Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

SOAL Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Evaluasi Pendidikan


Yang diampu oleh Bapak Dr. Eddy Sutadji, M.Pd.

Oleh

Ahmad Nur Fauzidan Masyhuri 190511630900

Ainur Maulana Mashuda 190511630813

Alwi Maulana Malik 190511630826

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
OKTOBER 2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................................i


DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4
2.1 Konsep Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)...............................................4
2.2 Karakteristik Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS).......................................5
2.3 Perbedaan Soal (HOTS) dengan Soal yang bukan (HOTS)...................................7
2.4 Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS).......................................7
2.5 Peran Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam Penilaian........................8
BAB III PENUTUP...............................................................................................................10
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................10
Daftar Rujukan.................................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abad 21 ditandai dengan berkembangnya informasi, komputasi, otomasi,


dan komunikasi yang merambah dalam segala aspek kehidupan manusia di
semua belahan dunia. Hal ini tentunya berdampak pada pendidikan yang
diterapkan termasuk di dalamnya bagaimana model pembelajarannya sehingga
dapat mengadaptasi dan memenuhi semua tuntutan abad 21. Oleh karena itu,
model pembelajaran di abad 21 hendaknya diarahkan untuk mendorong
peserta didik agar mampu: (1) mencari tahu dari berbagai sumber observasi,
bukan diberi tahu, (2) merumuskan masalah (menanya), bukan hanya
menyelesaikan masalah (menjawab), (3) berpikir analitis (mengambil
keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin), dan (4) menekankan pentingnya
kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah (Kemdikbud, 2013).

Terkait hal di atas, maka pola pikir kritis dan kreatif sangat penting
dilatihkan dan dikembangkan pada peserta didik dalam pembelajaran di abad
ke 21 ini, dimana informasi dan teknologi tinggi (high tech)
diimplementasikan di berbagai sektor kehidupan manusia. Mengingat hal ini,
maka seseorang harus dapat merespons berbagai perubahan dengan cepat dan
efektif. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan intelektual yang fleksibel,
kemampuan menganalisis informasi, dan mengintegrasikan berbagai sumber
pengetahuan untuk memecahkan masalah.

Baru-baru ini peserta UNBK tahun 2018 jenjang SMA di Indonesia


mengeluhkan sulitnya soal beberapa mata pelajaran karena memang tingkat
kesulitan soal dinaikkan dan telah menerapkan Higher Order Thinking Skills
(HOTS). Mendikbud menyatakan hal ini dilakukan dalam rangka
meningkatkan daya saing siswa mengingat dalam beberapa hasil olimpiade
internasional baik yang diselenggarakan oleh PISA maupun PIRLS, siswa
Indonesia tertinggal dari negara-negara lain, karena kesulitan mengerjakan
soal-soal olimpiade. Mendikbud berusaha mengevaluasi dan terus melakukan
pembenahan (Apandi,2018).

Tujuan menaikkan tingkat kesulitan soal UNBK tahun 2018 pada dasarnya
baik. Dengan mengerjakan soal-soal HOTS, diharapkan daya analisis dan
kemampuan berpikir kritis siswa dapat terasah. Hal ini juga adalah bagian dari
penerapan pendidikan karakter, dimana siswa pantang menyerah dan sungguh-
sungguh dalam mengerjakan soal.

Banyak guru yang belum menerapkan kegiatan pembelajaran dengan


berbasis HOTS, sedangkan pada saat UNBK para siswa harus mengerjakan

1
soal-soal HOTS. Oleh karena itu, sangat wajar siswa mengalami kesulitan
ketika mengerjakannya. Pembelajaran berbasis HOTS sebenarnya sudah
diperkenalkan sejalan dengan diimplementasikannya kurikulum 2013, tetapi
pada kenyataannya masih banyak yang belum paham dan belum
melaksanakannya.

