Korespondensi
e-mail :
DOI : https://doi.org/10.22437/gentala.v4i1.xxxxx
PENDAHULUAN
standar penilaian. Penyempurnaan kurikulum pada bagian standar isi dilakukan dengan
mengurangi materi yang tidak sesuai dan penyesuaian materi dengan kebutuhan pesarta didik
dalam berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional. Penyempurnaan pada
standar penilaian yakni menyadur model-model penilaian standar internasional.
Penyempurnaan pada standar penilian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS) peserta didik. Hal ini didasari
karena berpikir tingkat tinggi mampu meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berpikir secara luas dan mendalam tentang materi pelajaran
Hasil studi internacional Programmefor International Student Assessment (PISA)
menerangkan prestasi literasi membaca (reading literacy), literasi matematika (mathematical
literacy), dan literasi sains (scientific literacy) peserta didik Indonesia sangat rendah dalam:
(1) memahami informasi yang kompleks; (2) teori, analisis, dan pemecahan masalah; (3)
pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah; dan (4) melakukan investigasi. Selain itu
guru Teachers are still unable to distinguish HOTS from ability, skills, learning methods,
learning models or learning activities (Retnawati, et al, 2018).
Rendahnya kemampuan berfikir merupakan permasalahan dalam proses
pengembangan penilaian. Rendahnya kemampuan berfikir dapat disebabkan karena minim
berlatih soal yang melatih kemampuan berfikir tingkat tinggi dan kegiatan pembelajaran yang
menyajikan soal dengan kemampuan berfikir dalam level rendah.
Sesuai dengan tuntutann perkembangan abad 21, peserta didik diharapkan dapat
mencapai berbagai kompetensi dengan penerapan HOTS atau keterampilan berpikir tingkat
tinggi. Kompetensi tersebut yaitu berpikir kritis (critical thinking), kreatif dan inovasi
(creativity and innovative), kemampuannberkomunikasi (communication skill), kemampuan
bekerja sama (collaboration), dan kepercayaan diri (confidence). Sehingga guru perlu
menerapkan pembelajaran dan penilaian berbasis HOTS agar siswa dapat memahami
pendalaman materi pada pembelajaran serta guru bisa mengukur kemampuan peserta didik.
Berdasarkan paparan di atas guru harus mampu meningkatkan dan menerapkan
pembelajaran berbasis HOTS dalam pembelajaran dan menyusunn soal-soal berbasis HOTS
sebagai penilaian bagi peserta didik. Sebab penilaian dilakukan untuk mengetahui
ketercapaian indikator dari materi yang. Penilaian hasil belajar diharapkan bisa
meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi .
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang penulis lakukan merupakan penelitian studi pustaka, Riset
pustaka. Menurut Zed (2004: 1-2) penelusuran pustaka merupakan penelitian yang tidak
sekedar menghasilkan sesuatu yang telah diprediksi sebelumnya. Riset pustaka sekaligus
memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya. Riset pustaka
membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa
memerlukan riset lapangan. Artikel ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan
pemahaman kepada guru tentang konsep dan karakteristik penilaian HOTS. Serta
meningkatkan keterampilan guru dalam mengembangkan penilaian HOTS. Untuk itu artikel
ini ditunjang dengan berbagai literatur yang bersumber dari jurnal penelitian, buku referensi,
modul, internet, dan sumber lainnya yang relevan dengan topik pengembangan penilaian
HOTS.
PEMBAHASAN
Pengertian Higher Order Thinking Skill (HOTS)
Menurut Ernawati (2017:196-197), berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking
Skills (HOTS) merupakan cara yang tidak sekedar menghafal konsep akan tetapi lebih pada
penekanan memaknai konsep. Agar memiliki kemampuan dalam memaknai konsep, maka
dibutuhkan cara berpikir yang integralistik dengan analisis, sintesis, mengasosiasi hingga
menarik kesimpulan menuju penciptaan ide-ide kreatif dan produktif.
Sedangkan menurut Saputra (2016:91) High Order Thinking Skills merupakan proses
berpikir level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep dan metode
kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti problem solving, taksonomi bloom, dan
taksonomi pembelajaran, pengajaran dan penilaian.
