Anda di halaman 1dari 125

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
1
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

STRUKTUR ANATOMI JANTUNG DAN DENYUT NADI

Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
I. JUDUL
Struktur Anatomi Jantung dan Denyut Nadi

II. TUJUAN
II.1. Tujuan Kegiatan
a) Mengamati struktur anatomi makroskopi jantung mamalia.
b) Mengukur denyut nadi (pulsus) pada arteri radialis.
c) Mengukur cardiac output (CO)
II.2. Kompetensi Khusus
a) Mahasiswa dapat melakukan pengamatan struktur anatomi
makroskopi jantung mamalia (kambing).
b) Mahasiswa dapat menerangkan bagian-bagian jantung mamalia.
c) Mahasiswa dapat melakukan pengukuran denyut nadi (pulsus).
d) Mahasiswa dapat menerangkan bagaimana mekanisme terjadinya
denyut nadi (pulsus).
e) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
cardiac output (CO).

III. ALAT DAN BAHAN


Untuk pengamatan struktur anatomi jantung diperlukan alat dan bahan sebagai
berikut :
1. Jantung kambing segar atau yang telah diawetkan di lemari es.
2. Skalpel
3. Pinset
4. Klem
5. Penusuk
6. Gunting
7. Bak Parafin
Adapun untuk penghitungan denyut nadi menggunakan alat sebagai berikut :
1. Jam (stopwatch)
2. Tally counter

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
(di halaman sebaliknya)
IV.2. Pembahasan
Denyut Nadi
Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang khusus
dan menyebar melalui sistem ini ke semua bagian miokardium. Struktur yang
membentuksistem penghantar adalah simpul sinoatrial (simpul SA), lintasan
antar simpul diatrium, simpul atrioventrikular (simpul AV), berkas HIS dan
cabang-cabangnya, dansistem purkinye. Simpul SA merupakan pacu jantung
normal, kecepatannyamenentukan frekuensi denyut jantung (Guyton and
Hall, 2005).
Darah yang didorong ke aorta selama sistole tidak hanya bergerak
maju dalampembuluh darah tetapi juga menimbulkan gelombang bertekanan
yang berjalan sepanjang arteri. Gelombang bertekanan meregang dinding
arteri sepanjang perjalanannya, dan regangan dapat diraba sebagai denyut.
Denyut yang diraba pada arteri radialis pada pergelangan tangan kira-kira 0,1
detik setelah puncak ejeksisistolik ke aorta. Inilah yang disebut nadi. Dengan
bertambahnya usia, arteri menjadi lebih kaku dan gelombang denyut
bergerak lebih cepat (Ganong, 2002).
Frekuensi denyut jantung bisa dirumuskan :
HR= CO/SV
Keterangan :
HR = denyut jantung
CO = volume darah semenit
SV = voume sekuncup

Kecepatan denyut nadi yang normal yaitu 72 kali permenit. Pada


umumnya,makin tinggi frekuensi denyut nadi permenit, makin banyak darah
yang dipompakan (Guyton and Hall, 2005). Secara umum, rangsang yang
meningkatkan denyut jantung juga meningkatkan
Tekanan darah, sedangkan yang menurunkan denyut jantuung juga
menurunkan tekanan darah. Tetapi terdapat perkecualian seperti terjadinya
hipotensi dan takikardi akibat rangsang pada reseptor regang atrium
(Ganong, 2002). Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas saraf
preganglion, ganglion dan pasca ganglion yang mempersarafi sel efektor.
Serat eferen persarafan otonom terbagi atas sistem persarafan simpatis dan
parasimpatis. Sistem saraf simpatis (Thoracolumbal segmen susunan saraf
otonom) disalurkan melalui serat thoracolumbal 1 sampai lumbal 3. Serat
saraf eferennya kemudian berjalan ke ganglion vertebral, pravertebral dan
ganglia terminal. Sistem persarafan parasimpatis (segmen craniosacral
susunan saraf otonom) disalurkan melalui beberapa saraf kranial yaitu N III,
N.VII, N.IX, N.X dan serat saraf yang berasal dari sakral 3 dan 4 (Guyton
and Hall, 2005).
Frekuensi denyut nadi sebagian besar berada di bawah pengaturan
ekstrinsiksistem saraf otonom, serabut parasimpatis dan simpatis
mempersarafi nodus SA dan AV, mempengaruhi kecepatan dan frekuensi
konduksi impuls. Stimulasi serabut parasimpatis akan mengurangi frekuensi
denyut nadi, sedangkan stimulasi simpatis akan mempercepat denyut nadi
(Price and Wilson, 2000). Frekuensi denyut nadi diperlambat oleh kerja
vagus dan dipercepat oleh kerja simpatis. Frekuensi denyut nadi dapat kurang
dari 40 pada 25% remaja sehat yang sedang tidur (Muhardi, 2001).
Sistem syaraf parasimpatis, yang terutama terdiri dari serabut nervus
vagus yangberasal dari batang otak. Sistem syaraf ini akan mengatur nodus
SA, VA dan neuron yang terletak diantara atrium dan ventrikel jantung.
Rangsangan nervus vagus, misalnya dengan asetilkolin, akan menurunkan
frekuensi denyut nadi, sedangkan hambatan nervus vagus, misalnya dengan
atropin, akan meningkatkan frekuensi denyut nadi (Ganong, 2002).
Mekanisme saraf untuk pengaturan tekanan arteri yang paling diketahui
adalah refleks baroreseptor. Reseptor tersebut terutama terletak di dinding
sinus karotikus dan dinding arkus aorta. Peningkatan tekanan akan
meregangkan baroreseptor dan menyebabkan menjalarnya sinyal menuju
sistem saraf pusat, dan sinyal “umpan balik” kemudian dikirim kembali
melalui sistem saraf otonom ke sirkulasi untuk mengurangi tekanan arteri
kembali ke normal (Guyton and Hall, 2005).
Setelah sinyal baroreseptor memasuki traktus solitarius medula, sinyal
sekunderakhirnya menghambat pusat vasokonstriktor di medula dan
merangsang pusat vagus. Efek perangsangan ini adalah vasodilatasi vena dan
arteriol di seluruh sistem sirkulasi perifer dan berkurangnya frekuensi denyut
jantung serta kekuatan kontraksi jantung. Oleh karena itu, perangsangan
baroreseptor akibat tekanan di dalam arteri secara refleks akan menyebabkan
penurunan tekanan arteri akibat penurunan tahanan perifer dan penurunan
curah jantung. Sebaliknya, tekanan yang rendah mempunyai pengaruh yang
berlawanan, yang secara refleks menyebabkan tekanan meningkat kembali
menjadi normal (Guyton and Hall, 2005).
Apabila terjadi penurunan tekanan darah dan frekuesi denyut nadi
yangberlebihan dapat digunakan efedrin yang berfungsi berdasarkan reseptor
adrenergik yang menghasilkan respon simpatis. Oleh karena efedrin dapat
menyebabkan vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan klinis
efedrin meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi (Morgan et
al, 2002).
Dari praktikum yang telah dilakukan, didapati bahwa nilai rata-rata
heart rate (HR) dari probandus wanita sebelum melakukan kegiatan ialah
86,5 denyut/menit dengan simpangan baku sebesar 11,5; sedangkan nilai
rata-rata dari stroke volume (SV) sebesar 70 mL dengan simpangan baku
sebesar 0; dan nilai rata-rata cardiac output (CO) adalah 6056,8 mL/menit
dengan simpangan baku 805,5.
Adapun nilai rata-rata heart rate (HR) dari probandus wanita stelah
melakukan aktivitas ialah 118 denyut/menit dengan simpangan baku sebesar
20,3; sedangkan nilai rata-rata dari stroke volume (SV) sebesar 70 mL
dengan simpangan baku sebesar 0; dan nilai rata-rata cardiac output (CO)
adalah 8256,6 mL/menit dengan simpangan baku 1423,5.
Adapun nilai rata-rata heart rate (HR) dari probandus laki-laki
sebelum melakukan kegiatan ialah 81,3 denyut/menit dengan simpangan
baku sebesar 9,7; sedangkan nilai rata-rata dari stroke volume (SV) sebesar
70 mL dengan simpangan baku sebesar 0; dan nilai rata-rata cardiac output
(CO) adalah 5690 mL/menit dengan simpangan baku 680,7.
Adapun nilai rata-rata heart rate (HR) dari probandus laki-laki stelah
melakukan aktivitas ialah 122,9 denyut/menit dengan simpangan baku
sebesar 15,9; sedangkan nilai rata-rata dari stroke volume (SV) sebesar 70
mL dengan simpangan baku sebesar 0; dan nilai rata-rata cardiac output
(CO) adalah 8600 mL/menit dengan simpangan baku 1113,7.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa meningkatnya aktivitas dapat
mengakibatkan naiknya cardiac output. Hal ini sebagaimana ditegaskan
dalam hukum straling, yaitu bahwa dalam batas-batas normal, otot jantung
akan berkontraksi lebih kuat bila serabutnya direnggangkan. Sewaktu
olahraga sejumlah darah vena akan kembali ke dalam atrium kanan terus ke
ventrikel kanan dengan cepat dan banyak. Hal ini akan meregangkan serabut-
serabut otot ventrikel kanan, dengan demikian kekuatan kontraksi dan
cardiac output ventrikel kanan akan bertambah kemudian pada gilirannya
ventrikel kiri juga akan berkontraksi lebih kuat.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi cardiac output adalah
frekuensi denyut jantung dan volume troke (volume denyutan), yaitu volume
darah yang dipompakan oleh ventrikel kiri setiap sistol.
Anatomi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang
terletak di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah
kiri sternum. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan
dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas
jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah
bawah jantung. dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa
darah ke seluruh tubuh. Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah
rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah
yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-
paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan
memompakannya ke paru-paru.ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan
darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh.
Gambar 1 : Lapisan-Lapisan Jantung
Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang
merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah
merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut
miokardium dan lapisan terluar yang terdiri jaringan endotel disebut
endokardium.
Bagian-Bagian Jantung Secara Rinci
1. Ruang Jantung
Terbagi atas 4 ruang:
a.       Atrium kanan dan atrium kiri yang dipisahkan oleh septum intratrial.
b.     Ventrikel kanan dan ventricel kiri yang dipisahkan oleh septum 
intervertikular. 
Atrium kanan menerima darah de-oksigen dari tubuh melalui vena kava
superior (kepala dan tubuh bagian atas) dan inferior vena kava (kaki dan dada
lebih rendah). Simpul sinoatrial mengirimkan impuls yang menyebabkan
jaringan otot jantung dari atrium berkontraksi dengan cara yang terkoordinasi
seperti gelombang. Katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan dari
ventrikel kanan, akan terbuka untuk membiarkan darah de-oksigen
dikumpulkan di atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan.
Ventrikel kanan menerima darah de-oksigen sebagai kontrak atrium
kanan. Katup paru menuju ke arteri paru tertutup, memungkinkan untuk
mengisi ventrikel dengan darah. Setelah ventrikel penuh, mereka kontrak.
Sebagai kontrak ventrikel kanan, menutup katup trikuspid dan katup paru
terbuka. Penutupan katup trikuspid mencegah darah dari dukungan ke atrium
kanan dan pembukaan katup paru memungkinkan darah mengalir ke arteri
pulmonalis menuju paru-paru.
Atrium kiri menerima darah beroksigen dari paru-paru melalui vena
paru-paru. Sebagai kontraksi dipicu oleh node sinoatrial kemajuan melalui
atrium, darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri.
Ventrikel kiri menerima darah yang mengandung oksigen sebagai
kontrak atrium kiri. Darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri. Katup
aorta menuju aorta tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan
darah. Setelah ventrikel penuh, mereka kontrak. Sebagai kontrak ventrikel
kiri, menutup katup mitral dan katup aorta terbuka. Penutupan katup mitral
mencegah darah dari dukungan ke atrium kiri dan pembukaan katup aorta
memungkinkan darah mengalir ke aorta dan mengalir ke seluruh tubuh.

2. Katup Jantung

Gambar 2 : Katup-Katup Jantung


Terdiri dari :
a.      Katup Trikuspid
Katup trikuspidalis berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan.
Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan
menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah
kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup
pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid
terdiri dari 3 daun katup.
b.      Katup Pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam
ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis
bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan
berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal
trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun
katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila
ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari
ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.
c.       Katup Bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium
kiri menuju ventrikel kiri..Seperti katup trikuspid, katup bikuspid
menutup pada saat kontraksi ventrikel.Katup bikuspid terdiri dari dua
daun katup.
d.      Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal
aorta. Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi
sehingga darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup
akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah
darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri.

3. Pembuluh Darah Dalam Jantung


a. Arteri Koroner
Karena Jantung adalah terutama terdiri dari jaringan otot jantung yang
terus menerus kontrak dan rileks, ia harus memiliki pasokan oksigen yang
konstan dan nutrisi. Arteri koroner adalah jaringan pembuluh darah yang
membawa oksigen dan darah kaya nutrisi ke jaringan otot jantung.
Darah meninggalkan ventrikel kiri keluar melalui aorta, yang arteri utama
tubuh. Dua arteri koroner, disebut sebagai “Kiri” dan “kanan” arteri koroner,
muncul dari awalaorta, di dekat bagian atas jantung.
b. Vena kava superior
Vena kava superior adalah salah satu dari dua pembuluh darah utama yang
membawa darah de-oksigen dari tubuh ke jantung. Vena dari kepala dan
tubuh bagian atas umpan ke vena kava superior, yang bermuara di atrium
kanan jantung.
c. Vena  Kava Inferior
Vena kava inferior adalah salah satu dari dua pembuluh darah utama yang
membawa darah de-oksigen dari tubuh ke jantung. Vena dari kaki dan umpan
dada rendah ke v. kava inferior, yang bermuara di atrium kanan jantung.
d. Vena Pulmonalis
Vena paru adalah pembuluh darah mengangkut oksigen yang kaya dari
paru ke atrium kiri. Kesalahpahaman yang umum adalah bahwa semua urat
membawa darah de-oksigen. Hal ini lebih tepat untuk mengklasifikasikan
sebagai pembuluh vena yang membawa darah ke jantung.
e. Aorta
Aorta adalah pembuluh darah tunggal terbesar di tubuh. Ini adalah kira-
kira diameter ibu jari Anda. kapal ini membawa darah yang kaya oksigen
dari ventrikel kiri ke berbagai bagian tubuh.
f. Arteri Pulmonalis
Arteri paru adalah pembuluh darah transportasi de-oksigen dari ventrikel
kanan ke paru-paru. Kesalahpahaman yang umum adalah bahwa semua arteri
membawa darah yang kaya oksigen. Hal ini lebih tepat untuk
mengklasifikasikan sebagai pembuluh arteri yang membawa darah dari
jantung.

V. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara umum, anatomi jantung dapat dipaparkan sebagai berikut : Jantung
memiliki 4 ruang yaitu serambi (atrium) kiri dan kanan serta ventrikel kiri
dan kanan. Adapun katup jantung terdiri atas katup tricuspidalis,
bicuspidalis, pulmonal, dan aorta. Jantung juga terdiri atas beberapa lapis
yaitu epikardium, miokardium, dan endokardium. Bagian-bagian jantung
mamalia yang lain ialah corda tendenae, apecordis, musculus papilaris, dan
serat antar ventrikel.
2. CO atau cardiac output bisa dihitung dengan rumus :
CO = HR × SV
Keterangan :
HR = heart rate/denyut jantung
CO = cardiac output/volume darah semenit
SV = stroke volume/voume sekuncup
3. Meningkatnya aktivitas dapat mengakibatkan naiknya cardiac output. Hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam hukum straling, yaitu bahwa dalam batas-batas
normal, otot jantung akan berkontraksi lebih kuat bila serabutnya
direnggangkan. Sewaktu olahraga sejumlah darah vena akan kembali ke dalam
atrium kanan terus ke ventrikel kanan dengan cepat dan banyak. Hal ini akan
meregangkan serabut-serabut otot ventrikel kanan, dengan demikian kekuatan
kontraksi dan cardiac output ventrikel kanan akan bertambah kemudian pada
gilirannya ventrikel kiri juga akan berkontraksi lebih kuat.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi cardiac output adalah frekuensi denyut
jantung dan volume troke (volume denyutan), yaitu volume darah yang
dipompakan oleh ventrikel kiri setiap sistol.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Muhardi. 2001. Fisiologi Kardiovaskular. Jakarta: Bagian Anestesiology dan
Terapi Intensif FK UI, P:25.

Morgan, Edward G., Mikhail, Maged S., and Murray, Michael J. 2002. Clinical
Anesthesiology. (3rded). New York: McGraw-Hill Companies Inc.

Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, PP, 529, 549, 587.

Guyton AC, Hall JE.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC, PP: 137,147.

Situs Internet
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31637/4/Chapter%20II.pdf
2
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

MENGUKUR TEKANAN DARAH SITOLE DAN DIASTOLE

Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
VII. JUDUL
Mengukur Tekanan Darah Sistole dan Diastole.

VIII. TUJUAN
VIII.1. Tujuan Kegiatan
Mengukur tekanan darah sistole dan diastole.
VIII.2. Kompetensi Khusus
A. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran tekanan darah sistple dan
diastole.
B. Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
tekanan darah sistole dan diastole.

IX. ALAT DAN BAHAN


Pengukuran tekanan darah sistole dan diastole memerlukan alat-alat dan bahan-
bahan sebagai berikut :
1. Tensimeter
2. Stetoskop

X. HASIL DAN PEMBAHASAN


X.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
DATA KELAS PENGARUH AKTIVITAS & SUHU TERHADAP TEKANAN DARAH
N SEBELUM SESUDAH
O NIM NAMA SISTOLE DIASTOLE SISTOLE DIASTOLE
1 12304241001 Milatus Sa'diyyah 110 60 130 70
2 12304241002 Turasih 110 70 110 60
3 12304241003 Desita Alif Utami 120 88 138 80
4 12304241004 Puji Lestari 105 70 130 85
5 12304241005 Ratih Sukmaresi 115 80 130 110
6 12304241006 Ahmad Saiful Abid 120 70 130 90
7 12304241007 Susan Pramitasari 110 90 115 80
8 12304241008 Sulistyaningsih 110 82 123 78
9 12304241009 Adika Hermawati Pratama 120 80 140 110
10 12304241010 Lailul Hidayah Nursarah 90 65 112 72
11 12304241011 Azusnita Rachma Putri 110 70 130 70
12 12304241012 Velia Dinan Qhalifta 110 70 120 80
13 12304241013 Tri Ayunda Wijiningsih 100 70 130 90
14 12304241014 Rosita Justianis Khusnul Khotimah 90 70 100 80
15 12304241015 Ambar Dwi Jayanti 125 84 135 95
16 12304241016 Nurul Aslina 119 80 138 80
17 12304241017 Nurul Amalia 110 90 120 80
18 12304241018 Ika Feby Putriana 110 75 110 80
19 12304241019 Tri Suranti 110 80 120 70
20 12304241020 Kurniawati Ocktaviana 110 70 120 80
21 12304241022 Fika Nur Khasanah 110 70 120 60
22 12304241023 Wilda Khafida 110 70 130 80
23 12304241024 Failasuf Aulia Nugroho 110 70 139 70
24 12304241025 Rulis Hidayatussaadah 110 70 110 80
25 12304241026 Dwi Zunitasari 108 78 118 86
26 12304241027 Ikhsanudin 110 70 126 88
27 12304241028 Adimas Pandu Pribadi 118 75 140 70
28 12304241029 Mega Utami Kusumawati 110 90 135 100
29 12304241030 Dionisia Dwi Prasetyawati 110 70 120 70
30 12304241031 Aprilia Dwi Anggani 120 70 120 80
31 12304241032 Ahmad Naharuddin Ramadhan 110 70 120 60
32 12304241033 Maulita Wulan Nugraheni 100 70 120 80
33 12304241034 Nurul Ayuningtyas Islamiyati 110 60 110 70
34 12304241036 Febrina Suci Wulandari 120 80 140 70
35 12304241037 Hilda Nureni Makrufah 110 70 130 90
36 12304241038 Renosari Prineta Putri 90 65 105 70
37 12304241039 Maulana Malik Irsyad 110 70 130 80
38 12304241040 Fitria Eka Cahya Astuti 115 78 130 90
39 12304241041 Rizky Purnawati 110 60 120 54
40 12304241042 Permata Ihda Fuadina 90 60 100 60
41 12304241043 Opi Mawarsari 90 60 110 70
42 12304241044 Dewi Sang Arifti 100 90 130 110
43 12304249001 Dewi Susanti 110 70 130 90
44 12304249002 Amelda Nurbaiti 90 70 120 80
45 12304249003 Sudhira Winaswan Gusti 110 60 110 70
Jumlah 4885 3280 5544 3568
10,8305
Simpangan Baku 8,98877 8,549913 1 12,94327
108,555
Rata-Rata 6 72,88889 123,2 79,28889

X.2. Pembahasan
Jantung adalah pompa otot beruang empat yang mendorong darah
mengelilingi sirkulasi. Jantung terutama tersusun dari jaringan otot jantung.
Kedua atria mempunyai dinding yang relatif tipis dan berfungsi sebagai ruangan
penampungan bagi darah yang kembali ke jantung, dan hanya memompa darah
dalam jarak yang sangat dekat menuju ventrikel. Ventrikel mempunyai dinding
yang lebih tebal dan jauh lebih kuat dibandingkan dengan atrium -khususnya
ventrikel kiri, yang harus memompa darah keluar ke seluruh organ tubuh melalui
sirkuit sistemik. Empat katub dalam jantung berfungsi untuk mencegah aliran
balik darah (Campbell dkk, 2000:47).
Jantung secara bergantian berkontraksi dan berelaksasi dalam siklus
berirama. Ketika berkontraksi, jantung memompa darah; ketika berelaksasi, bilik-
bilik akan terisi dengan darah. Satu urutan lengkap pemompaan dan pengisian
disebut siklus jantung (cardiac cycle). Fase kontraksi siklus disebut sistole, dan
fase relaksasi disebut diastole (Campbell dkk, 2000:47).
Darah yang dipompa ke luar jantung memiliki kekuatan dan kecepatan
mengalir tertentu. Kekuatan ini dilanjutkan oleh pembuluh nadi. Oleh karena otot
pembuluh nadi elastis, maka nadi ikut berdenyut. Berdasar hal tersebut, tekanan
darah selanjutnya dapat diukur menggunakan sfignomanometer.
Sphygmomanometer terdiri dari sebuah pompa, sumbat udara yang dapat
diputar, kantong karet yang terbungkus kain, dan pembaca tekanan, yang bisa
berupa  jarum mirip jarum stopwatch atau air raksa.
Cara menggunakan tensimeter air raksa adalah :
1. Pemeriksa memasang kantong karet terbungkus kain (cuff) pada lengan atas.
2. Stetoskop ditempatkan pada lipatan siku bagian dalam.
3. Kantong karet kemudian dikembangkan dengan cara memompakan udara ke
dalamnya. Kantong karet yang membesar akan menekan pembuluh darah
lengan (brachial artery) sehingga aliran darah terhenti sementara.
4. Udara kemudian dikeluarkan secara perlahan dengan memutar sumbat udara.
5. Saat tekanan udara dalam kantong karet diturunkan, ada dua hal yang harus
diperhatikan pemeriksa. Pertama, jarum penunjuk tekanan, kedua bunyi denyut
pembuluh darah lengan yang dihantarkan lewat stetoskop. Saat terdengat
denyut untuk pertama kalinya, nilai yang ditunjukkan jarum  penunjuk tekanan
adalah nilai tekanan sistolik.
6. Seiring dengan terus turunnya tekanan udara, bunyi denyut yang terdengar
lewat stetoskop akan menghilang. Nilai yang ditunjukkan oleh jarum
penunjuk tekanan saat bunyi denyut menghilang disebut tekanan diastolic
Tekanan darah sistol adalah tekanan darah yang direkam selama kontraksi
ventrikuler. Tekanan darah diastole adalah tekanan darah yang direkam selama
relaksasi ventricular. Tekanan darah normal pada orang dewasa yang sehat
pada umumnya adalah 120/80 mmHg. Tekanan denyutan adalah perbedaan
antara tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan denyutan normal kira-kira 40
mmHg yang memberikan informasi tentang kondisi arteri (Soewolo dkk, 2005:
265-261).
Dari praktikum yang telah dilakukan, praktikan mengamati tekanan darah
dari probandus dalam keadaan normal dan setelah melakukan aktivitas selama 15
menit, dan didapati hasilnya bahwa rerata tekanan darah (sistole/diastole) seluruh
mahasiswa saat dalam kondisi normal adalah 109/73 mmHg. Sedangkan rerata
tekanan darah (sistole/diastole) seluruh mahasiswa dalam kondisi setelah
beraktivitas adalah 123/79 mmHg. Dapat dikatakan tekanan darah dari seluruh
praktikan masih dalam kadar yang normal. Hal ini dapat dilihat dalam tabel
berikut :

