Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN (MAS)

DI RUANG NICU RUMAH SAKIT SK LERIK KUPANG

Disusun Oleh :

Nama: Yohana Lauata

Nim : 7902822

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING KLINIK

Rudolof Nino Selan, S. Kep., M.Kes Emthrys Holbala, S. Kep., Ns

YAYASAN MARANATHA NUSA TNGGARA TIMUR SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN MARANATHA KUPANG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFRSI NERS

2022/2023

1
A. Definisi
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan bayi.
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu penyebab yang paling sering
menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi baru lahir aterm maupun post-term.
Kandungan mekonium antara lain adalah sekresi gastrointestinal, hepar, dan pancreas
janin, debris seluler, cairan amnion, serta lanugo. Cairan amnion mekonial terdapat
sekitar 10-15% dari semua jumlah kelahiran cukup bulan (aterm), tetapi SAM terjadi
pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan sepertiga diantara membutuhkan bantuan ventilator.
Adanya mekonium pada cairan amnion jarang dijumpai pada kelahiran preterm. Resiko
SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait, meningkat ketika mekoniumnya kental dan
apabila diikuti dengan asfiksia perinatal. Beberapa bayi yang dilahirkan dengan cairan
amnion yang mekonial memperlihatkan distres pernapasan walaupun tidak ada
mekonium yang terlihat dibawah korda vokalis setelah kelahiran. Pada beberapa bayi,
aspirasi mungkin terjadi intrauterine, sebelum dilahirkan.1,8
B. Etiologi
Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang
mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar (intrauterin) bila
terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan
penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan
pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paru-paru. Selain itu, mekonium juga
berakibat pada iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia
kimiawi. 3

2
efek
mediator
inflamasi
dan edema (sitokin,
disfungsi
alveolar eikosanoid)
surfaktan
dan
parenkimal
perubahan
daya elastis
kebocoran
paru
protein ke
(peningkatan
dalam
resisten,
jalan nafas
penurunan
kompli ens)
MAS
toksisitas
sumbatan langsung
jalan nafas oleh unsur
mekonium

efek hipoksemia vasokonstriksi


dalam intra uterin pulmoner
(perubahan oleh karena
bentuk vaskuler perubahan komponen
pulmonal, reaktivitas mekonium
perubahan pembuluh
parenkimal paru) darah paru

Bagan 1. Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)

C. Faktor Resiko
Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah kehamilan post-term,
pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, diabetes mellitus pada ibu, bayi kecil
masa kehamilan (KMK), ibu yang perokok berat, penderita penyakit paru kronik, atau
penyakit kardiovaskular. 3

D. Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium


Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf saluran
pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres hipoksia pada fetus. Fetus
yang mencapai masa matur, saluran gastrointestinalnya juga matur, sehingga stimulasi
vagal dari kepala atau penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingter
ani, sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium secara langsung mengubah

3
cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-bakterial dan setelah itu meningkatkan resiko
infeksi bakteri perinatal. Selain itu, mekonium dapat mengiritasi kulit fetus, kemudian
meningkatkan insiden eritema toksikum. Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat
dari keluarnya mekonium dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar
mekonium sebelum, selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion mekonial
ini akan menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada paru, yaitu: obstruksi jalan
nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia dan hipertensi
pulmonal.3

1. Obstruksi jalan nafas


Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis. Obstruksi
parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli, biasanya termasuk
efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi alveoli menyebabkan ekspansi jalan nafas
selama inhalasi dan kolaps jalan nafas di sekitar mekonium yang terinspirasi di jalan
nafas, menyebabkan peningkatan resistensi selama ekshalasi. Udara yang terperangkap
(hiperinflasi paru) dapat menyebabkan ruptur pleura (pneumotoraks), mediastinum
(pneumomediastinum), dan perikardium (pneumoperikardium). 3

2. Disfungsi surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis surfaktan.
Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti asam palmitat, asam
oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih tinggi dari pada surfaktan dan
melepaskannya dari permukaan alveolar, menyebabkan atelektasis yang luas. 3

3. Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat
mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin (termasuk tumor
necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1ß, I-L6, IL-8, IL-13) dan menyebabkan
pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam setelah aspirasi. Semua efek
pulmonal ini dapat menimbulkan gross ventilation-perfusion (V/Q) mismatch. 3

4. Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir


Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami hipertensi
pulmonal persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary hypertension of the

4
newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat dari stres intrauterin yang kronik
dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN lebih lanjut berperan dalam terjadinya
hipoksemia akibat sindrom aspirasi mekonium.3

