Anda di halaman 1dari 12

STRATEGI PEMBELAJARAN PERTANYAAN UNTUK

MENSTIMULASI HIGHER-ORDER THINKING SKILLS (HOTS) DI


SEKOLAH DASAR

Haryanto
SD Muhammadiyah Condongcatur, Sleman, DIY
antopujayo@gmail.com

Abstrak
Hasil penilaian dari TIMSS 2015 dan PISA 2015 menunjukkan bahwa siswa Indonesia
mempunyai kemampuan yang rendah dalam menyelesaikan soal-soal dengan tipe higher-order
thinking (HOT). Demikian pula hasil UN juga menunjukkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal HOT juga rendah. Padahal kemampuan berpikir tingkat tinggi atau
higher-order thinking skills (HOTS) merupakan kemampuan yang harus dikuasi siswa di abad
ke-21. Kemdikbud ingin meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan dengan mendorong
guru untuk melakukan pembelajaran yang dapat menstimulasi HOTS. Salah satu strategi
pembelajaran yang dapat menstimulasi HOTS adalah strategi pertanyaan. Strategi pertanyaan
bisa menstimulasi HOTS jika pertanyaan yang mendorong HOTS dipersiapkan oleh guru dan
jenis pertanyaan disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran.

Kata kunci: higher-order thinking skills; HOTS; berpikir tingkat tinggi; strategi

pembelajaran pertanyaan
Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Hasil penilaian oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)
2015 dan Program for International Student Assessment (PISA) 2015 menunjukkan
bahwa kemampuan siswa sekolah dasar Indonesia rendah. Hasil TIMMS tahun 2015
untuk kelas IV sekolah dasar bidang Matematika, Indonesia mendapatkan nilai 397 dan
menempati peringkat ke-44 dari 49 negara yang mengikuti TIMMS Matematika. Pada
bidang IPA, Indonesia mendapatkan nilai 397 atau peringkat ke-44 dari 47 negara yang
mengikuti TIMSS IPA (Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Hooper, M.: 2016).
Sedangkan untuk hasil PISA tahun 2015, Indonesia mendapatkan nilai 403 untuk IPA
(peringkat ke-62), 397 untuk Membaca (peringkat ke-64), dan 386 untuk Matematika
(peringkat ke-63) dari 70 negara yang mengikuti PISA (OECD, 2016).

Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018), hasil pengukuran


capaian siswa berdasar UN juga selaras dengan capaian PISA maupun TIMSS. Hasil
UN tahun 2018 menunjukkan bahwa siswa-siswa masih lemah dalam keterampilan
berpikir tingkat tinggi atau higher-order thinking (HOT) seperti menalar, menganalisa,
dan mengevaluasi.

Padahal, higher-order thinking skills (HOTS) merupakan salah satu keterampilan yang
harus dikuasai siswa di abad ke-21 (National Education Assosiation/NAE). Dalam hal
ini yang dimaksud HOTS adalah kemampuan critical thinking (berpikir kritis) dan
problem solving (pemecahan masalah). Sedangkan keterampilan lain yang perlu
dikuasai siswa di abad ke-21 menurut NAE adalah communication (komunikasi),
collaboration (kerja sama), dan creativity (kreativitas) yang disebut “Four Cs”.

Upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018) untuk meningkatkan kualitas


pembelajaran dan lulusan siswa Indonesia agar siap menghadapi abad ke-21 adalah
dengan pengembangan pembelajaran dan penilaian yang berorientasi kepada
keterampilan berpikir tingkat tinggi atau HOTS.

Salah satu strategi pembelajaran yang bisa menstimulasi keterampilan berpikir tingkat
tinggi (HOTS) adalah dengan memberikan pertanyaan kepada siswa dan memberikan
siswa kesempatan bertanya untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan
pemecahan masalah (Collins, 2014; Thomas and Thorne, 2009; Cox, 2019; King,
Goodson, dan Rohani, 2006; Limbach dan Waugh, 2010).

B. Rumusan Masalah

Apakah strategi pembelajaran pertanyaan kepada siswa dan memberikan siswa


kesempatan bertanya bisa menstimulasi keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS)?