TEKANAN DARAH
KATEGORI
SISTOLE DIASTOLE
Normal < 130 mmHg < 80 mmHg
Normal Tinggi 130-39 mmHg 85-89 mmHg
Hipertensi
- Ringan 140-159 mmHg 90-99 mmHg
- Sedang 160-179 mmHg 100-109 mmHg
- Berat 180-209 mmHg 110-109 mmHg
- Sangat berat >210 mmHg >120 mmHg
(Soewolo dkk, 2005: 265-261).
Selain itu, dapat terlihat bahwa ada perbedaan tekanan darah antara sebelum
dan sesudah melakukan aktivitas. Setelah melakukan aktivitas, tekanan darah
(baik sistole maupun diastole) cenderung mengalami kenaikan. Hal ini
dikarenakan denyut nadi merupakan cermin respon jantung terhadap kebutuhan
oksigen tubuh. Kecepatan denyut nadi dapat digunakan sebagai patokan respon
tubuh terhadap kebutuhan oksigen pada keadaan basal. Pada perubahan posisi
tubuh dari berbaring telentan, duduk, dan berdiri, tekanan darah mengadakan
penyusaian untuk dapat tetap menunjang kegiatan tubuh. Pengukuran tekanan
sistolik dan diastolic mengalami fluktasi, seharusnya tekanan sistolik dan
diastolic menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya aktivitas.
Naiknya tekanan sistolik dan diastolik dipengaruhi oleh :
1. Tonus Otot
Tonus otot ketika berbaring telentang lebih kecil dibandingkan dengan
tonus pada saat duduk atau berdiri. Ketika duduk atau berdiri tonus otot
meningkat sehingga oksigen yang dibutuhkan menjadi lebih besar dan curah
jantung (cardiac output) menjadi lebih besar. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan sistolik dan tekanan diastolic serta denyut jantung.
(Mohrman D and Jane H,2006)
2. Efek Gravitasi dan baroreseptor
Pada perubahan posisi tubuh, tekanan darah bagian atas tubuh akan
menurun karena pengaruh gravitasi. Darah akan mengumpul pada pembuluh
kapasitans vena ekstermitas inferior sehingga pengisian atrium kanan jantung
berkurang dengan sendirinya curah jantung juga berkurang. Penurunan curah
jnatung akibat pengumpulan darah pada anggota tubuh bagian bawah cenderung
mengurangi darah ke otak. Secara reflektoris, hal ini akan merangsang
baroreseptor. Baroreseptor banyak terdapat pada arcus aorta dan sinus caroticus.
Respon yang ditimbulkan baroreseptor berupa peningkatan tekanan pembuluh
darah perifer, peningkatan tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen,
peningkatan frekuensi respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung serta sekresi
zat-zat vasoaktif. Kedua efek ini (gravitasi dan baroreseptor) dapat meningkatkan
tekanan darah sistolik dan diastolic serta denyut nadi. (Mohrman D. and Jane H.,
2006)
Secara umum, Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor, yaitu faktor
fisiologis dan faktor  patologis. Faktor fisiologis ialah faktor yang berkaitan
langsung terhadap kondisi  jantung. Sedangkan faktor patologis adalah faktor
yang berhubungan dengan kondisi tubuh secara fisik.
Faktor fisiologis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu, :
a. Kelenturan dinding arteri  
b. Volume darah, semakin besar volume darah maka semakin tinggi tekanan
darah
c. Kekuatan gerak jantung
d. Viscositas darah, semakin besar viskositas maka semakin besar pula
resistensi terhadap aliran
e. Curah jantung, semakin tinggi curah jantung maka tekanan darah
meningkat
f. Kapasitas pembuluh darah, semakin besar kapasitas pembuluh darah maka
semakin tinggi tekanan darah.
Faktor patologis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu, :
a. Posisi tubuh, baroresepsor akan merespon saat tekanan darah turun dan akan
berusaha menstabilkan tekanan darah.
b. Aktifitas fisik, aktifitas fisik membutuhkan energy sehingga butuh aliran
yang lebih cepat untuk suplai O2 dan nutrisi (tekanan darah naik)
c. Temperature, menggunakan system rennin-angiotensin vasokonstriksi
perifer. Temperature pun dapat berkaitan dengan aktifitas, suhu yang tinggi
diakibatkan karena aktifitas yang banyak ssedangkan suhu yang rendah
dikarenakan aktifitas yang cenderung ringan.
d. Usia, semakin bertambah usia, semakin bertambah pula tekanan darah hal ini
disebabkan oleh berkurangnya elastisitas pembuluh darah
e. Jenis kelamin, wanita cenderung memiliki tekanan darah rendah karena
komposisi tubuhnya yang lebih banyak lemak sehingga butuh O2 lebih untuk
pembakaran. Sedangkan pria yang memiliki banyak aktifitas pun cenderung
memiliki tekanan darah yg lebih tinggi
f. Emosi, emosi akan menaikkan tekanan darah karena pusat pengatur emosi
akan menset baroresepsor untuk menaikkan tekanan darah. Emosi akan
memicu kerja hormone adrenalin, adrenalin pria lebih tinggi karena
dipengaruhi oleh syaraf  parasimpatis (Soewolo dkk, 2005: 265-261)..

XI. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Tekanan sistole dan diastole dapat diukur dengan menggunakan
sphygmomanometer yang ditempatkan di siku dan stetoskop yang ditempatkan
di atas arteri brakhialis di sisi dalam siku tepat di bawah manset.
2. Tekanan darah dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor fisiologis yang terdiri
atas : kelenturan dinding arteri; volume darah; kekuatan gerak jantung;
viskositas darah; curah jantung; dan kapasitas pembuluh darah serta faktor
patologis yang terdiri atas : posisi tubuh; aktivitas fisik; temperatur; usia; jenis
kelamin; dan emosi. Berkaitan dengan praktikum yang telah dilakukan
tekanan adarah akan mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya
aktivitas tubuh yang dilakukan.
XII. DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000.  Biologi, Edisi Kelima-
Jilid 3. (Terjemahan Wasmen Manalu).  Jakarta: Erlangga. (Buku asli
diterbitkan tahun 1999).
Mohrman D. and Jane H. 2006. Cardiovascular physiology. Sixth edition. New
York : The McGraw-Hill Companies, Inc.
Soewolo, Soedjono Basoeki, & Titi Yudani. 2005. Fisiologi Manusia. Malang:
Universitas Negeri Malang.
3
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

MENGUKUR KADAR HEMOGLOBIN

Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
XIII. JUDUL
Mengukur Kadar Hemoglobin (Hb)

XIV. TUJUAN
XIV.1. Tujuan Kegiatan
Mengukur kadar hemoglobin darah.
XIV.2. Kompetensi Khusus
f) Mahasiswa dapat melakukan pengukuran kadar hemoglobin darah.
g) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kadar hemoglobin darah.

XV. ALAT DAN BAHAN


Untuk pengukuran kadar hemoglobin darah diperlukan alat dan bahan sebagai
berikut :
8. Hemoglobinnometer Sahli
9. Blood lancet steril (disposible)
10. Pipet khusus dengan selang karet
11. Kapas alkohol
12. Aquadest
13. Larutan HCl 0,1 N

XVI. HASIL DAN PEMBAHASAN


XVI.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
Kadar Hb (gram/100
NAMA Jenis Kelamin Umur
ml)
Milatus Sa'diyyah P 20 12
Turasih P 19 11
Desita Alif Utami P 20 9
Puji Lestari P 20 11
Ratih Sukmaresi P 20 8
Susan Pramitasari P 19 9
Sulistyaningsih P 19 12
Adika Hermawati Pratama P 20 9
Lailul Hidayah Nursarah P 19 10
Azusnita Rachma Putri P 20 10,4
Velia Dinan Qhalifta P 19 9
Tri Ayunda Wijiningsih P 19 10
Rosita Justianis Khusnul
Khotimah P 19 10
Ambar Dwi Jayanti P 19 8
Nurul Aslina P 20 13
Nurul Amalia P 20 11
Ika Feby Putriana P 19 8,5
Tri Suranti P 19 9
Kurniawati Ocktaviana P 19 15,5
Fika Nur Khasanah P 20 11
Wilda Khafida P 19 8,25
Rulis Hidayatussaadah P 19 10
Dwi Zunitasari P 19 9
Mega Utami Kusumawati P 19 9
Dionisia Dwi Prasetyawati P 19 10
Aprilia Dwi Anggani P 19 9,5
Maulita Wulan Nugraheni P 19 10
Nurul Ayuningtyas
Islamiyati P 19 7
Febrina Suci Wulandari P 18 11,6
Hilda Nureni Makrufah P 19 11
Renosari Prineta Putri P 20 11
Fitria Eka Cahya Astuti P 20 10
Rizky Purnawati P 19 12,8
Permata Ihda Fuadina P 20 12
Opi Mawarsari P 18 9
Dewi Sang Arifti P 19 9
Dewi Susanti P 21 9
Amelda Nurbaiti P 19 14
Rata-rata P   10,23
Simpangan baku     1,76
Kisaran umur 18-20 tahun      

Kadar Hb (gram/100
NAMA Jenis Kelamin Umur
ml)
Ahmad Saiful Abid L 19 10
Failasuf Aulia Nugroho L 20 11
Ikhsanudin L 19 11
Adimas Pandu Pribadi L 19 9
Ahmad Naharuddin
Ramadhan L 19 12
Maulana Malik Irsyad L 20 12
Sudhira Winaswan Gusti L 20 13
Rata-rata     11,14
Simpangan baku     1,35
Kisaran umur 19-20 tahun      
XVI.2. Pembahasan
Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri
dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang
berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin
yang mengandung besi. Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian
globin dari molekul hemoglobin. Ada dua pasang polipeptida didalam setiap
molekul hemoglobin (Ganong,2003).
Hemoglobin (Hb) adalah molekul fungsional yang terdapat di dalam
sitoplasma eritrosit (sel darah merah) dan hampir mengisi 34% ruang dalam
sel darah merah. Fungsi utama Hb adalah untuk mengangkut oksigen dari
paru-paru ke jaringan dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru.
Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin yang
mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui
serangkaian dapar intraselular. Molekul-molekul hemoglobin terdiri dari dua
pasang rantai polipeptida dan empat gugus hem,masing-masing mengandung
sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat
sempurna (Supriasa,2001).
Hemoglobin merupakan senyawa pembawa O2 pada sel darah merah.
Hemogloboin dapat diukur secara kimia dan jumlah. Hemoglobin/100 ml
dalam darah dapat digunakan sebagai indek kapasitas sebagai O2 pada darah.
Kandungan hemoglobulin yang rendah dengan demikian mengindikasikan
anemia (Supriasa, 2001).
Pengertian lain hemoglobin adalah pigmen merah pembawa O2 pada
eritrosit dan di bentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam sum-sum
tulang. Pembentukan berlangsung dari setaium perkembangan eritroblas
sampai retukulosit. Molekul-molekul Hemoglobin terdiri atas dua pasang
rantai polipeptida (Globin) dan empat kelompok heme (Price & Wilson,
2004). Globulin merupakan satu protein yang terbentukdari empat polipetida
yang sangat berlipatlipat. Sedangkan heme merupakan gugus nitrogenosa
non protein yang mengandung besi (Sherwood, 2001).
Sel-sel darah merah mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam
cairan sel sampai sekitar 34 gm/dl sel. Konsentrasi ini tidak pernah
meningkat lebih dari nilai tersebut, karena ini merupakan batas metabolik
dari mekanisme pembentukan hemoglobin sel. Selanjutnya pada orang
normal, persentase hemoglobin hampir selalu mendekati maksimum dalam
setiap sel, namun bila pembentukan hemoglobin dalam sumsum tulang
berkurang, maka persentase hemoglobin dalam darah merah juga menurun
karena hemoglobin untuk mengisi sel kurang.
Bila hematokrit (persentase sel dalam darah normalnya 40 sampai 45
persen) dan jumlah hemoglobin dalam masing-masing sel nilainya normal,
maka seluruh darah seorang pria rata-rata mengandung 16 gram/dl
hemoglobin, dan pada wanita rata-rata 14 gram/dl (Guyton & Hall,
1997).Kadar hemoglobin (Hb) darah pada kondisi normal bervariasi pada
manusia sekitar 15,5 gr/dL (pada laki-laki) dan 14,4 gr/dL (pada perempuan).
Pada kondisi tertentu jumlah SDM mengalami penurunan atau sebaliknya
peningkatan.
Hemoglobin dibentuk dalam sitoplasma sel sampai stadium retikulosit.
Setelah inti sel dikeluarkan, hilang juga RNA dari dalam sitoplasma,
sehingga dalam sel darah merah tersebut tidak dapat dibentuk protein lagi,
begitu juga berbagai enzim yan sebelumnya terdapat dalam sel darah merah
dan protein membran sel (Suyono,2001).
Pembentukan hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan kemudian
dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit
meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka
retikulosit tetap membentuk sedikit hemoglobin selama beberapa hari
berikutnya (Guyton & Hall, 1997).
Hemoglobin tersusun atas protein globin dan feroprotoporfirin (heme)
yang berikatan secara non kovalen. Protein globin Hb A (dewasa) terdiriatas
80 lebihasam amino dansetiap subunit terdiriatas 7 segmen helik yang
ditandai A-H. Heme pada molekul Hb merupakan atom Fe, dan setiap
molekul Hb memiliki 4 atom Fe dalambentuk Fe+2 (ferro) yang berperan
mengikat oksigen secara reversibel. Dengan demikian, setiap molekul Hb
teroksigenasi atau disebut HbO2 (oksiHb) mengandung 4
moloksigen.Molekul pembawa oksigen pada vertebrata ialah hemoglobin dan
mioglobin. Hemoglobin berasal dari kata ”hemo/heme” dan “globin” dalam
bahasa Yunani, dimana hemo sendiri berarti “darah” sedangkan globin
adalah protein yang terdiri atas 4 unit polipeptida atau 4 subunit protein yang
mencakup keluarga dari hemoglobin dan myoglobin.
Dalam praktikum ini, praktikan menggunakan metode Sahli untuk
mengukur kadar hemoglobin dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Pertama, praktikan mensterilkan kulit ujung jari tengah atau jari manis
naracoba dengan kapas alkohol dan membiarkan hingga mengering,
kemudian menusuk ujung jari tengah atau jari manis naracoba dengan
menggunakan blood lancet steril (disposable) sehingga darah keluar dan
menghisap darah tersebut dengan pipet khusus yang telah disediakan sampai
tanda garis pada pipet, kemudian mengsi tabung berskala dari hemometer
Sahli dengan larutan HCl 0,1 N, kemudian meniup darah yang terdapat
dalam pipet ke dalam tabung hemometer yang telagh berisi NaCl 0,1 N,
kemudian diaduk dan ditambahkan sedikit demi sedikit aquades hingga
warnanya sesuai dengan warna standar dari tabung hemometer Sahli,
kemudian membaca dan mencatat angka pada tabung berskala yang
menunjukkan kadar Hb dalam gr/100 mL darah atau dr % atau gr/dL.
Metode sahli merupakan satu cara penetapan hemoglobin secara
visual. Darah diencerkan dengan larutan HCl sehingga hemoglobin berubah
menjadi hematin asam. Untuk dapat menentukan kadar hemoglobin
dilakukan dengan mengencerkan larutan campuran tersebut dengan aquadest
sampai warnanya sama dengan warna batang gelas standar.
Dari percobaan tersebut, didapati hasil sebagai berikut :
Untuk probandus perempuan, nilai tertinggi kadar hemoglobin adalah
15,5 dan terendahnya adalah 7, dengan rata-rata sebesar 10,23. Adapun untuk
probandus laki-laki nilai tertingginya adalah 13 dan terendahnya adalah 9.
Dari hasil tersebut kita dapat interpretasikan sebagai berikut :
1) Hemoglobin >10 gram % : Gejala terjadi jika system transpor O2
mengalami stres karena meningkatnya permintaan O2 (misalnya :
latihan, demam) atau karena berkurangnya oksigenasi darah
(misalnya : gangguan paru-paru, tempat tinggi, merokok, pajanan
terhadap karbon monoksida).
2) Hemoglobin 8 – 10 gram % : Gejala meningkatnya curah jantung
pada saat istirahat dapat diperhatikan (misalnya : berdebar-debar)
terutama dalam pasien tua, tetapi sebagai aturan umum gejala tidak
berat.
3) Hemoglobin < 8 gram % : Meningkatnya gejala-gejala pada saat
istirahat, tergantung pada cadangan kardiorespiratorius (Isbister dkk.,
1999).
Dari hasil tersebut kita belum dapat membandingkan apakah jenis
kelamin mempengaruhi kadar hemoglobin dikarenmakan sampel yang tidak
representatif, karena jumlah perempuan sebanyak 38 orang dan laki-laki
hanya 7 orang saja. Tetapi kita dapat melihat dalam pustaka. Berikut ini
beberapa faktor yang mempengaruhi kadar Hemoglobin antara lain:
1) Usia
Anak-anak, orang tua, ibu yang sedang hamil akan lebih mudah
mengalami penurunan kadar Hemoglobin. Pada anak-anak dapat
disebabkan karena pertumbuhan anak-anak yang cukup pesat dan tidak
di imbangi dengan asupan zat besi sehingga dapat menurunkan kadar
Hemoglobin (National Anemia Action Council,2009).
2) Jenis Kelamin
Perempuan lebih mudah mengalami penurunan daripada laki-laki,
terutama pada saat menstruasi (Curtale et al., 2000).
3) Penyakit Sistemik
Beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi kadar Hemoglobin
yaitu Leukimia, thalasemia, tuberkulosi. Penyakit tersebut dapat
mempengaruhi produksi sel darah merah yang disebabkan karenan
terdapat gangguan pada sum-sum tulang (Hoffbrand et al., 2005).
4) Pola Makan
Pola makan adalah menu makanan yang dalam keseharian oleh
seseorang. Pola makan yang sehat tercantum dalm pemilihan menu
makanan yang seimbang (Prasetyono, 2009). Sumber zat besi terdapat
dimakanan bersumber dari hewani dimana hati merupakan sumber yang
paling banyak mengandung Fe (antara 6,0 mg sampai dengan 14,0 mg).
Sumber lain juga berasal dari tumbuh-tumbuhan tetapi kecil kandunganya
sehingga bisa diabaikan (Gibson, 2005). Zat besi didalam makanan
berbentuk hem yaitu berikatan dengan protein atau dalam bentuk nonhem
yang berbentuk senyawa besi inorganik yang komplek.
Kadar hemoglobin dalam tubuh harus pada nilai yang normal.
Apabila kadar hemoglobin di bawah normal akan terjadi hal-halsebagai
berikut :
1) Sering pusing. Hal ini disebabkan otak sering mengalami periode
kekurangan pasokan O2 yang di bawa hemoglobin terutama saat tubuh
memerlukan tenaga yang banyak.
2) Mata berkunang-kunang. Kurangnya O2 otak akan mengganggu
pengaturan saraf-saraf pusat mata.
3) Pingsan. Kekurangan O2 dalam otak yang bersifat ekstrim/mendadak
dalam jumlah besar akan menyebabkan pingsan.
4) Nafas cepat. Jika Hemoglobin kurang, untuk memenuhi kebutuhan O2
maka kompensasinya menaikkan frekwensi nafas. Orang awam
menggambarkan ini dengan sesak nafas.
5) Jantung berdebar. Untuk menculupi kebutuhan O2 maka jantung harus
memompa lebih sering agar darah yang mengalir di paruparu lebih cepat
mengikat O2.
6) Pucat. Hemoglobin adalah zat yang zat yang mewarnai darah menjadi
merah maka kekurangan yang ekstrim akan menyebabkan pucat pada
tubuh. Untuk mengetahui secara pasti tentunya harus dengan
pemeriksaan kadar Hemoglobin secara laboratorik. Kadar hemoglobin
adalah salah satu pengukuran tertua dalam laboratorium kedokteran dan
tes darah yang paling sering dilakukan (Isbister dkk., 1999).

XVII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengukuran kadar hemoglobin darah dapat dilakukan dengan berbagai cara, di
antaranya adalah dengan metode Sahli. Praktikan melakukannya dengan cara
Pertama, praktikan mensterilkan kulit ujung jari tengah atau jari manis
naracoba dengan kapas alkohol dan membiarkan hingga mengering, kemudian
menusuk ujung jari tengah atau jari manis naracoba dengan menggunakan
blood lancet steril (disposable) sehingga darah keluar dan menghisap darah
tersebut dengan pipet khusus yang telah disediakan sampai tanda garis pada
pipet, kemudian mengsi tabung berskala dari hemometer Sahli dengan larutan
HCl 0,1 N, kemudian meniup darah yang terdapat dalam pipet ke dalam
tabung hemometer yang telagh berisi NaCl 0,1 N, kemudian diaduk dan
ditambahkan sedikit demi sedikit aquades hingga warnanya sesuai dengan
warna standar dari tabung hemometer Sahli, kemudian membaca dan mencatat
angka pada tabung berskala yang menunjukkan kadar Hb dalam gr/100 mL
darah atau dr % atau gr/dL.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin darah adalah di
antaranya : usia, jenis kelamin, penyakit sistemik, dan pola makan.

XVIII. DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata, R., 2001.Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

Isbister, James P. dan Pittiglio, D.Harmening, alih bahasa Devy H. Ronaldi.


1999.Hematologi Klinik: pendekatan berorientasimasalah. Jakarta:
Hipokates.

Gibson, 2005. Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second


Edition. Oxford University Press Inc, New York.

Heru Cahyono, ____. Dikat Kuliah Fisiologi Hewan.Yogyakarta: Fmipa Uny

Prasetyono, D.S. 2009. ASI Eksklusif Pengenalan,Praktik dan Kemanfaatan-.


Diva Press. Yogyakarta

Hoffbrand et al., 2005.Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta :Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Curtale et al., 2000.Curtale F, Pezzotti P, Sharbini A.L, Maadat H.A, Ingrosso P,


et al. 1998. Knowledege, Perceptions, and Behaviour of Mothers towards
Intestinal Helminths in Upper Egypt: Implications for Control. Health
Policy and Planning

Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar FisiologiKedokteran Ganong.Edisi 22,


Jakarta:EGC

Supariasa. 2001.Gizi dalam Masyarakat. Jakarta: PT. Elex Media

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2.Jakarta;EGC


Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC. P

Slamet Suyono,dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Suheimi, Hk. Anemia dalam Kehamilan.

Achour, Mehdi. et.al. 2009.PHP Manual.PHP Documentation Group. Tersedia di:


http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/

Anemia Statistics for Patient Populations:National Anemia Action


Council,2009.Diunduh dari laman http://www.anemia.org. Tanggal 15
mei 2014

4
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
UJI GOLONGAN DARAH DENGAN SISTEM “ABO” DAN
MENENTUKAN WAKTU KOAGULASI DARAH

Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
XIX. JUDUL
Uji Golongan Darah dengan Sistem “ABO” dan Menentukan Waktu
Koagulasi Darah

XX. TUJUAN
XX.1. Tujuan Kegiatan
a) Menentukan golongan darah dengan sistem “ABO”
b) Menentukan waktu koagulasi darah.
XX.2. Kompetensi Khusus
C. Mahasiswa dapat melakukan uji penentuan golongan darah dengan
sistem “ABO”
D. Mahasiswa dapat menerangkan dasar-dasar dan alasan penentuan
golongan darah dengan sistem “ABO”
E. Mahasiswa dapat melakukan cara menentukan waktu koagulasi
darah.
F. Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang menentukan
waktu koagulasi darah.

