiasi oleh paru
yang dimediasi oleh sistem saraf parasimpatetik merupakan mekanisme penting
yang mengarah ke penurunan pertahanan anti-bakterial dan infeksi bakteri post-
stroke (Engel et al, 2015).
17
limfopenia, penurunan level sitokin inflamasi, dan atrofi organ limfoid sekunder
(Shi et al., 2018).
Imunosupresi post stroke merupakan respon adaptif yang dapat
membatasi inflamasi yang hebat di otak atau menurunkan kejadian reaksi
autoimun terhadap neuroantigen. Konsekuensi dari imunosupresi berhubungan
dengan peningkatan resiko infeksi setelah onset stroke (Shi et al., 2018).
Aktivasi sistem saraf simpatis menyebabkan pengeluaran katekolamin
dari terminal saraf simpatis. Peningkatan sementara pengeluaran katekolamin
menyebabkan peningkatan sel imun di darah dari tempat penyimpanannya di
lien. Namun, stroke menyebabkan peningkatan katekolamin di sirkulasi secara
berkepanjangan sehingga menyebabkan apoptosis sel imun dan menurunkan
jumlah sel imun di perifer (Shi et al., 2018). Selain itu, sinyal katekolamin melalui
reseptor beta adrenergic pada sel imun menurunkan produksi TNF-α namun
meningkatkan produksi IL-10 (Shim and Wong, 2016). Aktivasi dari sistem saraf
simpatis menyebabkan limfopenia, terganggunya fungsi monosit, pergeseran
produksi sitokin dari Th1 menjadi Th2, dan peningkatan apoptosis limfosit
(Winklewski, Radkowski and Demkow, 2014). Pergeseran dari respon inflamasi
yang diperantarai sel T-helper 1 (Th1) ke respon anti inflamasi yang diperantarai
sistem imun humoral dari T-helper 2 (Th2) terjadi untuk melindungi otak dari
kerusakan yang lebih lanjut dan menyebabkan perbaikan jarinagn serta
regenerasi neuron. Namun, perubahan ini menyebabkan sistem imun host
menjadi tersupresi dan menjadi inefektif dalam melawan patogen sehingga host
rentan terhadap infeksi (Shim and Wong, 2016).
18
ditemukan sebagai faktor risiko yang penting untuk SAP di berbagai studi klinis
(Teramoto, 2009) (Hiker et al, 2003) (Lim et al, 2001).
Banyak dari pasien stroke mengalami gangguan mekanisme menelan
yang mengarah pada aspirasi dari konten oral yang mengandung beragam
bakteri seperti Staphylococcus aureus yang berada di rongga hidung, dan basil
Gram-negatif aerobik termasuk Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa dan Acinetobacter baumannii yang dapat teraspirasi selama tidur,
yang mungkin secara teoritis terkait dengan transmisi dopamin yang abnormal
(Teramoto, 2009).
Dopamin merupakan suatu neurotransmiter yang dilepaskan oleh otak
yang memegang peranan dalam mengontrol gerakan, memori, mempengaruhi
tidur, proses belajar, atensi, respon emosional dan kemampuan untuk
merasakan kesenangan dan rasa sakit. Dopamin sangat penting untuk
mengontrol gerakan keseimbangan. Jika kekurangan dopamin akan
menyebabkan berkurangnya kontrol gerakan seperti pada penyakit Parkinson.
Sebaliknya jika berlebih dapat menyebabkan kehilangan kemampuan untuk
berpikir rasionil, yang ditunjukkan dalam skizofrenia (Schultz, 2007)
Bukti eksperimental untuk fenomena ini dapat ditemukan pada penelitian
yang dilakukan terhadap hewan coba dengan memblokir reseptor dopamin D1
yang mengakibatkan penghambatan refleks menelan dan penurunan substansi P
yang turut berperan dalam reflex menelan. Tingkat substansi P yang rendah
dalam dahak juga ditemukan pada pasien usia lanjut dengan pneumonia aspirasi
(Jia et al, 1998) (Nakagawa et al, 1995).
