Anda di halaman 1dari 11

Fraktur Terbuka pada Tibia Dextra 1/3 Medial

Tasya Nadhiratul Husna


102017205
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1151
Email: tasya.2017fk205@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas antar tulang. Fraktur dapat dibedakan sesuai dengan
jenis-jenisnya yang memiliki komplikasi dan penatalaksanaan sesuai dengan jenis fraktur apa
yang mengenai tulang tersebut. Komplikasi juga dapat terjadi pada fraktur, dan semakin berat
frakturnya makan prognosisnya pun akan semakin buruk. Tujuan utama dari penanganan
fraktur terbuka banyak diketahui seperti imobilisasi, pengembalian fungsi, dan kekuatan
normal dengan rehabilitasi, termasuk pencegahan infeksi, tercapainya penyatuan kembali dari
tulang, dan pengembalian fungsi tulang. Prinsip yang penting adalah pemanfaatan antibiotic,
jadwal pengintervensian bedah, tipe penutupan luka, metode penyampaian antibiotic,
penanganan tetanus, dan terapi untuk membantu penyatuan tulang.
Kata Kunci : Fraktur, fraktur terbuka, penyatuan tulang
Abstract
Fracture is the breakdown of continuity between bones. Fractures can be distinguished
according to the types that have complications and management according to what type of
fracture is involved with the bone. Complications can also occur in the fracture, and the more
fracture the prognosis will eat the worse. The main objectives of open fracture management
are well known such as immobilization, functional return, and normal strength with
rehabilitation, including infection prevention, achievement of bone reintegration, and bone
function recovery. Important principles are the use of antibiotics, surgical intervention
schedules, type of wound closure, antibiotic delivery methods, tetanus handling, and therapy
to aid bone pooling.
Keywords: Fracture, open fracture, bone union

Pendahuluan
Fraktur atau patah tulang merupakan masalah yang sangat menarik perhatian
masyarakat. Banyak kejadian yang tidak terduga yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur,
baik itu fraktur tertutup maupun fraktur terbuka.

1
Terjadinya kecelakaan secara tiba-tiba yang menyebabkan fraktur seringkali membuat orang
panik dan tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan. Ini disebabkan tidak adanya
kesiapan dan kurangnya pengetahuan terhadap fraktur tersebut. Seringkali untuk penanganan
fraktur ini tidak tepat, mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia. Contohnya
ada seseorang yang mengalami fraktur. Tetapi, karena kurangnya pengetahuan dalam
penanganan pertolongan pertama terhadap fraktur, ia pergi ke dukun pijat karena mungkin ia
menganggap bahwa gejala fraktur mirip dengan gejala orang yang terkilir. Olehnya itu, kita
harus mengetahui paling tidak bagaimana penanganan pada korban fraktur.

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau kerabat pasien (allo
anamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas,
berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik
terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.
Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal
seperti, penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis), penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya
keluhan pasien (diagnosis banding), faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan
terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko), kemungkinan penyebab
penyakit (causa/etiologi), faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk
keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan), pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya.1
Pada kasus ini, perlu ditambahkan juga anamnesis yang berhubungan terhadap
keluhan pasien. Biasanya penderita fraktur datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur),
baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak
selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Trauma
dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi
pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena
mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri,
pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau
datang dengan gejala-gejala lain.2

2
Pemeriksaan Fisik

Pasien yang mengalami fraktur diafisis tibia merasakan nyeri di tungkai setelah
mengalami kecelakaan. Informasi mengenai mekanisme trauma dan waktu terjadinya, apakah
ada reduksi atau manipulasi yang dilakukan pada ekstremitas, dan riwayat medis pasien
harus didapatkan dengan lengkap saat terjadi fraktur.3,4