XXI. ALAT DAN BAHAN


Uji golongan darah dengan sistem “ABO” memerlukan alat-alat dan bahan-bahan
sebagai berikut :
3. Blood lancelet steril (disposible)
4. Kapas
5. Alkohol 70%
6. Object glass 2 buah
7. Tusuk gigi beberapa batang
8. Serum anti-A dan serum anti-B
9. Larutan garam fisiologis (NaCl)
Adapun untuk menentukan waktu koagulasi darah memerlukan alat-alat dan
bahan-bahan sebagai berikut :
14. Object glass 1 buah
15. Jarum pentul
16. Blood lancelet steril (disposible)
17. Kapas
18. Alkohol 70%

XXII. HASIL DAN PEMBAHASAN


XXII.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Uji Golongan Darah dan Waktu Koagulasi Darah
Waktu Koagulasi
No Golongan
Nama NIM Darah
. Darah
(30 detik ke-….)
1. Milatus Sa’diyah 12304241001 O 9
2. Turasih 12304241002 O 7
3. Desita alif Utami 12304241003 O 12
4. Puji Lestari 12304241004 B 6
5. Ratih Sukmaresi 12304241005 B 8
6. Ahmad Saiful Abid 12304241006 O 10
7. Susan Pramitasari 12304241007 B 10
8. Sulistiyaningsih 12304241008 B 9
9. Adika Hermawati P. 12304241009 O 9
10 Lailul Hidayah N 12304241010 A 12
11. Azusnita Rachma P. 12304241011 A 6
12. Velia Dinan Q. 12304241012 A 2
13. Tri Ayunda W. 12304241013 O 9
14. Rosita Justianies 12304241014 A 9
15. Ambar Dwijayanti 12304241015 B 6
16. Nurul Aslina 12304241016 O 7
17. Nurul Amalia 12304241017 O 8
18. Ika Feby Putriana 12304241018 A 6
19. Tri Suranti 12304241019 B 1
20. Kurniawati Oktaviana 12304241020 O 4
21. Fika Nur Hasanah 12304241022 B 6
22. Wilda Khafida 12304241023 A 6
23. Failasuf Aulia N. 12304241024 A 7
24. Rulis Hidayatussaadah 12304241025 O 6
25. Dwi Zunitasari 12304241026 A 9
26. Ikhsanudin 12304241027 B 12
27. Adimas Pandu P. 12304241028 B 6
28. Mega Utami K. 12304241029 O 6
29. Dionisia Dwi P. 12304241030 B 3
30. Aprilia Dwi A. 12304241031 O 5
31. Ahmad Naharuddin R. 12304241032 B 3
32. Maulita Wulan N. 12304241033 B 8
33. Nurul Ayuningtyas I. 12304241034 B 6
34. Febrina Suci W. 12304241036 A 10
35. Hilda Nuraeni M. 12304241037 A 8
36. Renosari Prineta P. 12304241038 O 9
37. Maulana Malik I. 12304241039 B 9
38. Fitria Eka Cahya A. 12304241040 B 5
39. Rizky Purnawati 12304241041 O 10
40. Permata Ihda F. 12304241042 O 12
41. Opi Mawarsari 12304241043 O 6
42. Dewi Sang Arifti 12304241044 AB 9
43. Dewi Susanti 12304249001 AB 6
44. Amelda Nurbaeti 12304249002 B 1
45. Sudhira Winaswan G. 12304249003 O 7
Rata-Rata Waktu Koagulasi = 30 detik ke-7
Praktikan dengan golongan darah
A = 10 orang
B = 16 orang
O = 17 orang
AB = 2 orang
Jumlah = 45 orang
XXII.2. Pembahasan
Golongan darah merupakan ciri khusus darah dari suatu individu karena
adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel
darah merah. Golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian disebut
antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah (Fitri, 2007).
Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di
dunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan
darah A lebih dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B.
Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B,
golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia. (Alrasyid,
2010).
Golongan darah menurut sistem A-B-O dapat diwariskan dari orang tua
kepada anaknya. Land-Steiner dalam Suryo (1996) membedakan darah manusia
kedalam empat golongan yaitu A, B, AB dan O. Penggolongan darah ini
disebabkan oleh macam antigen yang dikandung oleh eritrosit (sel darah merah).
Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan
A-B-O dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis
antigen selain antigen A-B-O dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi
darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi
imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan kematian
(Alrasyid, 2010).
Golongan darah yang berbeda yaitu A, B, AB dan O. ditentukan oleh
sepasang gen, yang diwarisi dari kedua orang tua. Setiap golongan darah dapat
dikenal dari zat kimia yang disebut antigen, yang terletak di permukaan sel darah
merah. Ketika seseorang membutuhkan transfusi darah, maka darah yang
disumbangkan haruslah sesuai dengan golongan darah tertentu. Kesalahan dalam
melakukan transfusi akan dapat menimbulkan komplikasi yang serius. (Australia
Red Cross, 2008).
Pemeriksaan golongan darah mempunyai berbagai manfaat dan
mempersingkat waktu dalam identifikasi. Golongan darah penting untuk
diketahui dalam hal kepentingan transfusi, donor yang tepat serta identifikasi
pada kasus kedokteran forensik seperti identifikasi pada beberapa kasus kriminal
(Azmielvita , 2009).
Kesesuaian golongan darah sangatlah penting dalam transfusi darah. Jika
darah donor mempunyai faktor (A atau B) yang dianggap asing oleh resipien,
protein spesifik yang disebut antibodi yang diproduksi oleh resipien akan
mengikatkan diri pada molekul asing tersebut sehingga menyebabkan sel-sel
darah yang disumbangkan menggumpal. Penggumpalan ini dapat membunuh
resipien (Azmielvita, 2009).
Pada golongan darah sistem ABO, darah digolongkan menjadi empat
macam : A, B, AB, dan O untuk tujuan transfusi darah. Apabila pada sel darah
merah seseorang tidak terdapat aglutinogen A atau B, darah digolongkan O. Jika
hanya terdapat aglutinogen A, darah digolongkan A. Jika hanya terdapat
aglutinogen B, darah digolongkan B, dan jika terdapat aglutinogen A dan B maka
darah digolongkan AB. Jika dalam sel darah seseorang tidak terdapat aglutinogen
A, maka dalam plasma akan terbentuk antibodi yang dikenal sebagai aglutinin
(anti-A) dan jika dalam sel darah merah seseorang tidak terdapat aglutinogen B,
maka dalam plasma terbentuk antibodi yang dikenal sebagai aglutinin (anti-B).
Berarti, golongan darah AB memiliki aglutinogen tipe A dan B serta tidak
memiliki aglutinin sama sekali. Lihat tabel di bawah ini :
Tabel 2 : Golongan Darah dengan Unsur Aglutinogen dan Aglutininnya
Genotip Golongan Aglutinogen Aglutinin
00 0 - Anti-A dan anti-B

0A atau AA A A Anti-B

0B atau BB B B Anti-A

AB AB A dan B -

Sebelum transfusi darah, terlebih dahulu dilakukan penentuan golongan


darah antara resipien dan donornya, sehingga darah dapat dicari kesesuaiannya.
Pengujian darah dilakukan sebagai berikut : Jika darah seseorang yang diuji
dicampur dengan serum aglutinin α menggumpal, maka kemungkinan golongan
darah orang tersebut adalah A atau AB. Jika darah tidak menggumpal,
kemungkinan adalah golongan darah B atau O. Apabila diuji dengan serum
aglutinin β menggumpal, kemungkinan adalah golongan darah B atau AB. Akan
tetapi bila tidak menggumpal, kemungkinannya adalah golongan darah A atau O.
Dari praktikum uji golongan darah yang telah dilakukan diketahui bahwa
praktikan bergolongan darah A berjumlah 12 orang, golongan darah B berjumlah
16 orang, golongan darah O berjumlah 17 orang, dan golongan darah AB
berjumlah 2 orang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa golongan darah O yang
paling banyak dan golongan darah AB yang paling sedikit dan langka.
Adapun percobaan mengenai lama waktu pembekuan darah, maka didapati
rerata waktu pembekuan darah dari total 45 mahasiswa adalah 30 detik ke 7 atau
sekitar 210 detik = 3 ½ menit. Penghitungan waktu pembekuan darah ini
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
- Mensterilkan ujung jari tengah atau jari manis dengan kapas alkohol,
dan membiarkan hingga mengering.
- Menusuk ujung jari tengah atau jari manis naracoba dengan
menggunakan blood lancelet steril (disposible) sehingga darah keluar.
- Meneteskan satu tetes darah pada kaca obyek yang telah dipersiapkan di
atas, kemudian setiap 30 detik melakukan tusukan menggunakan jarum
pentul pada tetes darah tersebut.
- Mengamati adanya benang-benang fibrin, jika ada kemudian mencatat
waktunya. Dan waktu tersebut merupakan waktu koagulasi darah.
Sebetulnya, banyak cara yang bisa dipakai unutk menentukan waktu
pembekuan dengan prinsip yang sama. Cara lain yang juga banyak digunakan
ialah dengan menempatkan darah dalam tabung gelas reaksi yang bersih,
kemudian menggoyangkan tabung itu setiap 30 detik sampai terbentuk bekuan.
Dengan cara ini, waktu pembekuan normal adalah 6 sampai 10 menit.
Sesungguhnya, waktu pembekuan juga bergantung pada kondisi gelasnya sendiri
dan bahkan juga bergantung pada ukuran tabung, sehingga diperlukan
standardisasi yang tepat untuk memperoleh hasil yang teliti.
Pembekuan darah dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya :
I. Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul
protein plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin.
Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah pembekuan darah
afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.
II. Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein
plasma dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh
pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari
pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian memotong ke bentuk
aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan
hypoprothrombinemia.
III. Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa
sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru;
Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan prothrombin
ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik.
Disebut juga faktor jaringan.
IV. Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase
pembekuan darah.
V. Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil
dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan
fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin
mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif.
Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada
kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia,
dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator
globulin.
VI. Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif
faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
VII. Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif
stabildan panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik.
Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium, dan bersama dengan
mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin,
yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh (yang
berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam
kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin
konversi faktor akselerator dan stabil.
VIII. Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang
relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi,
bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai
kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-
X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin
dan faktor antihemophilic A.
IX. Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi
penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik
dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X.
hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor
antihemophilic B.
X. Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif
stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur
koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari
pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan
kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal
ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin.
Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi
sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan
disebut juga thrombokinase.
XI. Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang
terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu
mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut
juga faktor antihemophilic C.
XII. Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh
kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai
jalur intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI.
Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.
XIII. Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang
merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi
stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinkan untuk
membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan
kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan
protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut
transglutaminase.

XXIII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Uji golongan darah sistem “ABO” dilakukan sebagai berikut : Jika darah
seseorang yang diuji dicampur dengan serum aglutinin A menggumpal, maka
kemungkinan golongan darah orang tersebut adalah A atau AB. Jika darah
tidak menggumpal, kemungkinan adalah golongan darah B atau O. Apabila
diuji dengan serum aglutinin B menggumpal, kemungkinan adalah golongan
darah B atau AB. Akan tetapi bila tidak menggumpal, kemungkinannya adalah
golongan darah A atau O.
2. Golongan darah yang berbeda yaitu A, B, AB dan O ditentukan oleh sepasang
gen, yang diwarisi dari kedua orang tua. Setiap golongan darah dapat dikenal
dari zat kimia yang disebut antigen (aglutinogen), yang terletak di permukaan
sel darah merah. Golongan darah A jika mempunyai antigen (aglutinogen) A
dan aglutinin β (Anti-B). Golongan darah B jika mempunyai antigen
(aglutinogen) B dan aglutinin α (Anti-A). Golongan darah AB jika mempunyai
antigen (aglutinogen) A dan B dan tidak mempunyai aglutinin α maupun β
(Anti-A dan Anti-B). Golongan darah O jika tidak mempunyai antigen
(aglutinogen) A dan B serta tidak pula mempunyai aglutinin α maupun β
(Anti-A dan Anti-B).
3. Penghitungan waktu pembekuan darah ini dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut : Mensterilkan ujung jari tengah atau jari manis dengan kapas
alkohol, dan membiarkan hingga mengering, kemudian menusuk ujung jari
tengah atau jari manis naracoba dengan menggunakan blood lancelet steril
(disposible) sehingga darah keluar, kemudian meneteskan satu tetes darah
pada kaca obyek yang telah dipersiapkan di atas, kemudian setiap 30 detik
melakukan tusukan menggunakan jarum pentul pada tetes darah tersebut, lalu
mengamati adanya benang-benang fibrin, jika ada kemudian mencatat
waktunya. Dan waktu tersebut merupakan waktu koagulasi darah.
4. Pembekuan darah dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti : Fibrinogen,
Prothrombin, Jaringan Tromboplastin, Kalsium, Proaccelerin, Proconvertin,
dll.

XXIV. DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid. (2010). Golongan Darah. 17 April 2010. Dibaca pada


http://forum.upi.edu.com

Azmielvita dkk. (2009). Genetika Dasar. FK UNRI 7 April 2010. Dibaca pada
http://yayanakhyar.wordpress.com

Fitri. (2007). Manfaat Mengetahui Golongan Darah. 8 April 2010. Dibaca pada
http://www.wikimu.com

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi Keenam.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suryo. 1996. Genetika Untuk Strata I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

5
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

MENGHITUNG SEL DARAH MERAH (ERYTHROCYTE)


Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

XXV. JUDUL
Menghitung Sel Darah Merah (Erythrocyte)

XXVI. TUJUAN
XXVI.1. Tujuan Kegiatan
Menghitung jumlah SDM
XXVI.2. Kompetensi Khusus
h) Mahasiswa dapat melakukan penghitungan jumlah SDM.
i) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah SDM.

XXVII. ALAT DAN BAHAN


Untuk penghitungan jumlah SDM diperlukan alat dan bahan sebagai berikut :
19. Toma hemasitometer (counting chamber)
20. Pipet khusus bertanda ‘101’
21. Blood lancet steril disposable
22. Etil alkohol 70 %
23. Kapas
24. Larutan garam fisiologis
25. Larutan hayem

XXVIII. HASIL DAN PEMBAHASAN


XXVIII.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
N Nama Umu Perhitunga Sel Darah
o r n Sel Merah/mm
Darah 3
Merah
Total

1 Milatus Sa'diyyah 20 332 3320000


2 Turasih 19 531 5310000
3 Desita Alif Utami 20 324 3240000
4 Puji Lestari   481 4810000
5 Ahmad Saiful Abid 19 727 7270000
6 Susan Pramitasari   381 3810000
7 Adika Hermawati Pratama 20 499 4990000
8 Tri Ayunda Wijiningsih 19 568 5680000
9 Rosita Justianis Khusnul 19 407 4070000
Khotimah
10 Nurul Aslina 20 533 5330000
11 Tri Suranti 19 632 6320000
12 Kurniawati Ocktaviana 19 653 6530000
13 Fika Nur Khasanah 20 314 3140000
14 Wilda Khafida 19 636 6360000
15 Failasuf Aulia Nugroho 20 657 6570000
16 Ikhsanudin 19 574 5740000
17 Adimas Pandu Pribadi   465 4650000
18 Mega Utami Kusumawati 19 486 4860000
19 Aprilia Dwi Anggani 20 557 5570000
20 Ahmad Naharuddin Ramadhan 19 581 5810000
21 Maulita Wulan Nugraheni 19 517 5170000
22 Nurul Ayuningtyas Islamiyati 19 551 5510000
23 Febrina Suci Wulandari 19 402 4020000
24 Hilda Nureni Makrufah 19 486 4860000
25 Renosari Prineta Putri 20 409 4090000
26 Fitria Eka Cahya Astuti   906 9060000
27 Amelda Nurbaiti 19 531 5310000
Max 9060000
Min 3140000
Mean 5237037
Modus 5310000
St.Dev/simpangan baku 1311860

XXVIII.2. Pembahasan
Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia
sekitar 7% - 10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan
jumlah darah pada tiap – tiap orang tidak sama, bergantung pada usia,
pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah. (Handayani dan
Haribowo, 2008)

Darah terdiri atas 2 komponen utama:


a. Plasma darah : bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air,
elektrolit, dan protein darah.
b. Butir – butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas:
1) Eritrosit : sel darah merah (SDM)- red blood cell (RBC)
2) Leukosit : sel darah putih (SDP)-white blood cell (WBC)
3) Trombosit : butir pembeku- platelet
(Bakta I Made, 2006)
Di antara tiga tipe darah (sel darah merah, seldarah putih, dan
trombosit), sel darah merahlah yang paling banyak jumlahnya. Sel-sel darah
merah mempunyai bentuk cakra dengan diameter 7,5 μm dengan ketebalan
tepi 2 μm. Tengah-tengah cakra tersebut lebih tipis dengan ketebalan 1 μm.
Bentuk bikonkaf yang menarik ini mempercepat pertukaran gas-gas
antara sel-sel dan plasma darah. (Hartadi, Diaz. 2004: 1-2)

Konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah pada pria normal 4,6-6,2
juta/mm3, pada perempuan 4,2-5,4 juta/mm3, pada anak-anak 4,5-5,1
juta/mm3. Dan konsentrasi hemoglobin pada pria normal 13-18 g/dL, pada
perempuan 12-16 g/dL, pada anak-anak 11,2-16,5 g/dL (Kamus Kedokteran
Dorland,1998)
Pematangan eritrosit dalam sumsum tulang berlangsung sekitar 7
hari. Dalam peredaran darah perifer inti umumnya sudah hilang. Retikulosit
adalah sel termuda dalam darah perifer. Kira – kira 10% dari eritrosit dalam
darah perifer adalah retikulosit. Hal ini berarti hanya 1% dari jumlah jangka
hidup eritrosit adalah retikulosit. Sedangkan panjang masa hidup eritrosit
setelah pelepasan dari sumsum tulang kurang lebih 120 hari sampai
mengalami penuaan dan destruksi. (Kosasih E.N dan Kosasih A.S.,2008)

Keutuhan bentuk eritrosit sangat tergantung pada tekanan osmosis


medium sekitarnya. Pada kondisi hipotonik akan mengalami pembengkakan
kemudian uptur (hemolisis). Hemolisis pada isotonik terjadi karena agen-
agen yang merusak permukaan, seperti sabun, detergen, atau klorform.
Sitoskeleton berfungsi untuk mengatur bentuk membran eritrosit sehingga
bentuknya fleksibel. Krenasi jika beada pada lingkungan (larutan) yang
hipertonis. (Harjana, Tri. 2014:31-32)
Menurut Benson et al (1999), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
jumlah eritrosit antara lain:
1. Fisiologis karena adaptasi terhadap lingkungan lokal, misalnya adaptasi pada
tempat tinggi (pegunungan), maka jumlah sel darah merah dapat mencapai 8
juta sel/mm3, hal ini disebut physicological polycythemia.
2. Patologis karena adanya tumor pada sum-sum tulang, maka jumlah sel darah
merah dapat mencapai 10-11 juta sel/mm3 hal ini disebut polycythemia vera.
Salah satu cara untuk mngetahui banyaknya eritrosit dalam tubuh
manusia, bisa dilakukan dengan pemeriksaan eritrosit menggunakan metode
manual. Metode pemeriksaan eritrosit ini menggunakan alat yang bernama
hemasitometer. Hemositometer adalah alat atau radas yang diapakai
menghitung sel darah dalam volume tertentu. (Rifai, Mien A. 2004: 156) Alat
terdiri dari kamar hitung, kaca penutupnya dan dua macam pipet.
(Gandasoebrata R., 2007)
Selain hemasitometer, juga diperlukan bahan berupa larutan hayem,
yaitu larutan yang digunakan untuk mencegah penggumpalan darah saat akan
dihitung jumlah eritrositnya. Selain itu, larutan hayem juga berfungsi sebagai
pewarna agar eritrosit dapat terlihat jelas bentuknya. Komposisi larutan
hayem menurut Harjana(2014) terdiri atas 5 gram Na 2(SO4)2, 1 gram NaCl,
0.5 gram MgCl2, dan 200 ml akuades.
Eritrosit dihitung dalam 5 bidang sedang yang terletak dibidang basar
paling tengah. 5 bidang tersebut terdiri dari 4 bidang dipinggir dan 1 bidang
ditengan (bertanda R) tiap-tiap bidang ini dibagi lagi menjadi 16 petak-petak
kecil yang masing-masing luasnya adalah 1/400 mm2. Dengan demikian
eritrosit dihitung dalam 80 petak-petak kecil, luas keseluruhan ialah 80 x
1/400 mm2= 1/5 mm2. (Depkes RI., 1989)
Gambar Kamar Hitung Improved Neubaur
Keterangan
W : kotak untuk hitung jumlah lekosit
R : kotak untuk hitung jumlah eritrosit

Gambar : Cara Menghitung Eritrosit Didalam Kamar Hitung


Keterangan

: tidak dihitung

: dihitung

Cara menghitung eritrosit didalam kamar hitung improved Neubaur


dapat dilihat pada gambar 4. Mulai menghitung dari sudut kiri atas, terus ke
kanan; kemudian turun ke bawah dan dari kanan ke kiri; lalu turun lagi ke
bawah dan mulai lagi dari kiri ke kanan. Cara seperti ini dilakukan pada 5
bidang sedang tersebut. Semua sel yang menyentuh garis batas sebelah atas
dan kiri, dianggap masuk ke dalam ruangan dan dihitung. Sedangkan sel
yang menyentuh garis batas sebalah kanan dan bawah dianggap tidak masuk
dan tidak dihitung. (Depkes RI, 1989)
Pada tahun 1989 WHO menganjurkan hitung sel darah dengan cara
manual untuk hitung leukosit dan trombosit saja, tapi tidak dianjurkan lagi
untuk hitung eritrosit.Hal ini disebabkan gabungan kesalahannya terjadi pada
waktu pengenceran dan penghitungan jumlah eritrosit terlalu besar. Dengan
alat hitung sel otomatis maka penghitungan sel menjadi lebih mudah, cepat
dan teliti. Walaupun demikian hitung sel darah cara manual masih dapat
dilakukan karena merupakan metode rujukan. Keuntungan lain adalah hitung
sel cara manual dapat dilakukan tanpa aliran listrik. Disamping itu, hitung sel
otomatis mahal (Wirawan dan Silman, 1996).
Pada praktikum kali ini, praktikan menghitung sel eritrosit dengan
langkah kerja sebagai berikut :
1. Mensterilkan kulit ujung jari tengah atau jari manis dengan kapas
alkohol dan membiarkan hingga mengering.
2. Menusuk ujung jari tengah atau jari manis naracoba dengan
menggunakan blood lancet steril (disposable) sehingga darah
keluar dan meneteskan pada masing-masing bulatan satu tetes
darah pada kaca objek yang telah dipersiapkan.
3. Menyiapkan pipet khusus untuk penghitungan sel darah merah
(ada kristel berwarna merah) dengan tanda 101. Memastikan pipet
selalu berada dalam keadaan bersih dan kering.
4. Mengambil darah langsung dari naracoba (probandus) dengan
menggunakan pipet khusus sampai melebihi tanda 0,5, kemudian
membersihkan ujungnya dengan kertas tissue sehingga bersih dan
darah tepat pada batas 0,5.
5. Segera menghisap dengan pipet sersebut larutan hayem
(pengencer) sampai tanda 101, kemudian meletakkan pipet pada
posisi horizontal. Selanjutnya memegang kedua ujung pipet
dengan ibu jari dan telunjuk lalu menggerakkan srecara perlahan-
lahan agar darah bercampur dengan reagen.
6. Menyiapkan bilik hitung sebelum dan sesudah memaki, dan
membersihkan bilik hitung (counting chamber) dan kaca
penutupnya dengan menggunakan tissue dengan hati-hati.
Menaruh bilik hitung tersebut di atas meja mikroskop dan
menjepit secara seksama, kemudian mengamati bagian-bagian
bilik hitung dengan menggunakan perbesaran lemah (10 × 4)
sampai jelas betul letak kotak-kotaknya dan kegunaannya.
7. Meneteskan cairan darah yang telah dicampur dengan larutan
Hayem dalam pipet darah sebanyak satu tetes lewat tepi kaca
penutup dari bilik hitung sehingga cairan merata ke seluruh bilik
hitung. Untuk mendapat hasil yang akurat membuang 3 atau 4
tetes cairan yang berada pada ujung pipet.
8. Memeriksa dengan perbesaran lemah dan mencari kotak tengah
dari bilik hitung. Kotak tersebut masih dibagi lagi menjadi 25
kotak kecil, tiap kotak kecil masih dibagi lagi menjadi 16 kotak
kecil.
9. Untuk emnghitung jumlah SDM menggunakan perbesaran kuat
(10 × 10) dan alat penghitung tally counter.
10. Untuk menghemat waktu, dari 25 kotak kecil hanya dipilih 5
kotak saja sebagai sampel. Kotak tersebut dapat dipilih secara
random atau dipilih kotak pada bagian kanan atas, kiri atas, kanan
bawah, kiri bawah, dan tengah.
11. Untuk menghindari penghitungan rangkap, maka sel-sel darah
merah yang menempel pada garis dilakukan langkah-langkah
bahwa sel darah merah yang dihitung adalah yang berada dalam
kotak dan sel-sel yang menempel pada garis atas dan kiri saja
sedangkan yang menempel pada garis kanan dan bawah tidak
dihitung.
12. Memasukkan jumlah SDM ke dalam rumus untuk mengetahui
jumlah SDM per mm3 sebenarnya :
Jumlah SDM/mm3 = SDM terhitung × 10 × 5 × 20
Atau
Jumlah SDM/mm3 = SDM terhitung × 10.000
Keterangan :
Angka 10 berasal dari dalamnya parit 0,1 mm dijadikan 1 mm (10
kali)
Angka 5 berasal dari 1/5 dari 1mm3 (25 kotak)
Angka 200 berasal dari pengenceran 200 kali (0,5 menjadi 101)
Dari praktikum tersebut, didapati hasil sebagai berikut :
Rata-rata jumlah sel darah merah terhitung (dari sampel bilik
counting camber) dari seluruh naracoba adalah 5237037 SDM/mm3, dengan
simpangan baku sebesar 1311860. Jumlah SDM terbesar dari probandus
wanita yang ada adalah sebesar 9060000 SDM/mm3 dan jumlah SDM
terendah dari probandus wanita adalah 3140000 SDM/mm3. Sedangkan
jumlah SDM terbesar dari probandus pria adalah 7270000 SDM/mm3 dan
jumlah SDM terendahnya ialah 4650000 SDM/mm3.
Menurut pustaka, konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah pada
pria normal 4,6-6,2 juta/mm3, pada perempuan 4,2-5,4 juta/mm3, pada anak-
anak 4,5-5,1 juta/mm3. (Kamus Kedokteran Dorland,1998)
Bila dalam data percobaan ternyata ada yang mencapai 9 juta/mm 3
barangkali ini terjadi karena perhitungan ganda dan kurang memperhatikan
langkah kerja atau teknik yang ada.
Menurut Benson et al (1999), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
jumlah eritrosit antara lain:
1. Fisiologis karena adaptasi terhadap lingkungan lokal, misalnya adaptasi pada
tempat tinggi (pegunungan), maka jumlah sel darah merah dapat mencapai 8
juta sel/mm3, hal ini disebut physicological polycythemia.
2. Patologis karena adanya tumor pada sum-sum tulang, maka jumlah sel darah
merah dapat mencapai 10-11 juta sel/mm3 hal ini disebut polycythemia vera.

