Anda di halaman 1dari 11

ANALYSIS HOTS DAN MODEL TIMSS DALAM PENGEMBANGAN SOAL FISIKA

UNTUK MENINGKATKAN ASPEK KOGNITIF SISWA

Pani Soniah
Pendidikan Fisika, Universitas Siliwangi, Indonesia
Email: Shoniahumairah99@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase soal ujian nasional fisika berkategori
Higher Order Thinking Skills (HOTS) dan bertujuan untuk mengembangkan soal Fisika model
TIMSS setelah dilakukan analisis karakteristik soal TIMSS yang dirilis berdasarkan dimensi
pengetahuan dan proses kognitif. serta mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
dalam menyelesaikan soal ujian nasional Fisika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian deskritif dengan jenis analisis isi atau dokumen. Data yang diperoleh dalam
penelitian ini berupa persentase soalFisika 2016 berkategori HOTS yang dianalisis
menggunakan indikator soal menurut A.Thomas dan G. Thorne serta data analisis kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa pada soal ujian nasional fisika yang diperoleh melalui jawaban
siswa dalam mengerjakan soal.Aspek kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekadar
stimulus atau respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu kegiatan belajar juga
melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Struktur
mental individu tersebut berkembang sesuai dengan tingkatan perkembangan kognitif
seseorang. Semakin tinggi tingkat perkembangan kognitif seseorang, semakin tinggi pula
kemampuan dan keterampilan dalam memproses berbagai informasi atau pengetahuan yang
diterimanya dari lingkungan. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa soal ujian
nasional fisika mampu mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang rata-rata
dikategorikan kurang baik
Kata kunci: ANALYSIS HOTS, MODEL TIMSS, ASPEK KOGNITIF