Substansi P adalah suatu neuropeptida yang berfungsi sebagai
neurotransmiter dan neuromodulator,dari golongan neuropeptida takikinin. Selain
itu, substansi P merupakan elemen penting di dalam persepsi nyeri dan juga
reflex mual dan muntah. Pusat muntah di medula mengandung substansi P dan
reseptornya dalam konsentrasi yang tinggi, selain itu selain itu terdapat
neurotransmiter lain seperti choline, histamin, dopamin, serotonin dan opioid
yang aktivasinya akan menstimulasi refleks muntah (Nakagawa et al, 1995)
19
F. Impaired level of consciousness
20
penurunan kesadaran (nilai 3) dan usia lebih dari 70 (niai 2) tahun. Kemudian
membagi menjadi 3 level, yaitu: nilai 0 memiliki risiko rendah terjadinya
pneumonia pada fase akut (2,1%), nilai 1-3 memiliki risiko sedang (4,2%) dan
nilai ≥ risiko tinggi (22,9%) (Chumbler NR, et al., 2010).
Hubungan fibrilasi atrial dengan pneumonia ditunjukkan hanya pada
studi Ovbiagele, dkk, 2006. Dimana fibrilasi atrial merupakan penyebab dari
stroke kardioemboli, yang berkaitan dengan infark kortikal dan keparahan
stroke yang lebih besar (Hoffmann S, et al., 2012).
Skor NIHSS yang lebih tinggi juga berkorelasi dengan gangguan kontrol
otonom kardiovaskuler. Hal ini ditandai dengan hilangnya modulasi otonom
secara umum, penurunan tonus parasimpatis, gangguan sensitifitas barorefleks
serta pergeseran dominasi simpatis. Sehingga skor NIHSS awal saat pasien
masuk dapat digunakan untuk stratifikasi pemantauan yang dibutuhkan pasien
setelah 24 jam pertama (Pride YB et al., 2009).
21
hal ini akan menyebabkan gangguan homeostasis cairan tubuh yang cukup
bermakna (Camm J, et al., 2010).
Selain terjadinya peningkatan koagulasi dan stasis darah di dalam left atrial
appendage, terjadinya perubahan endotelial pro-trombogenik juga sangat
penting dalam perkembangan trombi atrium. Sejumlah penelitian telah jelas
membuktikan bahwa sifat perlekatan/adhesivitas dari endokardium atrium,
terutama yang terletak di atrium kiri dan khususnya yang terletak di left atrial
appendage, selain AF, juga diatur oleh proses yang tergantung pada angiotensin
(angiotensin-dependent process) (Camm J, et al., 2010).
Telah dibuktikan bahwa pada pasien dengan AF, ekspresi molekul-
molekul adhesi (VCAM, ICAM, PAI- 1) di endokardium ternyata meningkat.
22
Proses remodeling endokardium ini sangat dipengaruhi dan diperantarai oleh
angiotensin II (angiotensin-II mediated). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa
seluruh komponen dalam trias Virchow harus muncul agar trombi atrium dapat
terjadi pada AF. Pada proses ini, endokardium atrium mengalami perubahan
melalui jalur protrombogenik oleh kejadian aritmia itu sendiri dan juga oleh
penyakit yang menyertai. Remodeling endokardium ini agaknya ditandai oleh
peningkatan pembentukan molekul permukaan protrombogenik, misalnya:
VCAM, ICAM dan PAI-1 di atrium kiri (Goette A, et al., 2008).
Temuan-temuan patofisiologik ini pada remodeling endokardium juga dapat
menjelaskan faktor-faktor penyerta kardiovaskular lainnya, misalnya hipertensi
arteri, gagal jantung atau diabetes melitus dapat menyebabkan peningkatan
insidens trombi atrium (parameter-parameter yang ada di dalam skor CHA2DS2-
VAS;
23
Tabel 2.1. Skor risiko untuk menentukan risiko tromboemboli pada fibrilasi atrium
dengan singkatan CHA2DS2-VAS (Congestive heart failure, Hypertension, Age ≥ 75
tahun, Diabetes mellitus, Stroke, Vascular disease, Age 65-74, Sex category). Skor
maksimal adalah 9, karena untuk usia diberikan skor 0, 1, atau 2. (Goette A, et al.,
2007)
24
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Camm J, et al. Guidelines for the management of atrial fibrillation: the Task
Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society of
Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2010;31:2369-429
2. Chamorro, et al. 2006. Infection After Acute Ischemic Stroke, a Manifestation of
Brain-Induced Immunodepression. Downloaded from http://ahajournals.org by on
February 26, 2019
3. Chumbler NR, Williams LS, Wells CK, Lo AC, Nadeau S, Peixoto AJ, et al.
Derivation and validation of a clinical system for predicting pneumonia
in acute stroke. Neuroepidemiology. 2010;34:193– 199.