C. Tujuan

Tujuan kajian ini adalah untuk menemukan bukti-bukti baik berupa teori maupun hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa strategi pembelajaran pertanyaan kepada siswa dan
memberikan kesempatan siswa bertanya dapat menstimulasi keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS).

D. Manfaat

Manfaat dari tulisan ini adalah sebagai berikut:


Bagi penulis: mendapatkan gambaran salah satu strategi pembelajaran yang dapat
digunakan untuk menstimulasi keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
Bagi guru: salah satu informasi yang dapat menjadi alternatif strategi pembelajaran
yang dapat menstimulasi keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

E. Prosedur Pemecahan Masalah

Prosedur yang penulis lakukan untuk melakukan kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Mencari informasi dari berbagai buku dan jurnal tentang keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS) dan strategi pembelajaran yang bisa menstimulasi
keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
2. Memahami apakah yang dimaksud dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi
(HOTS).
3. Mengidentifikasi berbagai strategi pembelajaran yang dapat menstimulasi
keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
4. Memilih satu strategi pembelajaran yang sudah sering penulis lakukan dalam
pembelajaran yang bisa menstimulasi keterampilan berpikir tingkat tinggi
(HOTS).
5. Mengkaji satu strategi pembelajaran pertanyaan kepada siswa dan memberikan
siswa kesempatan bertanya apakah bisa menstimulasi keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS).
6. Menulis sintak strategi pembelajaran pertanyaan kepada siswa dan memberikan
siswa kesempatan bertanya untuk menstimulasi keterampilan berpikir tingkat
tinggi (HOTS).

Kajian Pustaka

A. Pengertian HOTS

Ada beberapa pendapat tentang pengertian keterampilan berpikir tingkat tinggi atau
higher-order thinking skill (HOTS). Menurut Brookhart (2010) higher-order thinking
(HOT) mengandung tiga kategori, yaitu transfer, critical thinking, dan problem solving.
Transfer bermakna bahwa siswa tidak hanya mampu mengingat apa yang sudah
dipelajari, tetapi juga bisa menalar (make sense) dan bisa mengaplikasikan dalam
konteks yang berbeda. Critical thinking bermakna bahwa siswa bisa membuat argumen
(reasoning), bertanya (questioning), menginvestigasi (investigating), mengamati
(observing), mendeskripsikan (describing), membandingkan (comparing),
menghubungkan (connecting), menemukan hal yang rumit (finding complexity), dan
mengekplorasi sudut pandang (exploring viewpoint). Sedangkan problem solving
bermakna siswa mampu mengidentifikasi masalah baik dalam bidang akademik
maupun kehidupan nyata dan mengkreasi hal baru sebagai solusinya.

Dalam Taksonomi Bloom yang telah disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl
(2001) membagi proses berpikir (kognitif) menjadi 6 kategori, yaitu: mengingat
(remembering), memahami (understanding), menerapkan (applying), menganalisis
(analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mengkreasi (creating). Kategori-kategori
ini dibagi menjadi 3 tingkat berpikir, yaitu kategori mengingat dan memahami termasuk
lower-order thinking (LOT), kategori menerapkan merupakan midle-order thinking
(MOT), sedangkan kategori menganalisis, mengevaluasi, dan menkreasi termasuk
higher-order thinking (HOT).

Sedangkan King, Goodson, dan Rohani (200) mendefinisikan HOTS merupakan


kemampuan kritis (critical), logis (logical), reflektif (reflective), metakognitif
(metacognitive), dan berikir kreatif (creative thinking). HOTS akan aktif ketika
seseorang menghadapi masalah yang tidak biasa, keadaan yang tidak menentu,
pertanyaan-pertanyaan, atau dilema. Keberhasilan seseorang yang memiliki HOTS
ditandai dengan kemampuan dalam memberikan penjelasan, membuat sebuah
keputusan, menunjukkan dan menghasilkan produk yang sesuai dengan pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki dan mendukung pengembangan kemampuan intelektual
yang lain.