Sebelum pemerintah meminta guru menyusun soal-soal HOTS, sebaiknya


jika kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran berbasis HOTS pun
ditingkatkan terlebih dahulu, karena penilaian pada dasarnya dilakukan untuk
mengetahui ketercapaian indikator dari materi yang telah diajarkan kepada
siswa. Hal tersebut dapat dilakukan melalui sosialisasi, MGMP, maupun
pelatihan supaya guru dapat memahami dan menerapkan soal HOTS pada
proses belajar mengajar untuk meningkatkan pola pikir kritis dan kreatif
siswa.

Pola pikir kritis dan kreatif akan menghasilkan kreativitas yang akan
sangat membantu seseorang dalam mengembangkan karirnya di berbagai
bidang pekerjaan apapun termasuk misalnya dalam pengembangan ekonomi
kreatif menuju MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) maupun dalam lingkup
yang lebih luas. Pola pikir kritis dan kreatif ini akan dapat dicapai manakala
seseorang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking
skills). Terkait hal ini, maka peserta didik di semua level (jenjang) pendidikan
perlu dibekali dengan HOTS agar mampu mempersiapkan diri menghadapi
segala tantangan di abad 21. Sebab dengan memiliki HOTS, maka peserta
didik akan mampu berpikir kritis, kreatif, meneliti, memecahkan masalah,
membuat keputusan, dan memiliki karakter yang baik (Widihastuti,2015:78).

Berdasarkan uraian di atas, maka HOTS harus dimiliki oleh peserta didik
sebagai upaya mempersiapkan SDM yang kritis dan kreatif sehingga mampu
memenuhi tantangan dan tuntutan abad 21 yang disebut juga dengan era
global atau era pengetahuan atau era teknologi dan informasi. Semakin baik
HOTS seseorang, maka semakin baik pula kemampuannya dalam menyusun
strategi dan taktik memenangkan persaingan bebas di era global.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan


masalahnya antara lain :

1. Bagaimana konsep soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) ?


2. Bagaimana karakteristik soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) ?
3. Bagaimana penyusunan soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) ?
4. Bagaimana peran soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam
penilaian ?

2
5. Bagaimana strategi dan implementasi penyusunan soal Higher Order
Thinking Skills (HOTS) ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Memahami konsep soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)


2. Memahami karakteristik soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)
3. Memahami penyusunan soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)
4. Memahami peran soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam
penilaian
5. Memahami strategi dan implementasi penyusunan soal Higher Order
Thinking Skills (HOTS)

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan kemampuan berpikir


yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau
merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). HOTS pada konteks asesmen
mengukur kemampuan:

1. Transfer satu konsep ke konsep lainnya


2. Memproses dan menerapkan informasi
3. Mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda
4. Menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah
5. Menelaah ide dan informasi secara kritis.

Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang
lebih sulit daripada soal recall (Kemdikbud, 2016).

Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi transfer informasi, berpikir


kritis, dan pemecahan masalah. Pembelajaran untuk mentransfer merupakan
pembelajaran bermakna karena peserta didik dapat menerapkan pengetahuan
dan keterampilannya dan mengaitkan informasi yang satu dengan yang
lainnya. Adapula pembelajaran dengan berpikir kritis supaya peserta didik
dapat berargumentasi, merefleksikan, dan mengambil keputusan sendiri.
Pembelajaran berbasis masalah bertujuan agar peserta didik dapat
mengidentifikasi dan mencari solusi terhadap masalahnya baik secara
akademik maupun dalam kehidupan sehari-hari (Brookhart, 2010:5-8).

Stiggins (1994) menyatakan dimensi proses berpikir dalam Taksonomi


Bloom sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl
(2001) HOTS pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah menganalisis
(analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6).
Proses berpikir tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

4
Selama ini kita sudah mengenal ranah taksonomi Bloom terutama dalam
ranah kognitif,  biasanya  biasanya dalam penulisan penulisan ranah ini ditulis
ditulis dalam singkatan singkatan C1 untuk tahap kognitif pengetahuan sampai
dengan C6 untuk tahap kognitif evaluasi. Ranahranah pada taksonomi Bloom
mulai tahun 2001 sebenarnya sudah ada perubahan, tetapi pada penerapannya
di lapangan masih menggunakan ranah-ranah kognitif Taksonomi Bloom yang
lama.