- Inspeksi (Look)
Seluruh pakaian yang melekat pada ekstremitas pasien harus dilepaskan dari tungkai.
Gambaran dari ekstremitas tersebut harus dicatat adakah luka terbuka, memar, bengkak, dan
hangat pada perabaan. Luka harus diperiksa ukurannya, lokasinya, dan derajat
kontaminasinya.3
a. Deformitas
Deformitas sering menunjukkan level dari fraktur. Dari adanya kelainan bentuk, bisa
diduga adanya fraktur dari tulang.3
b. Membandingkan dengan tungkai yang kontralateral
Untuk melihat apakah ada udem di bagian tungkai, maka tungkai yang sakit di
bandingkan dengan yang sehat. Beratnya udem juga memperlihatkan tingkat
keparahan dari cidera.3
c. Warna
Warna dari ekstremitas memberikan informasi mengenai perfusi dari tungkai. Warna
yang kemerah-merahan menunjukkan oksigenasi darah di kapiler baik. Warna yang
keabu-abuan menunjukkan penurunan dari oksigenasi jaringan.3
d. Gerakan
Setelah melihat tungkai pasien, seorang dokter harus melihat apa yang bisa pasien
lakukan dengan tungkainya sebelum melakukan palpasi atau memanipulasinya.
Perhatikan saat fleksi, ekstensi dari lutut, ankle, dan ujung kaki. Terkadang pasien
merasa sakit pada bagian ini saat pemeriksaan.3
- Palpasi (Feel)
a. Pulsasi
Jangan lupa untuk meraba A. poplitea, A. dorsalis pedis, dan A. tibialis posterior.3
b. Palpasi langsung
Jika terasa nyeri dan krepitasi pada palpasi, kemungkinan ada fraktur.3

3
- Fraktur Terbuka
Jika terdapat fraktur terbuka, yang berarti terdapatnya luka terbuka, maka harus
direncanakan untuk irigasi dan debridemant. Jika ada luka terbuka yang jaraknya jauh dari
fraktur terbuka, perlu diperiksa apakah di bawah luka tersebut ditemukan fraktur terbuka, dan
ini dilakukan setelah luka dibersihkan dengan antiseptik dan harus dengan instrumen steril.3

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Foto rontgen harus mencakup bagian distal dari femur dan ankle. Dengan pemeriksaan
radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama ada transversal, spiral oblik
atau rotasi/angulasi. Dapat ditentukan apakah fraktur pada tibia dan fibula atau tibia saja atau
fibula saja.3 Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat segmental. Foto yang digunakan
adalah foto polos AP dan lateral. CT scan tidak diperlukan.3

Gambar 1. Gambaran Radiologi Fraktur Tibia3

Diagnosis
Diagnosis untuk kasus ini ialah Fraktur terbuka oblique tibia dextra 1/3 tengah derajat
IIIb. Tibia merupakan salah satu tulang yang sering terpapar pada banyak jenis trauma
kendaraan, industri dan atletik dikarenakan permukaan anterior tibia yang terletak subkutis di
seluruh panjangnya. Maka, fraktur tibia sering merupakan fraktur yang terbuka. Juga
dikarenakan lokasinya yang subkutis, suplai darah ke tibia kurang daripada tulang lain, serta
infeksi dan penyatuan tertunda dan non-union lebih sering ditemukan.

4
Manifestasi klinis
Nyeri pada daerah tibia, kehilangan fungsi, adanya deformitas dengan nyeri tekan (+)
dan pembengkakan, perubahan warna kulit di sekitar tulang tibia dan memar.6

Mekanisme Trauma
Trauma yang dapat menyebabkan patah tulang dapat berupa trauma langsung yang
berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya,misalnya
benturan pada tungkai bawah menyebabkan patahnya tulang tibia dan dapat juga berupa
trauma tidak langsung yang berarti berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal
patah. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah
dengan luka terbuka sampai ke tulang(fraktur terbuka).7

Jenis-Jenis Fraktur
1. Fraktur complete adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser pada posisi normal). Fraktur incomplete, patah
hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.8
2. Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit. Fraktur terbuka
(fraktur kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi 3 tipe, yaitu:
 Fraktur tipe I6,8
Pada fraktur tipe atau derajat I, terdapat luka yang panjangnya kurang dari 1 cm
dan luka relatif masih bersih dengan sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali
kontaminasi. Luka dapat terjadi karena perforasi dari dalam keluar oleh salah satu
ujung tulang yang patah. Pola frakturnya sederhana, misalnya spiral atau oblik-
pendek. Fraktur derajat I ini umum disebabkan karena trauma dengan energi yang
tidak begitu besar.6,8
 Fraktur tipe II
Pada fraktur tipe atau derajat II, ialah fraktur dengan laserasi kulit
yang panjangnya lebih dari 1 cm, atau berkisar antara 1-10 cm dengan adanya