PENDAHULUAN Pemerintah melakukan penataan


kurikulum. Kurikulum pada tahun 2013
Pendidikan adalah suatu proses upaya yang mengimplementasikan kurikulum baru
dilakukan secara sadar dan sengaja untuk sebagai penyempurnaan kurikulum yang
meningkatkan nilai perilaku seseorang atau diberi nama kurikulum 2013 (Kunandar,
masyarakat, dari keadaan tertentu ke suatu 2015). Model-model penilaian pada
keadaan yang lebih baik. Pendidikan Kurikulum 2013 mengadaptasi model-
merupakan modal dasar dalam membentuk model penilaian standar internasional.
pola pikir dan pengembangan intelektual Penilaian dalam Kurikulum 2013
serta sarana penerus nilai-nilai, gagasan dan diharapkan dapat membantu peserta didik
penyempurnaan cara berpikir (Abdulhak, untuk meningkatkan kemampuan berpikir
Ishak. 2006). Dalam rangka tingkat tinggi (Higher Order Thinking
mempersiapkan lulusan pendidikan Skills), karena berpikir tingkat tinggi dapat
memasuki era globalisasi yang penuh mendorong peserta didik untuk berpikir
tantangan dan ketidakpastian, diperlukan secara luas dan mendalam tentang materi
pendidikan yang dirancang berdasarkan pelajaran (Direktorat Pembinaan SMA.
kebutuhan yang nyata di lapangan. 2015).
Lahirnya kurikulum 2013 menjawab Melalui pembelajaran fisika
tantangan dan pergeseran paradigma diharapkan peserta didik dapat
pembangunan dari abad ke-20 menuju abad mengembangkan diri dalam berpikir.
ke-21. Untuk kepentingan tersebut Peserta didik dituntut tidak hanya memiliki
kemampuan berpikir tingkat rendah (lower terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai
order thinking), tetapi sampai pada siswa dengan suatu kriteria tertentu.
kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher Berbagai bentuk penilaian dilakukan di
order kemandiria.peserta menyelesaikan sekolah. Di antara bentuk penilaian dalam
masalah (Direktorat Pembinaan SMA. skala besar yang dilakukan di sekolah
2015).Penilaian hasil belajar merupakan adalah Ujian Nasional (UN).
sebuah proses pemberian sebuah nilai
thinking) (Istiyono, Edi, 2013).Berkenaan METODE
dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi PENELITIAN
ini, fakta menunjukkan bahwa prestasi
fisika Indonesia berada pada ranking 50 Penelitian ini menggunakan
dari 53 negera (TIMSS and TIMSS pendekatan kualitatif berupa data teoritis
Advanced, 2016), sedangkan untuk PISA dengan metode penelitian studi pustaka.
yang dilaporkan oleh the Organization for Metode penelitian studi pustaka artinya
Economic Co-Operation and Development peneliti mengambil data melalui kegiatan
(OECD) berada pada peringkat 62 dari 70 membaca literatur yang relevan dengan
negara (Iswadi, Hazrul. 2016). Dengan kajian penelitian yang dilakukan. Data
demikian, prestasi fisika yang menuntut dikumpulkan untuk dianalisis kemudian
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa disajikan dalam hasil dan pembahasan agar
sekolah menengah Indonesia, di kancah dapat dibuat kesimpulan. kemampuan
internasional masin rendah. Sekolah- tingkat tinggi siswa dibutuhkan penilaian
sekolah harusnya mulai melakukan yang diharapkan dapat mendorong
penanaman Higher Order Thinking Skills peningkatan kemampuan Berpikir tingkat
untuk memenuhi tuntutan zaman abad ke- tinggi, meningkatkan kreativitas, dan
21. Hal ini sesuai dengan karakteristik skills membangun didik untuk Pemerintah
masyarakat abad ke-21 menurut Indonesia melaui Departemen Pendidikan
partnership of 21st century skills yang Nasional juga melakukan evaluasi ke luar
