BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hasil supervisi dan Pembinaan Pasca Evaluasi Hasil Belajar (EHB) SMA yang telah
dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan SMA Tahun 2015, menunjukkan bahwa
sebagian besar guru SMA sasaran dalam menyusun butir soal cenderung mengukur
kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills/LOTS) dan soal-soal
yang dibuat tidak kontekstual. Soal-soal yang disusun oleh guru umumnya mengukur
keterampilan mengingat (recall). Bila dilihat dari konteksnya sebagian besar
menggunakan konteks di dalam kelas dan sangat teoretis, serta jarang menggunakan
konteks di luar kelas (kontekstual). Sehingga tidak memperlihatkan keterkaitan antara
pengetahuan yang diperoleh dalam pembelajaran dengan situasi nyata dalam kehidupan
sehari-hari.
Selain itu, hasil studi internasional Programme for International Student Assessment
(PISA) menunjukkan prestasi literasi membaca (reading literacy), literasi matematika
(mathematical literacy), dan literasi sains (scientific literacy) yang dicapai peserta didik
Indonesia sangat rendah. Pada umumnya kemampuan peserta didik Indonesia sangat
rendah dalam: (1) memahami informasi yang kompleks; (2) teori, analisis, dan
pemecahan masalah; (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah; dan (4)
melakukan investigasi.
B. Tujuan
C. Dasar Hukum
BAB II
KONSEP SOAL HOTS
A. Pengertian
Anderson & Krathwohl (2001) mengklasifikasi dimensi proses kognitif sebagai berikut.
Berdasarkan pendapat Anderson & Krathwohl (2001) di atas, maka domain proses
kognitif yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking
Skills/HOTS) adalah domain analisis (analyze), evaluasi (evaluate), dan mencipta
(create). Domain proses kognitif tersebut yang digunakan sebagai salah satu acuan untuk
menyusun soal-soal HOTS.
‘Difficulty’ is NOT same as higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam butir soal
tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk
mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki
tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab
permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian,
soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di kelas.
Oleh karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka
proses pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk
menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran
dapat mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan
sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep
pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah. Permasalahan kontekstual yang
dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan,
kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula
bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate),
menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan
(integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan
permasalahan dalam konteks nyata.
Berikut ini diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT.
a. Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
b. Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (exploration),
penemuan (discovery), dan penciptaan (creation).
c. Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan
ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-
masalah nyata.
d. Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu
mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah.
e. Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk
mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau
konteks baru.
Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah sebagai
berikut:.
a. Peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban
yang tersedia;
b. Tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata;
c. Tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang
benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar;
Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal HOTS)
sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar dapat memberikan
informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta tes. Hal ini
penting diperhatikan oleh guru agar penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip
objektif. Artinya hasil penilaian yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan
kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Penilaian yang
dilakukan secara objektif, dapat menjamin akuntabilitas penilaian.
Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir
soal HOTS (yang digunakan pada model pengujian PISA), sebagai berikut.
a. Pilihan ganda
Pada umumnya soal-soal HOTS menggunakan stimulus yang bersumber pada
situasi nyata. Soal pilihan ganda terdiri dari pokok soal (stem) dan pilihan
jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh
(distractor). Kunci jawaban ialah jawaban yang benar atau paling benar.
Pengecoh merupakan jawaban yang tidak benar, namun memungkinkan
seseorang terkecoh untuk memilihnya apabila tidak menguasai bahannya/materi
pelajarannya dengan baik. Jawaban yang diharapkan (kunci jawaban), umumnya
tidak termuat secara eksplisit dalam stimulus atau bacaan. Peserta didik diminta
untuk menemukan jawaban soal yang terkait dengan stimulus/bacaan
menggunakan konsep-konsep pengetahuan yang dimiliki serta menggunakan
logika/penalaran. Jawaban yang benar diberikan skor 1, dan jawaban yang salah
diberikan skor 0.
@2016, Direktorat Pembinaan SMA
7
Pengembangan Soal HOTS
Setiap langkah/kata kunci yang dijawab benar diberikan skor 1, dan jawaban
yang salah diberikan skor 0.
@2016, Direktorat Pembinaan SMA
8
Pengembangan Soal HOTS
e. Uraian
Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut siswa untuk
mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut menggunakan
kalimatnya sendiri dalam bentuk tertulis.
Dalam menulis soal bentuk uraian, penulis soal harus mempunyai gambaran
tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang
diharapkan, kedalaman dan panjang jawaban, atau rincian jawaban yang mungkin
diberikan oleh siswa. Dengan kata lain, ruang lingkup ini menunjukkan kriteria
luas atau sempitnya masalah yang ditanyakan. Di samping itu, ruang lingkup
tersebut harus tegas dan jelas tergambar dalam rumusan soalnya. Dengan adanya
batasan sebagai ruang lingkup soal, kemungkinan terjadinya ketidakjelasan soal
dapat dihindari. Ruang lingkup tersebut juga akan membantu mempermudah
pembuatan kriteria atau pedoman penskoran.
Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk dapat menentukan perilaku
yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan
(stimulus) dalam konteks tertentu sesuai dengan perilaku yang diharapkan. Selain itu
uraian materi yang akan ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak selalu tersedia
di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu dalam penulisan soal HOTS, dibutuhkan
penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (kontruksi soal), dan kreativitas
guru dalam penulisan soal.
Pada umumnya langkah-langkah penulisan butir soal HOTS sama dengan langkah-
langkah penyusunan butir soal lainnya. Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan
soal-soal HOTS.
1. Menganalisis KI-KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS.
Tidak semua KD dapat dibuatkan model-model soal HOTS. Guru-guru melalui forum
MGMP melakukan analisis terhadap KD yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS.
2. Menyusun kisi-kisi soal (format terlampir).
Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk membantu para guru dalam
menulis butir soal HOTS. Pada tahap permulaan, kisi-kisi tersebut diperlukan untuk
memandu guru untuk: (a) memilih KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS, (b)
memilih stimulus yang terkait dengan KD yang akan diuji, (c) merumuskan indikator
soal, dan (d) menentukan bentuk soal.
3. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal. Butir-butir soal HOTS
menggunakan stimulus yang bersifat kontekstual. Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai
dengan kaidah penulisan butir soal.
4. Membuat pedoman penskoran (rubrik) untuk bentuk soal jawaban singkat. Membuat
kunci jawaban untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah,
ya/tidak), dan isian singkat.
BAB III
STRATEGI DAN IMPLEMENTASI
PENGEMBANGAN SOAL HOTS
A. Strategi
1. Pusat
Direktorat Pembinaan SMA sebagai leading sector dalam pembinaan SMA di seluruh
Indonesia, mengkoordinasikan strategi penyusunan soal-soal HOTS dengan dinas
pendidikan provinsi/kabupaten/kota dan instansi terkait melalui kegiatan-kegiatan
sebagai berikut.
a. Merumuskan kebijakan penyusunan soal-soal HOTS;
b. Menyiapkan bahan berupa panduan pengembangan soal-soal HOTS;
c. Melaksanakan pelatihan pengawas, kepala sekolah, dan guru terkait dengan
strategi penyusunan soal-soal HOTS;
d. Melaksanakan pendampingan ke sekolah-sekolah bekerjasama dengan dinas
pendidikan provinsi/kabupaten/kota dan instansi terkait lainnya.
2. Dinas Pendidikan
3. Satuan Pendidikan
Satuan pendidikan sebagai pelaksana teknis penyusunan soal-soal HOTS, sebagai
salah satu bentuk pelayanan mutu pendidikan.
a. Meningkatkan pemahaman guru tentang penulisan butir soal yang mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS).
B. Implementasi
BAB IV
PENUTUP
Sesuai dengan tuntutan kompetensi pada dunia modern, soal-soal yang digunakan dalam
penilaian hendaknya mengacu pada model soal-soal HOTS. Karakteristik soal-soal HOTS
adalah mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, berbasis masalah kontekstual, dan
bentuk soal yang beragam. Tingkat kesukaran dipengaruhi oleh kompleksitas konteks dan
situasi, serta banyaknya domain kompetensi yang diukur dalam sebuah pertanyaan.
DAFTAR RUJUKAN
Australian Council for Educational Research, 2015. Monitoring thinking skills through
assessment. Melbourne: ACER.
Anderson, L. & Krathwohl, D. 2001. A Taxonomy For Learning, Teaching and Assessing.
New York: Longman.
Brookhart, S. M. (2010). How to Assess Higher Order Thinking Skills in Your Class-room.
Alexandria: ASCD.
Edi Istiyono, Djemari Mardapi, Suparno, 2014. Pengembangan Tes Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi Fisika (PysTHOTS) Peserta Didik SMA (Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan Tahun 18, Nomor 1, 2014). Yogyakarta: UNY
Ina V.S. Mullis, 2013. TIMSS 2015: Assessment Frameworks. Boston College: TIMSS &
PIRLS International Study Center.
______________, 2015. PIRLS 2016: Assessment Framework, 2nd Edition. Boston College:
TIMSS & PIRLS International Study Center.
King F.J., Ludwika G. & Faranak R., 2012. Higher Order Thinking Skills. Educational
Service Program Publisher.
OECD, 2014. PISA 2012 Results: What Students Know and Can Do-Student Performance in
Mathematics, Reading and Science (Volume I, Revised edition, February 2014). Paris:
OECD Publishing.
______, 2014. PISA 2012: Results in Focus What 15-Year-Olds Know And What They Can
Do With What They Know. Paris: OECD Publishing.
______, 2013. PISA 2012: Assessment and Analytical Framework Mathematics, Reading,
Science, Problem Solving and Financial Literacy. Paris: OECD Publishing.
Sue Thomson, Kylie Hillman & Lisa De Bortoli, 2013. A Teacher’s Guide to PISA Reading
Literacy. Australian Council for Educational Research Ltd: ACER Press.
@2016, Direktorat Pembinaan SMA
14
Pengembangan Soal HOTS
Teepee, 2011. Higher Order Thinking for Gifted and Talented Students. QAGTC State
Conference Publisher.