5
kerusakan kecil/tidak adanya kerusakan pada jaringan lunak. Pada fraktur ini tidak
dijumpai otot yang mati dan ketidakstabilan fraktur berkisar dari sedang sampai
parah.6,8
 Fraktur tipe III
Pada fraktur tipe atau derajat III, disertai dengan kerusakan jaringan lunak dan
biasanya juga disertai dengan perdarahan dengan/tanpa kontaminasi luka. Pola
frakturnya kompleks dengan instabilitas fraktur. Luka biasanya memiliki panjang
lebih dari 10 cm. Fraktur tipe III ke dalam 3 sub-tipe, yaitu:
 Fraktur tipe IIIA
Biasanya dikarenakan oleh trauma/benturan dengan energi yang besar. Pada
fraktur tipe IIIA ini masih ada sejumlah jaringan lunak yang cukup untuk
menutupi fraktur. Fraktur tipe IIIA ini berupa fraktur segmental atau kominutif
yang parah.6,8
 Fraktur tipe IIIB
Disertai dengan kehilangan jaringan lunak yang luas dengan tulang yang sudah
terekspos dan lapisan periosteal yang terbuka. Fraktur tipe IIIB ini umum disertai
dengan kontaminasi berat dan memerlukan donor jaringan untuk menutup luka.6-8
 Fraktur tipe IIIC
Fraktur terbuka apapun yang sudah menciderai pembuluh darah arteri dan
membutuhkan perbaikan segera.6,8
Menurut Smeltzer, fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang,
fraktur bergeser/tidak bergeser. Jenis ukuran fraktur adalah:8
1. Greenstick: fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
2. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3. Oblique: fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil
dibanding batang tulang).
4. Spiral: fraktur memuntir seputar batang tulang.
5. Communitive: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
6. Depresi: fraktur dengan tulang patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
7. Kompresi: fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).

6
8. Patologik: fraktur yang terjadi pada bawah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
paget, metastasis tumor tulang).
9. Avulasi: tertariknya fragmen tulang dan ligamen atau tendon pada perlekatannya.
10. Impaksi: fraktur di mana fragmen tulang lainnya rusak.

Penatalaksanaan Fraktur Tulang Terbuka


Tatalaksana utama dari pasien dengan fraktur tulang terbuka, umunnya dimulai
dengan protocol Advance Trauma Life Support (ATLS) yang mencakup pemeriksaan status
neurologik, kepala, medula spinalis, abdomen dan pelvis yang harus dilakukan sebelum
memulai tatalaksana untuk fraktur terbukanya sendiri.8
Penatalaksanaan
I. Operatif

Pengobatan operatif hanya dilakukan apabila terjadi fraktur terbuka, kegagalan dalam
terapi konservatif, keadaan fraktur tidak stabil dam adanya non-union. Non-union adalah
komplikasi yang terjadi apabila fraktur tidak ditangani dengan sempurna. Non-union juga
bisa terjadi akibat jangkitan kuman terutamanya osteomylitis. Komplikasi non-union
seringkali terjadi pada perokok.8
Antara metode operatif yang boleh dilakukan adalah pemasangan fiksasi interne iaitu
plate and screw dan pemasangan nail intrameduler, pemasangan screw semata-mata dan
pemasangan fiksasi eksterna. Kaedah operatif ini tergantung kepada jenis garis fraktur dan
tempat berlakunya fraktur.6,8
a) Fiksasi Internal

Peranti fiksasi dalaman terbahagi dalam dua kategori utama: peranti intramedulla dan
plate. Variasi lain yang digunakan, seperti skru atau teknik pengkabelan. Intramedulla nail
banyak digunakan dalam rawatan patah tulang tungkai bawah tulang panjang pada orang
dewasa. Implant ini boleh dimasukkan dengan operasi minimal invasif dan sangat baik untuk
memulihkan keselarasan panjang dan putaran. Peranti ini mempunyai tahap potensi yang
sangat rendah terhadap malunion serta komplikasi lain, seperti jangkitan.
Fiksasi interna merupakan pilihan rawatan menggantikan fraktur tidak stabil di mana
reduksi yang lemah akan lebih compromise untuk penyembuhan dan memberikan hasil yang
fungsional. Hal ini sering digunakan dalam patah tulang terbuka high energy trauma dan
patah tulang dengan saraf yang berkaitan kecederaan pembuluh darah, untuk menghasilkan
persekitaran/lingkungan luka yang stabil.