mengidentifikasikan bahwa pelajar pada negeri dengan cara mengikuti berbagai
abad ke-21 harus mampu mengembangkan jenis program penilaian internasional, salah
keterampilan kompetitif yang diperlukan satunya adalah TIMSS. Tujuan
pada abad ke-21 yang terfokus pada diselenggarakannya TIMSS adalah untuk
pengembangan HOTS (Basuki, dkk, 2014). mrngukur prestasi matematika dan IPA
Kemampuan Higher Order siswa di negara-negara peserta.
Thinking Skill atau berpikir tingkat tinggi HASIL DAN PEMBAHASA
adalah konsep reformasi pendidikan yang ANALYSIS HOTS
didasarkan pada pembelajaran taksonomi
seperti taksonomi Bloom. Dalam Dalam penelitian yang dilakukan
Taksonomi Bloom, keterampilan yang oleh Elyana, Yennita, Fakhruddin
melibatkan analisa, evaluasi, dan sistesis Persentase Soal HOTS UN Fisika 2016
dianggap tatanan yang lebih tinggi yang Peneliti menganalisa soal HOTS
membutuhkan metode pembelajaran berdasarkan kriteria menurut A.Thomas
pengetahuan fakta dan konsep (Fahmi, dan G. Thorne (2010) yang menyatakan
2014). Kurikulum 2013 menekankan pada bahwa HOTS adalah tingkat berpikir yang
dimensi pedagogik modern dalam lebih tinggi dari menghafal fakta-fakta atau
pembelajaran, yaitu menggunakan mengatakan kembali sesuatu yang didengar
pendekatan ilmiah yang meliputi dan diketahui. HOTS menuntut untuk
mengamati, menanya, menalar, mencoba, melakukan sesuatu dengan fakta. Peserta
mengkomunikasikan. Siswa dilatih untuk didik harus mengerti, menyimpulkan,
mampu berpikir logis, runut dan sistematis, menghubungkan fakta dengan fakta lain
dengan menggunakan kapasistas High dankonsep,mengkategorikan,memanipulas
Order of Thinking Skill. Untuk mengukur. i,menyatukan dalam bentuk baru,dan
menerapkannya seperti mencari solusi baru
untuk masalah yang baru ditemui. Dalam (2013) dan Ani & Dedi (2015) yang
mengukur kemampuan berpikir tingkat menyatakan bahwa peresentase soal HOTS
tinggi siswa, diperlukan soal dengan dalam Ujian Nasional baik di tingkat SMA
indikator yang memenuhi kriteria dalam maupun SMP berkisar 7,5% - 15%. Data
mengukur HOTS siswa. Pada penelitian ini, Analisis HOTS Siswa pada UN Fisika 2016
indikator soal HOTS dibuat berdasarkan .Data penelitian ini di ambil pada bulan
kriteria HOTS menurut A.Thomas dan G. November 2015 – Januari 2016. Penelitian
Thorne (2010) yaitu menyimpulkan dan dilakukan dengan melaksanakan Try Out
menggunakan fakta yang terdiri dari 4 soal Ujian Nasional Fisika di MAN 2 Model
dengan materi gerak lurus berubah Pekanbaru pada tanggal 18 November
beraturan (GLB), pemuaian zat, menetukan 2016. Terdiri dari 5 kelas siswa kelas XII
titik berat, dan radioaktif serta dengan jumlah 129 siswa. Soal diujikan
menyimpulkan fakta dan menghubungkan dalam bentuk 3 paket soal yang masing-
konsep yang terdiri dari 2 soal dengan masing terdiri dari 40 soal Fisika. Soal UN
materi impuls dan momentum serta gerak Fisika yang dikategorikan HOTS adalah
lurus berubah beraturan. Berdasarkan hasil soal nomor 4, 6, 10, 17, 18, dan 40 dengan
analisa, soal yang dikategorikan HOTS indikator HOTS menyimpulkan dan
berjumlah 6 soal, sehingga memiliki menggunakan fakta serta menyimpulkan
persentase 15%. Hal ini sesuai dengan fakta dan menghubungkan konsep. Berikut
persentase HOTS dalam soal UN jumlah dan persentase siswa yang
berdasarkan penelitian Dany & Wasis menjawab soal HOTS dengan benar.
Tabel 1. Jumlah Siswa yang Menjawab Soal HOTS dengan Benar