XXIX. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
3. Jumlah SDM dalam darah pada pria normal berkisar antara 4,6-6,2 juta/mm3,
dan pada perempuan berkisar antara 4,2-5,4 juta/mm3.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah SDM di antaranya ialah : Pertama :
Faktor fisiologis karena adaptasi terhadap lingkungan lokal, misalnya adaptasi
pada tempat tinggi (pegunungan), maka jumlah sel darah merah dapat
mencapai 8 juta sel/mm3, hal ini disebut physicological polycythemia. Kedua :
faktor patologis karena adanya tumor pada sum-sum tulang, maka jumlah sel
darah merah dapat mencapai 10-11 juta sel/mm3 hal ini disebut polycythemia
vera.

XXX. DAFTAR PUSTAKA


Dorland. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Alih bahasa. dr. Poppy
Kumala, dr. Sugiarto Komala, dr. Alexander H. Santoso, dr. Johannes
Rubijanto Sulaiman, dr. Yuliasari Rienita. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1998.

Hartadi, Diaz dkk. 2008. ” Simulasi Penghitungan Jumlah Sel Darah Merah.”
Transmisi. Volume 8, Nomor 2, Desember 2004, halaman 1 – 6

Handayani, W dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Hematologi. Salemba Medika:


Jakarta.

Bakta,I. 2006. Hematologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Kosasih, EN. 1984.PenentuanPraktekHematologi. AlumniBandung: Bandung.

Harjana, Tri dan Heru Norcahyo. 2014. Petunjuk Praktikum Fisisologi Hewan.
FMIPA UNY: Yogyakarta.

Dep.Kes RI.1989.Hematologi.Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Gandasoebrata, R.2007.Penuntun LaboratoriumKlinik.DianRakyat:Jakarta.

Rifai, Mien A. 2004. Kamus Biologi. Balai Pustaka: Jakarta.

Wirawan,  Riadi  dan  Erwin  Silman.1996.Pemeriksaan  Laboratorium


Sederhana. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.

6
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

MENGHITUNG SEL DARAH MERAH (LEUKOCYTE)


Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

XXXI. JUDUL
Menghitung Sel Darah Putih (Leukocyte)

XXXII. TUJUAN
XXXII.1. Tujuan Kegiatan
Menghitung jumlah sel darah putih (SDP).
XXXII.2. Kompetensi Khusus
j) Mahasiswa dapat melakukan penghitungan jumlah sel darah putih
(SDP).
k) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah sel darah putih (SDP).

XXXIII. ALAT DAN BAHAN


Untuk penghitungan jumlah SDP diperlukan alat dan bahan sebagai berikut :
26. Pipet khusus bertanda ‘11’
27. Bilik hitung’
28. Blood lancet diposable steril
29. Kapas alkohol
30. Reagen turk

XXXIV. HASIL DAN PEMBAHASAN


XXXIV.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut : (di halaman
sebaliknya)

XXXIV.2. Pembahasan
Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia
sekitar 7% - 10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan
jumlah darah pada tiap – tiap orang tidak sama, bergantung pada usia,
pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah. (Handayani dan
Haribowo, 2008)
Darah terdiri atas 2 komponen utama:
c. Plasma darah : bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air,
elektrolit, dan protein darah.
d. Butir – butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas:
4) Eritrosit : sel darah merah (SDM)- red blood cell (RBC)
5) Leukosit : sel darah putih (SDP)-white blood cell (WBC)
6) Trombosit : butir pembeku- platelet
(Bakta I Made, 2006)
Darah dalam sirkulasi mengandungsekitar 4000 sampai 11.000 sel
darah putih per liter. Sel darah putih darah perifer normal terbagi secara
morfologi dan fungsional menjadi 3 jenis sel darah putih, yakni: granulosit,
limfosit, dan monosit. Sel-sel tersebut membentuk populasi leukosit normal,
tetapi terdapat juga sejumlah kecil sel darah putih yang mungkin berada
dalam stadium kedua pada fase pematangan. (Ronald A. Sacher dan Richard
A. McPherson. 2000)
Sel darah putih terbentuk dari sumsum tulang merah. Dalam sumsum
tulang merah terdapat stem sel yang mampu berkembang lebih lanjut menjadi
sel darah, seperti gambar di bawah:
(Mader, Sylvia S. 2010: 117)

Sel darah putih berbeda dengan sel darah merah. Selain jumlahnya
yang lebih sedikit daripada sel darah merah, sel darah putih memiliki ukuran
yang lebih besar, memiliki inti sel (nucleus), tidak memiliki hemoglobin, dan
tidak berwarna (bening) kecuali pada bagian granul. Sel darah putih terbagi
menjadi dua yakni granulosit dan agranulosit. Kedua sel darah putih tersebut
sebenarnya memiliki butiran pada kedua sitoplasma yang mengelilingi
nucleus. Namun granula pada granulosit lebih Nampak ketimbang
agranulosit. (Mader, Sylvia S. 2010: 122)

Jenis Sel darah Putih Persentase dalam Sel Darah Fungsi dan deskripsi
Putih

Granulosit

Neutrofil 40-70 % Fagosit patogen

Berdiameter 10-14 um

Sel berbentuk bulat dengan


inti berlobus-lobus

Butiran pada sitoplasma tidak


seragam

Eusinofil 1-4 % Fagosit terhadap allergen

Berdiameter 10-14 um

Sel berbentuk bulat dengan


inti 2 lobus

Butiran pada sitoplasma


berukuran seragam

Basofil 0-1 % Melepaskan histamine dan


histidin

Berdiameter 10-12 um

Sel berbentuk bulat dengan


inti sel berlobus dan
bentuknya tidak tetap

Butiran pada sitoplasma


berwarna kebiruan

Agranulosit

Monosit 20-45 % Merespon terhadap system


kekebalan yang spesifik

Berdiameter 5-17 um

Sel berbentuk bulat dengan


inti sel yang besar

Monosit 4-8 % Merupakan makrofag yang


memfagosit pathogen

Berdiameter 10-24 um

Sel berbentuk bulat dengan


inti yang berlobus
(menyerupai bentuk ginjal)

(Mader, Sylvia S. 2004:208)


Sel darah putih dapat dianalisis secara kuantatif dengan bantuan
mikroskop dan reagen turk. Reagen turk digunakan pada pemeriksaan hitung
sel darah putih. Reagen turk terdiri dari larutan gentian violet 1% dalam air 1
ml dan Asam asetat glacial (CH3COOH) 1 ml yang dilarutkan dalam 100 ml
akuades. (Thienes, Hobart Clinton dan Thomas J. Haley. 1972: 436)
Dalam praktikum ini langkah-langkah penghitungan jumlah SDP
adalah sebagai berikut :
1. Mensterilkan kulit ujung jari tengah atau jari manis dengan kapas
alkohol dan membiarkan hingga mengering.
2. Menusuk ujung jari tengah atau jari manis naracoba dengan
menggunakan blood lancet steril disposable sehingga darah
keluar.
3. Mengambil darah dengan pipet khusus sampai tanda 0,5
kemudian membersihkan ujungnya dengan kertas tissue. Setelah
itu, menghisap reagen Turk sampai tanda 11, kemudian mengocok
secara perlahan-lahan agar tercampur rata sebagaimana dalam
penghitungan SDM.
4. Menyiapkan bilik hitung sebagaimana dalam penghitungan SDM
kemudian mencari 4 kotak (A,C, G, I) yang terletk pada pojok
kanan atas, kiri atas, kiri bawah, dan kanan bawah.
5. Meneteskan cairan dalam pipet lewat tepi kaca penutup sehingga
merata dan menghitung SDP seperti pada penghitngan SDM.
6. Memasukkan jumlah SDP yang terhitung dalam rumus untuk
mengetahui jumlah SDP sesungguhnya yaitu :
Jumlah SDP/mm3 = (a × 20 × 10)/4
Atau
Jumlah SDP/mm3 = b × 20 × 10
Keterangan :
Angka 20 berasal dari pengenceran 0,5 menjadi 11 (20 kali)
Angka 10 berasal dari kedalaman parit 0,1 mm (menjadi 1 mm)
Angka 4 berasal dari 4 sumuran (mestinya hanya 1 kamar)
Dari praktikum yang telah dilakukan, didapati hasil sebagai berikut :
Rata-rata jumlah total SDP kotak A, C, G, dan I dari hasil
penghitungan sebesar 142,7; sedangkan rata-rata jumlah total SDP
sesungguhnya adalah 7097,92 permm3.
Menurut Nurcahya dan Harjana (2013 : 38), jumlah SDP orang
dewasa normal berkisar antara 5000-9000 permm3. Artinya, jumlah yang
didapat dari percobaan telah berkesesuaian dengan teori.
Sedangkan menurut Frandson (1992), jumlah leukosit dalam darah
normal rata-rata 4000- 11.000 sel/cc. Jika jumlahnya lebih dari 11000
sel/mm3 maka keadaan ini disebut leukositosis dan bila jumlah kurang dari
4000 sel/mm3 maka disebut leucopenia. Fluktuasi jumlah leukosit pada tiap
individu cukup besar pada kondisi tertentu seperti stres, umur, aktifitas
fisiologis dan lainnya. Leukosit berperan penting dalam pertahanan seluler
dan humoral organisme terhadap benda-benda asing. Jumlah leukosit lebih
banyak diproduksi jika kondisi tubuh sedang sakit apabila dalam sirkulasi
darah jumlah leukositnya lebih sedikit dibanding dengan eritrositnya (Pearce,
1989). Kimball (1988) menyatakan bahwa, sel darah putih berperan dalam
melawan infeksi. Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi karena infeksi
usus, keracunan bakteri, septicoemia, kehamilan, dan partus. Menurut
Soetrisno (1987), jumlah leukosit dipengaruhi oleh kondisi tubuh, stress,
kurang makan atau disebabkan oleh faktor lain.

XXXV. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
5. Jumlah SDM dalam darah pada pria normal berkisar antara 4,6-6,2 juta/mm3,
dan pada perempuan berkisar antara 4,2-5,4 juta/mm3.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah SDM di antaranya ialah : Pertama :
Faktor fisiologis karena adaptasi terhadap lingkungan lokal, misalnya adaptasi
pada tempat tinggi (pegunungan), maka jumlah sel darah merah dapat
mencapai 8 juta sel/mm3, hal ini disebut physicological polycythemia. Kedua :
faktor patologis karena adanya tumor pada sum-sum tulang, maka jumlah sel
darah merah dapat mencapai 10-11 juta sel/mm3 hal ini disebut polycythemia
vera.

XXXVI. DAFTAR PUSTAKA


Mader, Sylvia S. 2010. Human Biology, 11 th ed. McGraw-Hill Companies, Inc:
New York.

. 2004. Understanding Human Anatomy and Physiology, 5th ed.


McGraw-Hill Companies, Inc: New York.

Nurcahya, Heru dan Tri Harjana. Petunjuk Praktikum Fisisologi Hewan. FMIPA
UNY: Yogyakarta.

Thienes, Hobart Clinton dan Thomas J. Haley. 1972. Clinical Toxicology. Lea &
Febiger

Ronald A. Sacher dan Richard A. McPherson. 2000. Widmann’s Clinical


Interpretation of Laboratory Tests, 11th ed. F.A Dacis Company:
Philadelphia.

Nurcahya, Heru dan Tri Harjana. Petunjuk Praktikum Fisisologi Hewan. FMIPA
UNY: Yogyakarta.
7
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

PENGARUH TEKANAN OSMOTIK TERHADAP ERITROSIT


Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

XXXVII. JUDUL
Pengaruh Tekanan Osmotik Terhadap Eritrosit

XXXVIII. TUJUAN
XXXVIII.1. Tujuan Kegiatan
d) Mengetahui kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit pada berbagai
konsentrasi larutan
e) Mengetahui persentase hemolisis eritrosit pada berbagai
konsentrasi larutan.
XXXVIII.2. Kompetensi Khusus
l) Mahasiswa dapat melakukan cara penentuan kecepatan hemolisis
dan krenasi eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.
m) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
peresentase hemolisis eritrosit pada berbagai konsentrasi larutan.

XXXIX. ALAT DAN BAHAN


Untuk pengamatan pengaruh tekanan osmotik terhadap eritrosit diperlukan alat
dan bahan sebagai berikut :
31. Tabung reaksi (test tube) 5 buah dengan raknya
32. Mikroskop
33. Kaca benda dengan cekungan dan gelas penutup (cover glass)
34. Pipet
35. Garam fisiologis 3%, 1%, 0,9%, 0,7%, 0,5%, 0,1%
36. Aquades
37. Vaselin album
38. Antikoagulan (heparin atau kalsium oksalat)
39. Darah probandus

XL. HASIL DAN PEMBAHASAN


XL.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
Waktu krenasi eritrosit pada konsentrasi (menit)
No Nama
0,1% 0,5 % 0,7% 0,9% 1% 3%
1 Milatus Sa'diyyah 1:58 1:25 0:30
2 Turasih 1:11 1:03 0:44
3 Desita Alif Utami 0:35 0:22 0:13
4 Puji Lestari 3:55 2:27 1:31
5 Ratih Sukmaresi 3:49 2:24 1:08
6 Ahmad Saiful Abid 3:38 1:50 1:19
7 Susan Pramitasari 1:25 0:40 0:09
8 Sulistyaningsih 0:32 0:17 0:13
9 Adika Hermawati P 3:05 2:50 1:18
10 Lailul Hidayah Nursarah 1:57 0:36 0:13
11 Azusnita Rachma Putri 0:20 0:18 0:13
12 Velia Dinan Qhalifa 0:35 0;30 0:17
13 Tri Ayunda Wijiningsih 3:52 3:00 1:30
14 Rosita Justianis K 7:30 1:14 0:20
15 Ambar Dwi Jayanti 2:18 2:02 1:38
16 Nurul Aslina 0:15 0:13 0:10
17 Nurul Amalia 2:16 0:28 0:13
18 Ika Feby Putriana 2:43 1:12 0:32
19 Tri Suranti 3:35 1:52 1:16
20 Kurniawati Ocktaviana 1:15 0:47 0:15
21 Fika Nur Khasanah 1:50 1:04 0:45
22 Wilda Khafida 1:09 0:49 0:16
23 Failasuf Aulia Nugroho 0:30 0:24 0:18
24 Rulis Hidayatussaadah 1:19 0:57 0:29
25 Dwi Zunitasari 0:48 0:19 0:17
26 Ikhsanudin 3:56 3:46 1:26
27 Adimas Pandu Pribadi 5:17 2:46 1:34
28 Mega Utami K 5:7
29 Dionisia Dwi P 1:09 0:35 0:20
30 Aprilia Dwi Anggani 1:40 1:07 0:36
31 Ahmad Naharuddin R 0:45 0:18 0:15
32 Maulita Wulan N 1:08 0:59 0:18
33 Nurul Ayuningtyas I 0:44 0:34 0:22
34 Febrina Suci Wulandari 1:21 0:20 0:17
35 Hilda Nureni Makrufah 1:30 1:07 1:05
36 Renosari Prineta Putri 3:45 0:30 0:07
37 Maulana Malik Irsyad 2:08 1:34 0:31
38 Fitria Eka Cahya Astuti 2:55 1:35 1:04
39 Rizky Purnawati 5:25 3:03 1:49
40 Permata Ihda Fuadina 3:13 2:26 1:00
41 Opi Mawarsari 0:38 0:25 0:17
42 Dewi Sang Arifti 2:46 2:25 1;01
43 Dewi Susanti 1:53 0:39 0:51
44 Amelda Nurbaiti 3:39 1:17 1:19
45 Sudhira Winaswan Gusti 1:51 1;50 0:31

XL.2. Pembahasan
Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin dalam sirkulasi. Sel
darah merah berbentuk cakram bikonkaf dan dibentuk dalam sumsum tulang.
Pada mamalia sel darah merah kehilangan intinya sebelum masuk sirkulasi.
Pada manusia, sel darah merah hidup dalam sirkulasi 120 hari (Ganong,
1983).
Darah merupakan cairan viskus yang mengalami perubahan pada
fisiknya yang dapat ditemukan pada beberapa penyakit. Komposisi darah
yang unik suatu suspensi sel yang dapat berubah didalam larutan yang kaya
protein menghasilkan sifat fisik yang kompleks. Sebagian besar pembuluh
darah, shear rates (misalnya perbedaan velositas antara lapisan cairan) sangat
tinggi yang bersebelahan dengan dinding arteri besar sebaliknya shear rates
yang rendah terdapat pada vena kecil (Underwood,1999).
Darah merupakan cairan yangterdapat pada hewan tingkat tinggi
yangsangat vital bagi makhluk hidup. Peranandarah dalam tubuh sangat
besar. Fungsidarah antara lain sebagai alat transportasizat seperti oksigen,
bahan hasil metabolisme tubuh, pertahanan tubuh dari serangan kuman, dan
lain sebagainya.Darah terdiri dari bagian cair (plasma)dan bahan bahan intra
seluler. Volumedarah sekitar 5-8% dari total bobot badan (Sonjaya, 2012).
Peristiwa hemolisis dankrenasi merupakan hal yang sangatpenting
untuk diketahui dalammempelajari darah. Hemolisis adalahpecahnya
membran eritrosit, sehinggahemoglobin bebas ke dalam
mediumsekelilingnya (plasma). Sedangkan Krenasi adalah
prosespengkerutan sel darah merah apabilabenda dalam larutan
hipertonik(Ramdhini, 2013 dalam Jihadulhaq(Sonjaya, 2012).
Fisiologi cairan tubuh dan darah menjaga agar volume cairan tubuh
tetap relatif konstan dan komposisinya tetap stabil karena penting untuk
homeostasis yaitu sistem pengaturan yang mempertahankan konstannya
cairan tubuh dan membahas mengenai keseimbangan asam basa serta
pertukaran kompartemen cairan ekstraseluler dan intraseluler (Syaifuddin,
2009: 1).
Darah merupakan cairan ekstrasel yang menyuplai sel-sel dengan
nutrisi dan zat-zat lain yang diperlukan untuk fungsi selular, tetapi sebelum
digunakan zat-zat ini harus ditransfort melalui membran sel dengan dua
proses utama yaitu difusi dan osmosis serta transpor aktif.
Nutrisi dan zat-zat lain akan sampai tujuan jika dalam kondisi
homeostasis (keseimbangan osmosis tercapai). Bagaimana jika kondisi
lingkungan interstisial tidak homeostatis (hipertonis dan hipotonis)?
Penambahan larutan NaCl pekat dapat menyebabkan krenasi pada eritrosit
hewan, misalnya untuk eritrosit hewan homoioterm adalah larutan NaCl yang
lebih pekat dari 0,9 % NaCl, sedangkan untuk eritrosit hewan poikiloterm
adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7 % (Wiwid, 2011).
Darah merupakan suatu jenis sel yang tersuspensi dalam suatu matriks
cairan yang disebut plasma. Tubuh manusia pada umumnya mengandung
kurang lebih 4 sampai 6 L darah (Campbell dkk, 2000: 53).
Cairan darah merupakan sarana untuk transport makanan maupun sisa-
sisa metabolisme, membawa nutrisi (komponen makanan) mulai dari proses
absorbsi dan mendistribusikannya sampai tingkat intraseluler di mana nutrisi
akan mengalami proses metabolisme. Hasil proses metabolismenya akan
didistribusikan ke seluruh tubuh dan ekskresinya akan dikeluarkan dari
tubuh. Distribusi cairan tubuh dibedakan menjadi cairan intrasel dan cairan
ekstrasel. Cairan intrasel adalah cairan yang berada dalam sel yang
merupakan jumlah cairan terbanyak, ± 70 % dari jumlah total air dalam
tubuh. Sedangkan cairan ekstrasel adalah cairan yang berada di luar sel,
jumlahnya ± 30 % dari cairan seluruh tubuh (Syaifuddin, 2009: 3).
Cairan ekstrasel pada sel hidup terutama interstisial (cairan yang berada
di antara sel jaringan) dan plasma merupakan tempat pengambilan O2, zat
nutrisi, dan pembuangan sisa metabolit serta merupakan lingkungan hidup
yang harus dijaga kelestariannya dengan cara homeostasis agar sel tetap
hidup secara baik dan letaknya dalam tubuh (Syaifuddin, 2009: 4).
Pada vertebrata eritrositnya ada yang berinti dan berbentuk ellipsoid.
Darah manusia dan darah hewan lain terdiri atas suatu komponen cair, yaitu
plasma, dan berbagai bentuk unsur yang dibawa dalam plasma, antara lain sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping-keping darah.
Plasma terdiri atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1%
elektrolit dan sisanya 1-2% berbagai zat makanan dan mineral yang lain
(Ville, 1989).
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan osmotik
terhadap eritrosit. Tekanan osmotik sendiri adalah daya dorong air yang
dihasilkan oleh partikel-partikel zat terlarut di dalamnya. Molekul air
mempunyai sifat umum yaitu bergerak secara difusi sesuai dengan gradient
(laju pertambahan) konsentrasi. Air cenderung berdifusi dari daerah zat
terlarut yang sedikit (konsentrasi pelarut tinggi) ke tempat jumlahzat yang
terlarut banyak (konsentrasi pelarut rendah) (Syaifuddin, 2009: 9).
Sedangkan keseimbangan osmotik merupakan kekuatan yang besar untuk
memindahkan air agar dapat melintasi membran sel. Bila cairan interseluler
dan ekstraseluler dalam keseimbangan osmotic, maka perubahan yang
relative kecil pada konsentrasi zat terlarut impermeable dalam cairan
ekstraseluler dapat menyebabkan perubahan luar biasa dalam volume sel.
Berdasarkan konsentrasinya di bandingkan dengan konsentrasi larutan
intraseluler, cairan dibagi menjadi 3 macam :
1. Cairan isotonic. Jika suatu sel diletakkan pada suatu larutan dengan zat
terlarut impermeabel (tidak dapat dilewati) maka sel tidak akan mengerut
atau membengkak karena konsentrasi air dalam cairan intraseluler tidak
dapat masuk atau keluar dari sel sehingga terdapat keseimbangan antara
cairan intraseluler dan ekstraseluler.
2. Cairan hipotonik. Jika suatu sel diletakkan dalam larutan yang mempunyai
konsentrasi zat terlarut impermeabel lebih rendah, air akan berdifusi ke
dalam sel menyebabkan sel membengkak karena mengencerkan cairan
intraseluler sampai kedua larutan mempunyai osmolaritas yang sama.
3. Cairan hipertonik. Jika suatu sel diletakkan dalam larutan yang mempunyai
konsentrasi zat terlarut impermeable lebih tinggi, air akan mengalir keluar
dari sel ke dalam cairan ekstraseluler. Pada keadaan ini sel akan mengerut
sampai kedua konsentrasi menjadi sama (Syaifuddin, 2009: 9-10).
Dalam praktikum ini, praktikan memakai larutan NaCl dengan
konsentrasi yang berbeda-beda untuk melihat terjadinya peristiwa hemolisis
atau krenasi, serta mengetahui kecepatan hemolisis dan krenasi pada masing-
masing konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan NaCl yang dipersiapkan
adalah 3%, 1%, 0,9%, 0,7%, 0,5%, dan 0,1%.
Osmosis akan memainkan peranan yang sangat penting salah satunya
pada membran eritrosit saat mengalami peristiwa hemolisis dan krenasi.
Membran eritrosit akan rusakbila dilakukan penambahan larutan hipotonis
atau hipertonis ke dalam darah. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi
hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis), medium tersebut
(plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang
bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila
membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu
sendiri, maka sel akan pecah.
Menurut teori, isi sel eritrosit hewan homoitherm isotonis terhadap
larutan 0,9% NaCl, oleh karena itu hemolisis akan terjadi apabila eritrosit
hewan Homoitherm dimasukkan kedalam larutan NaCl dengan konsentrasi
dibawah 0,9%. Namun, perlu diketahui bahwa membrane eritrosit memiliki
toleransi osmotic, artinya sampai batas konsentrasi medium tertentu sel
belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan
tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan
bahwa toleransi osmotis membrane eritrosit berbeda-beda. Pada eritrosit tua
membrane selnya memiliki toleransi rendah (mudah pecah) sedangkan
membrane eritrosit muda memiliki toleransi osmotik osmotic yang lebih
besar (tidak mudah pecah). Pada dasarnya eritrosit sudah mengalami
hemolisis sempurna pada air suling. Hasil hemolisis sempurna eritrosit pada
air suling biasa dianggap larutan standard untuk menentukan tingkat
kerapuhan eritrosit (Soewolo, 1999).
Lisis merupakan istilah umum untuk peristiwa menggelembung dan
pecahnya sel akibat masuknya air ke dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut
hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya air ke
dalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke
cairan sekelilingnya. Membran eritrosit bersifat permeabel selektif, yang
berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat
ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain. Hemolisis ini akan terjadi apabila
eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipotonis terhadap isi sel
eritrosit. Peristiwa sebaliknya dari hemolisis adalah krenasi, yaitu peristiwa
mengkerutnya membran sel akibat keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi
dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis
terhadap isi eritrosit (Wiwid, 2011).
Darah dapat mengalami lisis yang merupakan istilah umum untuk
untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat masuknya air ke
dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa
pecahnya eritrosit akibat masuknya air kedalam eritrosit sehingga
hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya.
Membrane eritrosit bersifat permeable selektif yang berarti dapat ditembus
oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu
yang lain (Soewolo, 1999).
Hemolisis yang disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotic isi sel
dengan mediumnya (cairan di sekitarnya) disebut hemolisis osmotik.
Hemolisis yang lain adalah hemolisis kimiawi dimana medium eritrosit rusak
akibat subtansi kimia. Zat-zat yang dapat merusak membran eritrosit
(termasuk membran sel yang lain) antara lain kloroform, aseton, alcohol,
benzena, dan eter (Soewolo, 2000).
Peristiwa sebaliknya ialah krenasi, yang dapat terjadi apabila eritrosit
dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit.
Misalnya, untuk eritrosit hewan homoitherm adalah larutan NaCl yang lebih
pekat dari 0,9% sedangkan untuk eritrosit hewan poikilotherm adalah larutan
NaCl yang lebih pekat dari 0,7% (Soewolo, 1999).
Dari hasil praktikum yang dilakukan didapati data kecepatan hemolisis
dan krenasi sebagai berikut :
a. Pada NaCl 0,1 % kecepatan hemolisis tertinggi adalah 1 menit 30
detik.
b. Pada NaCl 0,5 % kecepatan hemolisis tertinggi adalah 35 detik.
c. Pada NaCl 0,7 % kecepatan hemolisis tertinggi adalah 20 detik.
d. Pada NaCl 0,9 % kecepatan rusaknya eritrosit tertinggi adalah 17
detik.
e. Pada NaCl 1% kecepatan krenasi tertinggi adalah 17 detik.
f. Pada NaCl 3% kecepatan krenasi tertinggi adalah 10 detik.
Data yang didapat, sesungguhnya menyelisihi teori bahwa larutan NaCl
yang bersifat isotonis terhadap cairan intraselular eritrosit adalah 0,9%,
dibawah itu bersifat hipotonis sehingga menyebabkan hemolisis eritrosit dan
di atas itu bersifat hipertonis sehingga menyebabkan krenasi eritrosit. Namun
dari data yang ada, peristiwa yang nampak adalah krenasi seluruhnya yang
terus meningkat seiring dengan naiknya konsentrasi larutan NaCl. Ini dapat
dibilang benar bila di atas konsentrasi 0,9%. Akan tetapi bila di bawah
konsentrasi 0,9% terjadi krenasi, mungkin bisa terjadi karena dua sebab :
Pertama, sebagaimana dijelaskan dalam teori bahwa membrane eritrosit
memiliki toleransi osmotic, artinya sampai batas konsentrasi medium tertentu
sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan
tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan
bahwa toleransi osmotis membrane eritrosit berbeda-beda. Pada eritrosit tua
membrane selnya memiliki toleransi rendah (mudah pecah) sedangkan
membrane eritrosit muda memiliki toleransi osmotik osmotic yang lebih
besar (tidak mudah pecah). Kedua, terjadi kesalahan teknik, yaitu eritrosit
sudah banyak yang mengalami kerusakan sebelum preparat darah dipasang di
mikroskop karena membutuhkan waktu yang lama. Akan tetapi yang nampak
di sini, bahwa kecepatan krenasi bertambah seiring dengan meningkatnya
konsentrasi larutan hipertonis.
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain
penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan
permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan
pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila
medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan
NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke
dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan
menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi
menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan
pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya.
Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan
eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya
eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara
menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma)
(Soewolo, 1999).
Hemolisis seperti yang dijelaskan diatas disebut hemolisis osmotic,
yaitu hemolisis yang disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotic isi sel
dengan mediumnya (cairan disekitarnya). Hemolisis yang lain adalah
hemolisis kimiawi, dimana membrane eritrosit rusak akibat substansi kimia.
Zat-zat yang dapat merusak membrane eritrosit (termasuk membrane sel
yang lain) antara lain adalah: kloroform, asseton, alcohol, benzene dan eter.
Apabila eritrosit mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut
dalam mediumnya. Akibat dari terlarutnya hemoglobin tersebut medium
akan berwarna merah. Makin banyak eritrosit yang mengalami hemolisis,
maka makin merah warna mediumnya. Dengan membandingkan warna
mediumnya. Dengan membandingkan warna mediumnya dengan larutan
standar (eritrosit dalam air suling) maka dapat ditentukan tingkat kerapuhan
membrane eritrosit (tingkat toleransi osmotic membran eritrosit) (Soewolo,
1999).
Bila eritrosit mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut dalam
mediumnya. Akibat dari terlarutnya hemoglobin tersebut, medium akan
berwarna merah. Makin banyak eritrosit yang mengalami hemolisis maka
makin merah warna mediumnya. Dengan dibandingkan warna medium
dengan larutan standar (eritrosit dalam air suling), maka dapat ditentukan
tingkat kerapuhan membran eritrosit (tingkat toleransi osmotik membran
eritrosit) (Soewolo, 2000).