Collins (2011) membagi tingkat berpikir menjadi 4, yaitu:

1. Level 1 disebut level mengulang (recall level) yang mana siswa hanya
mengulang (recall) fakta-fakta, informasi atau prosedur. Level ini membutuhkan
tingkat berpikir paling rendah.
2. Level 2 disebut level keterampilan atau konsep (skill or concept level) yang
mana siswa melakukan kegiatan mengklasifikasi (classify), mengorganisasi
(organize), memperkirakan (estimate), mengumpulkan (collect), memajang
(display), mengamati (observe), dan membandingkan data (compare data).
Siswa menggunakan informasi yang telah mereka ketahui. Level ini
membutuhkan tingkat berpikir yang lebih tinggi dari level 1.
3. Level 3 disebut berpikir strategis (strategic thinking). Membuat alasan
(reasoning), merencanakan (planning), dan membuat opini atau kesimpulan
(making conjectures) merupakan kegiatan-kegiatan siswa pada level ini. Tingkat
berpikir pada level ini bisa menjadi tingkat berpikir tinggi (higher-order
thinking) ketika siswa bisa mempertahankan alasan tentang sebuah pilihan atau
jawaban, membuat kesimpulan dan mendukung kesimpulannya dengan
bukti-bukti atau menentukan konsep yang bisa diaplikasikan untuk
menyelesaikan sebuah masalah.
4. Level 4 disebut berpikir luas (extended thinking) yang merupakan tingkat
berpikir yang paling tinggi. Karakteristik level ini adalah siswa menggunakan
alasan yang komplek (complex reasoning) dengan membuat hubungan berbagai
bidang (interdisciplinary connection). Siswa melakukan investigasi sebuah
proyek singkat, menggunakan proses berpikir komplek, dan menunjukkan
hasilnya.

Puspendik (Kemdikbud, 2018) mengklasifikasi level kognitif menjadi 3, yaitu:


pengetahuan dan pemahaman (level 1), aplikasi (level 2), dan penalaran (level 3).

1. Pengetahuan dan Pemahaman (Level 1) yang mencakup dimensi proses berpikir


mengetahui (C1) dan memahami (C2). Pada level ini mencakup pengetahuan
dan pemahaman faktual, konsep, dan prosedural. Kemampuan berfikir pada
level ini merupakan tingkat rendah (LOTS).
2. Aplikasi (Level 2) yang mencakup dimensi proses berpikir menerapkan atau
mengaplikasikan (C3). Kemampuan pada level ini adalah: a) menggunakan
pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tertentu pada konsep lain dalam
mapel yang sama atau mapel lainnya; atau b) menerapkan pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural tertentu untuk menyelesaikan masalah kontekstual
(situasi lain). Kemampuan level ini termasuk kemampuan berfikir tingkat
sedang (MOTS).
3. Penalaran (Level 3) yang merupakan level kemampuan berpikir tingkat tinggi
(HOTS), karena menuntut kemampuan mengingat, memahami, dan menerapkan
pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural serta memiliki logika dan
penalaran yang tinggi untuk memecahkan masalah-masalah kontekstual (situasi
nyata yang tidak rutin). Level penalaran mencakup dimensi proses berpikir
menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mengkreasi (C6). Pada dimensi
proses berpikir menganalisis (C4) menuntut kemampuan peserta didik untuk
menspesifikasi aspek-aspek/elemen, menguraikan, mengorganisir,
membandingkan, dan menemukan makna tersirat. Pada dimensi proses berpikir
mengevaluasi (C5) menuntut kemampuan peserta didik untuk menyusun
hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan atau
menyalahkan. Sedangkan pada dimensi proses berpikir mengkreasi (C6)
menuntut kemampuan peserta didik untuk merancang, membangun,
merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan,
memperkuat, memperindah, dan menggubah.

B. Strategi Pembelajaran Pertanyaan

Strategi pembelajaran pertanyaan dalam hal ini adalah guru menggunakan pertanyaan
dan memberikan kesempatan siswa bertanya untuk menstimulasi keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS), baik sebagai salah satu tahap metode pembelajaran maupun
sebagai strategi pembelajaran.

Collins (2014) menyebutkan salah satu tahap pembelajaran untuk meningkatkan HOTS
adalah dengan membuat rencana pertanyaan yang mensyaratkan siswa untuk menjawab
dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam sebuah diskusi. Pertanyaan untuk
diskusi tidak semuanya untuk merangsang HOTS, tetapi dikombinasikan dengan
pertanyaan yang mengukur LOTS dan MOTS.