No Indikator soal Nomor soal Jumlah Siswa yang Persentase Siswa


HOTS HOTS UN menjawab benar yang Menjawab
Benar
1. Menyimpulkan dan 4 41 31,78 %
menggunakan fakta 10 77 59,69%
18 58 44,96 %
40 52 40,31 %
2. Menyimpulkan fakta 6 91 70,54 %
dan menghubungkan 17 37 28,68 %
konsep

Berdasarkan Tabel 1, soal HOTS disajikan dalam bentuk gambar dan cerita
yang dijawab benar dengan jumlah siswa dengan menggunakan contoh dalam
paling sedikit adalah soal nomor 17 yang kehidupan sehari-hari. Permasalahan yang
disajikan dalam bentuk cerita dengan terdapat pada soal menuntut kemampuan
menggunakan contoh dalam kehidupan bernalar siswa dalam menyimpulkan dan
sehari-hari. Permasalahan yang terdapat menghubungkan suatu konsep dan fakta
pada soal menuntut kemampuan bernalar GLBB dengan konsep impuls dan
siswa dalam menemukan fakta dan momentum. Berikut persentase siswa yang
menghubungkan konsep GLBB dengan menjawab soal HOTS dengan benar yang
konsep impuls dan momentum. Sedangkan disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar
soal yang dijawab benar dengan jumlah 1.1
siswa terbanyak adalah soal nomor 6 yang
.
Gambar 1.1 Grafik Distibusi Jawaban Siswa
Berdasarkan grafik pada Gambar 1.1, soal nomor 6 yang dikategorikan HOTS.
tingkat kesulitan tertinggi berdasarkan Hal ini dikarenakan kurangnya siswa dalam
jumlah siswa yang menjawab dengan benar mengingat rumus-rumus yang digunakan
adalah soal nomor 31. Hal ini dikarenakan dalam menyelesaikan soal LOTS lainnya.
kurangnya kemampuan siswa dalam Faktor lainnya diakibatkan siswa belum
memahami konsep yang terkandung pada mempelajari materi fisika kelas XII
soal yang disajikan dalam bentuk gambar semester genap ketika penelitian
dan cerita. Konsep yang harus dipahami dilaksanakan. Banyaknya jumlah siswa
siswa adalah arah gaya listrik yang dialami yang mampu menjawab soal nomor 6,
mauatan pada titik A diakibatkan muatan menunjukkan kemampuan siswa Man 2
pada titik B dan C. Siswa harus memahami Model Pekanbaru dalam menguasaai materi
bahwa gaya listrik merupakan besaran gerak parabola serta impuls dan
Vektor. Sehingga siswa dapat menetukan momentum. Sehingga siswa mampu
resultan gaya listrik yang dialami muatan di bernalar dalam mengerjakan soal yang
titik A. Jika siswa memehami konsep ini, disajikan dengan dua konsep yang berbeda.
siswa akan dengan mudah menyelesaikan Kemampuan rata-rata siswa dalam
permasalahan yang terdapat pada soal yaitu menjawab soal HOTS masih dikategorikan
menentukan besar gaya listrik yang dialami sedang. Menurut Thomas dan Thorne,
. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya HOTS dapat dipelajari dan diajarkan pada
(2008) bahwa proses pembelajaran murid. Metode pembelajaran berbasis
khususnya fisika belum mengacu masalah dapat meningkatkan kemampuan
kemampuan berpikir muatan di titik berpikir tingkat tinggi siswa. Hal ini
A.meskipun demikian ,soal ini didukung oleh penelitian Tri Widodo dkk
dikategorikan LOTS karena tidak sesuai (2013) bahwa pembelajaran berbasis
dengan kriteria dan indikator LOTS masalah dapat meningkatkan keberanian
menurut A.Thomas dan G. Thorne (2010). siswa dalam menghadapi soal sulit.
Kesulitan siswa MAN 2 Model dalam Pemilihan strategi pembelajaran berbasis
menjawab soal ini dikarenakan kurangnya masalah dimaksudkan supaya siswa mau
pembiasaan siswa dalam mengerjakan soal belajar lebih giat dengan tantangan
ini. Sedangkan Soal dengan tingkat pemecahan soal-soal yang lebih
kesulitan terendah berdasarkan grafik memerlukan pemikiran tingkat tinggi. Hal
adalah soal nomor 2 yang dikategorikan ini diperkuat oleh hasil penelitian Esen
soal LOTS Berdasarkan grafik pada Ersoy (2013) yang menyatakan bahwa
Gambar 1.1, hanya 4 soal dengan kategori sebelum dan sesudah proses pembelajaran
LOTS yang mampu dijawab siswa dengan berbasis masalah (PBL), ada perbedaan
jumlah yang lebih banyak dibandingkan yang signifikan terhadap kreativitas pada
siswa yang merupakan salah satu hasil analisis kelayakan soal menunjukkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi. bahwa soal yang dikembangkan telah layak
Melalui PBL, siswa mampu menemukan digunakan ditinjau dari segi isi, konstruksi,
ide-ide yang membantu siswa dalam dan bahasa. Hal ini ditunjukkan dengan