XLI. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Sel akan mengalami krenasi jika berada di lingkungan yang hipertonis,
sebaliknya akan mengalami lisis jika berada di lingkungan hipotonis.
Sedangkan bila berada di lingkungan isotonis sel akan berada dalam
kondisi normal.
2. Pada umumnya, eritrosit (sel darah merah) akan mengalami krenasi bila
berada di larutan NaCl dengan konsentrasi > 0,9% dan akan mengalami
hemolisis bila berada di larutan NaCl dengan konsentrasi < 0,9 %. Namun,
kondisi ini tidak mesti berlaku pada semua jenis eritrosit, karena eritrosit
yang muda mempunyai daya dahan terhadap perbedaan konsentrasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan eritrosit yang tua.
3. Kecepatan krenasi akan meningkat seiring dengan mengingkatnya
konsentrasi larutan di sekelilingnya (dalam hal ini NaCl).

XLII. DAFTAR PUSTAKA


Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, edisi kelima-jilid
3. Jakarta: Erlangga.
Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk Praktikum Biologi. Yogyakarta: Prodi
PSn PPs UNY.
Ganong, W.F.. 1983. Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC.
Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang.
----------. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: EGC.
Ward, Jeremy P.T., Clarke, Robert W., & Linden, Roger W.A.. 2009. At A
Glance Fisiologi. (Terjemahan Indah Retno Wardhani). London: Blackwell
Publishing Ltd.
Wiwid Chariss. 2011. Toleransi osmotic eritrosit. Diambil pada tanggal 15 Mei
2012 dari http://reminderme.blogspot.com/2011/08/toleransi-osmotik-
eritrosit.html.

8
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

STRUKTUR MORFOLOGI GINJAL DAN SIFAT FISIK URINE


Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

XLIII. JUDUL
Struktur Morfologi Ginjal dan Sifat Fisik Urine

XLIV. TUJUAN
XLIV.1. Tujuan Kegiatan
f) Mengamati struktur anatomi makroskopis ginjal mamalia
(kambing).
g) Mengamati warna, kejernihan, dan pH urine.
XLIV.2. Kompetensi Khusus
n) Mahasiswa dapat melakukan pengamatan struktur anatomi
makrosopis ginjal mamalia (kambing).
o) Mahasiswa dapat menerangkan bagian-bagian ginjal mamalia.
p) Mahasiswa dapat melakukan dan menerangkan pemeriksaan warna
urine.
q) Mahasiswa dapat melakukan dan menerangkan kejernihan urine.
r) Mahasiswa dapat melakukan dan menerangkan pH urine.

XLV. ALAT DAN BAHAN


Untuk pengamatan struktur makroskopis ginjal kambing diperlukan alat dan
bahan sebagai berikut :
40. Bak parafin.
41. Alat section (bedah) yang terdiri stas :
41.1. Skalpel
41.2. Pinset
41.3. Klem
41.4. Penusuk
41.5. Gunting
42. Ginjal Kambing Segar
Adapun untuk pemeriksaan warna, kejernihan, dan pH urine diperlukan alat dan
bahan sebagai berikut :
1. Tabung reaksi
2. pH Stick
3. Urine probandus

XLVI. HASIL DAN PEMBAHASAN


XLVI.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
No
. Nama Warna Kejernihan pH
1 Milatus Sa'diyyah kuning keruh 7
2 Turasih kuning jernih 6
3 Desita Alif Utami kuning jernih 7
4 Puji Lestari kuning jernih 7
5 Ratih Sukmaresi kuning keruh (++) 7
6 Ah. Saiful Abid kuning tua agak keruh 7
7 Susan Pramitasari kuning tua jernih 5
8 Sulistyaningsih kuning muda jernih 6
9 Adika Hermawati Pratama kuning keruh (+) 6
10 Lailul Hidayah Nursarah kuning jernih 7
11 Azusnita Rahma Putri kuning jernih 7
12 Velia Dinan Qhalifia kuning muda jernih 5
13 Tri Ayunda Wijingsih kuning jernih 7
14 Rosita Justianies HC kuning muda keruh (+) 6
15 Ambar Dwijayanti kuning jernih 8
16 Nurul Aslina kuning tua jernih 6
17 Nurul Amalia kuning muda agak keruh 7
18 Ika Feby Putriana kuning jernih 6
kuning
19 Tri Suranti kemerahan keruh 6
kuning
20 Kurniawati Oktaviana kemerahan jernih 6
21 Fika Nur Hasanah kuning jernih 7
22 Wilda Khafida kuning tua agak keruh 7
23 Failasuf Aulia Nugroho kuning tua keruh 8
24 Rulis Hidayatussaadah kuning muda jernih 6
25 Dwi Zunitasari kuning jernih 7
26 Ikhsanudin kuning (++) jernih 6
27 Adimas Pandu Pribadi kuning jernih 8
28 Mega Utami kuning keruh (++) 6
29 Dionisia Dwi P kuning muda jernih 6
30 Aprilia Dwi Anggani kuning tua jernih 7
31 Ahmad Naharuddin R kuning muda jernih 6
32 Maulita Wulan Nugraheni kuning muda keruh (++) 6
33 Nurul Ayuningtyas I kuning keruh 5
34 Febrina Suci Wulandari kuning jernih 7
35 Hilda Nuraeni M kuning (++) jernih 7
36 Renosari Prineta Putri kuning muda jernih 5
37 Maulana Malik Irsyad kuning keruh 7
38 Fitria Eka Cahya kuning jernih 7
39 Rizky Purnawati kuning muda keruh 6
40 Permata Ihda Fuadina kuning muda jernih 7
41 Opi Mawarsari kuning muda keruh (+) 7
42 Dewi Sang Arifti kuning jernih 6
43 Dewi Susanti kuning jernih 7
44 Amelda Nurbaiti kuning (+) jernih 6
45 Sudhira Winaswan Gusti kuning muda jernih 6
Rerata 6,48888889
Keterangan : + Pekat/Keruh
++ Sangat Pekat /Sangat Keruh
XLVI.2. Pembahasan
Sistem urinaria terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih, uretra. Sistem
ini membantu mempertahankan homeostasis dengan menghasilkan urin yang
merupakan hasil sisa metabolisme. Ginjal yang mempertahankan susunan
kimia cairan tubuh melalui berbagai proses yaitu: (1) filtrasi glomerular,
yaitu filtrasi plasma darah oleh glomerulus (2) reabsorbsi tubular, yaitu
melakukan reabsorbsi secara selektif zat-zat seperti garam, air, gula
sederhana, asam amino dari tubulus ginjal ke kapiler peritubular., dan (3)
sekresi tubular, sekresi zat-zat dari kapiler darah ke dalam lumen tubulus.
Proses sekresi mengikutsertakan penahanan kalium, asam urat, amino
organik, dan ion hidrogen, yang berfungsi untuk memperbaiki komponen
buffer darah dan mengeluarkan zat-zat yang mungkin merugikan
(Soewolo.2005:321).
A. Anatomi
Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum
menghadap ke tulang punggung. Sisi luarnya cembung, pembuluh-pembuluh
ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum (Nangsari, Nyayu
Syamsiar.1988:177).
Beratnya 150 gram sebuah. Di atas sebuah ginjal terdapat supra renalis.
Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri. Setiap ginjal
dipisahkan di sebelah luar, bagian korteks yang dibentuk oleh massa
berbentuk bulat disebut glomerulus. Di sebelah dalam, bagian medula
tersusun atas 6 sampai 18 massa berbentuk piramid yang disebut piala ginjal.
Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di kalises
ginjal yang menghubungkan dengan pelvis ginjal. Pelvis membentang terus
dari badan ginjal sampai ke ureter, suatu tabung dengan otot polos pada
dindingnya yang menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kencing. Otot
polos pada dinding kandung kencing berkontraksi secara refleks (Nangsari,
Nyayu Syamsiar.1988:178).
Korpuskula renalis terdiri atas glomerulus dan dikelilingi olehkapsul
yang dinamakan kapsula Bowman. Glomerulus adalah jaringan kapiler
khusus yang tumbuh dari cabang arteri renalis disebut arteriole renalis aferen.
Kapiler-kapiler bersama-sama berkumpul membentuk arteriole renalis
eferen, yang membawa darah keluar dari glomerulus ke daerah tubulus
renalis dimana punjungnya membentuk jaringan kapiler yang luar biasa
disebut kapiler peritubuler (Nangsari, Nyayu Syamsiar.1988:178).
Arteriole eferen glomerulus bukannya arteriole khusus dan secara
keseluruhan diameternya biasanya dua kali arteriole eferen, ini disebabkan
tunika media pembuluh aferen banyak lapisan substansi otot polos . tetapi
lumen arteriole aferen besar kemungkinan sama dengan arteriole eferen pada
kebanyakan unti glomerulus (Nangsari, Nyayu Syamsiar.1988:178).
Modifikasi lebih lanjut termasuk sekelompok sel-sel yang tidak biasa di
dalam tunika media sebelum arteriole ini memberikan reaksi kepada
glomerulus; sel-sel dikenal sebagai juxtaglomerulus, sebab sel-sel tersebut
dekat berbatasan dengan glomerulus. Sel-sel juxtaglomerulus terlihat di
dalam produksi substansi kimia renin (Nangsari, Nyayu Syamsiar.1988:179).
Kapsula bowman adalah permulaan dari tubula renalis, dan tidak
dikeluarkan oleh glomerulus. Lapisan viseral kapsula melekat erat dengan
glomerulus. Lapisan ini mempunyai sekelompok sel-sel disebut podosit yang
membentuk celah pori-pori untuk menjaga masuknya molekul-molekul besar
darah ke dalam kapsula Bowman. Akibatnya, struktur kompleks yang
mengelilingi glomerulus, yaitu filtrasi secara selektif memilih dan hanya
molekul-molekul kecil saja yang dapat melalui filter. Ruangan-ruangan di
antara dua lapisan yang berisi cairan dan material yang telah disaring oleh
glomerulus; cairan ini dinyatakan sebagai filter glomerulus. Tubulus renalis
dimulai di dalam kapsula Bowman dari sini tubulus jalannya berkelok-kelok
dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula proksimal dan sesudah itu
terdapat sebuah simpai disebut simpai Henle (Loop Henle). Kemudian tubula
itu berkelok-kelok lagi, kelokan kedua disebut tubula distal, yang
bersambung dengan tubula penampung yang berjalan melintasi korteks dan
medula, berakhir di puncak salah satu piramida (Nangsari,Nyayu
Syamsiar.1988:179).
Struktur ginjal
Bila dibuat irisan frontal ginjal dibagian tengah melalui hilus renalis,
maka tampak bahwa ginjal ada dua bagian yaitu korteks renalis dan medula
renalis (Mashudi, Sugeng.2011:82).
Korteks renalis
Korteks renalis merupakan bagian luar ginjal yang berwarna merah
cokelat terletak langsung di bawah kapsula fibrosa dan berbintik-bintik.
Bintik-bintik pada korteks renalis karena adanya korpuskulus renalis dari
Malphigi yang terdiri atas kapsula Bowman dan glomerulus.
1. Kapsula Bowman
Kapsula Bowman merupakan permulaan dari saluran ginjal yang
meliputi glomerulus.
2. Glomerulus
Glomerulus merupakan anyaman pembuluh-pembuluh darah pada ginjal.
Secara fisiologis pada glomerulus terjadi filtrasi darah untuk mengeluarkan
zat-zat yang tidak digunakan tubuh.
3. Tubulus renalis
Tubulus renalis merupakan bagian korteks yang masuk ke dalam medula
di antara piramida renalis, sering disebut kolumna renalis (Bertini).
Medula renalis
Medula renalis terletak dekat hilus, sering terlihat berupa hilus, sering
terlihat berupa garis-garis putih oleh karena adanya saluran-saluran yang
terletak dalam piramida renalis. Tiap piramida renalis mempunyai basis yang
menjurus ke arah korteks dan apeksnya bermuara ke dalam kaliks minor
sehingga menimbulkan tonjolan yang disebut papila renalis, pada papil ini
terdapat lubang-lubang keluar dari saluran-saluran ginjal sehingga disebut
lamina kribrosa (jumlah duktus papilaris ginjal kurang lebih 18-20 buah).
Jaringan medula dari piramida renalis ada yang menonjol masuk ke dalam
jaringan korteks disebut fascilus radiatus ferreini. Saluran-saluran di dalam
medula lengkung Henle (pars ascenden dan pars descenden), duktus
koligentes, dan duktus Bellini (duktus papilaris) (Mashudi, Sugeng.
2011:82).
B. Fisiologi Ginjal
Homeostasis di dalam cairan ekstraseluler ada hubungannya dengan
fisiologi ginjal. Ada 4 aktivitas dasar yaitu ultrafiltrasi selektif, penyerapan,
sekresi, dan proteksi. Aktivitas pertama disebabkan oleh tekanan darah tinggi
relatif di dalam glomerulus, memaksa plasma darah melalui membran
selektif, membentuk ultra filter darah disebut glomerular filtrat. Glomerular
filtrat akan diproses oleh nefron melalui aktivitas penyerapan dan sekresi.
Sedangkan terakhir menyebabkan pembentukan urine, nefron telah selesai
mengembalikan material yang berguna ke dalam darah dari filtrat. Sisa-sisa
dari semua aktivitas ini adalah urine. Semua aktivitas ini juga melindungi dan
membantu menjaga sistem seluruhnya. Ginjal membentuk substansi kimiawi,
seperti renin, melindungi tubuh dengan cara khusus (Nangsari,Nyayu
Syamsiar.1988:180).
- Filtrasi glomerulus
Glomerulus merupakan berkas kapiler dimana darah dibawa ke arteriole
eferen dan disalurkan oleh arteriole eferen. Keadaan demikian diperlukan
untuk menjaga relatif tingginya tekanan darah melalui loop kapiler
glomerulus. Tekanan hidrostatis di dalam kapsula Bowman rendah, dinding
kapiler dan lapisan bagian dalam kapsul tipis dan permeabel.
Konsekuensinya, glomerulus sebagai alat penyaring mendorong air dan
larutan-larutan keluar aliran darah masuk ke dalam kapsular tubula renalis.
Plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda-benda halus lainnya,
disaring. Sel dan protein plasma yang terlalu besar untuk menembus pori
saringan tetap tinggal dalam aliran darah.
Lebih dari 500 mililiter darah masuk ke dalam masing-masing ginjal
setiap menit, tetapi jumlah yang disaring tergantung pada faktor-faktor
seperti tekanan darah glomerular dan permeabilitas kapiler serta dinding
kapsula. Jumlah urine yang dibentuk 120 ml per menit kira-kira 170 liter
dalam 24 jam, tetapi hanya 1 sampai 1,5 liter urine dilepaskan setiap hari
(Nangsari,Nyayu Syamsiar.1988:181).
- Penyerapan kembali
Cairan yang telah disaring, yaitu filtrat glomerulus, mengalir melalui
tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan-bahan yang diperlukan
tubuh dan yang tidak berguna ditinggalkan. Dengan mengubah-ubah jumlah
yang diserap atau ditinggalkan dalam tubula, maka sel dapat mengatur
susunan urine di satu pihak dan susunan darah di lain pihak. Dalam keadaan
normal semua glukosa diabsorbsi kembali; air sebagian besar diabsorbsi
kembali, kebanyakan produk yang tidak berguna dikeluarkan. Dalam
keadaan tertentu tubula menambah bahan pada urine. Sisa penyerapan akan
dikembalikan ke bagian lain nefron khususnya tubula distal dan tubula
pengumpul.
- Pengangkutan aktif
Beberapa unsur pokok filtrat glomerulus, seperti potassium, hampir
seluruhnya diserap kembali tanpa memperhatikan konsentrasinya. Yang lain
seperti glukosa secara aktif diangkut tetapi sangat tergantung pada ada atau
tidaknya pengangkutannya. Konsentrasi plasma dimana glukosa, akan mulai
ada di dalam urin disebut plasma renalis ambang.
Umpamanya, seseorang makan banyak sekali gula-gula, darahnya
dipenuhi oleh glukosa, dan sejumlah besar disaring dalam tubula renalis;
akibatnya muatan mekanisme pengangkutan aktif sangat banyak itu muncul
di dalam urin. Substansi ambang lainnya yang penting adalah asam amino,
asam asetoasetik, vitamin, dan asam urik.
Sejumlah besar sodium yang disaring secara terus-menerus dikirim ke
tubula-tubula, yang berhubungan dengan klorida dan bikarbonat. Tetapi
sodium diserap kembali secara efisien dan kurang dari 1% dikeluarkan
melalui urin. Kira-kira 80% sodium yang disaring diserap kembali
dihubungkan dengan klorida, lebih kurang 20% dengan bikarbonat
(Nangsari,Nyayu Syamsiar.1988:181).
- Pengankutan pasif
Penyerapan kembali air diselesaikan oleh proses osmosis sederhana.
Selama sodium dan larutan lainnya diangkut dari lumen tubula, konsentrasi
di sekitar cairan interstitial meningkat. Sedangkan konsentrasi cairan di
dalam tubula berkurang. Jadi ada jaring difusi air dari tubula ke cairan
interstitial peritubuler. Difusi dan cairan kapiler peritubuler darah relatif
dibantu oleh tekanan osmotik koloid tinggi dari darah itu; ada dua faktor
yang operatif di dalam menjaga menurunkan tekanan. Pertama, tidak sama
dengan air, plasma protein tidak siap disaring melalui membran glomeruler,
jadi tinggal dalam darah selama ia meninggalkan glomerulus dan megalir ke
dalam kapiler peritubuler. Kedua, tekanan hidrostatik darah dikurangi selama
ia mengalir menuju ujung vena kapiler peritubuler. Sistem itu tidak
mempunyai pilihan mengenai penyerapan kembali air di dalam tubula
proksimal, selama sel-sel ini permeabel terhadap air dan ada gradien osmotik
efektif (Nangsari,Nyayu Syamsiar.1988:182).
- Sekresi tubula
Ginjal memiliki peranan penting dalam pengaturan keseimbangan asam
dan basa tubuh. Melalui sel-sel tubuler disekret berbagai jumlah ion hidrogen
dan amoniak, ginjal dapat meningkatkan atau menurunkan keasaman urine.
Aktivitas sekresi ini pertama teradi di dalam tubula distal dan fase akhir
pembentukan urine.
Keasaman urine meningkat, amoniak dibentuk oleh sel-sel tubula selama
deaminasi asam amino. Amoniak berdifusi ke dalam lumen tubula dan
bergabung dengan hidrogen membentuk amonium radikal (NH4+), NH4+
kemudian bergabung dengan klorida, disekresikan sebagai amonium klorida.
Eksresi NH4Cl, lebih baik dari Na Cl, adalah tambahan cara perubahan
sodium untuk tubuh dan menyelamatkan seluruh basa yang ada
(Nangsari,Nyayu Syamsiar.1988:183).

http://biologiumum.com
Pengasaman urine
pH darah dipertahankan dalam batas-batas normal meskipun terjadi
penambahan asam dan alkali ke dalam darah dari makanan maupun sebagai
akibat reaksi-reaksi metabolisme. Ruangan ekstrasel dan intrasel keduanya
banyak mengandung sistem buffer yaitu sistem asam karbonat (H2CO3)-
bikarbonat, yang konjugat asamnya yaitu CO2 diatur oleh pusat pernapasan
dan paru-paru., dan HCO-3 plasma diatur oleh ginjal.
Ginjal mengatur konsentrasi bikarbonat plasma dengan dua proses, yaitu
(1) bikarbonat yang difiltrasi semuanya diserap kembali oleh tubulus, (2)
bikarbonat dibentuk lagi dalam tubulus distalis untuk menggantikan
bikarbonat yang digunakan oleh adanya asam-asam yang tidak menguap
(HCl, H3PO4, H2SO4 dan asam-asam organik) dalam cairan ekstrasel sebagai
akibat proses metabolisme (Soewolo.2005:330).
Dalam praktikum kali ini, didapati bahwa warna urine dari 45 probandus
berbeda-beda, ada yang kuning muda; kuning tua; kuning kemerahan; kuning
pekat (+), dan kuning sangat pekat (++).
 Pada umumnya, warna urine ditentukan oleh besarnya diuresis; makin
besar diuresis, makin muda warna urine tersebut. Biasanya warna normal
urine berkisar antara warna kuning muda dan kuning tua. Warna itu
disebabkan oleh beberapa macam zat warna, terutama urokom dan urobilin.
Berikut ini adalah beberapa sebab yang dapat mempengaruhi warna
urine
Kuning:
1. Zat warna normal dalam jumlah yang besar; urobilin, urokom
2. Zat warna abnormal ; bilirubin
3. Obat-obatan ; riboflavin (dengan fluoresensi hijau), cascara, santonin,
senna. Zat-zat tersebut berwarna kuning dalam suasana asam.
Hijau:
1. Zat warna normal dalam jumlah besar; indikan
2. Obat-obatan ; evan’s blue, metilen blue
3. Mikroorganisme/kuman; B pyocyaneus
Merah:
1. Zat warna normal dalam jumlah besar; uroeritrin
2. Zat warna abnormal; hemoglobin, porfirin, porfobilin
3. Obat-obatan; senna, cascara, santonin, amidopirin, congo red. Zat-zat
tersebut berwarna merah dalam suasana basa.
4. Mikroorganisme / kuman ; B. Prodigiosus
 Coklat:
1. Zat warna normal dalam jumlah besar; indikan
2. Zat warna abnormal; bilirubin, hematin, porfobilin
 Coklat tua:
1. Zat warna normal dalam jumlah besar; indikan
2. Zat warna abnormal; darah tua, alkapton, melanin
3. Obat-obatan; derivat fenol, arginol
 Serupa susu:
1. Zat normal dalam jumlah besar: fosfat,urat
2. Zat abnormal; getah prostat, zat-zat lemak,chylus, bakteri-bakteri dan
protein yang membeku
Tingkat kejernihan urine probandus juga beragam. Ada yang jernih, agak
keruh, atau sangat keruh. Perlu diperhatikan apakah urine yang dianalisis itu
keruh pada saat dikeluarkan atau setelah dibiarkan beberapa lama. Tidak
semua macam kekeruhan menunjukan sifat abnormal. Urine yang normalpun
akan keruh jika dibiarkan atau didinginkan, kekeruhan ringan itu disebut
nubecula dan terjadi dari lendir, sel-sel epitel dan leukosit yang lambat laun
mengendap. Ada sebab-sebab urine menjadi keruh di antaranya :
1. Bila urine keruh sejak awal ditampung, kemungkinan adanya fosfat yang
cukup banyak (dari konsumsi makanan), adanya bakteri, sel-sel epitel
atau sel eritrosit dan leukosit, chylus yang berasal dari adanya butir-butir
lemak atau adanya zat-zat koloidal lain.
2. Bila urine menjadi keruh setelah didiamkan, kemungkinan adanya
nubecula, urat-urat amorf, fosfat-fosfat amorf, adanya bakteri yang
bukan berasal dari dalam badan namun terdapat pada botol penampung.
Adapun pH urine dari 45 probandus berkisar antara 5-8. Reratanya
sebesar 6,5. Hal ini menunjukkan nilai yang masih normal, karena filtrat
glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran
pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung
pada status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi
sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa setelah
makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya.
Urine pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu
dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa jug adapt mempengaruhi
pH urine.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH
urine :
 pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi
saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi
CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal,
spesimen basi.
 pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak),
asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis
respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan
meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
Tetapi menurut Pearce (2002), urine yang normal tetaplah bisa dikenali ciri-
cirinya yaitu :
1.    Jumlah rata-ratanya 1-2 liter per hari, tetapi berbeda-beda sesuai
dengan jumlah cairan yang dimasukkan.
2.    Warnanya bening orange pucat tanpa endapan, tetapi adakala jonjot
lendir tipis nampak terapung di dalamnya.
3.    Baunya tajam.
4.    Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.
5.    Berat jenis berkisar dari 1010 sampai 1025.