7
Indikasi dilakukannya operasi adalah fraktur yang tidak bisa dengan terapi konservatif
atau timbulnya bahaya avaskuler nekrosis tinggi, fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup,
fraktur yang dapat direposisi secara tertutup tapi sulit dipertahankan,fraktur yang berdasarkan
pengalaman, memberi hasil yang lebih baik dengan operasi. Excisional arthroplasty
(membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi) dan eksisi fragmen. 9
b) Fiksasi eksternal

Peranti fiksasi luaran yang melekat pada tulang dengan menggunakan pin atau kabel
dan terdiri daripada frame luaran. Alat fiksasi eksterna terdiri dari pelbagai jenis dari frame
uniaksial sederhana hingga ke frame lingkaran kompleks untuk masalah fraktur yang lebih
sukar.
Keuntungan utama adalah operasi minimal invasif dan aplikasi lebih fleksibel.
Kekurangan menggunakan fiksasi externa adalah infeksi pada pin-track, penerimaan pasien
yang rendah dan tahap yang lebih tinggi untuk timbulnya malunion.8
Alat ini sangat sesuai untuk digunakan dalam situasi di mana pelaksanaan fiksasi
dalaman mungkin sukar atau berisiko. Contohnya termasuk fraktur metafisis distal tulang di
mana telah ada sebelumnya osteomyelitis, fraktur multipel atau kerosakan kulit luas dan
pembengkakan berikutan trauma energy tinggi. Fiksasi luaran boleh digunakan untuk
sementara dalam situasi ini sampai fiksasi dalaman dianggap selamat.
Antara indikasi untuk fiksasi luaran adalah; fraktur tertutup dengan cedera jaringan
lunak di sekitarnya, beberapa fraktur terbuka, fraktur Juxta-artikular dimana nail&plate
secara teknikal sukar, stabilisasi sementara fraktur tulang panjang pada multipel trauma, kaki
memanjang selepas pemendekkan pasca-trauma dan koreksi deformitas sudut / putaran
kompleks pasca-trauma.
II. Non-operatif

Antibiotic broad spectrum diberikan sebagai terapi dini untuk fraktur terbuka bagi
mencegah terjadinya jangkitan bakteri pada luka terbuka fraktur. Antara broad spectrum
antibiotic yang aman diguna pasien adalah; penicillin atau cephalosporin.10

8
Komplikasi

Komplikasi dari fraktur terbuka yaitu:8

1. Syok Hipovolemik

Jaringan perfusi yang tidak adekuat serta hipoksia yang dapat mempengaruhi fungsi
organ.Fraktur terbuka dapat mengakibatkan pendarahan yang lebih besar dan lebih lama
daripada fraktur tertutup.Transfusi secara terus menerus dapat mengakibatkan permasalahan
dengan haemostasis dan koagulasi intravascular.

2. Emboli Lemak

Emobli lemak berhubungan dengan hipoksia, konfusi, dan multiple petechiae selama
beberapa hari ditambah fraktur tulang panjang.Emboli lemak merupakan penyebab penting
dari acute respiratory distress syndrome.Penatalaksanaan spesifik untuk emboli lemak adalah
dengan mengurangi hipoksia dengan mengontrol oksigen.

3. Emboli Trombosit

Trombosis vena profunda dan emboli pada paru merupakan komplikasi yang berbahaya
dalam cedera musculoskeletal terutama pada ekstremitas inferior.Profilaksis untuk hal ini
perlu diberikan terutama apabila ada faktor resiko.

4. Permasalahan Jaringan Lunak dan Pembuluh Darah

Kegagalan untuk mendapatkan cakupan kulit dengan nekrosis jaringan lunak mengharuskan
prosedur rekonstruksi berkali-kali.Cedera pembuluh darah dapat mengakibatkan hematoma
atau pembengkakan pembuluh darah dan memerlukan eksplorasi.Ekstremitas yang
memerlukan revaskularisasi dapat mengakibatkan amputasi.