mengidentifikasi dan memecahkan persentase penilaian terhadap soal yaitu
masalah. Sehingga pembelajaran berbasis kelayakan isi pada soal pilihan ganda dan
masalah sangat cocok diterapkan dalam uraian sebesar 83,3% dengan katgori sangat
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat layak. Kelayakan konstruksi pada soal
tinggi siswa. pilihan ganda sebesar 84,3% dengan
MODEL TIMSS kategori sangat layak dan pada soal uraian
Karakteristik soal TIMSS berdasarkan sebesar 83,3% dengan kategori sangat
dimensi pengetahuan didapatkan bahwa layak. Dan kelayakan bahasa pada soal
soal TIMSS cenderung menguji pilihan ganda sebesar 87,5% dengan
pengetahuan konseptual, diikuti dengan kategori sangat layak dan soal uraian
pengetahuan prosedural dan pengetahuan sebesar 84,4% dengan kategori sangat
faktual. Sedangkan untuk dimensi proses layak.
kognitif, soal TIMSS cenderung menguji Dari soal pengembangan yang diujikan,
kemampuan siswa dalam memahami (C2), persentase siswa yang mendapat nilai di
menerapkan (C3), menganalisis (C4), atas KKM (.75) adalah sebesar 13% dengan
mengevaluasi (C5), dan mengingat (C1). rata-rata nilai siswa 76. Untuk skor
Dari penelitian Novi (2010) yang terendah yang dicapai siswa adalah 59 dan
melakukan analisis perbandingan soal UN skor tertinggi 88. Sedangkan dari soal UN
dengan TIMSS tahun 2007 menyatakan yang diujikan, persentase siswa yang
bahwa persentase kemampuan kognitif mendapat nilai di atas KKM (.75) adalah
yang diujikan pada soal TIMSS 2007 dari sebesar 63% dengan nilai rata-rata siswa
urutan tertinggi ke terendah adalah level adalah 76. Untuk skor terendah yang tidak
memahami, menerapkan, menganalisis, hanya memberikan penekanan pada
siswa dan pemahaman konsep fisika. pengetahuan prosedural atau penggunaan
Pemahaman konseptual penting untuk rumus. dicapai siswa adalah 59 dan skor
dimiliki siswa. Tanpa pengetahuan tertinggi yang dicapai siswa adalah 88. Dari
konseptual, siswa akan kesulitan dalam dua macam soal yang diujikan yaitu soal
memecahkan permasalahan yang lebih UN tahun 2012/2013 dan soal yang
kompleks. Ketika siswa telah memperoleh dikembangkan, meskipun keduanya sama-
pemahaman konseptual, mereka dapat sama telah mengacu pada indikator SKL
melihat hubungan antara konsep dan UN namun apabila soal yang
prosedur serta dapat memberikan argumen dikembangkan memiliki karakteristik soal
untuk menjelaskan mengapa beberapa fakta seperti soal TIMSS, diketahui bahwa
merupakan akibat dari fakta yang lain. kemampuan siswa dalam mengerjakan soal
Berdasarkan karakteristik soal TIMSS yang UN lebih baik dibandingkan dengan
telah dianalisis, maka dikembangkan soal kemampuan siswa dalam mengerjakan soal
sesuai dengan karakteristik soal TIMSS model TIMSS yang dikembangkan. Dari
yiatu sesuai dengan proporsi dari hasil analisis, didapatkan bahwa soal model
persentase dimensi pengetahuan dan proses TIMSS yang dikembangkan cenderung
kognitif yang ada pada soal TIMSS dan menguji kemampuan siswa dalam
kisi-kisi soal yang dikembangkan mengacu memahami.pengetahuan konseptual.
pada indikator SKL UN. Menurut Riduwan Sedangkan soal UN cenderung menguji
(2005), soal dikatakan layak jika memenuhi kemampuan siswa dalam mengerjakan soal
persentase kriteria sebesar 61%-80% dan hitungan. Hal ini sejalan dengan penelitian
sangat layak jika memenuhi persentase yang dilakukan oleh Danny (2013) yang
kriteria sebesar 81%-100%. Berdasarkan menyimpulkan bahwa soal UN lebih
dominan pada penerapan suatu rumus. TIMSS juga diketahui bahwa kemampuan
Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa siswa Indonesia untuk pemahaman konsep
lebih mudah dalam mengerjakan soal masih sangat lemah, namun relatif baik
hitungan dibandingkan dengan soal yang dalam menyelesaiakan soal-soal fakta dan
menguji pemahaman konseptual. Hal ini prosedur (Mullis, et al.) Oleh karena itu
sesuai dengan penelitian yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran siswa perlu
oleh Dede (2011) yang menyatakan bahwa diberikan penekanan terkait dengan
kemampuan siswa dalam memahami pemahaman konsep-konsep dalam materi
konsep masih kurang dibandingkan dengan yang diajarkan.
pengetahuan proseduralnya. Dari hasil