XLVII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Struktur anatomi mikroskopi ginjal dapat dibagi menjadi 3 secara garis besar :
a) Bagian korteks yang tampak granular dan b) Bagian medula yang tampak
bergaris-garis dan c) Pelvis di inti bagian dalam medial ginjal.
2. Dari ginjal mamalia (kambing) yang diamati didapati bagian-bagian sebagai
berikut : a) Hilus, b) Kapsula, c) Korteks Renalis, d) Kaliks Mayor, e) Medula
Renalis, f) Pelvis Renalis, g) Piramid, dan h) Kaliks Minor
3. Urine merupakan hasil metabolisme, sehingga warna; kejernihan; dan pH
urine berbeda-beda tergantung dari kandungannya sebagai hasil dari
metabolisme tubuh yang didapat dari makanan atau faktor patogen yang ada.
XLVIII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012. Urinalisis (analisis kemih). 
http://iqbalali.com/2008/02/10/urinalisis-     analisis-kemih/.  Diakses 
pada tanggal 16 Mei 2014.

Fizahazny. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia.

Ganong. 2003. Fisiologi Kedokteran. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Khidri. 2004. Respirasi. http://www.praweda. biologi_respirasi.edu. diakses pada


tanggal 16 Mei 2014.

Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT


Gramedia.

Roberts, M. 1993. Biology Princeple and Processes, 1 sted. Thomas Nelson and
Sons Ltd. London.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia.

Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia.

9
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE


Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

XLIX. JUDUL
Pemeriksaan Protein dan Glukosa Urine

L. TUJUAN
L.1. Tujuan Kegiatan
h) Melakukan pemeriksaan adanya kandungan protein dalam urine.
i) Melakukan pemeriksaan adanya kandungan glukosa dalam urine.
L.2. Kompetensi Khusus
s) Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan kandungan protein
dalam urine dan dapat menerangkan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya proteinuria.
t) Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan kandungan glukosa
dalam urine dan dapat menerangkan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya glukosuria.

LI. ALAT DAN BAHAN


Untuk pemeriksaan protein dalam urine dengan menggunakan uji Robert
diperlukan alat dan bahan sebagai berikut :
43. Urine naracoba
44. Tabung reaksi
45. Reagen Robert
Terdiri atas :
HNO3 pekat....................1 bagian
MgSO4..........................................5 bagian
46. Pipet Pasteur
47. Urine Pembanding (Urine diberi albumin/putih telur).
Adapun untuk pemeriksaan protein dalam urine menggunakan uji asam
sulfosalisilat menggunakan alat dan bahan sebagai berikut :
3. Urine naracoba
4. Tabung reaksi
5. Pipet pasteur
6. Urine pembanding (urine diberi albumin/putih telur)
7. Asam sulfosalisilat
Adapun untuk pemeriksaan glukosa dalam urine dengan uji Fehling diperlukan
alat dan bahan sebagai berikut :
4. Tabung reaksi 2 buah
5. Lampu spiritus
6. Penjepit tabung reaksi
7. Rak tabung reaksi
8. Reagen Fehling

LII. HASIL DAN PEMBAHASAN


LII.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
Tabel Hasil Pemeriksaan Protein dan Glukosa dalam Urin

Pemeriksaan
glukosa dalam Pemeriksaan protein dalam urin
No Nama urin

Hasil Uji asam


Hasil Uji Fehling Hasil Uji Robert
sulfosalisilat

1 Milatus Sa'diyah _ _ _

2 Turasih _ _ _

3 Desita Alif Utami _ _ _

4 Puji Lestari _ _ _

5 Ratih Sukmaresi _ _ _

6 Ahmad Saiful Abid _ _ _

7 Susan Pramitasari _ _ _

8 Sulistyaningsih _ _ _

9 Adika Hermawati Pratama _ _ _

10 Lailul Hidayah Nur Sarah _ _ _

11 Azusnita Rahma Putri _ _ _

12 Velia Dinan Qhalifia _ _ _

13 Tri Ayunda Wijiningsih _ _ _

14 Rosita Justainies C H _ _ _

15 Ambar Dwijayanti _ _ _

16 Nurul Aslina _ _ _

17 Nurul Amalia _ _ _

18 Ika Feby Putriana _ _ _


19 Tri Suranti _ _ _

20 Kurniawati Oktaviana + _ _

21 Fika Nur Hasanah _ _ _

22 Wilda Khafida _ _ +

23 Failasuf Aulia Nugroho _ _ _

24 Rulis Hidayatussaadah + _ _

25 Dwi Zunitasari _

26 Ikhsanudin _ _ _

27 Adimas Pandu Pribadi Belum praktikum

28 Mega Utami Kusumawati _ _ _

29 Dionisia Dwi Prasetyawati _ _ _

30 Aprilia Dwi Anggani _ _ _

31 Ahmad Naharudin R _ _ _

32 Maulita Wulan Nugraheni _ _ _

33 Nurul Ayuningtyas I _ _ _

34 Febrina Suci Wulandari _ _ _

35 Hilda Nuraeni Makrufah _ _ _

36 Renosari Prineta Putri _ _ _

37 Maulana Malik Irsyad _ _ _

38 Fitria Eka Cahaya _ _ _

39 Rizky Purnawati _ _ _

40 Permata Ihda Fuadina _ _ _

41 Opi Mawarsari _ _ _

42 Dewi Sang Arifti _ _ _

43 Dewi Susanti _ _ _

44 Amelda Nur Baiti _ _ _

45 Sudhira Winaswan Gusti _ _ _


Keterangan :

 Hasil Uji Robert :

Positif (+) = jika terdapat endapan putih

Negatif (-) = jika tidak terdapat endapan putih

 Hasil Uji Fehling :

Positif (+) = Ada endapan merah

Negatif (-) = biru kehijauan, tidak ada endapan merah.

 Hasil Uji Asam Sulfosalisilat :

Positif (+) = jika terdapat endapan putih

Negatif (-) = jika terdapat endapan putih

LII.2. Pembahasan
Sistem Urinaria
Sistema urinaria (ginjal) terdiri dari organ - organ yang memproduksi
urine dan mengeluarkannya dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu
sitem utama untuk mempertahankan homeostatis (kekonstanan lingkungan
internal) (Sloane, 2003: 318).
Ginjal membantu mempertahankan komposisi cairan ekstraseluler
tubuh, dan meregulasi ion (misalnya Na+, K+, Ca2+, Mg2+) status asam basa,
dan cairan tubuh. Ginjal juga memiliki fungsi endokrin. Plasma difiltrasi oleh
kapiler di glomerulus, dan komposisi filtrat akan dimodifikasi melalui
reabsorpsi dan sekresi di nefron. Rata - rata keluaran urin adalah ~1,5 L per
hari, walaupun bisa berkurang hingga <1 L per harinya dan meningkat
hingga mendekati 20 L per hari (Ward, 2009: 63).
Ginjal terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis, di belakang
peritoneum. Arteri dan vena renalis, limfatik, dan saraf memasuki ginjal
melalui hilus, tempat munculnya pelvis renalis yang akan menjadi ureter.
Ginjal dikelilingi oleh jaringan fibrosa kapsul ginjal. Di bagian dalam, ginjal
memiliki korteks bagian luar berwarna gelap yang mengelilingi medula yang
berwarna lebiih terang, yang berisi lobus - lobus triangular atau piramid.
Korteks berisi glomerulus dan tubulus proksimal dan tubulus distal dari
nefron, sedangkan ansa Henle dan duktus kolektivus turun ke dalam medula.
Setiap ginjal mengandung ~800.000 nefron. Duktus kolektivus menjadi satu
di papila pada apeks setiap piramid, dan mengosongkan isinya ke dalam
kaliks dan kemudian ke pelvis renalis. Urine akan didorong melalui ureter ke
kandung kemih oleh peristalsis (Ward, 2009: 63).

(Sloane, 2003: 319).

Pembentukan Urine
Ginjal memproduksi urine yang mengandung zat sisa metabolik dan
mengatur komposisi cairan tubuh melalui tiga proses utama: filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.
A. Filtrasi glomerular
Filtrasi glomeruler adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dari
kapiler glomeruler, dalam gradien tekanan tertentu ke dalam kapsula
Bowman (Sloane, 2003: 321).
Plasma difiltrasi di dalam glomerulus secara ultrafiltrasi (yaitu
bekerja pada tingkat molekuler), dan filtrat masuk ke dalam tubulus
proksimal. Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah ~125 mL/menit pada
manusia. Aliran plasma ginjal adalah ~600 mL/menit, sehingga jumlah
plasma yang difiltrasi ke nefron (fraksi filtrasi) adalah ~20 %. Cairan dan
solut (zat terlarut) harus melalui tiga sawar filtrasi:
1. Endotel kapiler glomerulus, yang kira - kira 50 kali lebih
permeabel daripada sebagian besar jaringan lain karena memiliki
pori - pori (fenestra) berukuran kecil (70 nm).
2. Mambran basal kapiler terspesialisasi yang mengandung
glikoprotein yang bermuatan negatif, yang diperkirakan sebagai
tempat utama ultrafiltrasi.
Sel epitel termodifikasi (podosit) dengan penonjolan panjang
(prosesus primer) yang meliputi kapiler dan memiliki banyak tonjolan/
prosesus seperti kaki (pedikel) yang berhubungan langsung dengan
membran basal. Celah regular diantara pedikel - pedikel disebut celah
filtrasi, dan celah ini membatasi molekul - molekul besar. Podosit
mempertahankan membran basal dan, seperti sel mesangial, dapat bersifat
fagositik dan sedikit kontraktil (Ward, 2009: 65).
Permeabilitas sawar filtrasi bergantung pada ukuran molekul. Zat
dengan berat molekul <7000 Da dapat lewat dengan bebas, tetapi molekul
yang lebih besar hingga berukuran 70.000-100.000 Da semakin terbatas,
dan bila molekul lebih besar lagi maka filtrasi menjadi tidak signifikan.
Molekul bermuatan negatif semakin terbatas karena ditolak oleh muatan
negatif membran basal. Jadi, albumin (~69.000 Da), yang juga bermuatan
negatif, hanya terfiltrasi dalam jumlah yang sangat sedikit, sedangkan
molekul kecil seperti ion, glukosa, asam amino, dan ureum melewati filter
tanpa hambatan. Hal ini berarti bahwa filtrat (hasil filtrasi) glomerulus
hampir tidak mengandung protein, tetapi sebaliknya, memiliki komposisi
yang identik dengan plasma (Ward, 2009: 65).
Sejumlah kecil albumin plasma dapat terfiltrasi, tetapi sebagian
besar diabsorpsi kembali dan secara normal tidak tampak pada urine. Sel
darah merah dan protein tidak difiltrasi. Penampakannya dalam urine
menandakan suatu abnormalitas (Sloane, 2003: 323).
B. Reabsorpsi tubulus
Sebagian besar filtrat (99%) secara selektif direabsorpsi dalam
tubulus ginjal melalui difusi pasif gradien kimia atau listrik, transpor aktif
terhadap gradien tersebut, atau difusi terfasilitasi. Sekitar 85 % natrium
klorida dan air serta semua glukosa dan asam amino pada filtrat
glomerulus diabsorpsi dalam tubulus kontortus proksimal, walaupun
reabsorpsi berlangsung pada semua bagian nefron (Sloane, 2003: 323).
Sebagian besar glukosa, asam amino, fosfat, dan bikarbonat
direabsorpsi di tubulus proksimal, bersama dengan 60-70% Na+, K+, Ca2+,
ureum, dan air (Ward, 2009: 67).
Glukosa direabsorpsi secara kotranspor dengan Na+ melintasi
membran apikal sel epitel, dan kemudian berdifusi keluar sel ke
interstisium peritubulus. Adanya glukosa di urin menunjukkan
hiperglikemia (tingginya glukosa plasma), suatu tanda diabetes mellitus
(Ward, 2009: 67).
Asam amino direabsorpsi oleh beberapa simporter terkait Na+ ,
yang spesifik untuk asam, basa, dan asam amino netral (Ward, 2009: 67).
C. Sekresi tubulus
Sekresi tubuler adalah proses aktif yang memindahkan zat keluar
dari darah dalam kapiler peritubuler melewati sel - sel tubuler menuju
cairan tubuler untuk dikeluarkan dalam urine (Sloane, 2003: 323).

Unsur – Unsur Abnormal dalam Urine


Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan
oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
urinasi. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju
kandungkemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Cairan dan
materipembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi
urinberubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi
tubuh. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan
berbagaisenyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang
keluar tubuh (Winarno 2002).
Zat - zat abnormal yang ditemukan dalam urine dan merupakan indikator
adanya kelainan fungsi ginjal:
1. Glukosa (diabetes mellitus)
2. Benda keton (ketosis)
3. Albumin (nephritis)
4. Sel darah merah (nephritis)
5. Urine pada kondisi tertentu juga mengandung senyawa - senyawa lain,
misalnya obat, hormon (hCG), dan sebagainya (Heru Nurcahyo dan Tri
Harjana, 2013: 52).
Pemeriksaan Protein dan Glukosa pada Urine
1. Pemeriksaan Protein pada Urine
Urine normal tidak mengandung protein, karena protein memiliki
berat molekul tinggi sehingga tidak dapat melewati membran endotel kapiler
dan kapsula Bowman. Lain halnya dengan glukosa, karena glukosa dapat
melewati membran filtrasi akan tetapi seluruh glukosa tersebut diserap
kembali (reabsorpsi) lewat tubulus (Heru Nurcahyo dan Tri Harjana, 2013:
51).
A. Uji Robert
Prinsip pemeriksaan protein dalam urine dengan menggunakan uji
Robert adalah kemampuan asam kuat untuk mepresipitasikan protein.
B. Uji Asam Sulfosalisilat
Prinsip pemeriksaan protein dalam urine dengan menggunakan uji asam
sulfosalisilat adalah kemampuan asam kuat untuk mepresipitasikan protein
yang terdapat dalam urine (Heru Nurcahyo dan Tri Harjana, 2013: 53-54).
2. Pemeriksaan Glukosa pada Urine
Kadar glukosa darah (KGD) merupakan salah satu indikator parameter
fungsi fisiologis hewan maupun manusia yang jumlahnya pada kondisi
normal berkisar antara 70 mg/dL. Pada kondisi tertentu jumlah KGD
mengalami peningkatan sehingga dalam urine ditemukan glukosa karena
telah melebihi nilai ambang (tresshold). Adanya glukosa dalam urine
(glukosuria) dapat diketahui dengan tes Fehling atau Benedict. Hal itu
menunjukkan bahwa seseorang mengalami gangguan pemeliharaan
homeostasis kadar glukosa darah (Heru Nurcahyo dan Tri Harjana, 2013:
56).
Uji Fehling
Parinsip uji Fehling adalah sifat mereduksi glukosa terhadap kuprioksida
(CuSO4) sehingga terbentuk endapan berwarna merah bata (merah
kekuningan) (Heru Nurcahyo dan Tri Harjana, 2013: 56).
Berdasarkan data hasil praktikum yang telah dilakukan, didapati 2
naracoba positif terhadap uji Fehling (Kurniawati Oktaviana dan Rulis
Hidayatussaadah) dan 1 naracoba positif terhadap uji Asam Sulfosalisilat
(Wilda Khafida). Hasil reaksi positif terhadap uji Fehling menunjukkan
adanya glukosa dalam urine, dan hasil reaksi positif terhadap uji asam
sulfosalisilat menunjukkan adanya protein dalam urine. Sebagaimana
ditegaskan di muka bahwa urine normal tidak mengandung protein, karena
protein memiliki berat molekul tinggi sehingga tidak dapat melewati
membran endotel kapiler dan kapsula Bowman. Bila di dalam urine terdapat
protein, ini mengindikasikan naracoba tersebut mengalami penyakit
proteinuria (albuminuria). Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin
manusia yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau
pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2. Adanya protein yang melebihi ambang
batas normal inilah yang akan diketahui melalui uji protein baik uji Robert
maupun uji Asam Sulfosalisilat, adapun bila menggunakan uji Biuret, maka
adanya asam amino akan dideteksi sehingga urine normal pun dapat rancu
dengan urine yang tidak normal. Ada tiga penyebab yang memungkinkan
terjadinya proteinuria :
a) Adanya gangguan pada filtrasi glomerolus
b) Adanya kelebihan jumlah protein dalam darah (Blood Protein
Overflow)
c) Rendahnya proses reabsorbsi di tubulus proximal.
Bila dalam urine probandus ditemukan adanya glukosa (hasil reaksi
fehling menunjukkan hasil positif), artinya ini mengindikasikan adanya
penyakit glukosuria. Penyakit Glukosuria adalah suatu penyakit yang
ditandai adanya glukosa dalam urine. Penyakit tersebut sering juga disebut
penyakit gula atau kencing manis (diabetes millitus). Di antara penyebab
penyakit ini adalah :
 - Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak gula
 - Kurang mengkonsumsi garam

LIII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan kandungan glukosa dalam urine dapat dilakukan dengan cara
uji Fehling.
2. Pemeriksaan kandungan protein dalam urine dapat dilakukan dengan cara
uji Robert dan uji Asam Sulfosalisilat.
3. Adanya protein dalam urine mengindikasikan kelainan proteinuria
(albuminuria). Penyebab penyakit ini di antaranya : gangguan pada
glomerolus, terlalu banyak kandungan protein darah, dan rendahnya
tingkat reabsorbsi di tubulus proximal.
4. Adanya glukosa dalam urine mengindikasikan kelainan glukosuria. Di
antara penyebab kelainan ini adalah terlalu banyak mengkonsumsi
makanan yang mengandung banyak gula dan kurang mengkonsumsi
garam.

LIV. DAFTAR PUSTAKA


Nurcahyo, Heru dan Tri Harjana. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan.
Yogyakarta: Jurdik Biologi FMIPA UNY.

Sloane, Ethel. 2003. Anatoni dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit EGC.

Ward, Jeremy, Robert Clarke dan Roger Linden. 2009. At a Glance Fisiologi.
Jakarta: Erlangga.

Winarno, F.G.2002. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

1
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN 0
PENGARUH SUHU LINGKUNGAN TERHADAP SUHU TUBUH
Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

LV. JUDUL
Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Suhu Tubuh

LVI. TUJUAN
LVI.1. Tujuan Kegiatan
Mahasiswa dapat melakukan pengukuran suhu tubuh homoioterm dan
mengamati pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh manusia.
LVI.2. Kompetensi Khusus
Mahasiswa dapat melakukan pengukuran suhu tubuh homoioterm dan
mengamati pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh manusia.

LVII. ALAT DAN BAHAN


Untuk pengukuran suhu tubuh poikiloterm (katak) diperlukan alat dan bahan
sebagai berikut :
48. Termometer batang
49. Air dingin
50. Air hangat
51. Pengukur waktu

LVIII. HASIL DAN PEMBAHASAN


LVIII.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Data Suhu
Katak Dalam
Berbagai Perlakuan
suhu katak
no Perlakuan
(oC)
27
28
29
32
32
31
1 normal (tanpa perlakuan)
29
33
28
30
30
32
rata-rata 30,08
6 18
6 12
2 suhu dingin 6,5 21
8 23
9 29
9 20
10 21
10 18
10 26,5
11 12
25 25
12 25
rata-rata 10,21 20,88
42 35
37 37
43 31
38 32
40 36
45 38
3 suhu panas
39 33
42 37
36 31
42 35
41 38
42 37
rata-rata 40,58 35