Panduan Penilaian Pendidikan SMA, 2015, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Lampiran 1.
CONTOH KISI-KISI SOAL HOTS
Kompetensi Dasar Materi Pokok Stimulus Indikator Soal Bentuk Soal No. Soal
1.1 Menganalisis teks cerita pendek, Isi teks yang tersirat Cerpen 1. Disajikan teks cerpen, siswa dapat Ya/Tidak 1
pantun, cerita ulang, eksplanasi mengevaluasi pernyataan yang
kompleks, dan film/drama baik berkaitan dengan isi teks cerpen
melalui lisan maupun tulisan dengan tepat.
Isi teks yang tersirat Wacana 2. Disajikan teks cerpen, siswa dapat Pilihan Ganda 2
menyimpulkan isi teks cerpen
dengan tepat.
............, ..............................
Guru Mata Pelajaran
............................................
NIP.
Lampiran 2.
CONTOH SOAL HOTS
Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia
RUMAH YANG TERANG
Listrik sudah empat tahun masuk kampungku dan sudah banyak yang dilakukannya.
Kampung seperti mendapat injeksi tenaga baru yang membuatnya menggeliat penuh gairah.
Listrrik memberi kampungku cahaya, musik, es, sampai api dan angin. Di kampungku listrik
juga membunuh bulan di langit.
Namun, sampai sekian lama rumahku tetap gelap. Ayahku tidak mau pasang listrik. Inilah
yang membuat tetangga di belakang rumah jengkel terus-terusan. Keduanya sangat berhasrat
menjadi pelanggan listrik. Akan tetapi, hasrat mereka tidak mungkin terlaksana sebelum ada
dakstang di bubungan rumahku. Kejengkelan mereka semakin menjadi hingga berceloteh
yang diikuti para tetangga yang lain. “Haji Bakir itu seharusnya berganti nama menjadi Haji
Bakhil. Dia kaya tetapi tidak mau pasang listrik. Tentu saja dia khawatir akan keluar banyak
duit.”
Kadang celoteh mereka sedemikian tajam. Sehingga aku tidak kuat menerimanya. Mereka
mengatakan ayahku memelihara tuyul “Tentu saja Haji Bakir tidak mau pasang listrik karena
tuyul tidak suka cahaya terang.”Yang terakhir mereka merencanakan tindakan yang lebih
jauh. Mereka menuduh ayahku telah melanggar kepentingan umum. Konon akan
mengadukan ayahku kepada lurah.
Aku sendiri bukan tidak punya masalah dengan sikap ayah. Pertama, akulah yang paling
banyak menjadi bulan-bulanan celoteh dan olok-olok orang kampung. Kedua, aku masih
harus repot untuk membeli baterai dan nyetrum aki.
Pernah aku membujuk ayah dan menawarkan biaya pemasangan listrik. Namun, hal itu
membuat ayahku tersinggung.
“Jadi kamu juga menganggap aku bakhil dan pelihara tuyul?”
Aku menyesal. Terlebih ketika beliau mengatakan alasaan sebenarnya mengapa beliau tidak
mau pasang listrik. Alasan itu tidak mungkin aku katakan kepada siapa pun. Takut celoteh
dan olok-olok orang kampung lebih menyakitkan. Hingga ayah sakit dan meninggal listrik
belum juga terpasang di rumahku.
Seratus hari sesudah ayah meninggal orang-orang bertahlil di rumahku di bawah neon dua
puluh watt. Mereka memandangi lampu dan tersenyum. Terlebih dua tetangga belakang
rumah.
“Nah, lebih enak dengan listrik, ya mas?”
Aku sebal dengan gaya mereka. Pasti menghubung-hubungkan pemasngan listrik sesudah
kematian ayah. Oh, mereka tidak tahu bahwa aku sendiri menjadi linglung. Listrik memang
sudah kupasang tetapi aku justru takut menghidupakn radio, TV, dan pemutar kaset rekaman.
Setiap kali aku menjamah saklar tiba-tiba bayangan ayah muncul dan kudengar keletak-
keletik suara tasbihnya. Hingga tidak kusadari mulutku nyerocos. Kepada tamu yang
bertahlil aku mengatakan alasan yang sebenarnya mengapa ayahku tidak suka listrik. Suatu
hal yang mestinya tetap kusimpan.
“Ayahku memang tidak suka listrik. Beliau punya keyakinan hidup dengan listrik akan
mengundang keborosan cahaya. Apabila cahaya dihabiskan semasa hidup maka ayahku amat
khawatir tidak ada lagi cahaya bagi beliau di dalam kubur.”
Aku siap menerima olok-olok atau celoteh yang akan dilontarkan para tamu. Aneh, para tamu
malah menunduk. Aku juga menunduk.
(Dikutip dan disarikan dari karya Ahmad Tohari)
@2016, Direktorat Pembinaan SMA
17
Pengembangan Soal HOTS
PERTANYAAN
PERNYATAAN PILIHAN
Lampiran 3.
PEDOMAN PENSKORAN