ASPEK KOGNITIF SISWA hambatan cultural yang masih menghantui


Kognitif adalah yang mencakupkegitan kalangan masyarakat akademik kita. Ketiga
mental(otak ).segala upaya yang ham-batan itu harus dirombak dan segera
menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dil-akukan transforaiasi, yaitu: (1) warisan
dalam kognitif.kogntif memiliki enam cultural-edukasional, (2) kompetensi dan
jenjang atau performansi linguistik, dan (3) masalah
aspek,yaitu1),knowladge2)comprehension psikologis. Untuk mernerangi ketiga ham-
3)application4)Analisis5)syntesis6)evaluat batan tersebut perlu dilakukan %upaya
ion.Tujuan aspek kognitif berorientasi pada pembenahan pendidikan yang serius dan
kemampuan berfikir yang mencakup membutuhkan waktu yang panjang dan
kemampuan intelektual yang lebih lama. Pembenahan pendidikan bukan saja
sederhana,yaitu mengingat sampai pada secara formal pada jenjang pendidikan da-
kemampuan memecahkan masalah yang sar sampai universitas (perguruan tinggi),
menuntut siswa untuk menghubungkan tetapi harus dimulai sejak dini, yakni
beberapa ide,gagasan,metode atau prosedur pendidikan dalam keluarga (informal), dan
yang dipelajari untuk memecahkan masalah pendidikan dalam masyarakat (non-
tersebut.dengan demikian aspek kognitif formal). (2013)Sesuai dengan penelitian
adalah subtaksonomi yang mengungkapkan (Nana,pranomo)2019 .Penelitian ini
tentang kegiatanmental yang paling tinggi diawali dengan kegiatan pencarian data-
yaitu evaluasi.Menurut nana .Pramono data yang berkai-tan dengan kelas X MIA 1
(2019)Dalam makalahnya Choirul Hadi SMA Negeri 1 CIAMIS dengan tujuan
menjelaskan bahwa hakikat bahasa untuk mengetahui gambaran awal keadaan
komunikasi ilmiah sekurang-kurangnya kelas X MIA 1. Adapun kegiatan yang
didukung oleh tiga variabel: (1) dilaksanakan meli-puti wawancara guru
kemampuan berpikk kritis (critical dan siswa, observasi kelas serta kajian
thinking), (2) penguasaan bahasa, dan (3) dokumen. Dari hasil wawancara dengan
pengetahuan umum yang luas. Pen-guasaan guru Fisika X MIA 1 SMA Negeri 1 Ciamis
pengetahuan umum tampaknya lebih pada tanggal 6 Sep-tember 2014 dan kajian
mudah dikejar. Tinggal membaca buku, dokumen menun-jukkan bahwa hasil
jurnal, majalah, surat kabar, dan akses belajar siswa kelas X MIA 1 masih rendah.
melalui internet.Sebaliknya, kemampuan Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar
berpikir kritis, berdebat, beradu siswa kelas X MIA 1 pada mata pelajaran
argumentasi dalam bahasa komunikasi Fisika di ujian tengah semester 1 tahun
ilmiah tampaknya agak sulit ditanamkan pelajaran 2014/2015 pada materi besaran,
kepada kalangan masyarakat akademik. satuan dan vektor hanya 47.06 % yang
Masa-lahnya, paling tidak ada tiga dinyatakan tuntas.
Tabel 2. Hasil Angket Kesulitan Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA 1 SMAN 1

No Pernyataan Presentase
(%)

1 Siswa menganggap fisika itu pelajaran tidak penting 3,22

2 Siswa malas untuk belajar fisika 28,12

3
Hal yang dilakukan siswa untuk mengurangi rasa malas

a. Siswa menggambar bebas di buku atau tempat lain 84,37


b. Siswa berbincang dengan teman 46,87

c. Siswa diam dengan posisi duduk malas 81,25


21,87
d. Siswa ijin ke kamar mandi sambil ke kantin, bahkan 25,00
lebih dari sekali

e. Siswa bermain-main 59,37

4 Siswa kurang antusias menerima pelajaran fisika 59,37


karena proses pembela-jaran kurang menarik

5 Hal yang membuat jenuh siswa saat pelajaran fisika


berlangsung

a. Siswa menganggap cara mengajar guru yang 84,37


monoton atau kurang bervariasi
b. Siswa menganggap pelajaran fisika itu sulit 53,12
c. Siswa menganggap gurunya terlalu serius 28,12
6 cara penyampaian pelajaran yang tidak disukai siswa

a. Siswa tidak suka cara penyampaian pelajaran 68,75


fisika dengan guru menuliskan materi dari awal
hingga akhir di depan kelas
b. Siswa tidak suka cara penyampaian pelajaran 34,37
fisika dengan guru men-erangkan materi dari
awal hingga akhir
c. Siswa tidak suka cara penyampaian pelajaran 12,50
fisika dengan guru melakukan demonstrasi di
kelas
d. Siswa tidak suka cara penyampaian pelajaran 96,87
fisika dengan guru memberikan tugas kelas
secara terus menerus (gurupasifdi kelas)
7 Siswa menyatakan dengan cara penyampaian materi 100
yang membosankan akan membuat siswa kurang
termotivasi dalam menerima pelajaran fisi-ka