SUHU PRAKTIKAN

a. Tabel 2 : Data Suhu Tubuh Praktikan Tanpa Perlakuan

no Nama Praktikan suhu tubuh


1 Milatus Sa'diyyah 36,8
2 Turasih 36,3
3 Desita Alif Utami 37,2
4 Puji Lestari 37
5 Ratih Sukmaresi 37
6 Ahmad Saiful Abid 37,5
7 Susan Pramitasari 36,6
8 Sulistyaningsih 39,2
9 Adika Hermawati Pratama 36,4
10 Lailul Hidayah Nursarah 36,9
11 Azusnita Rachma Putri 37,6
12 Velia Dinan Qhalifta 36,3
13 Tri Ayunda Wijiningsih 36,3
14 Rosita Justianis Khusnul Khotimah 36,7
15 Ambar Dwi Jayanti 36,7
16 Nurul Aslina 37,4
17 Nurul Amalia 37,2
18 Ika Feby Putriana 36,3
19 Tri Suranti 36,7
20 Kurniawati Ocktaviana 36,1
21 Fika Nur Khasanah 37,1
22 Wilda Khafida 37
23 Failasuf Aulia Nugroho 36,3
24 Rulis Hidayatussaadah 36,3
25 Dwi Zunitasari 36,9
26 Ikhsanudin 36,2
27 Adimas Pandu Pribadi 37,5
28 Mega Utami Kusumawati 36,6
29 Dionisia Dwi Prasetyawati 36,7
30 Aprilia Dwi Anggani 36,3
31 Ahmad Naharuddin Ramadhan 37
32 Maulita Wulan Nugraheni 37,3
33 Nurul Ayuningtyas Islamiyati 37
34 Febrina Suci Wulandari 36,3
35 Hilda Nureni Makrufah 36,3
36 Renosari Prineta Putri 36,7
37 Maulana Malik Irsyad 36,9
38 Fitria Eka Cahya Astuti 36,5
39 Rizky Purnawati 37,1
40 Permata Ihda Fuadina 37,6
41 Opi Mawarsari 37,2
42 Dewi Sang Arifti 36,8
43 Dewi Susanti 36,7
44 Amelda Nurbaiti 36,1
45 Sudhira Winaswan Gusti 36,1
rata-rata 36,82

b. Tabel 3 : Data Suhu Tubuh Praktikan Perlakuan Suhu Dingin

suhu
no Nama Praktikan suhu tubuh
lingkungan
1 Milatus Sa'diyyah 4 36,8
2 Turasih 4 36
3 Desita Alif Utami 4 36,3
4 Puji Lestari 4 37,1
5 Ratih Sukmaresi 4 37
6 Ahmad Saiful Abid 4 37,5
7 Susan Pramitasari 4 36,6
8 Sulistyaningsih 4 37,1
9 Adika Hermawati Pratama 4 36
10 Lailul Hidayah Nursarah 4 37,3
11 Azusnita Rachma Putri 4 37
12 Velia Dinan Qhalifta 4 36,2
13 Tri Ayunda Wijiningsih 4 36,4
14 Rosita Justianis Khusnul Khotimah 4 36,5
15 Ambar Dwi Jayanti 4 36,9
16 Nurul Aslina 4 37,5
17 Nurul Amalia 4 37,2
18 Ika Feby Putriana 4 36,3
19 Tri Suranti 4 36,7
20 Kurniawati Ocktaviana 4 37
21 Fika Nur Khasanah 4 37,1
22 Wilda Khafida 4 37
23 Failasuf Aulia Nugroho 4 36,5
24 Rulis Hidayatussaadah 4 36,3
25 Dwi Zunitasari 4 37,1
26 Ikhsanudin 4 36,4
27 Adimas Pandu Pribadi 4 37,5
28 Mega Utami Kusumawati 4 36,5
29 Dionisia Dwi Prasetyawati 4 37
30 Aprilia Dwi Anggani 4 36,3
31 Ahmad Naharuddin Ramadhan 4 37
32 Maulita Wulan Nugraheni 4 37,1
33 Nurul Ayuningtyas Islamiyati 4 37
34 Febrina Suci Wulandari 4 36,4
35 Hilda Nureni Makrufah 4 36,4
36 Renosari Prineta Putri 4 36,8
37 Maulana Malik Irsyad 4 36,9
38 Fitria Eka Cahya Astuti 4 36,8
39 Rizky Purnawati 4 37,1
40 Permata Ihda Fuadina 4 37,6
41 Opi Mawarsari 4 36,2
42 Dewi Sang Arifti 4 36,8
43 Dewi Susanti 4 36,7
44 Amelda Nurbaiti 4 36,2
45 Sudhira Winaswan Gusti 4 36,1
rata-rata 4 36,76

c. Tabel 4 : Data Suhu Tubuh Praktikan Perlakuan Suhu panas

suhu
no Nama Praktikan lingkunga suhu tubuh
n
1 Milatus Sa'diyyah 40 37
2 Turasih 40 36,2
3 Desita Alif Utami 40 37,1
4 Puji Lestari 40 37,3
5 Ratih Sukmaresi 40 37,2
6 Ahmad Saiful Abid 40 37,5
7 Susan Pramitasari 40 36,7
8 Sulistyaningsih 40 37,2
9 Adika Hermawati Pratama 40 36,8
10 Lailul Hidayah Nursarah 40 37
11 Azusnita Rachma Putri 40 36,9
12 Velia Dinan Qhalifta 40 36,4
13 Tri Ayunda Wijiningsih 40 36,5
14 Rosita Justianis Khusnul Khotimah 40 36,7
15 Ambar Dwi Jayanti 40 37,3
16 Nurul Aslina 40 37,5
17 Nurul Amalia 40 37,3
18 Ika Feby Putriana 40 36,5
19 Tri Suranti 40 36,7
20 Kurniawati Ocktaviana 40 37
21 Fika Nur Khasanah 40 37,1
22 Wilda Khafida 40 37
23 Failasuf Aulia Nugroho 40 37
24 Rulis Hidayatussaadah 40 36,3
25 Dwi Zunitasari 40 36,9
26 Ikhsanudin 40 36,7
27 Adimas Pandu Pribadi 40 47,5
28 Mega Utami Kusumawati 40 36,7
29 Dionisia Dwi Prasetyawati 40 36,9
30 Aprilia Dwi Anggani 40 36,3
31 Ahmad Naharuddin Ramadhan 40 37
32 Maulita Wulan Nugraheni 40 37,2
33 Nurul Ayuningtyas Islamiyati 40 37,1
34 Febrina Suci Wulandari 40 36,5
35 Hilda Nureni Makrufah 40 36,5
36 Renosari Prineta Putri 40 36,9
37 Maulana Malik Irsyad 40 36,8
38 Fitria Eka Cahya Astuti 40 36,8
39 Rizky Purnawati 40 37,1
40 Permata Ihda Fuadina 40 37,6
41 Opi Mawarsari 40 37
42 Dewi Sang Arifti 40 38
43 Dewi Susanti 40 36,7
44 Amelda Nurbaiti 40 36,4
45 Sudhira Winaswan Gusti 40 36,5
rata-rata 40 37,14

LVIII.2. Pembahasan
Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu poikiloterm yaitu hewan yang suhu
tubuhnya selalu berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan. Sementara,
hewan homeoterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan/tidak berubah
sekalipun suhu lingkungannya berubah.
Contoh hewan poikiloterm adalah reptil, sedangkan hewan homoioterm
adalah aves dan mamalia. Suhu tubuh hewan poikiloterm biasanya lebih rendah
daripada suhu tubuh hewan homoioterm. Akan tetapi, pada saat tertentu ketika
suhu lingkungan di gurun mencapai 50o C suhu tubuh reptile, misalnya kadal
dapat menjadi lebih tinggi (misalnya 42o C) daripada suhu tubuh mamalia gurun,
yang suhunya tetap sekitar 37o C atau 38o C.
Hewan poikiloterm juga dapat disebut sebagai ektoterm karena suhu
tubuhnya ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternalnya.
Sementara, homoioterm dapat disebut endoterm karena suhu tubuhnya diatur oleh
produksi panas yang terjadi dalam tubuh. (Isnaeni, 2010:209-210)
Salah satu cara untuk mengelompokkan karakteristik termal hewan adalah
dengan menekankan pada sumber utama panas tubuhnya. Seekor hewan
ektotermik memanaskan tubuhnya terutama dengan menyerap panas dari
sekelilingnya. Jumlah panas yang ia peroleh dari metabolismenya sendiri
umumnya dapat diabaikan. Sebagian besar invertebrate, ikan, amfibi, dan
reptilian adalah ektotermik. Sebaliknya, seekor hewan endotermik mendapatkan
sebagian besar atau semua panas tubuhnya dari metabolismenya sendiri.
Mamalia, burung, beberapa ikan, dan sejumlah besar serangga adalah endotermik.
Banyak diantara hewan endotermik mempertahankan suhu lingkungan internal
hamper konstan meskipun suhu sekelilingnya berfluktuasi.
Baik hewan ektotermik maupun endotermik mengatur suhu tubuhnya
denagn menggunakan beberapa kombinasi dari empat kategori umum adaptasi

1. Penyesuaian laju pertukaran panas antara hewan dan sekelilingnya. Insulasi


tubuh, seperti rambut, bulu, dan lemak yang terletak persisi dibawah kulit
mengurangi kehilangan panas dari tubuh hewan. Mekanisme lain yang
mengatur pertukaran panas umumnya melibatkan adaptasi system sirkulasi.
Sebagai contoh, banyak hewan endotermik dan beberapa hewan ektotermk
dapat mengubah jumlah darah yang mengalir ke kulitnya. Peningkatan aliran
darah umunya disebabkan oleh vasodilatasi, yaitu peningkatan diameter
pembuluh darah superficial (pembuluh darah yang berada dekat permukaan
tubuh). Sinyal saraf umumnya menyebabkan otot dinding pembuluh darah
berelaksasi dan lebih banyak darah mengalir melalui pembuluh itu. Ketika
hal ini terjadi, lebih banyak panas dipindahkan ke lingkungan melalui
konduksi, konveksi, dan radiasi. Penyesuaian sebaliknya, yaitu
vasokonstriksi, menurunkan aliran darah dan hilangnya panas dengan
menurunkan diameter pembuluh darah superfisial.
2. Pendinginan melalui kehilangan panas evaporatif. Hewan endodermik dan
ektodermik terestrial kehilangan air melalui pernafasannya dari kulit. Jika
kelembapan udara cukup rendah, air akan menguap dan hewan ini akan
kehilangan panas dengan cara pendinginan melalui evaporasi.
3. Respon perilaku. Banyak hewan dapat meningkatkan atau menurunkan
hilangnya panas tubuh dengan cara berpindah tempat
4. Perubahan laju produksi panas metabolik. Hal ini hanya berlaku bagi hewan
endotermik,khususnya mamalia dan unggas. Banyak spesies mamalia dan
unggas dapat melipatgandakan produksi panas metaboliknya sebanyak dua
atau tiga kali lipat ketika kedinginan.(Campbell,2004:100-102)
Manusia merupakan organisme endotermik yang sebagian besar atau
semua panas tubuhnya dari metabolismenya sendiri, manusia juga akan
mempertahankan suhu internal tubuhnya meski suhu lingkungan di sekitarnya
mengalami perubahan. Hal ini dilakukan agar panas yang dihasilkan dari proses
metabolisme dan yang diperoleh dari lingkungan sekitar harus seimbang dengan
banyaknya panas yang dikeluarkan dari tubuh. Dari hasil pengamatan yang
dilakukan, didapati suhu tubuh praktikan rata-rata sebesar 36,82 oC, ini berarti
mencocoki suhu normal manusia yang berkisar antara 36-37,5 oC. Sebagaimana
yang telah dijelaskan di atas, bahwa organisme endotermik homoiotermik seperti
manusia akan mengontrol suhu tubuhnya sesuai dengan perubahan lingkungan
eksternanya dengan berbagai cara. Ketika kondisi lingkungan dingin, manusia
dapat melipatgandakan produksi panasnya hingga dua atau tiga kali lipat agar
suhu tubuh tetap stabil. Ketika kondisi panas, manusia dapat melepas panas
melalui kulit, saluran pernafasan, mulut, feses, dan urine. Kehilangan panas
terbanyak ialah melalui kulit yaitu 80 %. Hal tersebut dibuktikan dengan data
rata-rata suhu tubuh praktikan setelah diberi perlakuan suhu dingin, rata-rata
suhunya sebesar 36,76 oC. Ketika diberi perlakuan suhu panas, rata-rata suhu
tubuh praktikan adalah 37,14. Keduanya masih dalam rentangan suhu tubuh
manusia normal.
Pengaturan panas tubuh yang paling penting adalah pada sel-sel saraf
hipothalamus yang peka terhadap perubahan suhu badan internal terutama suhu
darah. Mekanisme pengaturan panas pada manusia tergolong cepat karena
melibatkan sistem saraf maupun hormon sehingga disebut sistem neuro-endokrin.
Regulasi panas badan menggunakan sistem feedback (umpan balik negatif)
artinya apabila panas badan melampaui suhu optimum, maka hipothalamus akan
berusaha menurunkan suhu tubuh ke suhu optimal dan begitu pula sebaliknya.
Sebagai ilustrasi jika suhu lingkungan tinggi atau suhu badan meningkat 1-2 oC,
maka kenaikan suhu tersebut akan mempengaruhi sel-sel saraf hipothalamus
selanjutnya hipothalamus akan menginstruksikan lewat neuro-endokrin ke saraf
perifer agar meningkatkan perkeringatan sehingga panas badan banyak yang
keluar. Selanjutnya suhu darah yang telah turun tersebut akan ke hipothalamus
dan menginstruksikan agar aktifitas sel-sel sarafnya diturunkan sehingga suhu
badan tetap dalam kondisi optimal. (Nurcahyo dan Harjana, 2013)
Dari sini diketahui bahwa tubuh manusia akan selalu berusaha
mempertahankan keadaan normal dengan suatu system tubuh yang sempurna
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di
luar tubuh tersebut. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan
temperature luar adalah jika perubahan temperature luar tubuh tersebut tidak
melebihi 20 % untuk kondisi panas dan 35 % untuk kondisi dingin dari keadaan
normal tubuh .
Suhu udara dianggap nikmat bagi orang Indonesia ialah sekitar 240 C
sampai 260 C dan selisih suhu didalam dan diluar tidak boleh lebih dari 5 0 C.
Batas kecepatan angina secara kasar yaitu 0,2 sampai 0,5 m/dt. Keseimbangan
panas suhu tubuh manusia selalu dipertahankan hamper konstan/menetap oleh
suatu pengaturan suhu pada tubuh manusia. Suhu menetap ini adalah akibat
keseimbangan antara panas yang dihasilkan didalam tubuh sebagai akibat
metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dan lingkungan sekitar. Dalam
hal ini darah sangat berperan dalam membawa panas dari tubuh dalam ke kulit
sehingga panas dihamburkan kesekitarnya
Adapun suhu tubuh dihasilkan dari :
1. Laju metabolisme basal (basal metabolisme rate, BMR) di semua sel tubuh.
2. Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk
kontraksi otot akibat menggigil).
3. Metabolisme tambahan akibat pengaruh hormon tiroksin dan sebagian kecil
hormon lain, misalnya hormon pertumbuhan (growth hormone dan
testosteron).
4. Metabolisme tambahan akibat pengaruh epineprine, norepineprine, dan
rangsangan simpatis pada sel.
Metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel
itu sendiri terutama bila temperatur menurun.
Suhu tubuh manusia diatur oleh system thermostat di dalam otak yang
membantu suhu tubuh yang konstan antara 36.50C dan 37.50C. Suhu tubuh
normal manusia akan bervariasi dalam sehari. Seperti ketika tidur, maka suhu
tubuh kita akan lebih rendah dibanding saat kita sedang bangun atau dalam
aktivitas. Dan pengukuran yang diambil dengan berlainan posisi tubuh juga akan
memberikan hasil yang berbeda. Pengambilan suhu di bawah lidah (dalam mulut)
normal sekitar 37 C, sedang diantara lengan (ketiak) sekitar 36.5 C sedang di
rectum (anus) sekitar 37.5 C.
Yang mempengaruhi suhu tubuh adalah :
1. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini
memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda
pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait
dengan laju metabolisme.
2. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme
menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis
dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk
dimetabolisme. Hamper seluruh metabolisme lemak coklat adalah
produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi
stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan
norepineprin yang meningkatkan metabolisme.
3. Hormon pertumbuhan
Hormon pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya,
produksi panas tubuh juga meningkat.
4. Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi
kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat
mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.
5. Hormon kelamin
Hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme
basal kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan
produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari
pada laki-laki karena pengeluaran hormone progesterone pada masa
ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal.
6. Demam (peradangan)
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan
metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
7. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme
20 – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan
yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian,
orang yang mengalami mal nutrisi mudah mengalami penurunan suhu
tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan lemak tebal
cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak
merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan
panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
8. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme,
mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang
menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan
suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
9. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus,
dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami
gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi
infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit
berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan
mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
10. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya
panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih
dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu
tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan lingkungan
terjadi sebagian besar melalui kulit.
Cara mengukur tubuh secara kualitatif, kita dapat mengetahui bahwa suhu
adalah sensasi dingin atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika
menyentuhnya. Secara kuantitatif, kita dapat mengetahuinya dengan
menggunakan termometer.
Setelah makan, suhu tubuh meningkat. Karena makanan yang masuk ke
dalam tubuh memengaruhi proses metabolisme sel tubuh. Proses tersebut bisa
berlangsung cepat jika makanan yang masuk tergolong merangsang. Misalnya,
makanan pedas atau makanan bersuhu tinggi. Jika proses metabolisme sel tubuh
berlangsung cepat, suhu tubuh meningkat. Sitokin (salah satu protein) pun terpicu
muncul. Salah satu bahan yang tergolong sitokin adalah kalikrein. Bahan itu
berpengaruh terhadap pelebaran pembuluh darah yang menuju kelenjar keringat
di kulit. Dampaknya, keringat pun mengucur keluar.
Adapun pada praktikum yang dilakukan pada katak, maka didapati hasil
rata-rata suhu katak tanpa perlakuan adalah 30,08 oC. Adapun rata-rata suhu katak
tatkala diberi perlakuan suhu dingin adalah 20,88 oC, sedangkan saat diberi
perlakuan suhu panas rata-rata suhunya sebesar 35 oC. Hal ini dikarenakan katak
termasuk jenis amfibia yang termasuk dalam kelompok organisme poikiloterm.
Hewan poikiloterm juga dapat disebut sebagai ektoterm karena suhu tubuhnya
ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternalnya.

LIX. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengukuran suhu tubuh manusia dapat dilakukan dengan menempatkan
termometer suhu tubuh di ketiak, selama 5 menit, kemudian melihat suhu
yang ditunjukkan oleh termometer tersebut.
2. Manusia termasuk organisme homoiotermik disamping aves dan mamalia,
yang cenderung mempertahankan suhu internal dalam tubuhnya meskipun
suhu lingkungan mengalami perubahan. Suhu tubuh normal manusia
kurang lebih sebesar 36-37 oC. Tatkala diberi perlakuan suhu panas di
lingkungannya dan juga diberi perlakuan suhu dingin, suhu tubuh manusia
tetap stabil dalam rentang tersebut.
3. Pengukuran suhu katak dapat dilakukan dengan meletakkan termometer
batang ke dalam mulut katak selama 5 menit.
4. Katak termasuk hewan poikilotermik disamping reptilia, amphibia, dan
hewan lainnya, yang suhu tubuhnya cenderung mengalami fluktuasi
seiring dengan perubahan suhu lingkungannya. Tatkala diberi perlakuan
panas, suhu tubuh katak ikut memanas, dan tatkala diberi perlakuan suhu
dingin suhu tubuh katak ikut mendingin.

LX. DAFTAR PUSTAKA

Campbell, etc.2004.Biologi Edisi 5 Jilid 3.Jakarta:Erlangga


Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi Keenam.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Isnaeni, Wiwi. 2010. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius


Nurcahyo, Heru dan Tri Harjana. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan.
Yogyakarta : Jurdik Biologi FMIPA UNY.
http://khodijahnashirotul.student.esaunggul.ac.id/2012/12/24/peristiwa-suhu-di-
dalam-tubuh-manusia/ diunduh pada hari jumat 16 Mei 2014 jam 19.10
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi Keenam.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

1
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN 1
MEREKAM GERAKAN MATA SAAT MEMBACA
Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

LXI. JUDUL
Merekam Kegiatan Mata Saat Membaca

LXII. TUJUAN
LXII.1. Tujuan Kegiatan
Merekam refleks gerakan mata saat membaca dengan menggunakan
alat perekam elektro-okulograf (EOG).
LXII.2. Kompetensi Khusus
u) Mahasiswa dapat merekam gerak refleks gerakan mata saat
membaca dengan menggunakan alat perekam elektro-okulograf
(EOG).
v) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
refleks gerakan mata saat membaca.
w) Mahasiswa dapat menerangkan kecepatan membaca seseorang.
x) Mahasiswa dapat menganalisis hasil rekaman mata saat membaca.

LXIII. ALAT DAN BAHAN


Untuk melakukan perekaman refleks gerakan mata saat membaca maka
diperlukan alat dan bahan sebagai berikut :
52. Elektro-okulograph (EOG).
53. Elektroda perekam.
54. Gel elektroda.
55. Kapas alkohol.
56. Teks bacaan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

LXIV. HASIL DAN PEMBAHASAN


LXIV.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

LXIV.2. Pembahasan
Mata adalah salah satu indera manusia yang memiliki fungsi penting
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Kehadiran indera ini pada manusia
merupakan salah satu pintu masuk informasi terbesar karena sebagian sumber
informasi disampaikan melalui teks baik berupa buku maupun bahan baca
yang terdapat dalam layar komputer. Mata juga membuat manusia mampu
menilai sebuah karya seni secara keseluruhan berdasarkan bentuk dan warna.
Oleh karena itu, ketidakhadiran salah satu indera manusia ini tentu akan
membatasi menusia dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
Mata mengandung fotoreseptor. Mata terletak dalam rongga mata yang
dibatasi oleh tulang-tulang kepala. Bola mata dibagi menjadi dua ruang, yaitu
ruang anterior danruang posterior. Ruang anterior terletak antara kornea dan
lensa, berisi cairan bening yang disebut aqueus humor. Sedangkan ruang
posterior adalah ruang yang terletak di belakang lensa, dan ruang ini berisi
cairan kental bening yang disebut vitreus humor, berfungsi menyumbang pada
tekanan dalam bola mata (Soewolo dkk, 2005: 137-138).
Mata merupakan suatu bola yang terisi cairan dengan diameter kira-kira
24 mm. Struktur dasarnya adalah kamera, dengan sistem pemfokusan,
mekanisme untuk mengontrol masuknya cahaya, lapisan sensitif cahaya dan
pembungkus bagian dalam yang gelap untuk membatasi penyebaran cahaya
(Cambridge, 2012)
Menurut Cambridge (2012) mata terdiri dari tiga lapisan:
1. Lapisan dalam yaitu saraf yang sensitif cahaya : retina
2. Lapiran tengah bervaskuler dan berpigmen : lapisan koroid
3. Lapisan pembungkus luar : sklera
Mata sebagai indra penglihatan dapat bergerak ke segala arah dalam
orbitnya untuk memperluas medan penglihatannya. Gerakan mata tersebut
sering dikenal dengan gerakan mata berputar. Namun dalam prkateknya
gerakan mata tersebut dibagi dalam gerakan mata horizontal dan vertikal.
Dalam keadaaan normal kedua bola mata selalu bergerak searah atau disebut
dengan gerakan konyugatif. Oleh karena itu, untuk merekam gerakan bola
mata cukup dilakukan perekaman satu bola mata saja. Penempatan elektroda
pada perekam untuk merekam gerakan bola mata horizontal, pada kedua
canthus tempora, sedagkan gerakan vertikal di atas dan di bawah mata
( Abdul, 2012: 42)
Bola mata diikat dan digerakkan oleh enam otot mata ekstrinsik, yaitu otot
lurus atas dan otot lurus bawah, otot lurus samping dan otot lurus tengah, otot
serong atas dan otot serong bawah. Dinding bola mata terdiri dari tiga lapis
jaringan, yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera, lapisan dinding bola mata
yang paling luar, tersusun dari suatu jaringan fibrosa yang kuat. Koroid,
lapisan tengan dari dinding bola mata., lapisan berpigmen dan merupakan
lapisan yang penuh dengan pembuluh darah. Dan retina, lapisan paling dalam
dari bola mata, yang tersusun atas (dari luar ke dalam): suatu lapisan
berpigmen, lapisan fotoreseptor, lapisan bipolar, dan lapisan ganglion
(Soewolo dkk, 2005: 138-139).
Pengaturan otot pergerakan mata diatur oleh tiga pasang (enam otot mata
ekstrinsik), yaitu:
1.     M. Rectus lateralis dan medialis: berkontraksi timbale balik untuk
menggerakkan mata dari sisi ke sisi
2.     M. Rectus superior dan inferior: berkontraksi menggerakkan mata ke
atas dan ke bawah.
3.     M. Obligus superior dan inferior: memutar bola mata dalam
mempertahankan lapang penglihatan dan posisi berdiri (Syaifuddin,
2009: 233).