Taksonomi Bloom Lama Taksonomi Bloom Revisi


Pengetahuan Mengingat
Pemahaman Memahami
Penerapan Menerapkan
Analisis Menganalisis
Sintesis Mengevaluasi
Evaluasi Menciptakan

Perbedaan taksonomi lama dengan yang baru terletak pada ranah sintesis,
dimana pada taksonomi yang direvisi ranah sintesis tidak ada lagi, tetapi
sebenarnya digabungkan dengan analisis. Tambahannya adalah mencipta yang
berasal  berasal dari Create. Urutan evaluasi posisinya menjadi yang kelima
sedangkan mencipta urutan keenam, sehingga ranah tertinggi adalah mencipta
atau mengkreasikan. Perbedaan yang kedua adalah pada proses kognitif paling
rendah yaitu pengetahuan atau knowledge diubah menjadi mengingat yang
berasal dari remember. Ada peningkatan dalam proses kognitif contohnya
peserta didik tidak dituntut untuk mengetahui suatu konsep saja tetapi harus
sampai mengingat konsep yang dipelajarinya.

2.2 Karakteristik Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai


bentuk penilaian kelas. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS

5
di tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal
HOTS (Widana, 2017:5-8) :

1. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi

Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk


memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis
(critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan
berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil keputusan (decision
making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu
kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh
setiap peserta didik.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses


pembelajaran di kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki
kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka proses pembelajarannya juga
memberikan ruang kepada peserta didik untuk menemukan konsep
pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran dapat
mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.

2. Berbasis permasalahan kontekstual

Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam


kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan
konsepkonsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah.
Permasalahan kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini
terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa,
serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek
kehidupan. Dalam pengertian tersebut termasuk pula bagaimana
keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate),
menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan
mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di
kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata
(Kemdikbud, 2015:5)

3. Menggunakan bentuk soal beragam

Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-


soal HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar
dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang
kemampuan peserta tes. Hal ini penting diperhatikan oleh guru agar
penilaian yang dilakukan dapat menjamin prinsip objektif.Artinya hasil
penilaian yang dilakukan oleh guru dapat menggambarkan kemampuan
peserta didik sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.Penilaian yang
dilakukan secara objektif, dapat menjamin akuntabilitas penilaian. Terdapat

6
beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir
soal HOTS (yang digunakan pada model pengujian PISA) yaitu pilihan
ganda, pilihan ganda kompleks, isian singkat, menjodohkan, serta uraian.

2.3 Perbedaan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) dengan Soal yang
bukan Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Dari karakteristik soal HOTS, dapat disimpulkan bahwa soal HOTS lebih
mengutamakan logika dan kemampuan berpikir kritis dibandingkan dengan
tipe soal LOTS. Pilihan kata yang digunakan pada tingkat HOTS berfokus
pada analisis, membandingkan, menyimpulkan, menciptakan,
mengombinasikan, dan merencanakan. Sementara pilihan kata pada tingkat
LOTS hanya mengingat, menyusun, menduplikasi, memilih, dan merangkum.
Soal LOTS sekadar menuntut kamu untuk mengingat memori pengetahuan
yang telah diajarkan. Sedangkan, soal HOTS lebih mengajak kamu berpikir
kritis sehingga kamu bisa mengaitkan satu materi ke materi lain untuk
membangun sebuah cerita besar yang seru.