Senada dengan Collin, Limbach dan Waugh (2009) juga menyebutkan bahwa tahap
kedua pembelajaran untuk membangun HOTS adalah dengan mengajar melalui
pertanyaan. Pertanyaan merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran.
Pertanyaan dimulai dari sesuatu yang jawabannya sudah diketahui siswa dan
dilanjutkan dengan pertanyaan yang jawabnya belum diketahui siswa sebelumnya
sehingga bisa membangun ide-ide dan pengertian-pengertian baru.

Sedangkan Cox (2019) menjelaskan bahwa salah satu strategi pembelajaran untuk
membangun HOTS adalah dengan mendorong siswa untuk bertanya dengan banyak
pertanyaan. Sebuah kelas yang memberi kesempatan siswa bebas bertanya tanpa reaksi
negative dari teman-teman sekelas akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menggunakan pikirannya dan menjadi kreatif.

Hal yang hampir sama juga disampaikan oleh Thomas dan Thorne (2009) bahwa
menjawab pertanyaan yang mendorong siswa untuk membangun HOTS bisa dilakukan
dalam pembelajaran.

Kemdikbud (2018) menjelaskan bahwa pembelajaran yang berorientasi HOTS guru


banyak melakukan stimulasi pertanyaan untuk mendorong muncul pikiran-pikiran
orisinil siswa.

C. Jenis-Jenis Pertanyaan yang Menstimulasi HOTS

Limbach dan Waugh (2009) menjelaskan bahwa pertanyaan yang dapat menstimulasi
HOTS adalah pertanyaan divergen, yaitu pertanyaan yang menghasilkan jawaban benar
bervariasi dan luas. Pertanyaan ini bisa diaplikasikan pada kemampuan berpikir tingkat
tinggi pada Taksonomi Bloom, yaitu menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Sedangkan King, Goodson, dan Rohani (2006) memberikan batasan bahwa strategi
pertanyaan tentang dilema dan masalah agar bisa mengembangkan HOTS sebaiknya
pertanyaan yang jawabannya belum diketahui siswa. Pertanyaan untuk berpikir tingkat
rendah digunakan sebagai penghubung agar siswa bisa melakukan berpikir tingkat
tinggi.

Kemdikbud (2019) memberikan penjelasan tentang pertanyaan-pertanyaan yang bisa


menstimulasi HOTS yaitu:
1. Pertanyaan untuk memfokuskan perhatian atau kajian untuk diperdalam.
2. Pertanyaan untuk mendorong peserta didik berpikir menemukan alasan atau
mengambil posisi pendapat.
3. Pertanyaan untuk mengklarifikasi suatu konsep dengan arah bisa merumuskan
definisi yang jelas lewat memperbandingkan, menghubungkan dan mencari
perbedaan atas konsep-konsep yang ada.
4. Pertanyaan untuk mendorong munculnya gagasan-gagasan yang kreatif dan
alternative lewat imajinasi.
5. Pertanyaan untuk mendorong peserta didik mencari data dan fakta pendukung
serta bukti-bukti untuk mengambil keputusan atau posisi.
6. Pertanyaan untuk mendorong peserta didik mengembangkan pikiran lebih jauh
dan lebih mendalam, dengan mencoba mengaplikasikan sesuatu informasi pada
berbagai kasus dan kondisi yang berbeda-beda, sehingga memiliki lebih banyak
argumentasi.
7. Pertanyaan untuk mengembangkan kemampuan mengaplikasikan aturan atau
teori yang lebih umum pada kasus yang tengah dikaji.

Lebih lanjut Kemdikbud (2018) menjelaskan tentang jenis-jenis pertanyaan yang dalam
praktik pembelajaran yang berorientasi pada HOTS sebagai berikut:

1. Pertanyaan Inferensial, yaitu pertanyaan yang segera bisa dijawab setelah siswa
melakukan pengamatan maupun pengkajian terhadap bahan yang diberikan
guru.
2. Pertanyaan Interpretasi, yaitu pertanyaan yang diajukan kepada siswa berkaitan
dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak ada dalam bahan yang disajikan
guru, sehingga siswa harus bisa memberi makna.
3. Pertanyaan Transfer, yaitu pertanyaan untuk memperluas wawasan siswa.