4. Goette A, et al. Angiotensin II receptor blockae reduces tachycardia-
induced atrial adhesion molecule expression. Circulation. 2008;117:732-42.
5. Goette A, et al. Non-ion channel blocker as antiarrhythmic drugs (reversal of
structural remodeling). Curr Opin Pharmacol. 2007;7:219-24
6. Hannawi, Y., Hannawi, B., Rao, C. P. V., Suarez, J. I. and Bershad, E. M. (2013)
‘Stroke-Associated Pneumonia : Major Advances and Obstacles’,
Cerebrovascular Diseases, 35, pp. 430–443. doi: 10.1159/000350199.
7. Hilker R, Poetter C, Findeisen N, et al: Nosocomial pneumonia after acute stroke:
implications for neurological intensive care medicine. Stroke 2003;34:975–981.
8. Hoffmann S, Malzahn U, Harms H, Koennecke HC, Berger K, Kalic M, et al.
Development of a Clinical Score (A2DS2) to Predict Pneumonia in Acute
Ischemic Stroke. Stroke. 2012;43:00-00.
26
9. Jia YX, Sekizawa K, Ohrui T, Nakayama K, Sasaki H: Dopamine D1 receptor
antagonist inhibits swallowing reflex in guinea pigs. Am J Physiol 1998;274:R76–
R80.
10. Jin, Rong, et al. 2013. Role of Inflammation and Its Mediators in Acute Ischemic
Stroke. Journal of National Institutes of Health
11. Lakhan SE, Kirchgessner A, Hofer M. 2009. Inflammatory Mechanisms in
Ischemic Stroke: Therapeutic Approaches. Journal of Translational Medicine
12. Lim SH, Lieu PK, Phua SY, et al: Accuracy of bedside clinical methods compared
with fiberoptic endoscopic examination of swallowing (FEES) in determining the
risk of aspiration in acute stroke patients. Dysphagia 2001; 16:1–6.
13. Meliana, Gracia. 2016. Neuroimunologi Stroke : Peran Inflamasi dan Imunitas
pada Stroke Iskemik Akut. Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
14. Nakagawa T, Ohrui T, Sekizawa K, Sasaki H: Sputum substance P in aspiration
pneumonia. Lancet 1995;345:1447.
15. Odilo Engel, DVM*; Levent Akyüz, MSc*; Andrey C. da Costa Goncalves, PhD;
Katarzyna Winek, MD; Claudia Dames, MSc; Mareike Thielke, MLS; Susanne
Herold, MD; Chotima Böttcher, PhD; Josef Priller, MD; Hans Dieter Volk, MD;
Ulrich Dirnagl, MD; Christian Meisel, MD*; Andreas Meisel, MD. “Cholinergic
Pathway Suppresses Pulmonary Innate Imunity Facilitating Pneumonia After
Stroke”.The Jackson Laboratory, Bar Harbor.2015
16. Pride YB, Appelbaum E, Lord EE, Sloan S, Cannon CP, et al. Relation
between myocardial infarct size and ventricular tachyarrhythmia among
patients with preserved left ventricular ejection fraction following fibrinolytic
therapy for ST-segment elevation myocardial infarc-tion. American Journal of
Cardiology. 2009; 104:475-9.
27
18. Rotstein C, Evans G, Born A, Grossman R, Light RB, Magder S, et al.
Clinical practice guidelines for hospital-acquired pneumonia and
ventilator- associated pneumonia in adults. AMMI Canada Guidelines.
Can J Infect Dis Med Microbiol 2008;19(1):19-53.
19. Sellars C, Bowie L, Bagg J, Sweeney MP, Miller H, Tilston J, et al. Risk
factors for chest infection in acute stroke: a prospective cohort study
Stroke. 2007;38:2284–2291.
20. Schultz, Wolfram: Multiple dopamine functions at different time courses. Annual
review of neuroscience 2007;7:258-288
28