Rosnawati (2013, p.3) menjelaskan kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat terjadi
ketika seseorang mengaitkan informasi yang baru diterima dengan informasi yang sudah
tersimpan di dalam ingatannya, kemudian menghubung- hubungkannya dan/atau menata
ulang serta mengembangkan informasi tersebut sehingga tercapai suatu tujuan ataupun suatu
penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan.
Dengan demikian keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking
Skills/HOTS) adalah suatu proses berpikir peserta didik yang tidak hanya menghafal tetapi
sudah masuk ke dalam level kognitif yang lebih tinggi sehingga dapat menujuu ide-ide kreatif
dan produktif.
Berdasarkan dimensi pengetahuan, soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, yang
menggambarkan kemampuan dalam menghubungkan beberapa konsep yang berbeda,
Copyright (c) 2016 Author
Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License
3 | Page
JURNAL GENTALA PENDIDIKAN DASAR Vol.1 No. I Juni 2016, Halaman 21-40
P-ISSN : 2614-7092, E-ISSN : 2621-9611
Terbit Online Pada Laman Web : http://online-journal.unja.ac.id/index.php/gentala
email : penyunting.jurnal.g-pgsd@unja.ac.id
Hal ini sejalan dengan pendapat Agus Budiman dan Jailani (2014:2) pengembangan
keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik akan menghasilkan kemahiran peserta didik
dalam strategi pemecahan masalah menjadi baik, tingkat keyakinan peserta didik dalam
matematika meningkat, dan prestasi belajar peserta didik pada masalah non-rutin yang
menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi meningkat.
Sedangkan The Australian Council for Educational Research (ACER, 2015)
menyatakan kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi,
memberikan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun,
menciptakan. Dngan demikian kemampuan berpikir tingkat tinggi tidaklah sekedar
kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang.
Berbasis Permasalahan Kontekstual
Melaui soal-soal HOTS peserta didik diharapkan memiliki kemampuan dalam
menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah. Misalnya
permasalahan kontekstual mengenai lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang
angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan.
Kemendikbud (2017:10) menguraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, REACT:
Applying, penilaian yang menekankan kemampuan penerapan ilmu pengetahuan
dalam penyelesaian masalah. Relating, penilaian yang berhubungan dengan pengalaman
sehari-hari peserta didik. Experiencing, penilaian yang menitik beratkan kepada exploration,
discovery, dan creation. Communicating, penilaian yang menuntut kemampuan
mengkomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah. Transfering,
penilaian yang menuntut kemampuan untuk merunbah konsep-konsep pengetahuan dalam
kelas ke dalam situasi baru.
Tidak Rutin
Menurut Widana (2016:6) penilaian HOTS bukanlah penilaian yang diberikan secara
rutin. Penilaian HOTS tidak digunakan berulang-ulang pada peserta tes yang sama. HOTS
merupakan penilaian yang belum diketahui sehingga peserta tes dapat berfikir kreatif, sebab
masalah yang ditemui belum pernah dijumpai atau dilakukan sebelumnya.
Susunan pernyataan benar dan pernyataan salah agar diacak secara random, tidak sistematis
mengikuti pola tertentu. Jawaban benar pada semua pernyataan yang diberikan diberikan
skor 1 atau apabila terdapat kesalahan pada salah satu pernyataan diberi skor 0.
Isian Singkat Atau Melengkapi
Merupakan soal yang menuntut peserta tes mengisi jawaban singkat Karakteristik soal
isian singkat adalah sebagai berikut: kalimat yang dilengkapi hanya satu bagian dalam ratio
butir soal, dan paling banyak dua. Jawaban soal singkat dan pasti. Jawaban yang benar
diberikan skor 1, yang salah diberikan skor 0.
Jawaban Singkat atau Pendek
Soal dengan bentuk jawaban singkat atau pendek adalah soal yang jawabannya berupa
kata, kalimat pendek, atau frase terhadap suatu pertanyaan. Karakteristik soal jawaban
singkat adalah menggunakan kalimat pertanyaan langsung atau kalimat perintah;dan
pertanyaan atau perintah harus jelas.