8 Siswa menyatakan dengan penyampaian materi yang 78,12


membosankan akan membuat siswa malas bertanya,
menanggapi, dan mengerjakan soal

Dalam proses pembelajaran, ada dalam pembelajaran dengan hara-pan dapat


siswa yang hanya bermain-main dengan meningkatkan komunikasi ilmiah siswa.
teman sebangkunya ketika tugas sudah Berdasarkan data-data pra siklus di atas,
diberikan. Ada juga siswa yang berdiskusi peneliti dan guru menyusun suatu tindakan
dengan teman sebangkunya bahkan dengan untuk meningkatkan komu-nikasi ilmiah
teman lain bangku untuk mendiskusikan siswa. Adapun tindakan yang telah
tugas yang diberikan oleh guru. Hal serupa disepakati adalah penggunaan metode
juga diungkapkan salah satu siswa kelas X pembelajaran dengan pendekatan saintifik
MIA 1 Lhinda Kusuma, menurutnya masih yang dituntut dalam kurikulum 2013, yakni
banyak siswa yang tidak memperhatikan inkuiri. Pemilihan metode ini didasarkan
guru saat pelajaran berlangsung sehingga pada tingkat perkembangan siswa di mana
mengganggu teman lain yang siswa SMA yang umumnya suka
berkonsentrasi mengerjakan tu-gas. melakukan experiment/percobaan. Selain
Berdasarkan observasi awal, dari 34 siswa itu, siswa yang menganggap Fisika itu sulit
terdapat 6 siswa yang berbicara dengan diharapkan akan merasa tertarik dengan
teman ketika guru menyampaikan tugas pembelajaran yang melibatkan keaktifan
untuk mengerjakan latihan soal, 13 siswa mereka di dalamnya. Dengan demikian
yang mencatat tugas yang disam-paikan metode ini diharapkan dapat meningkatkan
guru, 2 siswa yang tiduran, dan 3 siswa komunikasi ilmiah antar siswa karena
yang bertanya pada guru saat pela-jaran pembelajaran dengan metode ini selalu
berlangsung. Adapun hasil observasi awal melibatkan siswa dalam kegiatan belajar
di kelas X MIA 1 dapat dilihat pada mengajar. Selain itu, metode ini
Lampiran 5. Selain itu, dari hasil angket pra mengharuskan semua siswa ikut aktif
siklus, banyak siswa yang merasa bahwa dalam semua kegiatan belajar mengajar
kemampuan mereka dalam komu-nikasi yaitu melalui kegiatan perco-baan dan
ilmiah masih kurang, hal ini dikarenakan diskusi.
pembelajaran yang berlang-sung satu arah. UCAPAN TERIMA KASIH
Berdasarkan angket kesulitan bela-jar Peneliti mengucapkan banyak terima kasih
Fisika yang diberikan kepada siswa kelas X kepada seluruh pihak yang berperan serta
MIA 1 diperoleh hasil yang disajikan dalam dalam penelitian ini khususnya kepada Dr.
Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, dapat Nana, M.Pd. yang telah ikut serta
dikemukakan bahwa sesungguhnya siswa membimbing dan memberikan arahan agar
menganggap bahwa Fisika adalah pelaja- peneliti menjadi lebih baik lagi.
ran penting yang perlu pemahaman khu- KESIMPULAN
sus. Akan tetapi, dalam proses pembelaja- Berdasarkan dari kesimpulan yang telah
ran dilakukan dengan metode yang ku-rang diperoleh oleh peneliti menyarankan
melibatkan siswa yang mengakibat-kan kepada calon guru dan guru agar
proses komunikasi ilmiah di kelas rendah. meningkatkan Higher Order Thinking
Oleh karena itu, dipandang perlu adanya Skills (HOTS) serta melakukan proses
sarana dan media yang men-dukung pembelajaran berorientasikan pada Higher
pembelajaran serta perlu adanya variasi Order Of Thinking Skills (HOTS) untuk
meningkatkan HOTS siswa. Dalam menyelesaikan permasalahan pada
menganalisis HOTS siswa, peneliti soal.serta dapat berfikir kritis dan dapat
menyarankan soal HOTS yang diujikan terhindar dari Masa-lahnya, yaitu hambatan
kepada siswa disajikan dalam bentuk uraian cultural yang masih menghantui kalangan
untuk mengetahui proses siswa dalam masyarakat akademik