2.4 Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk dapat
menentukan perilaku yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan
dijadikan dasar pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu sesuai dengan
perilaku yang diharapkan. Selain itu uraian materi yang akan ditanyakan (yang
menuntut penalaran tinggi) tidak selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh
karena itu dalam penulisan soal HOTS, dibutuhkan penguasaan materi ajar,
keterampilan dalam menulis soal (kontruksi soal), dan kreativitas guru dalam
memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar
satuan pendidikan. Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan soalsoal
HOTS (Widana, 2017:21) :

1. Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS

Terlebih dahulu guru-guru memilih KD yang dapat dibuatkan soal-soal


HOTS.Tidak semua KD dapat dibuatkan model-model soal HOTS. Guru-
guru secara mandiri atau melalui forum MGMP dapat melakukan analisis
terhadap KD yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS.

2. Menyusun kisi-kisi soal

Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk membantu para


guru dalam menulis butir soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut
diperlukan untuk memandu guru dalam: (a) memilih KD yang dapat dibuat
soal-soal HOTS, (b) memilih materi pokok yang terkait dengan KD yang

7
akan diuji, (c) merumuskan indikator soal, dan (d) menentukan level
kognitif.

3. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual

Stimulus yang digunakan hendaknya menarik, artinya mendorong


peserta didik untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik umumnya
baru, belum pernah dibaca oleh peserta didik. Sedangkan stimulus
kontekstual berarti stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam
kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta didik untuk
membaca.Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih stimulus dari
lingkungan sekolah atau daerah setempat.

4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal

Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal


HOTS. Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah
penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya terletak pada aspek
materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif sama. Setiap
butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format terlampir.

5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban

Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan


pedoman penskoran atau kunci jawaban.Pedoman penskoran dibuat untuk
bentuk soal uraian.Sedangkan kunci jawaban dibuat untuk bentuk soal
pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan isian
singkat.

2.5 Peran Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam Penilaian

Saat melakukan Penilaian, guru dapat menyisipkan beberapa butir soal


HOTS. Berikut dipaparkan beberapa peran soal-soal HOTS dalam
meningkatkan mutu Penilaian (Widana, 2017:23-24) :

1. Mempersiapkan kompetensi peserta didik menyongsong abad ke-21

Penilaian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan diharapkan dapat


membekali peserta didik untuk memiliki sejumlah kompetensi yang
dibutuhkan pada abad ke-21. Secara garis besar, terdapat 3 kelompok
kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21 (21st century skills) yaitu:
a) memiliki karakter yang baik (beriman dan taqwa, rasa ingin tahu,
pantang menyerah, kepekaan sosial dan berbudaya, mampu beradaptasi,
serta memiliki daya saing yang tinggi); b) memiliki sejumlah kompetensi
(berpikir kritis dan kreatif, problem solving, kolaborasi, dan komunikasi);
serta c) menguasai literasi mencakup keterampilan berpikir menggunakan

8
sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan
auditori.

2. Memupuk rasa cinta dan peduli terhadap kemajuan daerah

Dalam Penilaian guru diharapkan dapat mengembangkan soalsoal


HOTS secara kreatif sesuai dengan situasi dan kondisi di daerahnya
masingmasing.Kreativitas guru dalam hal pemilihan stimulus yang
berbasis permasalahan daerah di lingkungan satuan pendidikan sangat
penting.Berbagai permasalahan yang terjadi di daerah tersebut dapat
diangkat sebagai stimulus kontekstual.Dengan demikian stimulus yang
dipilih oleh guru dalam soalsoal HOTS menjadi sangat menarik karena
dapat dilihat dan dirasakan secara langsung oleh peserta didik. Di
samping itu, penyajian soal-soal HOTS dalam ujian sekolah dapat
meningkatkan rasa memiliki dan cinta terhadap potensipotensi yang ada
di daerahnya.Sehingga peserta didik merasa terpanggil untuk ikut ambil
bagian untuk memecahkan berbagai permasalahan yang timbul di
daerahnya.

3. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik

Pendidikan formal di sekolah hendaknya dapat menjawab tantangan di


masyarakat sehari- hari.Ilmu pengetahuan yang dipelajari di dalam kelas,
agar terkait langsung dengan pemecahan masalah di masyarakat. Dengan
demikian peserta didik merasakan bahwa materi pelajaran yang diperoleh
di dalam kelas berguna dan dapat dijadikan bekal untuk terjun di
masyarakat. Tantangan-tantangan yang terjadi di masyarakat dapat
dijadikan stimulus kontekstual dan menarik dalam Penilaian, sehingga
munculnya soal-soal berbasis soalsoal HOTS, yang diharapkan dapat
menambah motivasi belajar peserta didik.

4. Meningkatkan Mutu Penilaian

Penilaian yang berkualitas akan dapat meningkatkan mutu pendidikan.


Dengan membiasakan melatih siswa untuk menjawab soal-soal HOTS,
maka diharapkan siswa dapat berpikir secara kritis dan kreatif. Ditinjau
dari hasil yang dicapai dalam US dan UN, terdapat 3 kategori sekolah
yaitu: (a) sekolah unggul, apabila rerata nilai US lebih kecil daripada
rerata UN; (b) sekolah biasa, apabila rerata nilai US tinggi diikuti dengan
rerata nilai UN yang tinggi dan sebaliknya nilai rerata US rendah diikuti
oleh rerata nilai UN juga rendah; dan (c) sekolah yang perlu dibina bila
rerata nilai US lebih besar daripada rerata nilai UN.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa : HOTS menurut


konsep Anderson dan Krathwol, Marzano, serta Brookhart merupakan
keterampilan berpikir pada tingkat tinggi yang memerlukan proses pemikiran
lebih kompleks mencakup menerapkan (applying), menganalisis (analyzing),
mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) yang didukung oleh
kemampuan memahami (understanding), sehingga: (1) mampu berpikir secara
kritis (critical thinking); (2) mampu memberikan alasan secara logis, sistematis,
dan analitis (practical reasoning); (3) mampu memecahkan masalah secara cepat
dan tepat (problem solving); (4) mampu mengambil keputusan secara cepat dan
tepat (decision making); dan (5) mampu menciptakan suatu produk yang baru
berdasarkan apa yang telah dipelajari (creating).

Karakteristik HOTS meliputi keterampilan berpikir tingkat tinggi, berbasis


permasalahan kontekstual, dan menggunakan bentuk soal beragam. Adapun
langkahlangkah penyusunan soal HOTS sebagai berikut : menganalisis KD,
menyusun kisi-kisi soal, memilih stimulus yang kontekstual, menuis butir-butir
pertanyaan, dan membuat rubrik. Contoh-contoh soal HOTS telah diterapkan pada
Ujian Nasional Biologi SMA. Soal -soal HOTS berperan dalam penilaian salah
satunya mempersiapkan kompetensi pendidik menuju abad 21. Strategi dan
implementasi soal-soal HOTS dimulai dari pusat, dinas pendidikan, serta satuan
pendidikan.

10
Daftar Rujukan

Brookhart, S.M. (2010). How to Assess Higher-Order Thinking Skills in Your Classrom.
Alexandria : ASDC

Dini, H.N.(2018). Higher Order Thinking Skills (HOTS) dan Kaitannya dengan
Kemampuan Literasi Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika pp.
170-176, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Kemdikbud. (2013). Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan


dan Kebudayaan.

Kemdikbud. (2015). Panduan Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Pendidikan Menengah

Kemdikbud Kemdikbud. (2016). Panduan Penyusunan Soal Higher Order Thinking


Skills (HOTS). Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Pendidikan Menengah
Kemdikbud

Nitko, A.J., Brookhart, S.M. (2007). Education Assessment of Students. New Jearsey :
Merrill Prentice Hall

Widana, I.W. (2017). Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Kemdikbud

11

Anda mungkin juga menyukai