Bagan 2.2 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)

E. Gambaran Klinis
Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium yang
kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil yang dapat
menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam pertama setelah kelahiran
dengan gejala takipnea, retraksi, stridor, dan sianosis pada bayi dengan kasus berat.
Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat menimbulkan pneumothoraks atau
pneumomediastinum, atau keduanya. Pengobatan tepat dapat mencegah kegawatan
pernapasan, yang dapat hanya ditandai oleh takikardia tanpa retraksi. Pada kondisi gawat
nafas, dapat terjadi distensi dada yang berat yang membaik dalam 72 jam. Akan tetapi
bila dalam perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi, keadaan ini dapat
menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi. Takipnea dapat menetap selama
beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai

5
dengan bercak-bercak infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter
anteroposterior bertambah, dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada normal pada bayi
dengan hipoksia berat dan tidak adanya malformasi jantung mengesankan diagnosis
sirkulasi jantung persisten. PO2 arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi
hipoksia, biasanya ada asidosis metabolik. 1

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter antero
posterior, hiperinflation, flatened diaphragm akibat obstruksi dan terdapatnya
pneumothorax  ( gambaran infiltrat kasar dan iregular pada paru )
2. Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respiratorik
dengan    penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2

G. Diagnosis Sindrome Aspirasi Mekonium


Diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan berikut:
1. Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan bradikardia (denyut
jantung yang lambat)
2. Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan)
3. Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.
4. Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan.
5. Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal (ronki
kasar).
6. Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan: (1) Analisa gas darah
(menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan pO2 dan peningkatan pCO2); (2)
Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru).

H. Penatalaksanaan Medis
Tergantung pada berat ringannya keadaan bayi, mungkin saja bayi akan dikirim ke
unit perawatan intensif neonatal (neonatal intensive care unit [NICU]). Tata laksana yang
dilakukan biasanya meliputi :
1. Umum
Jaga agar bayi tetap merasa hangat dan nyaman, dan berikan oksigen.

6
2. Farmakoterapi
Obat yang diberikan, antara lain antibiotika. Antibiotika diberikan untuk mencegah
terjadinya komplikasi berupa infeksi ventilasi mekanik.
3. Fisioterapi
Yang dilakukan adalah fisioterapi dada. Dilakukan penepukan pada dada dengan
maksud untuk melepaskan lendir yang kental.
4. Pada SAM berat dapat juga dilakukan:
a. Pemberian terapi surfaktan.
b. Pemakaian ventilator khusus untuk memasukkan udara beroksigen tinggi ke
dalam paru bayi.
c. Penambahan nitrit oksida (nitric oxide) ke dalam oksigen yang terdapat di
dalam ventilator. Penambahan ini berguna untuk melebarkan pembuluh darah
sehingga lebih banyak darah dan oksigen yang sampai ke paru bayi.
Bila salah satu atau kombinasi dari ke tiga terapi tersebut tidak berhasil, patut
dipertimbangkan untuk menggunakan extra corporeal membrane oxygenation
(ECMO). Pada terapi ini, jantung dan paru buatan akan mengambil alih
sementara aliran darah dalam tubuh bayi. Sayangnya, alat ini memang cukup
langka.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1). Pengkajian Fisik
 Riwayat antenatal ibu
Stress intra uterin
 Status infant saat lahir
1. Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan
2. Apgar skor dibawah 5
3. Terdapat mekonium pada cairan amnion
4. Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen
 Pulmonarry
1. Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x pernafasan per
menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring
2. Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah mekonium
dalam paru

7
3. Cyanosis
4. Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero posterior
(AP)
2). Pengkajian Behavioral
Disminished activity
3). Study Diagnostik
Rontqen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter
antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragma dan terdapatnya pneumothorax.
4). Data Laboratorium
Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respiratorik
dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2

2.       Diagnosa Keperawatan  Yang Mungkin Muncul


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Risiko infeksi

3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


No Dx Keperawatan NOC NIC
1. Bersihan Jalan nafas tidak NOC : NIC :
efektif  Respiratory status : Airway suction
Ventilation  Pastikan kebutuhan oral /
 Respiratory status : tracheal suctioning
Airway patency  Auskultasi suara nafas
 Aspiration Control sebelum dan sesudah
suctioning.
Kriteria Hasil :  Informasikan pada klien
 Mendemonstrasikan dan keluarga tentang
batuk efektif dan suara suctioning
nafas yang bersih, tidak  Minta klien nafas dalam
ada sianosis dan dyspneu sebelum suction
(mampu mengeluarkan dilakukan.
sputum, mampu bernafas  Berikan O2 dengan
dengan mudah, tidak ada menggunakan nasal
pursed lips) untuk memfasilitasi
 Menunjukkan jalan nafas suksion nasotrakeal
yang paten (klien tidak  Gunakan alat yang steril
merasa tercekik, irama sitiap melakukan
nafas, frekuensi tindakan
pernafasan dalam rentang  Anjurkan pasien untuk
normal, tidak ada suara istirahat dan napas dalam
nafas abnormal) setelah kateter