Gb. Otot-otot mata dan gerakan mata

Mata sebagai indera penglihatan dapat bergerak ke segala arah dalam


orbitnya untuk memperluas medan penglihatan. Dalam keadaan normal, kedua
bola mata kita selalu bergerak searah atau disebut gerakan mata konyugatif.
Gerakan bola mata dapat direkam karena bola mata merupakan suatu dipole
listrik yang dapat bergerak. Hal ini disebabkan antara kornea dan retina
terdapat beda potensial yang tetap (steady); kornea bermuatan positif terhadap
retina dan beda potensial ini akan tetap berada biarpun mata dikeluarkan
(eksisi) dari kantung mata (Anonim, 2012).
 Berbeda dengan EKG, karena beda potensial ini bukan suatu fenomena
elektro-fisiologik yang berkala. Beda potensial ini akan hilang bilamana retina
rusak. Adanya penempatkan dua elektroda pada garis yang tegak lurus pada
sumbu kornea-retina, maka potensial kornea retina ini akan menimbulkan
fluktuasi potensial yang sesuai dengan gerakan bola mata. Disebabkan karena
kornea atau retina, yang berbeda polaritas muatannya akan mendekati atau
menjauhi kedua elektroda tersebut sesuai dengan gerakan bola mata. Fluktuasi
potensial yang timbul pada dua elektode pengukur tersebut dapat direkam
secara elektro-fisiologik hingga dapat dikatakan bahwa elektrode-
okulografi ialah: merubah kualitas gerakan bola mata menjadi kuantitas beda
potensial yang direkam pada koordinat kartesius (Anonim, 2012).
Pergerakan mata didefinisikan sebagai kombinasi dari saccades, smooth
pursuit, vergence, vestibular, dan physiological nyctagmus (pergerakan kecil
yang diasosiasikan dengan fiksasi). Kelima tipe pergerakan mata tersebut
dijelaskan pada uraian di bawah ini.
1. Saccades
Saccades adalah pergerakan mata secara cepat atau tiba-tiba yang
menggambarkan adanya perubahan fokus atensi. Saccades merupakan
pergerakan tubuh manusia yang paling cepat dengan kecepatan sudut hingga
1000 derajat per detik. Durasinya berkisar antara 10 milidetik hingga 100
milidetik. Jumlah saccades yang dibuat oleh mata manusia berkisar antara 100-
70000 saccades per hari.
2. Smooth pursuits
Terjadi ketika mata manuisa menelusuri target yang bergerak
3. Vergence
Terjadi ketika kedua mata difokuskan untuk melihat target yang jauh atau
target yang sedang bergerak dari/menuju pengamat.
4. Vestibular
Merupakan gerakan mata yang sangat kecil, berupa getaran dan biasanya
terjadi secara tidak sengaja akibat adanya pergerakan benda yang sangat cepat
sekali.
5. Fiksasi
Adalah kontrol mata agar tetap terfokus pada obyek yang diam.
Sebenarnya mata manusia tidak pernah benar-benar diam ketika fiksasi
berlangsung. Pergerakan kecil seperti microsaccade, getaran, dan simpangan
masih terjadi kira-kira sebesar 0,2 derajat. Fiksasi menunjukkan tingkat
ketertarikan seseorang terhadap suatu objek tertentu yang ditandai dengan
tindakan menatap objek tersebut. (Duchowski,2007)
Gerakan mata yang paling penting adalah gerakan yang menyebabkan
mata itu ter”fiksasi” pada bagian yang luas pada dari lapangan pandangan.
Gerakan fiksasi ini diatur oleh dua mekanisme saraf, pertama
adalah pengaturan yang menyebabkan orang dapat menggerakan mata
secara volenter untuk menemukan objek dalam penglihatannya yang kemudian
akan difiksasinya. Gerakan ini disebut mekanisme fiksasi volunteer. Kedua
adalah mekanisme yang dapat menahan mata secara tetap pada obyek seketika
setelah itu ditemukan oleh mata; keadaan
ini disebut sebagai mekanisme fiksasi involunteer (Anonim, 2012).
Gerakan mata yang lain adalah gerakan saccadic. Gerakan saccadic
merupakan lompatan-lompatan dari fokus fiksasi mata yang terjadi secara
cepat, kira-kira dua atau tiga lompatan per detik. Ini terjadi ketika lapang
pandang bergerak secara kontinu di depan mata. Gerakan saccadic ini terjadi
secara sangat cepat, sehingga lamanya gerakan tidak lebih dari 10% waktu
pengamatan. Pada gerakan saccadic ini, otak mensupresi gambaran visual
selama saccade, sehingga gambaran visual selama perpindahan tidak disadari.
Selain itu mata juga dapat terfiksasi pada obyek yang bergerak; gerakan ini
disebut gerakan mengejar (smooth pursuit movement). Gerakan vestibular
merupakan gerakan dimana mata menyesuaikan pada stimulus dari kanalis
semisirkularis saat kepala melakukan pergerakan. Dan gerakan konvergensi
adalah gerakan kedua mata mendekat saat objek digerakkan mendekat
(Fransisca, 2010).
Refleks merupakan fenomena stimulus-respons yang dapat terjadi tanpa
disadari. Lengkung refleks (reflex arc) merupakan unit fungsional
tersederhana dari fungsi sistem nervosum. Lengkung reflex terdiri atas
beberapa komponen yaitu: reseptor (penerima rangsangan), neuron sensoris,
neuron motoris, dan efektor (otot). Jenis dan macam reseptor syaraf banyak
sekali sebagai contoh: pada kulit (panas, dingin, sentuh, nyeri),
pada persendian (pacini), pada tendo (alat golgi), dan pada otot skelet (muscle
spindle) (Anonim, 2012).
Berdasarkan banyaknya sambungan neuron (sinapsis), maka dapat
dibedakan menjadi reflex monosinaptik, disinaptik, dan polisinaptik. Refleks
monosinaptik jika memiliki 1 sambungan neuron, disinaptik jika terdiri dari 2
sambungan neuron, dan disebut polisinaptik jika terdiri lebih dari 2 sambungan
neuron (Anonim, 2012).
Dengan menempatkan dua elektrode pada garis yang tegak lurus pada
sumber kornea retina, maka beda potensial kornea retina ini akan mengalami
fluktuasi retina, yang berbeda polaritasnya akan mendekati atau menjauhi
elektrode tersebut sesuai dengan gerakan mata. Dluktuasi potensial yang
timbul pada kedua elektrode tersebut dapat direkam secara elektrofisiologik.
Hingga dikatakan bahwa elektrookulagik ialah: merubah kualitas gerakan bola
mata menjadi kuantitas beda potensial yang direkam pada kiirdinar cartisian
(Abdul Ghoni, 2012: 42).
Dalam praktikum ini, praktikan melakukan percobaan dengan langkah-
langkah sebagai berikut : mengatur kecepatan rekam EOG 0,15 mV/cm,
kemudian mengatur kecepatan rekam 25 mm/detik, kemudian mengatur
frekuensi rekam sebesar 0-30 Hz, kemudian praktikan membersihkan kulit di
canthus lateralis mata dengan kapas alkohol untuk menghilangkan kotoran
yang dapat mengganggu sensifitas rekam sebelum elektroda perekam
dipasang, kemudian praktikan mengoleskan pasta perekam untuk
mempermudah hantaran listrik, kemudian memasang elektrode perekam pada
canthus lateralis mata kanan, mata kiri, dan tengah dahi, kemudian praktikan
probandus dipersiapkan membaca, kemudian dipersilakan membaca, dan
terakhir menganalisis hasil rekaman mata saat membaca.
Dari praktikum yang telah dilakukan, didapati nilai rata-rata dari data
rekam mata 45 mahasiswa sebagai berikut :
a) Nilai rata-rata jumlah fiksasi seluruh baris sebesar 57,02 untuk teks
berbahasa Indonesia dan 49,35 untuk teks berbahasa Inggris.
b) Nilai rata-rata jumlah fiksasi per baris sebesar 8,12 untuk teks
berbahasa Indonesia dan 9,74 untuk teks berbahasa Inggris.
c) Nilai rata-rata durasi pembacaan seluruh baris sebesar 13,40 detik
untuk teks berbahasa Indonesia dan 12,27 detik untuk teks berbahasa
Inggris.
d) Nilai rata-rata durasi pembacaan per baris sebesar 1,94 det/baris untuk
teks berbahasa Indonesia dan 2,45 det/baris untuk teks berbahasa
Inggris.
Sebagaimana telah dijelaskan di muka, bahwa fiksasi adalah kontrol mata
agar tetap terfokus pada obyek yang diam. Fiksasi menunjukkan tingkat
ketertarikan seseorang terhadap suatu objek tertentu yang ditandai dengan
tindakan menatap objek tersebut. (Duchowski,2007) Sehingga bila dilihat dari
nilai rata-rata untuk jumlah fiksasi seluruh baris dari 45 probandus, nilai
fiksasi untuk teks bahasa Indonesia (57,02) > nilai fiksasi untuk teks berbahasa
Inggris (49,35). Hal ini mengindikasikan pemahaman probandus terhadap teks
berbahasa Indonesia lebih besar dibandingkan pemahaman terhadap teks
berbahasa Inggris, sehingga ketertarikan untuk memahami teks berbahasa
Indonesia lebih tinggi dan menyebabkan angka fiksasi menjadi lebih besar.
Adapun bila dibandingkan antara nilai rata-rata durasi pembacaan seluruh
baris, maka durasi pembacaan untuk seluruh baris teks berbahasa Indonesia
(13,20 detik) > durasi pembacaan untuk seluruh baris teks berbahasa Inggris
(12,27 detik). Hal ini mengindikasikan besarnya fokus dan ketertarikan
terhadap teks berbahasa Indonesia, serta menunjukkan kurangnya fokus dan
ketertarikan terhadap teks berbahasa Inggris.

LXV. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Merekam refelks gerakan mata saat membaca dapat dilakukan dengan
menggunakan alat EOG (Elektro-Okulograph) dengan langkah-
langkah sebagai berikut : mengatur kecepatan rekam EOG 0,15
mV/cm, kemudian mengatur kecepatan rekam 25 mm/detik, kemudian
mengatur frekuensi rekam sebesar 0-30 Hz, kemudian membersihkan
kulit di canthus lateralis mata dengan kapas alkohol untuk
menghilangkan kotoran yang dapat mengganggu sensifitas rekam
sebelum elektroda perekam dipasang, kemudian mengoleskan pasta
perekam untuk mempermudah hantaran listrik, kemudian memasang
elektrode perekam pada canthus lateralis mata kanan, mata kiri, dan
tengah dahi, kemudian probandus dipersiapkan membaca, kemudian
dipersilakan membaca, dan terakhir menganalisis hasil rekaman mata
saat membaca.
2. Tingkat pemahaman, ketertarikan, dan fokus mahasiswa Pendidikan
Biologi Subsidi 2012 terhadap teks berbahasa Indonesia lebih tinggi
dibandingan terhadap teks berbahasa Inggris.

LXVI. DAFTAR PUSTAKA


Abdul Ghoni. 2012. Laporan Fisiologi Hewan. Yogyakarta: UNY

Anonim. 2012. Kegiatan 3, merekam gerakan mata saat membaca. Diambil pada


tanggal 5 Juni 2012 dari
http://dc152.4shared.com/doc/5dWWPzmz/preview.html.

Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000.  Biologi, edisi kelima-jilid
3. (Terjemahan Wasmen Manalu).  Jakarta: Erlangga. (Buku asli diterbitkan
tahun 1999).

Djukri & Heru Nurcahyo. 2009. Petunjuk Praktikum Biologi. Yogyakarta: Prodi
PSn PPs UNY.

Fransisca Dewi Kumala. 2010. Anatomi Indra pPenglihatan. Diambil pada


tanggal 5 Juni 2012 dari
http://fransiscakumala.wordpress.com/2010/02/08/anatomi-mata/.

Soewolo, Soedjono Basoeki, & Titi Yudani. 2005. Fisiologi Manusia. Malang:
Universitas Negeri Malang.

Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Cambridge. 2012. Anatomi Fisiologi Sistem Lokomotor dan Penginderaan.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN 2
MENGUKUR LAJU RESPIRASI
Disusun oleh :
Ahmad Naharuddin Ramadhan
12304241032
Pendidikan Biologi Subsidi

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

LXVII. JUDUL
Pengaruh Tekanan Osmotik Terhadap Eritrosit

LXVIII. TUJUAN
LXVIII.1. Tujuan Kegiatan
j) Mengetahui pengaruh ukuran tubuh terhadap laju respirasi hewan.
k) Mengetahui pengaruh luas permukaan tubuh terhadap laju respirasi
hewan.
LXVIII.2. Kompetensi Khusus
y) Mahasiswa dapat melakukan pengukuran laju respirasi hewan.
z) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
laju respirasi hewan.

LXIX. ALAT DAN BAHAN


Untuk pengukuran laju respirasi hewan diperlukan alat dan bahan sebagai
berikut :
57. Respirometer dengan selangnya
58. Pipet pasteur dan penggaris
59. Butiran KOH
60. Vaselin
61. Larutan eosin
62. Belalang

LXX. HASIL DAN PEMBAHASAN


LXX.1. Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
Tabel Data Respirasi Serangga Besar

Laju respirasi
No Nama Hewan Berat (gr) Deskripsi (ml/detik)
1 Capung   besar 0,012
2 Belalang (coklat)   Besar 0,003
3 Kupu-kupu   besar 0,017
Capung (merah)
4 dika 0,4 besar 0,003
Kupu-kupu
5 (kuning) 0,2 Besar 0,009
Kupu-kupu
6 (coklat) 0,1 Besar 0,003
7 Belalang (coklat)   besar 0,003
8 Kupu-kupu   besar 0,005
9 Capung   besar 0,012
10 Capung 0,28 besar 0,006
11 Belalang 0,68 besar 0,003
12 Belalang 0,2 besar 0,009
13 Jangkrik   besar 0,23
14 Belalang (Ortoptera) besar 0,008
  JUMLAH 0,323
  RATA-RATA 0,023071429
  STANDAR DEVIASI 0,059715304

Tabel Data Respirasi Serangga Kecil

Berat Deskrips Laju respirasi


No Nama Hewan (gr) i (ml/detik)
1 Capung   kecil 0,013
Belalang
2 (coklat)   Kecil 0,006
3 Capung   kecil 0,004
4 Belalang   kecil 0,001
5 Kupu-kupu   kecil 0,002
Belalang
6 (hijau)   kecil 0,002
7 Kupu-kupu   kecil 0,015
8 Kupu-kupu 0,06 kecil 0,0008
9 Capung 0,17 Kecil 0,017
10 Kupu-kupu   kecil 0,02
Belalang
11 (hijau) 0,054 kecil 0,011
Belalang
12 (coklat) 0,058 kecil 0,006
Kupu-kupu
13 (Lepidoptera) kecil 0,005
  JUMLAH 0,1028
  RATA-RATA 0,007907692
  STANDAR DEVIASI 0,006542994

LXX.2. Pembahasan
Respirasi merupakan proses penguraian bahan makanan yang
menghasilkan energi. Respirasi dilakukan oleh semua makhluk hidup dengan
semua penyusun tubuh, baik sel tumbuhan maupun sel hewan, dan manusia.
Respirasi ini dilakukan baik siang maupun malam (Syamsuri, 1980).
Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa sistem trakea,
yang terbuat dari pipa yang becabang di seluruh tubuh, merupakan salah satu
variasi dari permukaan respirasi internal yang melipat-lipat dan pipa yang
terbesar itulah yang disebut trakea. Bagi seekor serangga kecil, proses difusi
saja dapat membawa cukup O2 dari udara ke sistem trakea dan membuang
cukup CO2 untuk mendukung sistem respirasi seluler. Serangga yang lebih
besar dengan kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem
trakeanya dengan pergerakan tubuh berirama (ritmik) yang memampatkan
dan mengembungkan pipa udara seperti alat penghembus (Campbell, 2005).
Kandungan katalis disebut juga enzim, sangat penting untuk siklus
reaksi respirasi (sebaik-baiknya proses respirasi). Beberapa reaksi kimia
membolehkan mencampur dengan fungsi dari enzim dengan mengkombinasi
dengan sisi aktifnya (mertens, 1966).
Sebagaimana kita ketahui dalam semua aktivitas makhluk hidup
memerlukan energi. Pada respirasi pembakaran glukosa oleh oksigen kan
menghasilkan energi. Karena semua bagian tersusun atas jaringan dan
jaringan tersusun atas sel, maka respirasi terjadi pada sel (Juanegshi, 2008).
Istilah pernafasan sering di sama artikan dengan istilah respirasi,
walau sebenarnya kedua istilah tersebut secara harfiah berbeda. Pernafasan
(breathing) berarti menghirup dan menghembuskan nafas. Bernafas berarti
memasukkan udara dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan mengeluarkan
udara sisa dari dalam tubuh ke lingkungan luar. Sedangkan respirasi
(respiration) berarti suatu proses pembakaran (oksidasi) senyawa organik
(bahan makanan) di dalam sel guna memperoleh energi. Pada hewan – hewan
tingkat tinggi terdapat alat untuk proses pernafasan, yakni berupa paru –
paru, insang atau trakea, sementara pada hewan – hewan tingkat rendah dan
tumbuhan proses pertukaran udara tersebut dilakukan secara langsung
dengan difusi melalui permukaan sel–sel tubuhnya. Dari alat pernafasan,
oksigen masih harus di angkut oleh darah atau cairan tubuh ke seluruh sel
tubuh yang membutuhkan. Selanjutnya oksigen tersebut akan dimanfaatkan
untuk oksidasi di dalam sel guna menghasilkan energi.Respirasi bertujuan
untuk menghasilkan energi. Energi hasil respirasi tersebut sangat diperlukan
untuk aktivitas hidup, seperti mengatur suhu tubuh, pergerakan, pertumbuhan
dan reproduksi. Jadi kegiatan pernafasan dan respirasi tersebut saling
berhubungan karena pada proses pernafasan dimasukkan udara dari luar
(oksigen) dan oksigen tersebut digunakan untuk proses respirasi guna
memperoleh energi dan selanjutnya sisa respirasi berupa gas karbon dioksida
(CO2) dikelurkan melalui proses pernafasan.
Karena hewan-hewan tingkat rendah dan tumbuhan tidak memiliki
alat pernafasan khusus sehingga oksigen dapat langsung masuk dengan cara
difusi, maka sering kali istilah pernafasan disamakan dengan istilah respirasi.
Dengan demikian perbedaan kedua istilah itu tidak mutlak (Tobin, 2005).
Reaksi kimia yang terjadi di dalam sel hewan sangat tergantung pada
adanya oksigen, sehingga diperlukan adanya suplai O2 secara terus menerus.
Hal ini berarti O2 merupakn substitusi yang penting dan sangat dibutuhkan
bagi semua hewan.  Salah satu substitusi yang penting dan dihasilkan oleh
reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh hewan adalah gas karbohidrat
(Hartono, 1992: 281).
Menurut (Hala, 2007: 94) respirasi pada hewan dapat dibagi menjadi
3 tahap yaitu :
1. Respirasi luar. Respirasi luar merupakan proses pertukaran gas (O2)
dan CO2) antara atmosfer dengan paru-paru pada hewan yang hidup
didarat atau pertukaran gas antara medium air dengan insang pada
hewan yang hidup di air.
2. Pengangkutan gas O2 dan CO2. Pengakutan gas ini meliputi
pengankutan O2  dari kapiler paru-paru dan kapiler insang keseruruh
sel-sel hewan dan pengankutan CO2 dari sel-sel hewam ke kapiler
paru-paru atau kapiler insang.
3. Respirasi dalam. Respirasi dalam (respirasi internal) merupakan
reaksi oksidasireduksi di mana O2 dikonsumsi dan CO2 diproduksi.
Alat pernafasan hewan pada dasarnya berupa alat pemasukan dan
pengangkutan udara. Apabila alat pemasukan ke dalam tubuh tidak ada,
maka pemasukan oksigen dilakukan dengan cara difusi. Pada cacing tanah,
oksigen masuk secara difusi melalui permukaan tubuh, kemudian masuk ke
pembuluh darah. Di dalam darah, oksigen di ikat oleh pigmen–pigmen darah,
yaitu hemoglobin yang larut dalam plasma darah. Pada hewan lain,
hemoglobin terkandung di dalam sel darah merah (eritrosit) (Soeranto, 2012).
Sistem trakea adalah alat pertukaran gas yang paling lazim ditemukan
pada arropoda darat. Sebagian besar segmen tubuh insekta mempunyai
lubang lateral, spirakel (Latin, spiraculum, lubang udara) yang menuju ke
dalam suatu sistem tubulus trakea (Latin, trachia, pipa angin). Suatu sistem
filter mencegah benda-benda kecil menyumbat sistem ini. Terdapat katub-
katub yang membuka dan menutup sesuai dengan kebutuhan hewan. Trakea
ini mempunyai bentuk seperti tangga dengan pipa utama transversal dan
longitudinal yang saling berhubungan. Trakea ini berakhir pada tubulus-
tubulus kecil, yaitu trakeol yang umumnya berdiameter kurang dari 1 µm.
trakeol terdiri atas sel trakeol khusus yang mempunyai membran pernafasan
dan masuk ke dalam semua jaringan tubuh. Pada ujung trakeol terdapat
sedikit cairan, dan gas-gas larut di dalamnya. Jika metabolit di dalam
jaringan yang aktif meningkat, maka tekanan osmotis dalam jaringan
meningkat pula, sejumlah cairan keluar dari trakeol dan udara akan lebih
dekat dengan jaringan. Pada otot terbang insekta dimana kebutuhan oksigen
sangat tinggi, trakeol menembus dinding sel otot dan berjarak hanya 0,07 µm
dari mitokondrion. Suatu kutikula melapisi seluruh sistem, tetapi pada
pergantian kulit hanya kutikula pada trakea yang dilepaskan (Villee, 1984:
169).
Pada insekta kecil, difusi adalah satu-satunya gaya yang diperlukan
dalam pertukaran gas karena terjadinya sangat cepat melalui pipa yang berisi
udara tersebut. Insekta yang lebih besar dan aktif mempunyai suatu sistem
ventilasi, dimana terdapat kantung hawa yang dapat diperkecil dan diperbesar
dengan kontraksi otot tubuh. Pembukaan dan penutupan spirakel diatur
dengan cermat agar pertukaran gas cukup memadai tetapi dapat mencegah
hilangnya air (Villee, 1984: 169).
Sistem trakea belalang cukup khas seperti yang terdapat pada semua
serangga. Trakea-trakea bermuara pada lubang-lubang kecil pada
eksoskeleton (kerangka luar) yang disebut spirakel. Pada segmen pertama
dan ketiga dari toraks (dada) terdapat dua spirakel, masing-masing satu pada
setiap sisi. Delapan pasang spirakel lainnya terdapat teratur sebaris pada
setiap sisi abdomen (perut). Spirakel-spirakel tersebut dilindungi oleh bulu-
bulu kejur yang membantu menapis debu dan benda asing lainnya dari udara
sebelum masuk ke dalam trakea. Spirakel-spirakel tersebut juga dilindungi
oleh katub-katub yang dikontrol oleh otot-otot, sehingga belalang dapat
mengatur pembukaan dan penutupan spirakel-spirakel tersebut (Kimball,
1983: 462)
Dalam praktikum ini praktikan mengukur laju respirasi serangga
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menimbang berat hewan sebelum percobaan dilakukan.
2. Menaruh 3 butir KOH dalam botol respirometer dan menetesi
lubang pipa kaca dengan larutan eosin. Fungsi eosin adalah
sebagai indikator oksigen yang dihirup oleh organisme percobaan
pada respirometer. Saat serangga menghirup oksigen maka terjadi
penurunan tekanan gas dalam respirometer sehingga eosin
bergerak masuk ke arah respirometer. Fungsi dari Kristal
KOH/NaOH pada percobaan yaitu sebagai pengikat CO2 agar
tekanan dalam respirometer menurun. Jika tidak diikat maka
tekanan parsial gas dalam respirometer akan tetap dan eosin tidak
bisa bergerak. Akibatnya volume oksigen yang dihirup serangga
tidak bisa diukur. Kristal KOH/NaOH dapat mengikat CO2
karena bersifat higroskopis. Reaksi antara KOH dengan CO2,
sebagai berikut:
(i) KOH + CO2 → KHCO3
(ii) KHCO3 + KOH → K2CO3 + H2O
3. Menaruh serangga pada respirometer.
4. Memberi vaselin pada batas antara pipa kaca dan sumbat potol
agar tidak ada udara yang keluar.
5. Mencatat skala pada penggaris dari awal sampai eosin tidak
bergerak.
6. Mengkonversikan panjang dan diameter pipa kaca menjadi
volume udara.
7. Mengulangi untuk jenis hewan lainnya.

Dalam praktikum ini, diperoleh data rata-rata laju respirasi serangga


kecil adalah sebesar 0,007907692 mL/detik, dengan simpangan baku sebesar
0,006542994. Sedangkan rata-rata laju respirasi serangga besar adalah
sebesar 0,023071429 mL/detik, dengan simpangan baku sebesar
0,059715304. Dari 2 jenis hewan uji (besar dan kecil) yang digunakan dalam
percobaan diatas kita dapat memahami bahwa perbedaan perubahan skala
respirometer pada masing-masing hewan uji disebabkan oleh perbedaan
kebutuhan oksigen dalam proses respirasi setiap hewan uji. Hewan dengan
tubuh yang besar dan memiliki berat tubuh yang besar merupakan hewan uji
dengan tingkat penyerapan O2 paling tinggi (laju respirasi tertinggi). Hal ini
sebanding terhadap kebutuhan tubuh akan oksigen, begitu juga sebanding
dengan luas permukaan tubuh. Semakin besar tubuh suatu organisme, artinya
kebutuhan suplai O2 pada sel-sel tubuh semakin tinggi. Begitu juga dengan
semakin besar suatu organisme, maka semakin luas permukaannya dan
semakin besar laju transpirasi dari tubuhnya. Berikut ini adalah faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi laju respirasi organisme :
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi diantaranya:
 Berat tubuh, Semakin berat tubuh suatu organisme, maka semakin
banyak oksigen yang dibutuhkan dan semakin cepat proses
respirasinya.
 Ukuran tubuh, Makin besar ukuran tubuh maka keperluan oksigen
makin banyak.
 Kadar O2, Bila kadar oksigen rendah maka frekuensi respirasi akan
meningkat sebagai kompensasi untuk meningkatkan pengambilan
oksigen.
 Aktivitas, Makhluk hidup yang melakukan aktivitas memerlukan
energi. Jadi semakin tinggi aktivitasnya, maka semakin banyak
kebutuhan energinya, sehingga pernafasannya semakin cepat.

LXXI. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Laju respirasi berbanding lurus dengan besar dan beratnya tubuh suatu
organisme. Semakin besar dan berat suatu organisme makin tinggi kebutuhan
tubuhnya akan oksigen sehingga makin cepat laju respirasinya, selain itu luas
permukaan yang lebar pada hewan yang besar menyebabkan laju transpirasi
makin besar.
2. Cara pengukuran laju respirasi pada serangga dilakukan menggunakan
respirometer dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menimbang berat
hewan sebelum percobaan dilakukan, menaruh 3 butir KOH dalam botol
respirometer dan menetesi lubang pipa kaca dengan larutan eosin, menaruh
serangga pada respirometer, memberi vaselin pada batas antara pipa kaca dan
sumbat potol agar tidak ada udara yang keluar, dan terakhir mencatat skala
pada penggaris dari awal sampai eosin tidak bergerak serta mengkonversikan
panjang dan diameter pipa kaca menjadi volume udara.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi adalah :
 Berat tubuh, Semakin berat tubuh suatu organisme, maka semakin
banyak oksigen yang dibutuhkan dan semakin cepat proses
respirasinya.
 Ukuran tubuh, Makin besar ukuran tubuh maka keperluan oksigen
makin banyak.
 Kadar O2, Bila kadar oksigen rendah maka frekuensi respirasi akan
meningkat sebagai kompensasi untuk meningkatkan pengambilan
oksigen.
 Aktivitas, Makhluk hidup yang melakukan aktivitas memerlukan
energi. Jadi semakin tinggi aktivitasnya, maka semakin banyak
kebutuhan energinya, sehingga pernafasannya semakin cepat.

LXXII. DAFTAR PUSTAKA


Campbell,dkk. 2005. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Juanegsih, Nengsih. 2008. Modul Pedoman Praktikum Fisiologi Hewan. Jakarta:
FITK UIN Syarif Hidayatullah.
Mertens, Thomas R, dkk.1966. Laboratory Exercises In The Principles Of
Biology. India: Burgesspublishing Company.
Syamsuri, Istamar.1980. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Canada: Thomson Brooks/Cole.

Anda mungkin juga menyukai