Uraian
Merupakan soal yang menuntut peserta tes merangkai pendapat atau hal-hal yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakan pendapat tersebut menggunakan kalimat sendiri.
Untuk melakukan penskoran, penulis soal dapat menggunakan pedoman penskoran
Level Kognitif
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, terdapat beberapa kata kerja operasional (KKO)
yang sama tetapi berada pada ranah yang berbeda. Perbedaan penafsiran ini sering muncul
saat guru menentukan ranah KKO yang akan digunakan pada penulisan indikator soal. Untuk
meminimalkan permasalahan tersebut, Puspendik (2015) mengklasifikasikannya menjadi 3
level kognitif sebagaimana digunakan dalam kisi-kisi UN sejak tahun pelajaran 2015/2016.
Pengelompokan level kognitif tersebut yaitu: 1) pengetahuan dan pemahaman (level 1), 2)
aplikasi (level 2), dan 3) penalaran (level 3). Berikut dipaparkan secara singkat penjelasan
untuk masing-masing level tersebut:
Pengetahuan dan Pemahaman (Level 1)
Level kognitif pengetahuan dan pemahaman meliputi dimensi proses berpikir
mengetahui (C1) dan memahami (C2). Ciri-ciri soal pada level 1 yaitu mengukur
pengetahuan faktual, konsep, dan procedural. Soal-soal pada level 1 berkemungkinan
merupakan soal kategori susah, karena untuk menjawab soal tersebut peserta didik harus
mengingat beberapa rumus atau peristiwa, menghafal definisi, atau menyebutkan langkah-
langkah (prosedur) melakukan sesuatu. Namun soal-soal pada level 1 bukanlah merupakan
soal- soal HOTS. Contoh KKO yang sering digunakan adalah: menyebutkan, menjelaskan,
membedakan, menghitung, mendaftar, menyatakan, dan lain- lain.
Copyright (c) 2016 Author
Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License
6 | Page
JURNAL GENTALA PENDIDIKAN DASAR Vol.1 No. I Juni 2016, Halaman 21-40
P-ISSN : 2614-7092, E-ISSN : 2621-9611
Terbit Online Pada Laman Web : http://online-journal.unja.ac.id/index.php/gentala
email : penyunting.jurnal.g-pgsd@unja.ac.id
Aplikasi (Level 2)
Soal-soal pada level kognitif aplikasi memerlukan kemampuan yang lebih tinggi
dibandingkan level pengetahuan dan pemahaman. Level kognitif aplikasi meliputi dimensi
proses berpikir menerapkan atau mengaplikasikan (C3). Ciri-ciri soal pada level 2 yaitu
mengukur kemampuan: a) menggunakan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural
tertentu pada konsep lain dalam mapel yang sama atau mapel lainnya; atau b) menerapkan
pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tertentu untuk menyelesaikan masalah
kontekstual (situasi lain. Soal-soal pada level 2 bisa jadi merupakan soal kategori sedang atau
susah, karena untuk menjawab soal tersebut peserta didik harus bisa mengingat beberapa
rumus atau peristiwa, menghafal definisi/konsep, atau menyebutkan langkah-langkah
(prosedur) melakukan sesuatu.
Selanjutnya pengetahuan itu digunakan pada konsep lain atau untuk menyelesaikan
permasalahan kontekstual. Akan tetapi soal-soal pada level 2 bukanlah merupakan soal-soal
HOTS. Contoh KKO yang sering digunakan adalah: menerapkan, menggunakan,
menentukan, menghitung, membuktikan, dan lain-lain.