REFERENSI
Abdulhak, Ishak. 2006. Filsafat Ilmu Pendidikan. Rosda: Bandung
Basuki, dkk, 2014. Assesmen Pembelajaran. PT Remaja Rosdakarya Offset: Bandung
Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta
Fahmi. 2014. Pembelajaran Higher Order Thinking Skills-HOTS. Asesmen.
Vol.11/No.3/Des/2014:(39)
Direktorat Pembinaan SMA. 2015. Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill’s Sekolah
Menengah Atas.
Elyana, Yennita, Fakhruddin(2017)analisis higher order thinking skills(HOTS)siswa MAN 2
model pekanbaru dalam menyelesaikan soal ujian nasional fisika tingkat SMA/MA
.Journal mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Riau(online),(https://www.neliti.com/publications/208970/analisis-higher-order-
thinking-skills-siswa-man-2-model-pekanbaru-dalam-men )(Februari 2017)
Ersoy, Esen. 2013. The Effects Of Problem-based learning method in higher education on
creative thinking. Procedia-Social and Behavioral Sciences 116 (2014) 3494-3498
Istiyono, Edi. 2013. Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika di SMA Langkah
Pengembangan dan Karakteristiknya. Disertasi. FMIPA Universitas Negeri
Yogyakarta. Yogyakarta
Iswadi, Hazrul. 2016. Sekelumit dari Hasil PISA 2015 yang Baru Dirilis.
http://www.ubaya.ac.id/2014/content/articles_detail/230/Sekelumit-Dari-Hasil-
PISA-2015-Yang-Baru-Dirilis.html . (2 Januari 2016)
Kunandar. 2015. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan
Kurikulum 2013). PT RajaGrafindo Persada: Jakarta
Nana, Pramono (2019)Upaya Peningkatan Kemampuan Kognitif dan Komunikasi Ilmiah
Siswa Kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Ciamis Menggunakan Model Pembelajaran
Inquiry(https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=upaya=peni
ngkayan+kognitif++dan+komjnikasi+ilmiah+siswa+kelas+X+MIA+1+SMA+negri
+1+ciamis+menggunakan+model+pembelajaran+inquiry&btnG=#ds_qabs&u=%2
3p%3DHKsP7erc4_AJ no 1 vol.1 2019
Novia Anggraini, Wasis.2014. PENGEMBANGAN SOAL IPA-FISIKA MODEL TIMSS
(TRENDS IN INTERNATIONAL MATHEMATICS AND SCIENCE STUDY). Jurnal
Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF),(online) Vol. 03 No.
01(https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pengembangan+so
al+ipa+fisika+model+timss&btnG=#d+gs_qabs&u=23p%3DU8VW32owKIIJ)
Pahliwandari rovi 2016 Penerapan teori pembelajaran kognitif dalam pembelajaran pendidikan
jasmabi dan kesehatan Jurnal Pendidikan Olahraga, Vol. 5, No. 2, (Desember 2016).
Ramadhan, Danny. 2013. Analisis Perbandingan Level Kognitif dan Keterampilan Proses
Sains dalam Standar Isi (SI), Soal Ujian Naional (UN), Soal Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS), dan Soal Programme for International
Student Assessment (PISA). Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya: Jurusan Fisika
FMIPA Unesa.
Riduwan. 2005. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, W. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,
Edisis Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Suratman, Dede. 2011. Pemahaman Konseptual dan Pengetahuan Prosedural Materi
Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Siswa Kelas VII SMP (Studi Kasus di MTs
Ushuluddin Singkawang). Jurnal Cakrawala Pendidikan, (Online), Vol. 9, No. 2,
(http://jurnal.untan.ac.id, diakses 16 Januari 2014).
Thomas, A., and Thorne, G. 2009. How To Increase Higher Order Thinking. Online.
http://www.readingrockets.org/article/how-increase-higher-order-thinking (diakses 7
November 2016)
Widodo, Tri dan Sri Kadarwati. 2013. Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa. Jurnal
Cakrawala Pendidikan Th. Xxxii, No. 1 : Fmipa Universitas Negeri Semarang
(diakses tanggal 28 Desember 2016)

Anda mungkin juga menyukai