8
 Mampu dikeluarkan dari
mengidentifikasikan dan nasotrakeal
mencegah factor yang  Monitor status oksigen
dapat menghambat jalan pasien
nafas  Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan suksion
 Hentikan suksion dan
berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.

Airway Management
 Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
 Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
 Lakukan suction pada
mayo
 Berikan bronkodilator
bila perlu
 Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl
Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2

2. Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :


 Respiratory Status : Gas Airway Management

9
exchange  Buka jalan nafas,
 Respiratory Status : guanakan teknik chin lift
ventilation atau jaw thrust bila perlu
 Vital Sign Status  Posisikan pasien untuk
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
 Mendemonstrasikan  Identifikasi pasien
peningkatan ventilasi perlunya pemasangan
dan oksigenasi yang alat jalan nafas buatan
adekuat  Pasang mayo bila perlu
 Memelihara kebersihan  Lakukan fisioterapi dada
paru paru dan bebas dari jika perlu
tanda tanda distress  Keluarkan sekret dengan
pernafasan batuk atau suction
 Mendemonstrasikan
 Auskultasi suara nafas,
batuk efektif dan suara
catat adanya suara
nafas yang bersih, tidak
tambahan
ada sianosis dan
 Lakukan suction pada
dyspneu (mampu
mayo
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas  Berika bronkodilator bial
dengan mudah, tidak perlu
ada pursed lips)  Barikan pelembab udara
 Tanda tanda vital dalam  Atur intake untuk cairan
rentang normal mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2

Respiratory Monitoring
 Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
 Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
 Monitor suara nafas,
seperti dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /

10
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
 auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3. Risiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status Infection Control (Kontrol
 Knowledge : Infection infeksi)
control  Bersihkan lingkungan
 Risk control setelah dipakai pasien
Kriteria Hasil : lain
 Klien bebas dari tanda  Pertahankan teknik
dan gejala infeksi isolasi
 Mendeskripsikan  Batasi pengunjung bila
proses penularan perlu
penyakit, factor yang  Instruksikan pada
mempengaruhi pengunjung untuk
penularan serta mencuci tangan saat
penatalaksanaannya, berkunjung dan setelah
 Menunjukkan berkunjung
kemampuan untuk meninggalkan pasien
mencegah timbulnya  Gunakan sabun
infeksi antimikrobia untuk cuci
 Jumlah leukosit dalam tangan
batas normal  Cuci tangan setiap
 Menunjukkan perilaku sebelum dan sesudah
hidup sehat tindakan kperawtan
 Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik

11
bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif

12
DAFTAR PUSTAKA

Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 1
Edisi 15. ECG : Jakarta. Halaman 600-601.

Mathur, NC. 2007. Meconium Aspiration Syndrome.


http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION
%20SYNDROME.pdf.

Clark, M.B. 2010. Meconium Aspiration Syndrome. www.medscape.com/ http:// portal


neonatal.com.br/outras-especialidades /arquivos/ Meconium Aspiration Syndrome.pdf

Leu M., 2011, Meconium Aspiration Imaging, http://emedicine.medscape.com/


article/410756-overview#a22

Hermansen, C.L., dan Kevin N. Lorah. 2007. Respiratory Distress in the Newborn. Am Fam
Physician. 2007 Oct 1;76(7):987-994. http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p987.html

Yeh TF, Harris V, Srinivasan G, Lilien L, Pyati S. Roentgenographic findings in infants with
meconium aspiration syndrome. JAMA. 2000. ;242:60–63

Yeh, TF. 2010. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome: Pathogenesis and Current
Management. American Association of Pediatrics. http://neoreviews.aap
publications.org.

Gomella. 2009. Neonatology : Management Procedures Call Problems Sixth Edition. Lange
Clinical Science : New York.

Rudolph, CD, et al. 2002. Rudolph's Pediatrics, 21th Edition. McGraw-Hill Professional :
New York.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A.  (2001). Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA Internasional NURSING DIAGNOSES Definition & Classification 2012-2014. .


United States of America, Blackwell Publishing. 2012.

13

Anda mungkin juga menyukai