Penalaran (Level 3)
Level penalaran merupakan level kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS), karena
untuk menjawab soal-soal pada level 3 peserta didik harus mampu mengingat, memahami,
dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural serta memiliki logika dan
penalaran yang tinggi untuk memecahkan masalah-masalah kontekstual (situasi nyata yang
tidak rutin). Level penalaran meliputi dimensi proses berpikir menganalisis (C4),
mengevaluasi (C5), dan mengkreasi (C6). Pada dimensi proses berpikir menganalisis (C4)
menuntut kemampuan peserta didik untuk menspesifikasi aspek-aspek/elemen, menguraikan,
mengorganisir, membandingkan, dan menemukan makna tersirat. Pada dimensi proses
berpikir mengevaluasi (C5) menuntut kemampuan peserta didik untuk menyusun hipotesis,
mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan atau menyalahkan. Sedangkan
pada dimensi proses berpikir mengkreasi (C6) menuntut kemampuan peserta didik untuk
merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui,
menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah. Soal-soal pada level penalaran
tidak selalu merupakan soal-soal sulit.
dengan KD yang akan di uji, (3) merumuskan indikator soal, dan (4) menentukan level
kognitif.
3. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual. Stimulus yang menarik umumnya baru,
belum pernah dibaca oleh peserta didik. Sementara stimulus kontekstual berarti stimulus
yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, menarik dan mendorong
peserta didik untuk membaca. Dalam konteks ujian sekolah, guru dapat memilih stimulus
dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.
4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal. Penulisan butir soal HOTS harus
sesuai dengan langkah-langkah sebelumnya, yakni disesuaikan dengan KD, materi serta
stimulus yang dekat dengan kehidupan peserta didik.
5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban. Setiap butir soal HOTS yang
ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman penskoran atau kunci jawaban. Pedoman
penskoran dibuat untuk bentuk soal uraian. Sementara kunci jawaban dibuat untuk
bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan isian
singka.
Kesimpulan
Penilaian HOTS terdiri dari serangkaian pertanyaan yang menguji kemampuan di bidang
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6) (mencipta-C6). Penilaian HOTS
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, terfokus
pada masalah kontekstual, tidak rutin (tidak familiar), dan menggunakan jenis soal yang
beragam. Tahapan penulisan soal HOTS adalah sebagai berikut: a) menilai KD yang dapat
diubah menjadi butir HOTS, b) menyusun kisi-kisi soal, c) memilih stimulus yang menarik
dan kontekstual, d) menyusun soal yang sesuai dengan kisi-kisi tersebut, e ) membuat
instruksi penilaian (rubrik) atau kunci jawaban.
Penilaian HOTS memiliki manfaat untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dengan
menghubungkan materi pelajaran di kelas dengan keadaan dunia nyata, sehingga
pembelajaran menjadi lebih bermakna. Lebih lanjut, berpikir HOTS dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dengan melatih siswa kreatif dan kritis, terutama kemampuan berpikir
tanpa mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan terapi
(recite), dan menilai HOTS dapat meningkatkan pemantauan hasil belajar. sehingga mampu
bersaing di tingkat nasional dan internasional.
Sementara itu, seluruh pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari pusat hingga
daerah, serta satuan pendidikan, terlibat dalam penyusunan strategi soal HOTS, sesuai dengan
tugas pokok dan kewenangannya masing-masing. Guru harus berpengetahuan dan terampil
untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Penilaian guru harus
menginspirasi siswa untuk memperkuat keterampilan berpikir tingkat tinggi mereka,
meningkatkan kreativitas mereka, dan meningkatkan kemandirian mereka dalam
memecahkan masalah.
REFERENSI
1. Agus Budiman dan Jailani, “Pengembangan Instrumen Asesmen Higher Order Thinking
Skill (HOTS) Pada Mata Pelajaran Matematika SMP Kelas VIII Semester 1”. Jurnal
Riset Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2 (2014): hal.
2. Kemendikbud. (2017). Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS).
Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menen
3. Retnawati, H., Djidu, H., Kartianom, Apino, E., Anazifa, R. D., 2018. Higher-Order
Thinking Skills and Its Learning Strategy. Problems of Education in The 21st Century.
76(2).
4. Zaenal Arifin - Heri Retnawati., “Analisis Instrumen Pengukur Higher Order Thinking
Skills (HOTS) Matematika Siswa SMA”. (Paper presented at Seminar Nasional
Matematika Dan Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Yogyakarta, 2015), 784