4. Pertanyaan Hipotetik, yaitu pertanyaan yang mendorong siswa melakukan


prediksi dari suatu masalah yang dihadapi dan atau mengambil sebuah
kesimpulan atau generasi.
Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan kajian terhadap teori dan jurnal tentang HOTS dan strategi pembelajaran
pertanyaan dapat dikatakan bahwa strategi pembelajaran pertanyaan dapat menstimulasi
HOTS dengan syarat:
1. Pertanyaan yang bisa mendorong siswa berpikir tingkat tinggi telah disiapkan
oleh guru.
2. Pertanyaan yang mendorong siswa berpikir tingkat tinggi bersifat divergen yang
memungkinkan beberapa jawaban benar dan jawaban belum diketahui oleh
siswa.
3. Adanya pertanyaan dengan jawaban berpikir tingkat rendah digunakan sebagai
penghubung agar siswa mampu berpikir tingkat tinggi.
4. Jenis pertanyaan disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

Sintak pembelajaran dengan strategi pertanyaan adalah sebagai berikut:


1. Guru menyiapkan bahan pembelajaran dan pertanyaan baik yang membutuhkan
kemampuan berpikir tingkat rendah maupun tingkat tinggi.
2. Guru memberikan bahan pembelajaran untuk diamati, dikaji, dan didiskusikan.
3. Guru memberikan jenis pertanyaan kepada siswa berdasarkan bahan yang
diamati, dikaji dan didiskusikan.
4. Diskusi kelas membahas pertanyaan yang diajukan guru.
5. Siswa diberi kesempatan bertanya berkaitan tentang diskusi kelas.
6. Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan atau generalisasi.

Simpulan

Strategi pembelajaran pertanyaan dengan guru memberikan pertanyaan kepada siswa


dan siswa diberi kesempatan bertanya dapat menstimulasi kemampuan beripir tingkat
tinggi (HOTS) dengan syarat pertanyaan yang mendorong HOTS telah disiapkan guru
dan jenis pertanyaan disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

Referensi
Anderson, L., Krathwohl, D., Airasian, P. et al. (2001). A Taxonomy for Learning,
Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational
Objectives. New York: Longman.
Brookhart, Susan M.. (2010). How To Assess Higher-Order Thinking in Your
Classroom. Virginia: ASCD.
Collins, Robyn. (2014). Skills for The 21st Century: Teaching Higher-Order Thinking.
Curriculum & Leadership Journal Volume 12 Issue 14.
Conklin, Wendy. (2011). Higher-Order Thinking Skills to Develop 21st Century Learner.
Sell Education.
Cox, Janelle. (2019). Teaching Strategies to Develop Higher-Level Thinking.
https://www.teachhub.com/teaching-strategies-enhance-higher-order-thinking.
diakses di Yogyakarta, 4 September 2019.
Kemdikbud. (2016). Modul Penulisan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) Untuk
Ujian Sekolah. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA, Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. (2018). Buku Penilaian Berorientasi Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemdikbud. (2018). Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
King, F.J., Goodson, L., & Rohani. (2006). Higher-Order Thinking Skills. Center for
Advancement of Learning and Assessment.
Limbach, Barbara & Waugh, Wendy. (2009). Developing Higher Level Thinking.
https://www.aabri.com/manuscripts/09423.pdf. diakses di Yogyakarta, 9
September 2019.
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Hooper, M. (2016). TIMSS 2015 International
Results in Mathematics. Retrieved from Boston College, TIMSS & PIRLS
International Study Center website:
http://timssandpirls.bc.edu/timss2015/international-results/. diakses di
Yogyakarta, 9 September 2019.
National Education Sociaty. An Educator’s Guide to the “Four Cs”: Preparing 21st
Century Students for a Global Society.
OECD. (2016). Programme for International Student Assesment (PISA) Result from
PISA 2015. https://www.oecd.org/pisa/PISA-2015-Indonesia.pdf. diakses di
Yogyakarta, 9 September 2019.
Thomas, A. & Thorne, G. (2009). How to Increase Higher Order Thinking. Metarie,
LA: Center for Development and Learning.
http://www.readingrockets.org/article/34655. diakses di Yogyakarta, 9 September
2019.

Anda mungkin juga menyukai