5. Osteomyelitis

Infeksi adalah resiko yang signifikan terjadi pada fraktur terbuka.Hal ini dapat terjadi
bervariasi dari fraktur yang terinfeksi hematom hingga osteomyelitis kronik.Infeksi pada
tulang dapat berakibat pada morbiditas karena inflamasi menyebabkan nekrosis dan oklusi
pada pembuluh darah. Hal ini akan menjadi penyebab nekrosis tulang dan fragmennya
dianggap sebagai benda asing sehingga menjadi sarang berkembangnya infeksi. Pemberian

9
antibiotic secara intravena ketika pasien datang di unit gawat darurat akan mengurangi resiko
terjadinya komplikasi ini.

6. Tetanus

Tetanus merupakan salah satu dari komplikasi yang serius pada fraktur terbuka namun
kejadiannya sangat jarang.

7. Sindrom Kompartemen

Tekanan kompartemen jaringan lunak yang tinggi tidak dicegah dari fraktur terbuka.Karena
fraktur terbuka mempunyai cedera jaringan lunak yang lebih parah daripada fraktur tertutup,
maka insiden terjadinya sindrom kompartemennya lebih tinggi.Dokter bedah perlu
mengantisipasi dengan memonitas berkala dan memikirkan tindakan fasciotomi pada
tindakan debridement.

1) Non union, yaitu ketidaksambungan tulang,

2) Mal union, adalah penyambungan tulang yang tidak sempurna,

3) Delayed Union, adalah keterlambatan penyambungan tulang.8

Komplikasi
Infeksi ialah komplikasi yang paling jelas dari sebuah fraktur tulang terbuka. Risiko
infeksi biasanya dikaitkan dengan keparahan dari cidera yang terjadi pada fraktur terbuka tipe
I, kemungkinan infeksi 0-2%. Pada fraktur terbuka tipe II, kemungkinan infeksi 2-10%. Pada
fraktur terbuka tipe III, kemungkinan infeksi 10-50%. Selain infeksi, komplikasi lain dari
sebuah fraktur tulang terbuka dapat berupa delayed union, mal-union, dan non-union yang
merupakan komplikasi lanjut. Risiko non-union pada fraktur tulang terbuka lebih besar
dibandingkan dengan fraktur tulang tertutup pada derajat yang sama. Banyak faktor yang ikut
mempengaruhi hal ini, salah satunya berkaitan dengan kerusakan pada pembuluh darah yang
menghambat suplai darah ke zona yang mengalami fraktur. Kehilangan periosteum tulang
juga menjadi salah satu faktor yang menghambat penyembuhan tulang. Sedangkan, fraktur
tibia terbuka memiliki rata-rata infeksi dan non-union yang lebih besar. Bahkan, dapat pula
ditemani dengan keberadaan ostemomyelitis baik yang akut, subakut dan kronik dan dapat
baru muncul berbulan-bulan atau bertahun tahun setelah cidera. Infeksi pada daerah sekitar
pin, merupakan komplikasi umum pada penanganan dengan external fixator yang biasanya

10
juga ditemani dengan osteomyelitis kronik.8

Prognosis
Prognosis pada fraktur tibia terbuka, semakin tinggi derajat cidera tulang yang terjadi
maka umumnya akan lebih sulit untuk diterapi, mengingat biasanya cidera tulang derajat
tinggi misalnya derajat III sering diiringi dengan adanya infeksi dan kegagalan penyatuan
tulang.8

Kesimpulan
Fraktur dapat dibedakan sesuai dengan jenis-jenis nya yang memiliki komplikasi dan
penatalaksanaan sesuai dengan jenis fraktur apa yang mengenai tulang tersebut. Komplikasi
juga dapat terjadi pada fraktur, dan semakin berat frakturnya makan prognosisnya pun akan
semakin buruk.

Daftar Pustaka
1. Jonathan G. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007. h. 1-17.
2. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Yarsif
Watampone; 2007.h.355-61, 364-70.
3. Brinker. Review of orthopaedic trauma. 11th ed. Saunders Company. Pennsylvania;
2001.p.127-35.
4. Bickley S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. 5th ed. Jakarta:
EGC, 2006; pg 1-15.
5. Sabiston. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC;2003.p.384.
6. Grace PA, Borley NR. At a glance: ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga
2006.p.84-85.
7. Bickley L.S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer
Health; 2009.
8. Ruedi TP, Buckley RE, Moran CG. AO principles of fracture management: specific
fractures, volume 1. Switzerland: AO Publishing;2007.p.90-6.

11

Anda mungkin juga menyukai